You are on page 1of 7

1. Apakah kebaikan dari diaspora dan bagaimana pengaturannya di Indonesia ?

Diaspora Indonesia adalah orang-orang Indonesia yang menetap di luar Indonesia.


Istilah ini berlaku bagi orang-orang yang lahir di Indonesia dan berdarah Indonesia yang
menjadi warga negara tetap ataupun menetap sementara di negara asing. Dalam konteks
pergerakan Indonesia, Diaspora Indonesia ini merujuk pada penduduk yang menetap di
negara lain, dikarenakan berbagai faktor seperti bencana alam, perang atau mencari
penghidupan yang lebih baik.
Diaspora Indonesia diluar negeri terdiri dari para pelajar, profesional, peneliti yang
telah lama menggeluti bidangnya. Diaspora Indonesia di luar negeri memiliki
kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan ekonomi di tanah air. Diaspora
Indonesia dapat menjadi networking dan akses bagi pengusaha Indonesia untuk
mendapatkan pendanaan, ilmu, teknologi, serta produk dan perusahaan dengan brand
dunia. Diaspora Indonesia dapat memberikan kesempatan untuk kerja yang lebih luas, dan
kesempatan-kesempatan untuk pengembangan profesi, mereka bisa meningkatkan jumlah
remitansi Indonesia, membuka kerjasama baru sesuai keahliannya, bisa membantu
masyarakat Indonesia yang bisa memanfaatkan skillnya dan manfaat lainnya. Diaspora
Indonesia yang sukses dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat Indonesia.
Selain itu, Diaspora Indonesia akan mempermudah transfer ilmu, teknologi, perdagangan,
dan keahlian bagi kedua belah pihak.
Jadi Diaspora Indonesia merupakan sebuah potensi yang besar sekali apabila
difungsikan di bidang ekonomi, sosial budaya, moral, dan lain sebagainya. Potensi ini akan
lebih besar lagi kalau pemerintah Indonesia dapat memberikan pelayanan atau dukungan
yang sebaik-sebaiknya bagi para pahlawan-pahlawan devisa negara tersebut.
Di Indonesia, pengaturan tentang diaspora belum ada yang mengatur secara spesifik.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride). Tetapi dalam undang-undang ini dikenal prinsip
kewarganegaraan ganda terbatas bagi anak-anak hasil perkawinan campuran sampai
berusia 18 tahun untuk memilih salah satu kewarganegaraan orang tuanya. pemberian
kewarganegaraan ganda bagi anak yang lahir dari perkawinan campuran merpakan sebuah
pengecualian.
Dengan adanya potensi besar yang dimiliki oleh para Diaspora Indonesia di luar
negeri, maka pembentukan aturan baru tentang fasilitas keimigrasian bagi para Diaspora
Indonesia dapat menjadi penyejuk dan jalan tengah untuk menjebatani antara kepentingan
negara dengan tetap mempertahankan prinsip kewarganegaraan tunggal, dan keinginan
para Diaspora Indonesia untuk memperoleh Dwi Kewarganegaraan. Karena para Diaspora
merasa seringkali mengalami masalah dalam memperoleh fasilitas keimigrasian dan sering
merasa tidak dihargainya rasa cinta mereka terhadap Tanah Air Indonesia.
Karena pengaturan tentang Diaspora belum diatur di Indonesia, apabila kita merujuk
pada konstitusi di Indonesia yang membuat pengaturan mengenai kewarganegaraan dalam
perspektif HAM yaitu 28D ayat (4) UUD NRI 1945 menyatakan setiap orang berhak atas
status kewarganegaraan, pasal 28F ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan dan tanpa diskriminasi berhak menikmati
hak-hak yang bersumber dan melekat pada kewarganegaraan serta wajib melaksanakan
kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, Penjelasan Umum Undang-Undang No 12 Tahun 2006 vide asas keenam dari
delapan asas khusus menyatakan Asas yang dalam segala hal ihwal yang berbuhubungan
dengan warga negara harus menjamin, melindungi dan memulikan hak asasi manusia pada
umumnya dan hak warga negara pada khususnya.

2. Analisa salah satu putusan tentang cara memperoleh kewarganegaraan atau


kehilangan kewarganegaraan !
Analisis Putusan Nomor 156/Pdt.P/2015/PN.Clp. tentang memperoleh kewarganegaraan:
Putusan Nomor 156/Pdt.P/2015/PN.Clp.

