You are on page 1of 31

PRAKTIKUM LABORATORIUM TEKNOLOGI KILANG HAYATI

Identifikasi Bahan Baku Sifat Fisis Bahan Baku

Oleh :
Kelompok II

Ketua Kelompok :
Asrilia Montimi 11916022
Anggota Kelompok :

Dhiya Khairinnisa 11916024


Siti Sarah Agniya 11916004
Hendrik Saputra 11916025
Jessica Gita Adjani 11916028

Dosen : Dr. Anne Hadiyane


: Khairul Hadi Burhan, ST. MT
Asisten : Zahum Humairah
Tanggal Percobaan : 6 dan 7 September 2018
Tanggal Pengumpulan : 12 September 2018

LABORATORIUM TEKNOLOGI PASCA PANEN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCA PANEN
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

Komponen Nilai Max Nilai


BAB I 10
BAB II 20
BAB III 10
BAB IV 40
BAB V 10
Format 10
Total 100

Laporan Praktikum Modul I sebagai syarat untuk memenuhi rangkaian Praktikum


Teknologi Kilang Hayati dalam menempuh studi tingkat sarjana di Program Studi
Teknologi Pasca Panen Institut Teknologi Bandung

Diperiksa oleh,
Asisten Praktikum

Zahum Humairah
NIM. 11915XXX

Mengetahui dan menyetujui,


Dosen Pengampu Dosen Pengampu
Dr. Anne Hadiyane, S. Hut., M.Si. Khairul Hadi Burhan. S.T., MT.

NIP. XXXX NIP.XXXX


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v
RINGKASAN................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus .............................................................. 2
1.3 Ruag Lingkup ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1 Teori Dasar .................................................................................... 4
BAB III METODOLOGI ................................................................................ 11
3.1 Alat dan Bahan .............................................................................. 11
3.2 Langkah Kerja ............................................................................... 12
3.2.1 Ekstraksi biji kopi Arabika................................................. 12
3.2.2 Penentuan kadar kelembaban biji kopi Arabika .................. 12
3.2.3 Penentuan filtrat ampas kopi .............................................. 12
3.2.4 Penentuan garam tanin ....................................................... 12
3.2.5 Isolasi kafein...................................................................... 12
3.2.6 Pemurnian ekstrak kafein ................................................... 13
3.2.7 Perolehan kristal kafein murni ........................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 14
4.1 Penentuan kadar kelembaban biji kopi Arabika .............................. 14
4.2 Pembentukan garam tannin pada ekstrak kopi Arabika................... 15
4.3 Penentuan neraca massa proses ekstraksi ....................................... 16
4.4 Pembentukan garam tanin pada ekstrak kopi Arabika .................... 17
4.5 Penentuan neraca massa proses ekstraksi ....................................... 18

i
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 20
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 20
5.2 Saran ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21
LAMPIRAN.. ................................................................................................. 23
LAMPIRAN A Cara Pengolahan Data ........................................................... 24
LAMPIRAN B Data Hasil Pengamatan .......................................................... 25

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur senyawa kafein ......................................................... 9


Gambar 4.1 Biji kopi Arabika yang telah dihaluskan ................................. 14

Gambar 4.2 Ekstrak kopi Arabika sebelum dan sesudah penambahan

Natrium Karbonat .................................................................. 16

Gambar 4.3 Dua fasa yang terbentuk dalam isolasi kafein ......................... 17

Gambar 4.5.1 Neraca massa ekstraksi kafein biji kopi Arabika..................... 18

Gambar 4.5.2 Neraca massa ekstraksi kafein biji kopi Arabika..................... 19

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.3.1 Kondisi laboratorium saat percobaan...................................... 2
Tabel 2.1 Beberapa bahan kima yang bisa digunakan sebagai desikan ... 7
Tabel 3.1 Alat dan bahan dalam percobaan fraksinasi biji kopi .............. 11
Tabel 4.2 Kandungan kafein daam kopi Arabika dan Robusta ............... 15
Tabel 4.5 Data pengamatan neraca massa ekstraksi kafein biji kopi
Arabika ................................................................................ 18

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Cara Pengolahan Data ............................................................ 24
Lampiran B Data Hasil Pengamatan .......................................................... 25

v
RINGKASAN

Kafein merupakan senyawa penting yang diekstraksi dari biji kopi. Kadar kafein
yang terkandung dalam masing-masing jenis kopi bervariasi, namun pada dasarnya
prosedur ekstraksinya sama. Selain pentingnya mengetahui kadar kafein dalam setiap
jenis kopi, kadar kelembaban biji kopi juga perlu diketahui dalam menentukan kualitas
biji kopi tersebut. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan menentukan kadar kelembaban
biji kopi Arabika, menentukan rendemen kristal kafein hasil penguapan ekstrak biji kopi
Arabika, dan menentukan neraca massa ekstraksi kafein dari biji kopi Arabika. Metode
yang digunakan dalam penentuan kadar kelembaban biji kopi Arabika yaitu dengan
menggunakan moisture content analyzer. Sementara, metode yang digunakan dalam
penentuan rendemen kristal kafein tersebut diantaranya adalah dengan pemisahan fasa
filtrat ekstrak kopi Arabika dan penguapan fasa diklorometana. Serbuk biji kopi
Arabika diseduh menjadi ekstrak kopi lalu dipisahkan antara filtrat dengan ampasnya.
Filtrat tersebut akan dipakai dalam tahapan selanjutnya, yaitu pemisahan antara senyawa
kafein dalam pelarut diklorometana dari senyawa pengotor lain yang terlarut dalam air
menggunakan corong pisah. Setelah fasa diklorometana yang mengikat kafein
berhasil dipisahkan, maka dilakukan penguapan untuk mendapatkan kristal kafein.
Penguapan fasa diklorometana dilakukan pada cawan penguapan hingga seluruh pelarut
diklorometana menguap dan menyisakan kristal kafein pada cawan penguapan. Kadar
kelembaban biji kopi Arabika yang terukur menggunakan moisture content analyzer

