Professional Documents
Culture Documents
Lapkas SNH
Lapkas SNH
Disusun oleh:
Pembimbing :
Disusun oleh:
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes selaku dokter penguji
dan pembimbing departemen neurologi RS. Pertamina Bintang Amin pada bulan
November 2015
Mengetahui,
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang
berjudul “Stroke non hemoragik” ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
makalah ini dan untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk berikutnya.
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
STATUS PASIEN
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
Nama Mahasiswa : Melly Aprista, S.Ked
A. IDENTITAS
Nama : Ny. T
Umur : 82 tahun
Alamat : Jl. Imam Bonjol, Gang Masjid, No. 5, Suka Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 26 Oktober 2015, pukul 21.00 WIB
Dirawat yang ke : Kedua
B. ANAMNESA
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Lemas badan sebelah kanan sejak ± 5 hari yang lalu
4
Riwayat penyakit sekarang
Os datang dengan keluhan tidak bisa bicara sejak ± 4 hari yang lalu.
Tidak bisa bicara yang Os rasakan datang dengan tiba-tiba ketika Os bangun
tidur. Keluhan tidak bisa bicara yang Os rasakan didahului dengan badan
sebelah kanan Os lemas 1 hari sebelum keluhan tidak bisa bicara. Tangan dan
kaki kanan tidak bisa digerakkan. Keluarga Os mengatakan sebelumnya Os
pernah terkena stroke ringan ± 3 bulan yang lalu. Mual dan muntah disangkal.
Sakit kepala (-), riwayat darah tinggi (+), riwayat kencing manis (-), dan
riwayat alergi obat (-).
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya os pernah berobat untuk penyakit hipertensi yang di
deritanya. Tapi os mengaku tidak rutin untuk kontrol dan minum obat.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Somnolent
- GCS : E4V3M4
5
- Tanda vital :
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 36,8oC
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3mm/3mm.
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Sudut bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Trismus (-), arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula di
tengah
c. Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasi trachea. JVP 5-2 mmH2O
d. Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra
dengan bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi
redup
6
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Auskultasi : Bising usus (+) normal
k. Ekstremitas
Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), odem (-/-), CRT < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis
a. Rangsangan Meningeal
1) Kaku kuduk : - ( tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2) Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3) Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4) Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai
135º/tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5) Laseque : -/- (tidak timbul tahanan pada kedua kaki sebelum
mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1) N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
7
2) N-II (Optikus)
a) Tajam penglihatan : DBN / DBN
b) Lapang penglihatan : DBN / DBN
c) Tes warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Fundus oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a) Kelopak mata :
Ptosis : -/-
Endopthalmus : -/-
Exophtalmus : -/-
b) Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
Refleks Pupil
langsung : +/ +
tidak langsung : +/ +
c) Gerakan bola mata : medial (+/+), lateral (+/+), superior (+/+),
inferior (+/+), obliqus superior (+/+), obliqus inferior (+/+)
4) N-V (Trigeminus)
a) Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : +
N-V2 (maksilaris) : +
N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b) Motorik
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut.
