Professional Documents
Culture Documents
Laprak Cinta 1
Laprak Cinta 1
Oleh :
Kelompok II
Ketua Kelompok :
Asrilia Montimi 11916022
Anggota Kelompok :
Diperiksa oleh,
Asisten Praktikum
Zahum Humairah
NIM. 11915XXX
i
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 20
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 20
5.2 Saran ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21
LAMPIRAN.. ................................................................................................. 23
LAMPIRAN A Cara Pengolahan Data ........................................................... 24
LAMPIRAN B Data Hasil Pengamatan .......................................................... 25
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.3 Dua fasa yang terbentuk dalam isolasi kafein ......................... 17
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.3.1 Kondisi laboratorium saat percobaan...................................... 2
Tabel 2.1 Beberapa bahan kima yang bisa digunakan sebagai desikan ... 7
Tabel 3.1 Alat dan bahan dalam percobaan fraksinasi biji kopi .............. 11
Tabel 4.2 Kandungan kafein daam kopi Arabika dan Robusta ............... 15
Tabel 4.5 Data pengamatan neraca massa ekstraksi kafein biji kopi
Arabika ................................................................................ 18
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Cara Pengolahan Data ............................................................ 24
Lampiran B Data Hasil Pengamatan .......................................................... 25
v
RINGKASAN
Kafein merupakan senyawa penting yang diekstraksi dari biji kopi. Kadar kafein
yang terkandung dalam masing-masing jenis kopi bervariasi, namun pada dasarnya
prosedur ekstraksinya sama. Selain pentingnya mengetahui kadar kafein dalam setiap
jenis kopi, kadar kelembaban biji kopi juga perlu diketahui dalam menentukan kualitas
biji kopi tersebut. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan menentukan kadar kelembaban
biji kopi Arabika, menentukan rendemen kristal kafein hasil penguapan ekstrak biji kopi
Arabika, dan menentukan neraca massa ekstraksi kafein dari biji kopi Arabika. Metode
yang digunakan dalam penentuan kadar kelembaban biji kopi Arabika yaitu dengan
menggunakan moisture content analyzer. Sementara, metode yang digunakan dalam
penentuan rendemen kristal kafein tersebut diantaranya adalah dengan pemisahan fasa
filtrat ekstrak kopi Arabika dan penguapan fasa diklorometana. Serbuk biji kopi
Arabika diseduh menjadi ekstrak kopi lalu dipisahkan antara filtrat dengan ampasnya.
Filtrat tersebut akan dipakai dalam tahapan selanjutnya, yaitu pemisahan antara senyawa
kafein dalam pelarut diklorometana dari senyawa pengotor lain yang terlarut dalam air
menggunakan corong pisah. Setelah fasa diklorometana yang mengikat kafein
berhasil dipisahkan, maka dilakukan penguapan untuk mendapatkan kristal kafein.
Penguapan fasa diklorometana dilakukan pada cawan penguapan hingga seluruh pelarut
diklorometana menguap dan menyisakan kristal kafein pada cawan penguapan. Kadar
kelembaban biji kopi Arabika yang terukur menggunakan moisture content analyzer
adalah 8,51% dengan suhu pemanasan 58oC selama 11 menit 27 detik. Rendemen kristal
kafein hasil penguapan ekstrak kopi Arabika yaitu sebesar 0,07 g. Neraca massa ekstraksi
kafein dari biji kopi Arabika tidak setimbang karena memiliki loses pada beberapa
tahapan.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Menentukan sifat fisis kopi, kayu, dan udang
1.2.2 Tujuan Khusus
1 . M enentukan sifat fisis biji ceri kopi
2 . Menentukan sortasi dari biji kopi
2
3 . Menentukan kelas ukuran, rasio keseragaman, rasio materi tidak dapat dimakan
udang peci
4 . Menentukan kadar air dan penyusutan dari komoditas biji kopi, kayu, dan udang
Objek pada percobaan ini adalah biji kopi, buah ceri kopi, kayu jabon, kayu
akasia, kayu pinis dan udang peci. Variabel yang diukur pada percobaan ini adalah kadar
air dan penyusutan kopi, kayu, dan udang, serta rasio keseragaman, rasio tak dapat
dimakan, dan kelas ukuran udang. Percobaan ini dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai
berikut :
1. Suhu dan tekanan pada ruang praktikum diasumsikan konstan baik
sebelum pratikan dimulai maupun setelah pratikan selesai dan tidak
mempengaruhi hasil percobaan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kopi
Berdasarkan ilmu penggolongan makhluk hidup, kopi diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea arabica L. (kopi arabika), Coffea canephora (kopi robusta)
Kopi ceri adalah sebutan lain dari buah kopi. Buah kopi yang masih mentah
memiliki warna hijau. Kopi ceri yang terbentuk akan matang dalam kurun waktu 7 - 12
bulan. Setelah masak, warna kopi ceri akan berubah menjadi merah. Warna merah ini
menandakan bahwa kandungan senyawa kimia yang membentuk citarasa pada buah kopi
telah lengkap. Warna merah ini penanda bahwa buah kopi telah siap untuk dipanen.