adalah 8,51% dengan suhu pemanasan 58oC selama 11 menit 27 detik. Rendemen kristal
kafein hasil penguapan ekstrak kopi Arabika yaitu sebesar 0,07 g. Neraca massa ekstraksi
kafein dari biji kopi Arabika tidak setimbang karena memiliki loses pada beberapa
tahapan.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kadar air dan kelembaban suatu sampel perlu untuk diketahui agar memudahkan
proses ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstrak ini didasarkan pada perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut.
Selain itu proses pemisahan filtrat ampas kopi sangat penting yang berguna untuk
pemisahan antara air dengan ampas kopi agar dapat diketahui berat massa pada ampas
kopi. Ampas kopi banyak mengandung kafein yang merupakan suatu senyawa
berbentuk kristal penyusunan utamanya adalah senyawa turunan protein disebut purin
xantin.
Sifat-sifat kimia bahan baku sangat penting dalam melakukan sebuah pengolahan
bahan menjadi produk dalam meningkatkan kualitas bahan utama terutama dalam
percobaan sifat-sifat kimia kopi tentang holoselulosa kita memilih bahan baku dari
ekstrak kopi yang merupakan suatu produk yang banyak diminati oleh banyak
masyarakat. Kopi dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk serbuk yang telah melewati
proses penggilingan dan pengeringan. Selain itu dalam proses sifat-sifat kimia bahan
baku kopi ini kita perlu melakukan isolasi kafein yang bertujuan untuk menetukan kadar
kafein dalam kopi dengan mengekstraksinya.
Pemurnian perlu dilakukan untuk mengetahui keberadan dan mendapatkan
senyawa bioaktif pada larutan yang hendak diekstrak misalnya senyawa kafein yang
terdapat dalam kopi sehingga dengan mengetahui adanya senyawa tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Menentukan sifat fisis kopi, kayu, dan udang
1.2.2 Tujuan Khusus
1 . M enentukan sifat fisis biji ceri kopi
2 . Menentukan sortasi dari biji kopi

2
3 . Menentukan kelas ukuran, rasio keseragaman, rasio materi tidak dapat dimakan
udang peci
4 . Menentukan kadar air dan penyusutan dari komoditas biji kopi, kayu, dan udang

1.3 Ruang Lingkup


Percobaan “Identifikasi Bahan Baku Sifat Fisis Bahan Baku” dilakukan di
Laboratorium Intruksional I dan II, labtek 1A Institut Teknologi Bandung, Kampus
jatinangor pada kondisi seperti yang disajikan dalam tabel 1.3.1
Tabel 1.3.1 Kondisi Laboratorium saat percobaan
Hari, Tanggal Suhu Kelemba Tekanan

Kamis, 6 September 2018 27.5°C ban 57% 0.92 atm

Jumat, 7 September 27.5°C 57% 0,92 atm


2018

Objek pada percobaan ini adalah biji kopi, buah ceri kopi, kayu jabon, kayu
akasia, kayu pinis dan udang peci. Variabel yang diukur pada percobaan ini adalah kadar
air dan penyusutan kopi, kayu, dan udang, serta rasio keseragaman, rasio tak dapat
dimakan, dan kelas ukuran udang. Percobaan ini dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai
berikut :
1. Suhu dan tekanan pada ruang praktikum diasumsikan konstan baik
sebelum pratikan dimulai maupun setelah pratikan selesai dan tidak
mempengaruhi hasil percobaan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi
Berdasarkan ilmu penggolongan makhluk hidup, kopi diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea arabica L. (kopi arabika), Coffea canephora (kopi robusta)
Kopi ceri adalah sebutan lain dari buah kopi. Buah kopi yang masih mentah
memiliki warna hijau. Kopi ceri yang terbentuk akan matang dalam kurun waktu 7 - 12
bulan. Setelah masak, warna kopi ceri akan berubah menjadi merah. Warna merah ini
menandakan bahwa kandungan senyawa kimia yang membentuk citarasa pada buah kopi
telah lengkap. Warna merah ini penanda bahwa buah kopi telah siap untuk dipanen.
(Rahardjo, 2017)
Susunan kopi ceri terbagi menjadi dua bagian utama yakni pericarp serta biji kopi.
Pericarp merupakan tiga lapisan luar dari kopi ceri. Lapisan ini terdiri dari endocarp
(kulit tanduk), mesocarp (lendir), dan exocarp (kulit). Exocarp adalah sebutan untuk
lapisan kulit terluar buah kopi. Lapisan ini merupakan susunan jaringan parenkim padat
sebagai dinding utama yang tipis terdiri dari kloroplas dan berkemampuan mengabsorpsi
air. Berdasarkan Castro & Maraccini (2006), warna dari lapisan exocarp ini mula - mula
adalah hijau, hal ini sejalan dengan persentase kloroplas yang hijaunya akan berkurang
seiring dengan berjalannya proses pematangan buah kopi. Warna kulit kopi saat matang
tergantung kepada varietas kopinya, namun umumnya kulit kopi ceri yang telah matang
berwarna merah atau kuning. Warna merah ini dihasilkan dari pigmen antosianin,
sementara warna kuning merupakan senyawa luteolin. (Borem, 2008). Mesocarp