c) Refleks :
Reflek kornea : +
Reflek bersin : +
5) N-VII (Fasialis)
a) Sensorik (indra pengecap) : DBN
b) Motorik
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : deviasi ke kanan
8
senyum : Sulit dinilai
Meringis : Sulit dinilai
bersiul : Sulit dinilai
menutup mata : simetris, kanan (maksimal), kiri
(maksimal)
9
9) N-XII (Hipoglosus)
a) Tremor lidah : Tidak ditemukan
b) Atrofi lidah : Tidak ditemukan
c) Ujung lidah saat istirahat : Simetris
d) Ujung lidah saat dijulurkan : Simetris
e) Fasikulasi :-
c. Pemeriksaan Motorik
1) Refleks
a) Refleks Fisiologis
Biceps : N/N
Triceps : N/N
Achiles : N/N
Patella : N/N
b) Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
2) Kekuatan Otot
4 5
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
4 5
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3) Tonus Otot
a. Hipotoni : -/-
b. Hipertoni : -/-
10
d. Sistem Koordinasi
1) Romberg Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
2) Tandem Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) Finger to Finger Test : Sulit dinilai
4) Finger to Nose Test : Sulit dinilai
e. Fungsi Luhur
1) Fungsi bahasa : Normal
2) fungsi orientasi : Dalam Batas Normal
3) fungsi memori : Tidak ditemukan gangguan memori
4) fungsi emosi : Dalam Batas Normal
h. Sensibilitas
Eksterospektif / rasa permukaan (superior dan inferior)
Rasa raba : (+)/(+) simetris
Rasa nyeri : (+)/(+) simetris
Rasa suhu panas : (+)/(+) simetris
Rasa suhu dingin : (+)/(+) simetris
Prospioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : (+)
Rasa getar : (+)
Rasa nyeri dalam : (+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas : (+)
Asteriognosis : (+)
Gradognosis : (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tanggal 26 Oktober 2015
11
Darah lengkap
Leukosit : 5.300/uL Hitung jenis
Eritrosit : 4,7 juta/uL Eosinofil :0%
Hemoglobin : 11,3 g/dL (L) Basofil :0%
Hematokrit : 33% Batang : 1%
MCV : 75 Fl Segmen : 62%
MCH : 24 pg Monosit : 9%
MCHC : 32 g/dL Limfosit : 28%
Trombosit : 250.000/uL
12
Terdapat gambaran :
E. RESUME
Os datang dengan keluhan tidak bisa bicara sejak ± 4 hari yang lalu. Tidak
bisa bicara yang Os rasakan datang dengan tiba-tiba ketika Os bangun tidur.
Keluhan tidak bisa bicara yang Os rasakan didahului dengan badan sebelah
kanan Os lemas 1 hari sebelum keluhan tidak bisa bicara. Tangan dan kaki
kanan tidak bisa digerakkan. Keluarga Os mengatakan sebelumnya Os pernah
terkena stroke ringan ± 3 bulan yang lalu. Riwayat hipertensi (+).
Dari pemeriksaan fisik status generalis tidak ditemukan kelainan yang
berarti selain hipertensi. Dari pemeriksaan status neurologis ditemukan
kelainan pada nervus fascialis (N.VII). Dari pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan CT-Scan didapatkan gambaran infark
serebri lama dan infark serebri baru → Stroke Non Hemoragik.
13
F. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis klinis : Hemidefisit motorik ekstremitas dextra dan hipertensi
Diagnosis topik : Infark serebri hemisfer sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke berulang ec infark serebri
G. TERAPI
Bed rest
IVFD RL 20 tpm
Inj citicolin 2x1 amp
Inj mecobalamin 2 x 1 amp
Amlodipin 1x5mg
Piracetam 2x80mg
Aspilet 1x1 tab
H. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam
14
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
A. Rumusan Masalah
1. Mengapa pasien ini didiagnosa stroke non hemoragik?
2. Apa saja faktor risiko pada pasien ini?
3. Bagaimana penatalaksanaan stroke non hemoragik?
4. Bagaimana pencegahan stroke?
B. Pembahasan Masalah
1. Mengapa pasien ini di diagnosa stroke infark?
Stroke adalah defisit neurologis baik fokal atau global yang terjadi secara
mendadak atas dasar terjadi gangguan pembuluh darah otak yang memiliki pola
dan gejala yang berhubungan dengan waktu.