Pengadilan Negeri Cilacap yang memeriksa dan memutus perkara perdata pada tingkat
pertama yang dalam perkara permohonan atas :
Nama : Ong, Lulu
Tempat/tanggal lahir : Cilacap,12 November 1983
Alamat : Jl. Dr. Wahidin No. 12 RT. 002 RW. 008 Kelurahan
Sidakaya, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Karyawan Swasta
selanjutnya disebut sebagai Pemohon.
Pemohon bernama Ong, Lulu, lahir di Cilacap Tanggal 12 November 1983 anak dari
suami isteri bernama Ong, Siang Kwee dan Liem, Moy Djoeng, yag dalam Kutipan Akta
Kelahiran Nomor 82/1983 An. Ong, Lulu, dalam Pencatatan Sipil Warga Negara Cina.
Sedangkan ayah pemohon bernama Ong, Siang Kwee telah memperoleh Kewarganegaraan
Indonesia berdasarkan Petikan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 104/PWI
Tahun 1996 dan telah diambil sumpah menjadi Warganegara Indonesia sebagaimana Berita
Acara Sumpah Nomor 104/PWI Tahun 1996 Tanggal 8 Maret 1996 serta saat ini ayah
pemohon juga telah berganti nama dari Ong, Siang Kwee menjadi nama Indonesia Aris
Kurniawan sebagaimana Penetapan Ganti Nama Nomor 137/Pdt.P/2015/PN Clp Tanggal
6 Agustus 2015. Dengan bergantinya kewarganegaraan ayah pemohan pada Tahun 1996,
maka otomatis berganti pulalah kewarganegaraan anak-anak dari ayah pemohon yang saat
itu masih di bawah umur, termasuk pemohon.
Kutipan Akta Kelahiran Nomor 82/1983 atas nama Ong, Lulu dibuat sebelum ayah
pemohon mengganti kewarganegaraannya, sehingga pada Akta Kelahiran tersebut masih
tertulis kewarganegaraan Cina, sebagaimana Kewarganegaraan ayah pemohon sebelum
menjadi Warga Negara Indonesia. Sehingga masalah penulisan kewarganegaraan Cina
dalam Kutipan Akta Kelahiran yang menimbulkan kesulitan, yang pada saat ini hendak
mendaftarkan perkawinannya dengan seorang pria yang telah dilangsungkan pada Tanggal
13 Juni 2014, oleh karenanya Ong, Lulu bermaksud untuk mengganti penulisan status
kewarganegaraannya dalam Akta Kelahiran No. 82/1983 atas nama Ong, Lulu dari semula
tertulis Warga Negara Cina diganti menjadi tertulis Warga Negara Indonesia.

