You are on page 1of 3

PENATALAKSANAAN IVIG DAN PLASMA PHARESIS PADA GBS

Guillain Barre Syndrome (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Pada Sindrom ini sering dijumpai
adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah,
otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat
herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh
Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis motorik
dengan gagal napas.
Epidemiologi Guillain-Barre Syndrome (GBS) atau dilaporkan terjadi di seluruh belahan
dunia, dengan angka kejadian tahunan berkisar 0.9-1.3 per 100.000 populasi. Di Amerika
Serikat sendiri, kurang lebih 3000-5000 orang terkena GBS setiap tahunnya.GBS dapat
menyerang segala usia, namun beberapa studi melaporkan angka kejadian meningkat
seiring dengan bertambahnya usia dan pria beresiko terkena 1.5 kali lipat dibanding
wanita.

Penyakit ini merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus

terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri. Sebagian besar laporan pasien yang

mengalami infeksi penyakit pada minggu-minggu pertama GBS, teridentifikasi banyaknya

agen penginfeksi yang menginduksi produksi antibodi yang melawan secara spesifik pada

gangliosida dan glikolipid seperti GM1 dan GD1b kemudian terdistribusi melalui myelin

kedalam sistem saraf perifer. Sebagian besar senyawa patogen yang diketahui menjadi agen

penyebab terjadinya GBS ini menginvasi atau masuk kedalam tubuh melaui mukosa dan

jaringan epitel. Pada GBS, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam

sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa

komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui,

tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi

sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip

dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang
menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari

gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi

pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting

antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan

adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan

adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan

dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

2. WHO. Guillain–Barré syndrome. October 2016 [cited 2017 27 February]; Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/guillain-barre-syndrome/en/
3. NHS. Guillain–Barré syndrome. January 2017 [Cited 2017 27 February]; Available from:
http://www.nhs.uk/Conditions/Guillain-Barre-syndrome/Pages/

You might also like