Kriteria Diagnosis
PIS Infark
15
Tanda RM + -
16
Status neurologis tampak sakit sedang, kesadaran somnolent Rangsang
Meningeal (-), Saraf Opticus : refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor ODS
3 mm, GBM kesegala arah, wajah parese N. VII kanan
tonus normal, atrofi (-) sensorik dan vegetatif baik, Reflek Fisiologis (+),
Reflek Patologis Bab/Chad (-/-)
Skor Siriraj:
= (2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x headache) + (0,1 x diastole) – (3 x n
ateroma) – 12
= (2,5 + 0 + 0 + 8– 0) – 12
= -1,5
Dimana
Ateroma 0 = tidak ada, 1 = salah satu atau lebih (DM, angina, penyakit
pembuluh darah)
Interpretasi
17
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi,
penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes mellitus, merokok, konsumsi
alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin,
ras/suku, dan faktor genetik serta riwayat stroke sebelumnya.
Penatalaksanaan awal
• Tindakan awal
– Bed rest
– Kepala dan tubuh atas dalam posisi 300 dengan bahu pada sisi lemah
diganjal dengan bantal.
– Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen.
– Pemasangan infus
– Monitor jantung (ECG)
– Nutrisi enteral dgn nasogastrik tube (NGT)
– Pemasangan dauer kateter urin.
Terapi Akut
Pada fase akut stroke iskemik, usaha dokter terutama terarah untuk
membatasi kehilangan neuronal ireversibel di area iskemik, seluas mungkin.
Terapi bertujuan untuk menyelamatkan jaringan otak yang menjadi
disfungsional akibat iskemia, tetapi tetap intak secara struktural (penumbra
18
iskemik). Strategi penyelamatan adalah dengan mengembalikan sirkulasi
“normal” ke area iskemik secepat mungkin.
Rekanalisasi cepat pada pembuluh darah yang tersumbat. Jika pembuluh
darah tersumbat oleh embolus, misalnya embolus dapat diuraikan oleh
percepatan sistem fibronolitik tubuh (terapi trombolitik). Zat trombolitik,
baik recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) atau urokinase dapat
diberikan baik secara intravena (sistemik) maupun intra-arterial.
Kemungkinan indikasi untuk terapi trombolitik sebaiknya dipertimbangkan
pada semua pasien dengan stroke akut. Namun, hanya 5-7% pasien yang
dapat menjadi kandidat terapi karena terapi trombolitik ini hanya efektif bila
diberikan sesuai dengan kriteria pemeriksaan yaitu segera setelah onset
tanda dan gejala neurologis dalam 3 jam untuk trombolisis sistemik, dan
dalam 6 jam untuk trombolisis lokal. Perdarahan intrakranial harus
disingkirkan dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI sebelum dilakukan
trombolisis.
Pada semua pasien dengan stroke akut, secara umum tekanan perfusi yang
adekuat harus dipertahankan di area otak yang berisiko. Dengan demikian,
tekanan darah arterial harus dikontrol ketat, dan tidak diberikan terapi
antihipertensi kecuali tekanan darah sistolik > 180 mmHg.
Pada pasien dengan infark yang luas, tanda klinis peningkatan tekanan
intrakranial harus diperhatikan dan diterapi (sakit kepala, mual, muntah,
akhirnya penuruana kesadaran dan kemungkinan aniskoria). Tindakan non-
bedah mungkin cukup untuk menurunkan tekanan intrakranial hingga
mencapai tingkat aman sepanjang infark dan edema di sekitarnya tidak
terlalu besar, dengan cara elevasi bagian kepala tempat tidur hingga 30
derajat, hiperventilasi (jika ventilator), dan infus manitol.
Pada pasien lebih muda dengan infark yang sangta luas, hemikraniektomi
sebaiknya dipertimbangkan pada fase awal sebelum peningkatan tekanan
intrakranial semakin mengganggu perfusi serebral.
Pemberian obat neuroprotektif diketahui mempengaruhi ukuran infark pada
berbagai hewan percobaan dengan stroke, tetapi harapan bahwa obat ini
19
memberikan hasil yang sama pada pasien stroke akut sejauh ini belum
menunjukkan hasil penelitian klinis yang bermakna secara statistik.
Pencegahan sekunder
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Menurut WHO
Gejala klinis yang terjadi mendadak dan cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal atau global dengan kelainan yang menetap 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab yang jelas selain vaskuler.