ANALISIS
Di Indonesia menganut asas kewarganegaraan “ius soli” yaitu prinsip yang
mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, dan asas “ius
sanguinis” yaitu prinsip yang mendasarkan diri pada hubungan darah. Menurut Pasal 2
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
dijelaskan bahwa yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara. Dalam penjelasan Pasal 2 tersebut menerangkan pengertian bahwa orang-
orang bangsa Indonesia asli adalah Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak
pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Hal ini berarti secara
yuridis ketentuan ini oleh pembentuk undang-undang dimaksudkan sedapat mungkin
mencegah timbulnya keadaan tanpa kewarganegaraan. Oleh karena itu dengan menerapkan
asas kelahiran (ius soli) orang yang lahir di wilayah Republik Indonesia mendapatkan
perlindungan dan kepastian hukum, karena mereka adalah Warga Negara Indonesia.
Dalam contoh kasus dalam putusan ini, pemohon saat ini masih berkedudukan sebagai
Warga Negara Cina sesuai dengan akta kelahiran pemohon karena mengikuti status
kewarganegaraan orang tuanya. Namun karena orang tuanya sudah berganti
kewarganegaraan menjadi Warga Negara Indonesia karena proses Naturalisasi, maka
pemohon juga ingin mengubah kewarganegaraannya menjadi warga Negara Indonesia
karena kesulitan dalam mendaftarkan perkawinannya dengan Warga Negara Indonesia.
Pada saat ayah pemohon memperoleh kewarganegaraan, umur pemohon masih 13 tahun
dan belum mencapai 18 tahun dan belum menikah sehingga dengan perolehan
kewarganegaraan ayah pemohon menjadi Warga Negara Indonesia secara yuridis anak-
anak yang dilahirkan oleh ayah pemohon yang sudah menjadi Warga Negara Indonesia
juga berlaku pula terhadap anak-anak yang dilahirkan oleh ayah pemohon dengan demikian
pemohon adalah dapat menjadi Warga Negara Indonesia mengikuti status
kewarganegaraan ayah pemohon.
Cara pemohon dalam memperoleh status kewarganegaraan Indonesia tersebut dapat
dikatakan melalui proses naturalisasi atau permohonan, dan telah mengajukannya ke
Pengadilan Negeri Cilacap. Mengenai permohonan itu sendiri telah diatur dalam Pasal 9
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentng Kewarganegaraan Indonesia. Secara
singkat, proses naturalisasi atau permohonan tersebut yaitu: Pertama-tama yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kementrian Hukum dan HAM
melalui Kedubes RI atau Kantor Pengadilan Setempat. Jika disetujui, maka harus
mengucapkan janji setia di hadapan pengadilan negeri.
3. Dalam perkawinan campuran bagaimanakah status perempuan dan anak dalam:
a. Perkawinan yang sah
 Perempuan : Perempuan WNI yang kawin dengan laki-laki WNA akan
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara
asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami
sebagai akibat perkawinan tersebut.
 Anak : Berdasarkan Pasal 6 UU No 12 Tahun 2006, anak yang lahir dari
perkawinan campuran yang sah diberikan kebebasan untuk berkewarganegaran
ganda sampai anak-anak tersebut berusia 18 tahun atau sampai mereka
menikah. Setelah berusia 18 tahun atau sudah menikah anak-anak tersebut
harus memilih kewarganegaraannya, apakah mengikuti ayahnya atau menjadi
WNI. Pernyataan untuk memiih terebut harus disampaikan paling lambat 3
tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
b. Perkawinan yang tidak sah
 Perempuan : perempuan yang melakukan perkawinan campuran secara tidak
sah akan tetap menggunakan status kewarganegaraannya semula karena
perkawinannya dilaksanakan tidak sah secara hukum dan tidak didaftarkan.
 Anak : anak tersebut memiliki kewarganegraan ganda, dan setelah berusia 18
tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya, apakah akan mengikuti ibunya atau ayahnya.
c. Akibat putusnya / perceraian dalam perkawinan campuran
 Perempuan : bagi perempuan yang sudah melakukan perkawinan campuran dan
berpindah kewarganegaraan mengikuti suami yang berkewarganegaraan asing,
saat terjadi terjadi perceraian maka perempuan dapat kehilangan
kewarganegaraannya, apabila perempuan tersebut ingin kembali menjadi WNI
maka harus melalui permohonan untuk kembali mendapat kewarganegaraan
Indonesia.
 Anak : apabila ternyata terjadi perceraian dalam perkawinan campuran, maka
anak memiliki hak untuk memilih pengasuhan orang tua. Demi hukumnya
maka anak yang masih di bawah umur otomatis akan mengikuti ibu.
4. Jelaskan perbedaan pengertian kependudukan secara gramatikal dan secara
normatif !
 Pengertian kependudukan secara gramatikal
Kata Kependudukan berasal dari kata “penduduk”, arti kata “penduduk” itu
sendiri merupakan Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat
tinggal di Indonesia. Jadi pengertian kependudukan yaitu segala hal yang berkaitan
dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan,
kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya dari warga negara itu sendiri.
 Pengertian kependudukan secara normatif
Pengertian Kependudukan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan adalah ihwal yang berkaitan dengan jumlah,
struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi
kesejahteraan, yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta
lingkungan setempat
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Kependudukan adalah hal
ihwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran,
mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik,
ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut.

5. Apa yang saudara pahami tentang matra kependudukan dan pengaturannya ?


Matra kependudukan merupakan hakekat dasar yang berupa hak yang melekat pada
diri setiap orang/penduduk, dimana hak tersebut harus dilindungi. Matra kependudukan
tersebut terdiri dari:
a. Hak sebagai anggota keluarga
b. Hak sebagai anggota masyarakat
c. Hak sebagai warga negara
d. Hak sebagai himpunan kuantitas
Mengenai matra kependudukan yang terdiri dari hak-hak yang dimiliki oleh setiap
manusia sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, diantaranya terdapat pada pasal 4 , pasal 28A, pasal 28B ayat (1), pasal 28C ayat
(1), pasal 28C ayat (2), pasal 28D ayat (1), pasal 28I ayat (1), pasal 29, pasal 34 ayat (2).

You might also like