You are on page 1of 3

Dalam beberapa waktu yang lalu, marak pemberitaan tentang beredarnya vaksin palsu di

masyarakat. Hal ini cukup membuat resah para orang tua yang memiliki bayi dan balita. Terlebih
lagi bagi mereka yang telah mendapatkan vaksin dan melakukan imunisasi. Dalam menanggapi
kasus ini, salah satu dosen Fakultas Farmasi Universitas Jember, yaitu Ibu Ema Rachmawati,
M.Sc., Apt., bersedia memberikan komentarnya dari sudut pandang sebagai seorang apoteker.

Menurut Bu Ema beredarnya vaksin palsu sangat meresahkan bagi masyarakat, terutama
bagi ibu-ibu yang memiliki anak dan balita. Meskipun pemerintah telah menghimbau masyarakat
agar tidak khawatir, tetapi tetap saja pasti menimbulkan keresahan bagi ibu-ibu dengan anak
balita. Hal ini karena menyangkut kesehatan anak-anak mereka terutama yang pernah
mendapatkan vaksinasi di tempat-tempat yang telah diindikasikan menjual dan menggunakan
vaksin palsu tersebut. Beredarnya vaksin palsu bisa terjadi dimungkinkan karena adanya
kelemahan terhadap pengawasan terhadap pengadaan vaksin. Seperti yang telah kita ketahui
bahwa tempat-tempat dimana kasus vaksin palsu ditemukan melakukan pengadaan vaksin dari
jalur distribusi yang tidak jelas, seperti pengadaan oleh dokter sendiri atau langsung melakukan
pengadaan oleh manajer purchasing di suatu rumah sakit setelah mendapatkan penawaran dari
distributor ilegal vaksin. Intinya pengadaan vaksin-vaksin tersebut tidak melalui jalur distribusi
legal melalui instalasi farmasi. Hal ini sangat disayangkan, karena sebenarnya apabila melakukan
pengadaan vaksin melalui jalur distribusi legal, peredaran vaksin palsu dapat dicegah.

Dari timbulnya kasus ini muncul kekhawatiran masyarakat akan bahaya yang akan
ditimbulkan oleh vaksin palsu. Sebenarnya vaksin dibuat untuk tujuan yang baik, yaitu untuk
mendapatkan kekebalan terhadap penyakit menular yang disebabkan bakteri dan virus.
Beredarnya vaksi palsu tersebut menimbulkan beberapa dampak, tergantung dari apa kandungan
dalam vaksin tersebut. Menurut keterangan yang beredar bahwa vaksin palsu ada yang hanya
berisi cairan saja, ada yang berisi cairan yang dicampur antibiotik, dan ada yang berisi vaksin
asli dengan kadar yang lebih rendah. Untuk dampak vaksin palsu yang hanya berisi cairan, maka
balita yang menerima vaksin tersebut sudah dipastikan tidak mendapat kekebalan terhadap
penyakit . Jika berisi vaksin asli dengan kadar lebih rendah, maka kekebalan anak terhadap
penyakit juga tidak maksimal. Tetapi jika vaksin palsu berisi cairan dicampur antibiotik, maka
dampaknya selain si anak tidak mendapatkan kekebalan juga ditakutkan muncul resistensi
antibiotik, karena anak diberikan antibiotik dengan dosis yang tidak diketahui dan juga tanpa
indikasi infeksi. Belum lagi apabila proses produksi vaksin palsu tersebut tidak steril, mungkin
justru menyebabkan infeksi pada anak yang divaksinasi tersebut.

Untuk anak-anak yang sudah terlanjur mendapatkan vaksin palsu harus dilihat case by
case. Sebaiknya diperiksakan dulu kesehatannya, sehingga nanti dapat disarankan oleh dokter
apakah perlu vaksinasi ulang atau tidak. Ada beberapa vaksin yang memang perlu di ulang
meskipun mendapat vaksin asli, seperti DPT, campak. Jadi sebaiknya anak-anak yang kemarin
diduga mendapatkan vaksin palsu sebaiknya segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan
perawatan dan tindakan lanjutan.
Sedangkan bagi tempat fasilitas kesehatan yang telah terbukti menggunakan vaksin palsu,
masih belum diketahui adanya faktor kesengajaan atau tidak. Dimungkinkan hanya salah
prosedur dalam pengadaan vaksin sehingga dapat terjadi hal seperti ini. Bisa jadi rumah sakit
membeli vaksin dari penawaran yang masuk ke rumah sakit. Dikarenakan harga vaksin yang
ditawarkan lebih murah, akhirnya rumah sakit membeli vaksin tersebut. Rumah sakit maupun
klinik swasta memang memiliki orientasi pada profit yang cukup besar, karena sumber
pendapatan rumah sakit murni dari pasien. Jadi adanya vaksin dengan harga yang lebih murah
dapat memberikan profit yang lebih besar jika dijual kepada pasien. Konsekuensi bagi rumah
sakit yang memang terbukti menjual vaksin palsu adalah kemungkinan minat masyarakat
menjadi menurun untuk melakukan vaksinasi di rumah sakit tersebut. Hal ini bisa berdampak
juga pada profit yang didapatkan oleh rumah sakit.