(Rahardjo, 2017)
Susunan kopi ceri terbagi menjadi dua bagian utama yakni pericarp serta biji kopi.
Pericarp merupakan tiga lapisan luar dari kopi ceri. Lapisan ini terdiri dari endocarp
(kulit tanduk), mesocarp (lendir), dan exocarp (kulit). Exocarp adalah sebutan untuk
lapisan kulit terluar buah kopi. Lapisan ini merupakan susunan jaringan parenkim padat
sebagai dinding utama yang tipis terdiri dari kloroplas dan berkemampuan mengabsorpsi
air. Berdasarkan Castro & Maraccini (2006), warna dari lapisan exocarp ini mula - mula
adalah hijau, hal ini sejalan dengan persentase kloroplas yang hijaunya akan berkurang
seiring dengan berjalannya proses pematangan buah kopi. Warna kulit kopi saat matang
tergantung kepada varietas kopinya, namun umumnya kulit kopi ceri yang telah matang
berwarna merah atau kuning. Warna merah ini dihasilkan dari pigmen antosianin,
sementara warna kuning merupakan senyawa luteolin. (Borem, 2008). Mesocarp
4
merupakan sebutan untuk daging buah kopi. Sementara pulp umumnya merupakan
sebutan yang ditujukan sebagai mesocarp, istilah ini pun sering ditujukan sebagai
kombinasi dari exocarp dan bagian mesocarp yang terkelupas selama proses pembuangan
ampas atau pulping. Pada saat buah kopi belum masak, jaringan mesocarp bersifat keras.
Ketika buah kopi matang, enzim pektolitik akan mengurai rantai pektin yang
menghasilkan hidrogel yang sifatnya tidak larut dan kaya akan pektin dan gula. Pada
pemrosesan kopi metode basah, lapisan daging dibuang pada fermentasi terkontrol,
sedangkan pada pemrosesan metode kering, daging dibiarkan utuh dengan exocarp dan
endocarp selama pengeringan (Borem, 2008). Endocarp adalah nama lain untuk kulit
tanduk yang merupakan lapisan terdalam dari pericarp yang menyelimuti biji kopi.
Endocarp mrupakan lapisan jaringan sklerenkim, yang merupakan jaringan penyokong
utama bagi tumbuhan. Selama proses pematangan buah kopi, endocarp akan mengeras
untuk membatasi ukuran akhir biji kopi. Pada kopi arabika dengan kadar air 11%
terkandung 3,8% kulit tanduk dari bobot keseluruhan biji kopi (borem, 2008).
Bagian tanaman kopi yang akan diproses menjadi minuman adalah biji kopi. Biji
kopi terdiri dari kulit berwarna perak, endosperm, serta embrio.ukuran biji kopi sangat
beragam, bergantung pada klon atau varieatas kopi. Kulit silver pada biji kopi dapat juga
dinamakan sebagai perisperm atau spermoderm yang merupakan lapisan terluar yang
membungkus biji kopi. Lapisan ini terbentuk dari nukleus sejumlah lapisan silver ini
biasanya tertinggal pada biji kopi yang belum di sangrai, namun kemudian lapisan ini
akan terlepas sebagai sekam apabila biji kopi telah disangrai. Terkadang masih terdapat
sisa - sisa lapisan silver yang tetap menempel pada biji kopi yang telah disarang. Hal ini
meruapakan salah satu parameter yang menunjukkan bahwa biji kopi belum matang
sempurna ketika dipanen. Lapisan silver ini tidak seharusnya berada pada kopi yang
hendak digiling menjadi bubuk kopi, karena keberadaannya dapat menurunkan citarasa
kopi.