4
merupakan sebutan untuk daging buah kopi. Sementara pulp umumnya merupakan
sebutan yang ditujukan sebagai mesocarp, istilah ini pun sering ditujukan sebagai
kombinasi dari exocarp dan bagian mesocarp yang terkelupas selama proses pembuangan
ampas atau pulping. Pada saat buah kopi belum masak, jaringan mesocarp bersifat keras.
Ketika buah kopi matang, enzim pektolitik akan mengurai rantai pektin yang
menghasilkan hidrogel yang sifatnya tidak larut dan kaya akan pektin dan gula. Pada
pemrosesan kopi metode basah, lapisan daging dibuang pada fermentasi terkontrol,
sedangkan pada pemrosesan metode kering, daging dibiarkan utuh dengan exocarp dan
endocarp selama pengeringan (Borem, 2008). Endocarp adalah nama lain untuk kulit
tanduk yang merupakan lapisan terdalam dari pericarp yang menyelimuti biji kopi.
Endocarp mrupakan lapisan jaringan sklerenkim, yang merupakan jaringan penyokong
utama bagi tumbuhan. Selama proses pematangan buah kopi, endocarp akan mengeras
untuk membatasi ukuran akhir biji kopi. Pada kopi arabika dengan kadar air 11%
terkandung 3,8% kulit tanduk dari bobot keseluruhan biji kopi (borem, 2008).
Bagian tanaman kopi yang akan diproses menjadi minuman adalah biji kopi. Biji
kopi terdiri dari kulit berwarna perak, endosperm, serta embrio.ukuran biji kopi sangat
beragam, bergantung pada klon atau varieatas kopi. Kulit silver pada biji kopi dapat juga
dinamakan sebagai perisperm atau spermoderm yang merupakan lapisan terluar yang
membungkus biji kopi. Lapisan ini terbentuk dari nukleus sejumlah lapisan silver ini
biasanya tertinggal pada biji kopi yang belum di sangrai, namun kemudian lapisan ini
akan terlepas sebagai sekam apabila biji kopi telah disangrai. Terkadang masih terdapat
sisa - sisa lapisan silver yang tetap menempel pada biji kopi yang telah disarang. Hal ini
meruapakan salah satu parameter yang menunjukkan bahwa biji kopi belum matang
sempurna ketika dipanen. Lapisan silver ini tidak seharusnya berada pada kopi yang
hendak digiling menjadi bubuk kopi, karena keberadaannya dapat menurunkan citarasa
kopi.
Endosperm merupakan jaringan pelindung biji utama yang hanya terdiri dari satu
lapis saja, namun kandungan minyak dan ketebalan dinding selnya beragam. Senyawa
kimia yang terkandung dalam endosperm merupakan prekursor aroma dan citarasa kopi.
Senyawa kimia ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu senyawa yang alrut dan
tidak larut dalam air. Senyawa yang terlarut dalam air adalah kafein, trigonelin, niasin,
dan paling sedikit 18 jenis asam klorogenik, monosakarida, disakaridan, oligosakarida,
protein, mineral dan asam karboksilat. Adapun komponen yang tidak dapat larut dalam

5
air adalah selulosa, polisakarida, lignin, hemiselulosa, protein non polar, mineral, dan
lemak (Borem, 2008).
Embrio terdiri dari hipokotil dan dua kotiledon dan ukurannya adalah 3 - 4 mm.
Biji kopi berkecambah melalui perkecambahan epigeal, sementara hipokotil
memanjangkan dan mendorong biji kopi menuju permukaan tanah. Kotiledon yang
sebenarnya tetap berada di dalam tanah, dan kotiledon baru akan terbentuk.

2.2 Grading kopi


Grading kopi atau sortasi kopi merupakan kegiatan pemilahan kopi berdasarkan
mutu standar pasar. Standar mutu yang digunakan di pasar kopi indonesia adalah
berdasarkan Standar Nasional Indonesia. Sortasi pada proes panen dan pasca panen kopi
untuk dijual ke pasar dilakukan sebnayak dua kali, yakni sortasi buah dan sortasi biji.
Sortasi buah dilakukan setelah panen kopi ceri. Saat pemanenan kopi hijau dan hitam
(kering) ikut terpetik hingga 10 %, adapun jumlah kopi ceri hitam dan hijau yang
diperkenankan terbawa ke pabrik adalah antara 2-5%. Maka dari itu sebelum buah
dibawa ke pabrik, harus dilakukan sortasi kopi ceri terlebih dulu untuk memisahkan buah
masak, mentah dan kering. Selain itu pada proses sortasi kopi ceri ini dilakukan sortasi
dari kontaminasi seperti ranting, daun, cabang, ataupun batu (Rahardjo, 2017).
Setelah kopi ceri disortasi, kopi ceri dapat diolah dengan dua cara, yakni
pengolahan secara basah atau pengolahan secara kering. Pengolahan secara basah,
melalui proses pencucian dan fermentasi, adapun pengolahan secara kering kopi ceri
hanya dikeringkan dan dikupas kulitnya atau dinamakan dengan penggerbusan. Standar
mutu kopi yang diolah secara basah berbeda dengan standar biji kopi yang diolah secara
kering. Berikut merupakan standar mutu biji kopi yang telah ditetapkan oleh Dewan
Standarisasi Nasional (SNI 01-2970-2008).
1. Ketentuan umum
Persyaratan umum biji kopi baik yang diolah secara kering maupun secara basah
adalah biji kopi tidak boleh berbau busuk atau berbau kapang. Selain itu tidak
boleh ada serangga. Kadar air maksimum adalah 12,5% dan kontaminasi
maksimal 0,5%.
2. Ketentuan khusus
Berikut ini adalah syarat khusus biji kopi robusta yang diolah dengan metode
kering:

6
Tabel 2.1 Syarat khusus kopi robusta pengolahan kering

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan berdiamaeter 6,5 % fraksi Maks. lolos


mm (sieve No. 16) massa 5

Besar Lolos ayakan berdiameter 6,5 mm, % fraksi Maks. lolos


tidak lolos ayakan berdiameter 3,5 massa 5
mm (sieve No. 9)

Adapun standar mutu bagi kopi arabika yang diolah dengan metode basah maupun
metode kering.adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Syarat mutu khusus kopi arabika

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan berdiamaeter 6,5 Maks. lolos


mm (sieve No. 16) 5

Sedang Lolos ayakan berdiameter 6,5 mm, Maks. lolos


tidak lolos ayakan berdiameter 6 5
mm (sieve No. 15)

Kecil Lolos ayakan berdiameter 6 mm, Maks. lolos


tidak lolos ayakan berdiameter 5 5
mm (sieve No. 13)

Selain berdasarkan ukuran, biji kopi dapat disortir berdasarkan kecacatannya


dengan ketentuan tertentu seperti biji pecah, biji hitam, biji berkulit kopi ukuran besar
atau kecil, biji muda, biji pecah biji berbintil, dll. Pada praktiknya di pasar, pensortiran
dapat dilakukan berdasarkan permintaan konsumen (Rahardjo, 2017).

2.3 Kayu
Kayu merupakan batang pohon yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa
dan lignin. Kayu harus diolah secara kering dengan kadar air maksimum 15%. Kayu

7
bersifat anisotropis. Anisotropis adalah sifat fisis yang berbeda karena perbedaan arah
potong. Kayu memiliki kekuatan yang sangat baik. Kekuatan kayu tergantung pada cara
pemotongan dan pengeringan kayu. Kayu yang dipotong dengan arah longitudinal
biasanya cenderung lebih stabil dan proses pengeringan nya sangat lama. Kayu yang
dipotong arah transversal sangat tidak stabil dan proses pengeringannya cepat. Kayu
radial kestabilannya berada di antara longitudinal dan transversal (Putra dkk, 2014).

Gambar 2.1 Kenampakan kayu berdasarkan arah potong


Sumber : Putra dkk (2014).
2.2.1 Kayu jabon (Antochepalus cadamba)
Kayu jabon (Antochepalus cadamba) mempunyai kulit luar batang berwarna putih
kehijauan dan tidak beralur pada waktu muda. Seiring bertambahnya umur pohon, warna
batangnya akan berubah menjadi coklat keabuan hingga coklat dengan sedikit beralur,
dengan kulit batang yang tidak mengelupas. Pada umumnya, kayu jabon mempunyai
berat jenis 0,29-0,56. Penyusutan kadar air maksimal adalah 12%, dengan 3% penyusutan
radial dan 9,6% penyusutan tangensial. Menempati kelas V untuk kelas keawetan
(Mansur dkk, 2010).
2.1.2 Kayu akasia (Acacia mangium)
Kayu akasia (Acacia mangium) dikenal dengan manga hutan mempunyai kekuatan
yang baik. Akasia memiliki duri di seluruh batangnya. Tekstur kayu akasia tergolong
kasar. Warna kayunya coklat, abu abu hingga putih kotor. Kadar air maksimum nya
mencapai 15%. Rata-rata berat jenisnya 0,59 sampai 0,61. Kayu akasia umumnya
menempati kelas III untuk kekuatan kayu (Nuryawan dkk, 2008).
2.1.3 Kayu pinus (Pinus merkusii)
Kayu pinus (Pinus merkusii) mempunyai permukaan retak-retak dan berwarna
kecoklatan. Pinus mempunyai serat yang panjang dan permeabilitas selnya termasuk

8
rendah. Pinus memiliki getah. Kadar air pinus pada umumnya berkisar 12-15%. Berat
jenis kayu pinus pada umumnya adalah 0,48-0,56 (Pasaribu, 2015).

2.4 Udang Peci (Udang Putih)


Udang putih P. merguiensis de Man menurut Myers et al. (2008) dalam Mulya
(2012) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobranchiata
Super Family : Penaeoidea
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus merguiensis de Man
Udang peci merupakan nama lain dari udang jerbung pada tahap juveni. Udang peci
memiliki ciri-ciri pinggir kulit bagian depan pada segmen kedua tertutupi oleh kulit pada
segmen pertama, dan tiga kaki jalan (periopod) pertama mempunyai capit (chelae) yang
hampir sama besarnya (Naamin 1984; Mulya, 2012). Udang peci memiliki morfologi
warna badan yang berwarna putih kekuningan dengan bintik coklat dan hijau; panjang
total 24 cm untuk betina dan 20 cm untuk jantan; ujung ekor dan kakinya berwarna
merah; antennulae bergaris-garis merah tua dan antena berwarna merah; gigi rostrum
bagian atas berjumlah 8 buah dan bagian bawah 5 buah sehingga didapatkan rumus gigi
rostrum 8/5; serta di bagian kepala terdapat 13 ruas dan bagian perut 6 ruas (Mulya,
2012).