Tidak lupa sebagai apoketer Bu Ema juga menyarankan peran serta profesi ini untuk ikut
meredam kecemasan yang ada di masyarakat. Untuk saat ini kita bisa menghimbau masyarakat
untuk melakukan vaksinasi di sarana-sarana kesehatan milik pemerintah seperti posyandu,
puskesmas dan rumah sakit pemerintah. Karena di sarana kesehatan milik pemerintah tersebut,
pemerintah telah melakukan pengawasan pengadaan obat dan vaksin secara ketat. Jadi kualitas
dan keamanan vaksin di tempat-tempat tersebut telah dijamin oleh pemerintah. Bisa juga
mendapatkan vaksin dari fasilitas kesehatan milik swasta asalkan pengadaan vaksin tersebut dari
jalur distribusi yang benar, dan pengadaan vaksin di bawah pengawasan apoteker. Sebenarnya
kemenkes telah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi secara
tepat dan aman serta tidak perlu khawatir melakukan vaksinasi pada anak balitanya. Masyarakat
juga dihimbau untuk melakukan imunisasi dasar yang merupakan program pemerintah yaitu
vaksin BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan campak. Kemenkes juga menyatakan bahwa
masyarakat yang khawatir dengan beredarnya vaksin palsu dapat melakukan imunisasi di
posyandu, puskesmas dan rumah sakit milik peerintah karena pemerintah menjamin keaslian dan
keamanan vaksin yang disediakan di sarana kesehatan milik pemerintah tersebut.
Pencegahan peredaran vaksin palsu dapat dilakukan dengan pengawasan yang lebih baik
dan memperbaiki regulasi pengadaan vaksin. Untuk pengawasan menjadi wewenang dari
pemerintah, dalam hal ini kementerian kesehatan dan BPOM dalam melakukan pengawasan
mulai dari sarana produksi sampai dengan distribusinya. Pengadaan vaksin yang ada di sarana
kesehatan milik pemerintah mungkin dapat diawasi dengan baik. Mungkin yang lebih sulit
adalah melakukan pengawasan pengadaan vaksin di sektor-sektor swasta. Dan sebaiknya untuk
rumah sakit ataupun klinik swasta perlu belajar dari kejadian ini dan mulai menata kembali
sistem pengadaan semua obat termasuk vaksin harus dilakukan apoteker sebagai penanggung
jawab. Pengadaan vaksin juga harus melalui jalur distribusi yang legal dengan sistem cold chain,
sehingga dapat dijaga kualitas dan keamanan vaksin.
Untuk memastikan vaksin-vaksin yang beredar sudah aman dari kasus vaksin palsu, perlu
dilakukan pemeriksaan lagi, mulai dari distributor obat (PBF), rumah sakit, puskesmas, maupun
klinik. Harus dipastikan dulu bagaimana cara mendapatkan vaksin tersebut, kemudian
melakukan pemeriksaan vaksin dengan faktur pembelian, termasuk no batch dan tanggal
kadaluarsanya, baru kemudian bisa memastikan apakah vaksin yang beredar palsu atau tidak.
Sejak terbongkarnya kasus vaksin palsu ini, kementerian kesehatan dan BPOM sudah mengambil
langkah untuk melakukan pengawasan terhadap vaksin-vaksin yang sudah beredar. Dan untuk
rumah sakit pemerintah dan puskesmas telah dinyatakan tidak terdapat vaksin palsu.
Peran serta masyarakat dalam pengawasan vaksin dapat dilakukan secara tidak langsung
dengan cara mungkin dapat memberikan laporan apabila diduga terdapat produksi, distribusi
maupun penggunaan vaksin palsu. Pencegahan vaksin palsu juga dapat dilakukan dengan
pengolahan limbah vaksin seperti botol vaksin dengan cara yang benar. Karena berdasarkan
pemeriksaan di rumah sakit yang diindikasikan terdapat vaksin palsu, bahwa banyak ditemukan
botol vaksin yang tidak dibuang dengan benar sehingga rawan untuk dimanfaatkan. Hal ini perlu
peran juga dari masyarakat apabila dicurigai adanya kegiatan-kegiatan yang mencurigakan
terkait dari limbah wadah vaksin, maka bisa dilaporkan.
Tidak semua industri farmasi di Indonesia bisa memproduksi vaksin, karena harus
mengantongi CPOB vaksin dari BPOM. Prosedur distribusinya juga sangat ketat. Untuk industri
farmasi yang dapat memproduksi vaksin di Indonesia tidak banyak. Ada Biofarma yang
merupakan industri farmasi milik pemerintah, kemudian ada Sanofi, Novartis dan
GlaxoSmithKline.

You might also like