Endosperm merupakan jaringan pelindung biji utama yang hanya terdiri dari satu
lapis saja, namun kandungan minyak dan ketebalan dinding selnya beragam. Senyawa
kimia yang terkandung dalam endosperm merupakan prekursor aroma dan citarasa kopi.
Senyawa kimia ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu senyawa yang alrut dan
tidak larut dalam air. Senyawa yang terlarut dalam air adalah kafein, trigonelin, niasin,
dan paling sedikit 18 jenis asam klorogenik, monosakarida, disakaridan, oligosakarida,
protein, mineral dan asam karboksilat. Adapun komponen yang tidak dapat larut dalam
5
air adalah selulosa, polisakarida, lignin, hemiselulosa, protein non polar, mineral, dan
lemak (Borem, 2008).
Embrio terdiri dari hipokotil dan dua kotiledon dan ukurannya adalah 3 - 4 mm.
Biji kopi berkecambah melalui perkecambahan epigeal, sementara hipokotil
memanjangkan dan mendorong biji kopi menuju permukaan tanah. Kotiledon yang
sebenarnya tetap berada di dalam tanah, dan kotiledon baru akan terbentuk.
6
Tabel 2.1 Syarat khusus kopi robusta pengolahan kering
Adapun standar mutu bagi kopi arabika yang diolah dengan metode basah maupun
metode kering.adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Syarat mutu khusus kopi arabika
2.3 Kayu
Kayu merupakan batang pohon yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa
dan lignin. Kayu harus diolah secara kering dengan kadar air maksimum 15%. Kayu
7
bersifat anisotropis. Anisotropis adalah sifat fisis yang berbeda karena perbedaan arah
potong. Kayu memiliki kekuatan yang sangat baik. Kekuatan kayu tergantung pada cara
pemotongan dan pengeringan kayu. Kayu yang dipotong dengan arah longitudinal
biasanya cenderung lebih stabil dan proses pengeringan nya sangat lama. Kayu yang
dipotong arah transversal sangat tidak stabil dan proses pengeringannya cepat. Kayu
radial kestabilannya berada di antara longitudinal dan transversal (Putra dkk, 2014).
8
rendah. Pinus memiliki getah. Kadar air pinus pada umumnya berkisar 12-15%. Berat
jenis kayu pinus pada umumnya adalah 0,48-0,56 (Pasaribu, 2015).
9
BAB III
METODOLOGI
10
3.2.3 Kadar air dan penyusutan biji kopi ceri
5 biji kopi yang telah disipakan sebelumnya, ditambang dan diukur dimensinya
(panjang) lalu dimasukkan ke dalam cawan petri . Selanjutnya biji kopi dioven pada 103
C +/- 2 C selama 24 jam. Setelah itu, biji kopi didinginkan dalam desikator sampai massa
biji kopi konstan. Setelah itu , biji kopi ditimbang dan diukur dimensinya lalu ditentukan
kadar air berdasarkan data massa awal dan massa akhir biji kopi dan penyusutan
berdasarkan data dimensi awal dan dimensi akhir yang telah diperoleh.
3.2.4 Kadar air dan penyusutan kayu
Kayu dengan potongan 2x2x2 disiapkan kemudian ditimbang beratnya dengan
timbangan analitis. Kemudian dimensi kayu (radial, tangensial, longitudinal) diukur
dengan jangan sorong. Kayu dimasukan ke oven dengan suhu 1030C selama 30 mneit.
Setelah itu, kayu diangkat dan dimasukan ke desikator. Kayu ditimbang kembali dan
diukur beratnya. Lalu kayu dimasukan kembali ke oven dan didiamkan Selama 24 jam
dan diukur kembali setelah 24 jam untuk mendapatkan berat kering tanur nya. Kemudian
kadar air dan penyusutan kayu ditentukan.
3.2.5 Kelas ukur udang
Udang dipisahkan berdasarkan kondisi cacat dan utuh kemudian hitung per kg
udang kondisi utuh.
