You are on page 1of 3

Teman Satu Rumpun

Saya adalah Aderani Rahmatiana, mahasiswi fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan
2015. Pada tahun 2018 ini, saya mengikuti KKN, yaitu KKN Internasional di Malaysia, dan ini
cerita saya.

Perjalanan KKN saya dimulai ketika pengumuman kelulusan peserta KKN Internasional dirilis.
19 mahasiswi dari berbagai jurusan berhasil lolos seleksi. Awal mulanya saya terkejut, 19
mahasiswi, semuanya perempuan. 19 watak dan kepribadian yang berbeda akan dikumpulkan
menjadi satu selama 20 hari di negara tetangga. Tidak terbayang drama apa yang akan timbul.
Namun saya menepis segala fikiran negatif dan berusaha fokus dalam tanggung jawab yang akan
saya jalani.

Saya terpilih menjadi ketua transportasi, dimana saya akan mengurus dan menentukan jenis
transportasi yang akan digunakan untuk pergi dan pulang ke Malaysia. Jujur saya merasa
tertantang, karena mengurus pemesanan tiket bus dan pesawat untuk 19 orang tidaklah mudah,
saya bersyukur dapat bekerjasama dengan dua orang teman saya yang lain.

Dari awal perjalanan KKN kami, timbul berbagai macam kendala, terutama pengurusan dana.
Proses pengumpulan dana yang tidak sesuai jadwal membuat tim transportasi berfikir keras
untuk menyusun jadwal pembelian dan penentuan maskapai yang paling efisien dan hemat
dikantong bersama. Kendala lain seperti sulitnya rapat secara full-team membuat saya dan tim
transportasi memaksimalkan media sosial untuk terhubung dengan teman-teman yang lain.

Kami betul-betul belum mengenal satu sama lain secara dalam di awal-awal pelaksanaan KKN
ini. Hak tersebut tidak terelakkan karena kamipun jarang bertemu.

Tanggal 20 Juli pun tiba, saya berangkat bersama delapan dari Padang, sedangkan sebelas
teman-teman yang lain berangkat dari berbagai tempat yang berbeda dan akan bertemu di titik
kumpul di Terminal Bersepadu Selatan. Berbagai kendala timbul disini, beberapa orang tidak
datang tepat waktu, sedangkan bus sudah waktunya berangkat menuju Pangkalan Chepa,
Kelantan. Untunglah datang seorang mahasiswi UMK membantu kami dalam perjalanan,
namanya Iza. Tanpa Iza, mungkin kami tidak sampai ke Kelantan secara bersama-sama.
Dari awal insiden keterlambatan kami ini, timbul suasana yang sedikit intens antara mahasiswi
Unand dan mahasiswa UMK. Disini saya semakin menyadari betapa pentingnya first impression.

21 Juli 2018, saya dan teman-teman memulai petualangan kami. Di hari pertama, kami bersama
9 mahasiswa UMK yang lain melakukan wisata budaya Kelantan. Dari mulai makanan, songket,
wau, hingga bermain dan berfoto di pantai. Saya sangat menyadari usaha keras mahasiswa UMK
untuk mencairkan suasana, kami bernyanyi di bus, saling berinteraksi, walau belum terlalu dekat.
Antara kami ber-19 pun masih ada kekikukan dalam berbincang dan berbaur.

Namun semua hal itu berubah ketika kami mulai tinggal bersama di asrama. Kami dibagi
menjadi 6 dan 8 orang per kamar. Setiap kamar berisi kasur tingkat dan kipas angin. Kamar
mandi hanya 4 buah dan terdapat 1 buah mesin cuci manual untuk 26 orang. Disini setiap
harinya kami berusaha beradaptasi antara satu sama lain, mengenal kebiasaan masing-masing,
dan belajar merperluas rasa sabar dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan dan
ketidakcocokan yang timbul.

Kami bertualang bersama mulai dari pengabdian di sekolah anak-anak berkebutuhan khusus, lalu
berlanjut mengabdi ke panti jompo, belajar bisnis, dan mengabdi di SD Padang Mokan & Abdul
Hadi. Seiring berjalannya waktu, kami menjadi sangat rapat dan dekat. Salah satu kegiatan yang
sangat berjasa adalah rapat harian setiap jam 9 malam yang dicanangkan sejak hari pertama oleh
ketua dari UMK, yaitu Arif. Dalam rapat yang berdurasi dua jam setiap harinya, kami belajar
sifat satu sama lain. Kami bertukar cerita dan kesan, bermain games, canda tawa tidak luput
barang satu hari pun. Kami menjadi sangat dekat dalam waktu yang singkat, tanpa kami sadari.

Kekeluargaan yang sudah sangat kental terjalin baru terasa ketika kami harus dipisahkan dalam
rumah-rumah yang berbeda di Kampung Kuau, Bachok selama 6 hari penuh. Tanpa saya sadari,
saya menanti-nanti kegiatan yang melibatkan kami semua, gotong royong di perkuburan, gotong
royong memperbaiki rumah, malam kebudayaan, dan sebagainya. Sore hari pun selalu kami
habiskan untuk mengunjungi rumah satu sama lain, mengenal orang tua angkat masing-masing,
dan membentuk memori yang sederhana namun indah.

Setelah 6 hari KKN di Kampung Kuau selesai, kami sangat antusias untuk kembali ke asrama,
kembali satu atap. Kami berlatih untuk penampilan budaya di malam perpisahan dengan kompak
dan semangat, berusaha melupakan akan kenyataan bahwa KKN sebentar lagi akan berakhir.
Ketika farewell dinner telah selesai, kami semua berkumpul di depan ruang yang setiap malam
lalu kami gunakan untuk rapat harian. Disana kami awal mulanya terdiam, tidak tahu untuk
berkata apa. Banyak dari kami yang menangis dalam sunyi, tidak kuat untuk menahan air mata.
Namun Arif berusaha semaksimal mungkin untuk mencerahkan suasana, Ia melontarkan jenaka
dan memberikan kami hadiah berupa pin bergambar foto kami semua. Karena kami sebagian
besar adalah perempuan, tangisan semakin menjadi ketika Arif memberikan hadiah spesial
tersebut. Mungkin terlihat sederhana, namun nilai memori dan sentimen didalamnya begitu kaya,
tidak tergantikan.

Kami datang sendiri-sendiri, terbagi-bagi, terpetak-petak, sungguh berbeda. Namun ketika KKN
ini berakhir, kami menjadi satu keluarga, satu tim yang kompak, best buddies in the world.

Kami memang berbeda negara, berbeda bahasa, berbeda rasa. Serupa tapi tak sama.

Namun kami tetap satu rumpun, yaitu rumpun Melayu.

-fin

You might also like