9
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam fraksinasi biji kopi disajikan pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Alat dan bahan dalam percobaan fraksinasi biji kopi
Alat Bahan
Nama Alat Jumlah Nama Bahan Jumlah
Cawan petri 9 Aluminium foil 30 cm (secukupnya)
Desikator 1 Biji kopi 130 gram
Kaliper/jangka 1 Buah ceri kopi Gram
sorong dan alu
Mortar 1 Kayu akasia 3buah
Oven 1 Kayu jabon 3 buah
Pencapit 1 Kayu pinus 3 buah
Timbangan analitik 1 Udang 300 gram

3.2 Langkah Kerja


3.2.1 Grading biji kopi kuantitatif dan kualitatif
Pertama-tama disiapakan masing-masing sekitar 100g biji kopi arabica dan biji kopi
robusta. Selanjutnya masing-masing kopi disortir menjadi dua kelas kualitas yaitu
kualitas baik dan kualitas buruk. Biji kualitas baik adalah biji yang strukturnya baik
sedangkan biji kualitas buruk adalah biji yang pecah dan berukuran sangat kecil. Setelah
itu, masing-masing hasil sortir ditimbang lalu ditentukan fraksi massa, dan ditabulasikan
data yang diperoleh.
3.2.2 Komposisi buah ceri kopi
5 buah ceri kopi disiapkan di dalam cawan petri, lalu setiap buah ceri kopi
ditumbuk dengan mortar dan alu hingga biji dan kulit buah ceri kopi terpisah.
Selanjutnya masing-masing biji dan kulit dari setiap buah ceri kopi ditimbang dan
ditabalusikan data massa yang diperoleh.

10
3.2.3 Kadar air dan penyusutan biji kopi ceri
5 biji kopi yang telah disipakan sebelumnya, ditambang dan diukur dimensinya
(panjang) lalu dimasukkan ke dalam cawan petri . Selanjutnya biji kopi dioven pada 103
C +/- 2 C selama 24 jam. Setelah itu, biji kopi didinginkan dalam desikator sampai massa
biji kopi konstan. Setelah itu , biji kopi ditimbang dan diukur dimensinya lalu ditentukan
kadar air berdasarkan data massa awal dan massa akhir biji kopi dan penyusutan
berdasarkan data dimensi awal dan dimensi akhir yang telah diperoleh.
3.2.4 Kadar air dan penyusutan kayu
Kayu dengan potongan 2x2x2 disiapkan kemudian ditimbang beratnya dengan
timbangan analitis. Kemudian dimensi kayu (radial, tangensial, longitudinal) diukur
dengan jangan sorong. Kayu dimasukan ke oven dengan suhu 1030C selama 30 mneit.
Setelah itu, kayu diangkat dan dimasukan ke desikator. Kayu ditimbang kembali dan
diukur beratnya. Lalu kayu dimasukan kembali ke oven dan didiamkan Selama 24 jam
dan diukur kembali setelah 24 jam untuk mendapatkan berat kering tanur nya. Kemudian
kadar air dan penyusutan kayu ditentukan.
3.2.5 Kelas ukur udang
Udang dipisahkan berdasarkan kondisi cacat dan utuh kemudian hitung per kg
udang kondisi utuh.
3.2.6 Rasio keseragaman (uniformity rasio) udang
Udang dipisahkan berdasarkan kondisi cacat dan utuh. Kemudian dipilih dan
ditimbang 3 ekor udang utuh (tidak kurang dari 1) terbesar dan terkecil secara visual.
Setelah itu, dihitung rasio keseragaman udang peci.
3.2.7 Rasio material tak dapat dimakan (inedible material ratio)
Udang dipilih 3 ekor secara acak dan ditimbang. Kemudian dipisahkan bagian yang
tidak dapat dikonsumsi seperti cangkang, kepala, antena, ekor, dan kaki. Setelah itu,
ditimbang menggunakan neraca analitik bagian yang tidak dapat dikonsumsi. Lalu
dihitung rasio material tak dapat dikonsumsi udang peci.
3.2.8 Kadar air dan penyusutan udang
Udang dipilih 3 ekor secara acak. Kemudian ditimbang dan diukur dimensi
(panjang, lebar, dan tinggi) ditiga titik yang berbeda. Setelah itu, udang peci dioven
selama 24 jam. Setelah 24 jam, udang peci dimasukkan kedalam desikator agar tidaka ada
air yang masuk maupun keluar dari udang peci. Udang peci ditimbang dan diukur
dimensi setelah dioven. Kemudian dihitung kadar air dan penyusutan udang peci.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Grading biji kopi arabica dan robusta

Bahan Massa awal Massa akhir (g) Fraksi massa (%)


(g)
Kualitas Kualitas Kualitas Kualitas
baik buruk baik buruk

Biji kopi 99.97 43.42 55.84 43.43 55.85


arabica

Biji kopi 100.28 52.41 47.76 52.26 42.63


robusta

Tabel 4.2 Diagram komposisi buah ceri kopi

Massa akhir (g)