3.2.6 Rasio keseragaman (uniformity rasio) udang
Udang dipisahkan berdasarkan kondisi cacat dan utuh. Kemudian dipilih dan
ditimbang 3 ekor udang utuh (tidak kurang dari 1) terbesar dan terkecil secara visual.
Setelah itu, dihitung rasio keseragaman udang peci.
3.2.7 Rasio material tak dapat dimakan (inedible material ratio)
Udang dipilih 3 ekor secara acak dan ditimbang. Kemudian dipisahkan bagian yang
tidak dapat dikonsumsi seperti cangkang, kepala, antena, ekor, dan kaki. Setelah itu,
ditimbang menggunakan neraca analitik bagian yang tidak dapat dikonsumsi. Lalu
dihitung rasio material tak dapat dikonsumsi udang peci.
3.2.8 Kadar air dan penyusutan udang
Udang dipilih 3 ekor secara acak. Kemudian ditimbang dan diukur dimensi
(panjang, lebar, dan tinggi) ditiga titik yang berbeda. Setelah itu, udang peci dioven
selama 24 jam. Setelah 24 jam, udang peci dimasukkan kedalam desikator agar tidaka ada
air yang masuk maupun keluar dari udang peci. Udang peci ditimbang dan diukur
dimensi setelah dioven. Kemudian dihitung kadar air dan penyusutan udang peci.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.3 Kadar air dan penyusutan biji kopi arabica dan robusta
12
Massa (g) Dimensi Massa (g) Dimensi (%) n (%)
(mm) (mm)
Tabel 4.4 Nilai kadar air dan penyusutan volum serta arah pada kayu
Jenis kayu %penyusutan %penyusutan %penyusutan %penyusutan %kadar air
volumetric arah radial arah arah aksial
tangensial
Kayu jabon 5,474 2,548 1,513 1,319 10,485
Kayu 5,838 3,387 2,739 -0,359 11,495
akasia
Kayu pinus 7,613 2,957 3,451 1,035 10,900
Tabel 4.5
Rata- Susut Kadar Air
Dimensi 1 2 3
rata (%) (%)
Panjang Awal 100.000 95.000 115.000 103.333
7.742%
(mm) Akhir 98.000 97.000 91.000 95.333
Lebar Awal 8.830 7.700 8.630 8.387
17.886%
(mm) Akhir 7.250 6.583 6.827 6.887
Tinggi Awal 14.200 14.830 14.720 14.583
-2.011%
(mm) Akhir 16.330 12.900 15.400 14.877
Awal 8.610 6.849 8.344 7.934
Berat (g) 82.669%
Akhir 1.483 1.131 1.512 1.375
Tabel 4.6
Tabel 4.7
13
Ukuran A B Rata-rata
Besar 12.300 10.016
Kecil 5.406 5.774
UR 2.275 1.735 2.005
Tabel 4.8
Total Edible Inedible IMR
Massa 33.860 19.4871 13.342 39.403%
4.2 Pembahasan
Grading biji kopi secara kualitatif dilakukan dengan cara menyortir biji kopi
menjadi dua kelas kualitas yaitu biji kopi berkualitas baik dan berkualitas buruk. Biji kopi
yang berkualitas baik adalah biji kopi yang memiliki bentuk seragam, teksturnya kuat dan
permukaannya tidak pecah sedangkan biji kopi yang berkualitas buruk adalah biji kopi
yang ukurannya terlalu kecil , rapuh, dan pecah-pecah. Untuk grading biji kopi secara
kuantitatif dilakukan dengan menimbang dan menentukan fraksi massa dari hasil yang
didapatkan pada grading secara kualitatif. Berdasarkan tabel 4.1, dari 99.97 g biji kopi
arabica terdapat 43.42 g biji kopi arabica kulitas baik dan 55.84 g yang berkualitas buruk
sedangkan dari 100.28 g biji kopi robusta terdapat 52.41 biji kopi robusta kualitas baik
dan 47.76 g yang berkualitas buruk. Dari hasil tersebut, didapatkan fraksi massa biji kopi
arabica yang berkualitas baik sebesar 43.43% dan yang berkualitas buruk sebesar
55.85% sedangakan fraksi biji kopi robusta yang berkualitas baik sebesar 52.26 % dan
yang berkualitas buruk sebesar 42.63%.
14
Gambar 4.1 Diagram komposisi buah ceri kopi
Berdasarkan gambar 4.1 , rata-rata komposisi setiap buah ceri kopi terdiri dari
39.7% kulit kopi , 56.2% biji kopi dam terdapat loss (kehilangan) sebesar 4.1% yang
diduga disebabkan oleh proses penggerusan yang tidak baik. Hasil ini tidak sesuai dengan
Beller (2001), yang mengatakan bahwa dari setiap buah ceri kopi hanya terdapat 20% biji
kopi. Perbedaan ini diduga terjadi karena apa ya hmm..
Berdasarkan tabel 4.3 , kadar air biji kopi arabica adalah 26.51% sedangkan biji
kopi robusta adalah 8.49%. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Adnan dkk (2017)
yang mengemukakan bahwa kadar air biji kopi arabica dan robusta adalah sekitar 10.1 -
18.6 %. Perbedaan pada kadar air biji kopi robusta diduga karena sumber biji kopi
berbeda. Sumber biji kopi sangat berpengaruh terhadap kadar air biji kopi yang
dihasilkan, karena kadar air biji kopi ditentukan berdasarkan basis basah sehingga
keadaan lingkungan sekitar tempat kopi tersebut diuji akan mempengaruhi nilai kadar air
yang didapatkan. Hal ini diperkuat dengan penelitian Adnan dkk (2017) yang
menunjukkan bahwa kadar air biji kopi yang berasal dari Nusa Tenggara Barat lebih
rendah daripada biji kopi yang berasal dari Bengkulu. Untuk kadar air yang diperoleh dari
biji kopi arabica perbedaannya sangat besar, diduga biji kopi arabica yang diuji tidak
dikeringkan dengan baik sebelum didistribusikan ke masyarakat, sehingga ketika diuji di
laboratorium kadar airnya tinggi sekali.
Kadar air akan berbanding lurus dengan penyusutan kayu. Nilai kadar air maksimal
pada kayu pada umumnya adalah 15%. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar air kayu
jabon adalah 10,485%, kadar air kayu akasia adalah 11,495% dan kadar air kayu pinus
adalah 10,900%. Data tersebut dapat diamati pada gambar 4.1 di bawah ini :
15
%KADAR AIR KAYU
11.6 11.495
11.4
11.2
11 10.9
10.8
10.6 10.485
10.4
10.2
10
9.8
kayu jabon kayu akasia kayu pinus
Kadar air yang terbesar dimiliki oleh kayu akasia, kemudian kayu pinus dan yang
terkecil adalah kayu jabon. Pebedaan ini disebabkan oleh pebedaan serat dan berat jenis
setiap kayu. Berat jenis tersebut akan mempengaruhi sifat higroskopis kayu. Berdasarkan
literature yang diperoleh, kayu akasia mempunyai berat jenis 0,59-0,61. kayu jabon
mempunyai berat jenis 0,29-0,56. Berat jenis kayu pinus pada umumnya adalah 0,48-
0,56. Semakin besar berat jenisnya, maka kayu akan semakin mempunyai sifat higroskpis
yang tinggi. Maka kemampuan menyerap air nya pun semakin tinggi (Pasaribu, 2014).
Kadar air akan mempengaruhi penyusutan kayu. Jika banyak air yang keluar, maka
akan semakin besar penyusutan kayu. Berdasarkan hasil percobaan, persentase
penyusutan volumetric kayu jabon adalah 5,474, kayu akasia 5,838 dan kayu pinus adalah
7,613. Sedangkan penyusutan arah radial pada kayu jabon adalah 2,548, kayu akasia
adalah 1,531, kayu pinus adalah 2,957. Penyusutan arah tangensial pada kayu jabon
adalah 1,513, kayu akasia adalah 2,739, kayu pinus adalah 3,451. Penyusutan arah aksial
pada kayu jabon adalah 1,319, kayu akasia adalah 9,359 dan kayu pinus adalah 1,035.