Buah ceri kopi Massa awal (g)
Kulit Biji

1 1.67 0.66 0.95

2 1.47 0.56 0.88

3 2.38 0.86 1.44

4 1.87 0.76 0.99

5 1.15 0.55 0.54

Rata-rata 1.708 0.678 0.96

Tabel 4.3 Kadar air dan penyusutan biji kopi arabica dan robusta

Bahan Awal Akhir Kadar air Penyusuta

12
Massa (g) Dimensi Massa (g) Dimensi (%) n (%)
(mm) (mm)

Biji kopi 1.075 10.75 0.79 8.95 26.51 16.74


Arabica

Biji kopi 1.06 11.65 0.97 10.7 8.49 8.15


robusta

Tabel 4.4 Nilai kadar air dan penyusutan volum serta arah pada kayu
Jenis kayu %penyusutan %penyusutan %penyusutan %penyusutan %kadar air
volumetric arah radial arah arah aksial
tangensial
Kayu jabon 5,474 2,548 1,513 1,319 10,485
Kayu 5,838 3,387 2,739 -0,359 11,495
akasia
Kayu pinus 7,613 2,957 3,451 1,035 10,900

Tabel 4.5
Rata- Susut Kadar Air
Dimensi 1 2 3
rata (%) (%)
Panjang Awal 100.000 95.000 115.000 103.333
7.742%
(mm) Akhir 98.000 97.000 91.000 95.333
Lebar Awal 8.830 7.700 8.630 8.387
17.886%
(mm) Akhir 7.250 6.583 6.827 6.887
Tinggi Awal 14.200 14.830 14.720 14.583
-2.011%
(mm) Akhir 16.330 12.900 15.400 14.877
Awal 8.610 6.849 8.344 7.934
Berat (g) 82.669%
Akhir 1.483 1.131 1.512 1.375

Tabel 4.6

Tabel 4.7

13
Ukuran A B Rata-rata
Besar 12.300 10.016
Kecil 5.406 5.774
UR 2.275 1.735 2.005

Tabel 4.8
Total Edible Inedible IMR
Massa 33.860 19.4871 13.342 39.403%

4.2 Pembahasan
Grading biji kopi secara kualitatif dilakukan dengan cara menyortir biji kopi
menjadi dua kelas kualitas yaitu biji kopi berkualitas baik dan berkualitas buruk. Biji kopi
yang berkualitas baik adalah biji kopi yang memiliki bentuk seragam, teksturnya kuat dan
permukaannya tidak pecah sedangkan biji kopi yang berkualitas buruk adalah biji kopi
yang ukurannya terlalu kecil , rapuh, dan pecah-pecah. Untuk grading biji kopi secara
kuantitatif dilakukan dengan menimbang dan menentukan fraksi massa dari hasil yang
didapatkan pada grading secara kualitatif. Berdasarkan tabel 4.1, dari 99.97 g biji kopi
arabica terdapat 43.42 g biji kopi arabica kulitas baik dan 55.84 g yang berkualitas buruk
sedangkan dari 100.28 g biji kopi robusta terdapat 52.41 biji kopi robusta kualitas baik
dan 47.76 g yang berkualitas buruk. Dari hasil tersebut, didapatkan fraksi massa biji kopi
arabica yang berkualitas baik sebesar 43.43% dan yang berkualitas buruk sebesar
55.85% sedangakan fraksi biji kopi robusta yang berkualitas baik sebesar 52.26 % dan
yang berkualitas buruk sebesar 42.63%.

14
Gambar 4.1 Diagram komposisi buah ceri kopi
Berdasarkan gambar 4.1 , rata-rata komposisi setiap buah ceri kopi terdiri dari
39.7% kulit kopi , 56.2% biji kopi dam terdapat loss (kehilangan) sebesar 4.1% yang
diduga disebabkan oleh proses penggerusan yang tidak baik. Hasil ini tidak sesuai dengan
Beller (2001), yang mengatakan bahwa dari setiap buah ceri kopi hanya terdapat 20% biji
kopi. Perbedaan ini diduga terjadi karena apa ya hmm..
Berdasarkan tabel 4.3 , kadar air biji kopi arabica adalah 26.51% sedangkan biji
kopi robusta adalah 8.49%. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Adnan dkk (2017)
yang mengemukakan bahwa kadar air biji kopi arabica dan robusta adalah sekitar 10.1 -
18.6 %. Perbedaan pada kadar air biji kopi robusta diduga karena sumber biji kopi
berbeda. Sumber biji kopi sangat berpengaruh terhadap kadar air biji kopi yang
dihasilkan, karena kadar air biji kopi ditentukan berdasarkan basis basah sehingga
keadaan lingkungan sekitar tempat kopi tersebut diuji akan mempengaruhi nilai kadar air
yang didapatkan. Hal ini diperkuat dengan penelitian Adnan dkk (2017) yang
menunjukkan bahwa kadar air biji kopi yang berasal dari Nusa Tenggara Barat lebih
rendah daripada biji kopi yang berasal dari Bengkulu. Untuk kadar air yang diperoleh dari
biji kopi arabica perbedaannya sangat besar, diduga biji kopi arabica yang diuji tidak
dikeringkan dengan baik sebelum didistribusikan ke masyarakat, sehingga ketika diuji di
laboratorium kadar airnya tinggi sekali.
Kadar air akan berbanding lurus dengan penyusutan kayu. Nilai kadar air maksimal
pada kayu pada umumnya adalah 15%. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar air kayu
jabon adalah 10,485%, kadar air kayu akasia adalah 11,495% dan kadar air kayu pinus
adalah 10,900%. Data tersebut dapat diamati pada gambar 4.1 di bawah ini :