Nilai tersebut dapat diamati pada gambar 4.2 di bawah ini,
16
%PENYUSUTAN KAYU
kayu jabon kayu akasia kayu pinus
9
8 7.613
7
5.838
6 5.474
5
4 3.451
2.957 2.739
3 2.548
2 1.531 1.513 1.319 1.035
1
0
-1 penyusutan volum penyusutan radial penyusutan penyusutan
-0.359 aksial
tangensial
17
paling tinggi disbanding kayu yang lain maka, naluri higroskopisnya pun paling tinggi.
Jika kayu akasia didiamkan diudara terbuka sebentar saja saat diukur, air di udara akan
mudah terikat dan berat nya pun bertambah sehingga didapatkan hasil pengukuran
negative (Nuryawan dkk, 2008).
Maka, kayu pinus cenderung memiliki ketegangan yang paling tinggi dibandingkan
dengan kayu akasia dan kayu jabon yang diamati. Artinya, kayu pinus yang diamati pada
percobaan kali ini lebih memiliki kecenderungan retak paling tinggi dan ini harus
diwaspadai. Hal ini dapat terlihat jelas dari kulit kayu pohon pinus yang sudah pecah-
pecah dan rapuh sebelum diolah (pasaribu, 2014).
Inedible
13,342g
Penetuan rasio tidak dapat dimakan menggunaka 3 ekor udang peci. Berdasarkan
hasil perhitungan, rasio tidak dapat dimakan udang peci adalah 39,403%. Hal ini
menunjukkan bahwa 39,403% adalah bagian udang yang tidak dapat dimakan dari 3 ekor
udang peci diamati. Perlu untuk melakukan perhitungan rasio tidak dapat dimakan agar
dapat mengetahui berapa banyak udang yang dapat dikonsumsi atau berat bersih udang
tanpa limbah dalam satuan berat.
Penentuan kelas ukuran pada udang merupakan verifikasi dari sortasi ukuran bahan
baku udang. Metoda penimbangan dengan satuan Lbs sebanyak 454 gram. Jumlah sampel
udang dalam 454 gram tersebut merupakan Lbs udang. Setelah itu dapat diketahui ukuran
(size) udang. Contoh jika udang dalam Lbs/454 gram berjumlah 26 hingga 30 maka size
udang tersebut adalah 26-30. (Tasbih, 2017).
Penentuan keseragaman udang merupakan tahap lanjut dari penetuan kelas ukuran
udang. Penentuan keseragaman (univormity) diperlukan untuk mencari keseragaman
ukuran udang dalam setiap ukuran (size) (Tasbih, 2017). Penetuan keseragaman udang
18
dilakukan dengan cara mengambil 10% udang berukuran besar dan berukuran kecil dari
jumlah udang per Lbs. Hasil bagi 10% udang berukuran besar dan kecil tersebut
merupakan keseragaman (uniformity) udang dalam satu Lbs. (Tasbih, 2017).
Keseragaman ukuran udang menurut Murtidjo (1992) maksimal 1,5 atau setara dengan
150% jika dikali 100%. Jika melebihi batas maksimal, udang tidak memenuhi standar.
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kelas ukur dari udang peci adalah 22 count/ 0.167 kg. Rasio keseagaman udang
adalah 200,5%. Rasio tak dapat dimakan adalah 39,403%.
2. Nilai presentase penyusutan volumetrik, radial, tangensial dan aksial pada kayu
jabon (Antochepalus cadamba) secara berturut-turut adalah 5,474%, 2,548%,
1,513%, 1,319%
3. Nilai presentase penyusutan volumetrik, radial, tangensial dan aksial pada kayu
akasia (Acacia mangium) secara berturut-turut adalah 5,838%, 3,387%, 2,739%,
-0,359%. Nilai presentase penyusutan volumetric, radial, tangensial dan aksial
pada kayu pinus (Pinus merkusii) secara berturut-turut adalah 7,613%, 2,957%,
3,451%, dan 1,035%.
4. Nilai susut dimensi udang adalah 7,742% panjang, 17,8866% lebar, dan -2,011%
tinggi sedangkan kadar air udang adalah 82,669%
5.2 Saran
Sebaiknya kayu diletakan di desikator jika tidak sedang diukur. Jangan
membiarkan kayu di udara terbuka karena kadar air nya akan segera meningkat.
20
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
24
25
LAMPIRAN A
26