15
%KADAR AIR KAYU
11.6 11.495
11.4
11.2
11 10.9
10.8
10.6 10.485
10.4
10.2
10
9.8
kayu jabon kayu akasia kayu pinus

Gambar 4.1 %Kadar air kayu

Kadar air yang terbesar dimiliki oleh kayu akasia, kemudian kayu pinus dan yang
terkecil adalah kayu jabon. Pebedaan ini disebabkan oleh pebedaan serat dan berat jenis
setiap kayu. Berat jenis tersebut akan mempengaruhi sifat higroskopis kayu. Berdasarkan
literature yang diperoleh, kayu akasia mempunyai berat jenis 0,59-0,61. kayu jabon
mempunyai berat jenis 0,29-0,56. Berat jenis kayu pinus pada umumnya adalah 0,48-
0,56. Semakin besar berat jenisnya, maka kayu akan semakin mempunyai sifat higroskpis
yang tinggi. Maka kemampuan menyerap air nya pun semakin tinggi (Pasaribu, 2014).
Kadar air akan mempengaruhi penyusutan kayu. Jika banyak air yang keluar, maka
akan semakin besar penyusutan kayu. Berdasarkan hasil percobaan, persentase
penyusutan volumetric kayu jabon adalah 5,474, kayu akasia 5,838 dan kayu pinus adalah
7,613. Sedangkan penyusutan arah radial pada kayu jabon adalah 2,548, kayu akasia
adalah 1,531, kayu pinus adalah 2,957. Penyusutan arah tangensial pada kayu jabon
adalah 1,513, kayu akasia adalah 2,739, kayu pinus adalah 3,451. Penyusutan arah aksial
pada kayu jabon adalah 1,319, kayu akasia adalah 9,359 dan kayu pinus adalah 1,035.
Nilai tersebut dapat diamati pada gambar 4.2 di bawah ini,

16
%PENYUSUTAN KAYU
kayu jabon kayu akasia kayu pinus

9
8 7.613
7
5.838
6 5.474
5
4 3.451
2.957 2.739
3 2.548
2 1.531 1.513 1.319 1.035
1
0
-1 penyusutan volum penyusutan radial penyusutan penyusutan
-0.359 aksial
tangensial

Gambar 4.2 %Penyusutan kayu

Berdasarkan gambar 4.2, penyusutan volumetrik nilainya paling besar diantara


penyusutan yang lain. Hal ini dikarenakan penyusutan volumetrik diukur tidak
berdasarkan arah kayu. Melainkan diukur berdasarkan persentase volume kayu.
Penyusutan volumetrik tertinggi terjadi pada kayu pinus, disusul dengan kayu akasia dan
kayu jabon. Hal ini disebabkan oleh sifat higroskopis setiap kayu yang dipengaruhi oleh
berat jenis dan tempat dimana kayu tersebut diambil. Kayu yang diambil di bagian
pangkal akan lebih besar penyusutan volumetriknya di banding dengan kayu yang
diambil di daerah ujung pohon (Indah, 2015).
Sedangkan penyusutan tangensial adalah pengurangan ukuran pada kayu yang
diukur dari sisi yang tegak lurus dengan jari-jari kayu dan penyusutan radial adalah
pengukuran yang searah dengan jari-jari kayu. Penyusutan tangensial dan radial pada
kayu pinus lebih tinggi dibanding kayu akasia dan disusul dengan kayu jabon. Sedangkan
penyusutan radial kayu pinus lebih tinggi dibanding kayu jabon kemudian kayu akasia..
Penyusutan arah aksial pada kayu jabon bernilai paling tinggi, disusul dengan kayu pinus
kemudian kayu akasia. Hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa kondisi
serat pada kayu pinus tidak stabil maka sifat higroskopisnya pun makin besar walaupun
kisaran berat jenisnya tidak menjadi paling besar diantara kayu akasia dan kayu jabon
(Pasaribu, 2014).
Didapatkan hasil pengukuran bernilai negative pada penyusutan kadar air arah
radial kayu akasia. Hal ini disebabkan oleh sifat kayu akasia yang mempunyai berat jenis

17
paling tinggi disbanding kayu yang lain maka, naluri higroskopisnya pun paling tinggi.
Jika kayu akasia didiamkan diudara terbuka sebentar saja saat diukur, air di udara akan
mudah terikat dan berat nya pun bertambah sehingga didapatkan hasil pengukuran
negative (Nuryawan dkk, 2008).
Maka, kayu pinus cenderung memiliki ketegangan yang paling tinggi dibandingkan
dengan kayu akasia dan kayu jabon yang diamati. Artinya, kayu pinus yang diamati pada
percobaan kali ini lebih memiliki kecenderungan retak paling tinggi dan ini harus
diwaspadai. Hal ini dapat terlihat jelas dari kulit kayu pohon pinus yang sudah pecah-
pecah dan rapuh sebelum diolah (pasaribu, 2014).

Udang Peci Edible


33,86 g Pemisahan 19,4871g

Inedible
13,342g

Gambar 4.2 Neraca massa pemisahan udang

Penetuan rasio tidak dapat dimakan menggunaka 3 ekor udang peci. Berdasarkan
hasil perhitungan, rasio tidak dapat dimakan udang peci adalah 39,403%. Hal ini
menunjukkan bahwa 39,403% adalah bagian udang yang tidak dapat dimakan dari 3 ekor
udang peci diamati. Perlu untuk melakukan perhitungan rasio tidak dapat dimakan agar
dapat mengetahui berapa banyak udang yang dapat dikonsumsi atau berat bersih udang
tanpa limbah dalam satuan berat.
Penentuan kelas ukuran pada udang merupakan verifikasi dari sortasi ukuran bahan
baku udang. Metoda penimbangan dengan satuan Lbs sebanyak 454 gram. Jumlah sampel
udang dalam 454 gram tersebut merupakan Lbs udang. Setelah itu dapat diketahui ukuran
(size) udang. Contoh jika udang dalam Lbs/454 gram berjumlah 26 hingga 30 maka size
udang tersebut adalah 26-30. (Tasbih, 2017).
Penentuan keseragaman udang merupakan tahap lanjut dari penetuan kelas ukuran
udang. Penentuan keseragaman (univormity) diperlukan untuk mencari keseragaman
ukuran udang dalam setiap ukuran (size) (Tasbih, 2017). Penetuan keseragaman udang

18
dilakukan dengan cara mengambil 10% udang berukuran besar dan berukuran kecil dari
jumlah udang per Lbs. Hasil bagi 10% udang berukuran besar dan kecil tersebut
merupakan keseragaman (uniformity) udang dalam satu Lbs. (Tasbih, 2017).
Keseragaman ukuran udang menurut Murtidjo (1992) maksimal 1,5 atau setara dengan
150% jika dikali 100%. Jika melebihi batas maksimal, udang tidak memenuhi standar.

19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kelas ukur dari udang peci adalah 22 count/ 0.167 kg. Rasio keseagaman udang
adalah 200,5%. Rasio tak dapat dimakan adalah 39,403%.
2. Nilai presentase penyusutan volumetrik, radial, tangensial dan aksial pada kayu
jabon (Antochepalus cadamba) secara berturut-turut adalah 5,474%, 2,548%,
1,513%, 1,319%
3. Nilai presentase penyusutan volumetrik, radial, tangensial dan aksial pada kayu
akasia (Acacia mangium) secara berturut-turut adalah 5,838%, 3,387%, 2,739%,
-0,359%. Nilai presentase penyusutan volumetric, radial, tangensial dan aksial
pada kayu pinus (Pinus merkusii) secara berturut-turut adalah 7,613%, 2,957%,
3,451%, dan 1,035%.
4. Nilai susut dimensi udang adalah 7,742% panjang, 17,8866% lebar, dan -2,011%
tinggi sedangkan kadar air udang adalah 82,669%
5.2 Saran
Sebaiknya kayu diletakan di desikator jika tidak sedang diukur. Jangan
membiarkan kayu di udara terbuka karena kadar air nya akan segera meningkat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A., Horsten,D.V., Pawelzik,E., & Morlein,D.(2017). Rapid prediction of moisture


content in intact green coffee beans using near infrared spectroscopy. Foods.
6(38):1-11.
Arsad, Efendi. (2011). Sifat Fisik Dan Kekuatan Mekanik Kayu Akasia Mangium
(Acacia Mangium) Dari Hutan Tanaman Industri Kalimantan Selatan. Jurnal Riset
Industri Hasil Hutan. 20-23.
Beller, D. (2001). How coffee works. [Online] . diakses dari
https://science.howstuffworks.com/innovation/edible-innovations/coffee4.html,
pada 12 September 2017.
Mulya, M.B. (2012). Kajian bioekologi udang putih (Penaeus merguiensis de Man) di
ekosistem mangrove percut sei tuan Sumatera Utara. [Tesis]. Bogor : Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Indah, Ningsie S. (2015). Pengaruh Sifat Fisis Kayu Jabon ( Antochepalus cadamba).
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate), 2(8), 46-52.
Mansur, I. I., Tuheteru, F. D., & Si, M. (2010). Kayu Jabon. Penebar Swadaya Grup. 22-
108
Nuryawan, A., Massijaya, M. Y., & Hadi, Y. S. (2008). Sifat Fisis dan Mekanis Oriented
Strands Board (OSB) dari Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil:
Pengaruh Jenis Kayu dan Macam Aplikasi Perekat. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Hutan, 1(2), 60-66.
Pasaribu, Gunawan. (2014). Perbedaan Sifat Fisis-Mekanis Dan Anatomi Kayu Tusam
(Pinus Merkusii) Strain Tapanuli Dan Strain Aceh. Jurnal Riset Industri Hasil
Hutan. 47-52.
Putra, Dharma., Tri H, Lisa., & Aprilia, Reski. (2014). Meranti Putih dan Upaya
Konservasinya. Balikpapan : Politeknik Negeri Balikpapan.
Tasbih, M. (2017). Proses pengolahan udang beku (frozen shrimp) peeled and deveined
(pd) dengan metoda pembekuan individually quick frozen (iqf) pada pt.dua putra
utama makmur tbk pati jawa tengah. [Skripsi]. Jambi : Universitas Jambi.

23
LAMPIRAN

24
25
LAMPIRAN A

26

You might also like