EPIDEMIOLOGI
21
basilaris.Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi
cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang
cerebrum.
Tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis
yang disebut lamina elastic interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica
22
externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-
serabut tersebut dapat dilewati oleh zat-zat kimia dan sel darah.
Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan
mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang
memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos
pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika media dan masing-
masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang
setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena
pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam
hal ketebalan dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih
tebal.
FAKTOR RISIKO
KLASIFIKASI STROKE
23
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, strok hemoragik
dan strok non-hemoragik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang
terlalu banyak, sedangkan pada stroke non-hemoragik terjadinya gangguan
ketersediaan darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan. oksigen dan nutrisi
area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe,
yang masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda.
STROKE HEMORAGIK
24
utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab
lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa
tidak dijumpai adanya riwayat TIK.
25
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan
terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan
percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid
atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
STROKE NON-HEMORAGIK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan
jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka
metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron
akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika
oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat
reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit
(normal 55 ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat
menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi
keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal (ischemic penumbra),
26
kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan
tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium
dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat
dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan
penurunan ATP, peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium
intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan
menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain
asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis
dalam keadaan iskemia.
Stroke Infark Arterotrombotik
27
Patogenesis pada pasien Diabetes Melitus : Pembuluh darah pasien DM
dapat mengalami “arterosklerotik” sehingga mengganggu fungsi
autoregulasi vaskular (kemampuan berdilatasi dan berkonstriksi secara
simultan). Autoregulasi pada orang normal bernilai 53 cc/100g/menit. Pada
pasien DM autoregulasi tersebut dapat menurun. Penurunan autoregulasi
sampai sekitar 10-15 cc/100g/menit menyebabkan terbentuknya
“Penumbra” dalam waktu 3-6 jam, yaitu jaringan neuron yang tidak
berfungsi lagi. Maka waktu 3-6 jam tersebut menjadi “Therapeutic
Window” karena jika terapi dilakukan dalam jam ini dapat memberikan
prognosis yang baik. Apabila penurunan autoregulasi mencapai < 10
cc/100g/menit maka dapat terjadi peningkatan drastis kadar Ca ekstrasel dan
K intrasel. Sehingga dapat merusak Retikulum Endoplasmik yang
mengakibatkan gangguan mitokondria sehingga menyebabkan asidosis dan
kematian sel.
Manifestasi Klinis
Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala
yang mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah
mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa,
bingung dan lain-lain.
Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode
pusing, diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang
pandang dan dysarthria.
Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa
menit hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada,
lokasi nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas
nyeri tidak parah.
Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum
ditemukan pada pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
Stroke Infark Cardioemboli
28
Terjadi pada pasien dengan Tensi normal atau Hipertensi ringan. Umumnya
pada pasien dengan gangguan irama jantung karena gangguan katup, banyak
pada pasien mitral stenosis (MS) dan mitral insufisiensi (MI).
Patogenesis :Pada pasien dengan gangguan katup jantung terjadi benturan /
“injury” antara sel darah yang masuk ke ventrikel kiri dan sel darah yang
tidak seluruhnya dipompa jantung. Akibatnya terbentuk trombus di sekitar
katup, ruang dan dinding jantung. Kemudian karena tekanan pompa jantung
yang tinggi, trombus tersebut keluar dengan tekanan yang tinggi sebelum
akhirnya menyumbat lumen pembuluh darah
Manifestasi Klinis :
Nyeri kepala ringan
Terjadi pada saat aktivitas ringan-sedang
Tidak memiliki riwayat hipertensi
Memiliki riwayat sakit jantung
Tanda Klinis Cardioemboli : ditemukan ‘Pulsus Defisit’, yaitu
perbedaan antara Heart Rate dengan denyut nadi mencapai > 10.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
29
Jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi,
disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik
atau adakah disfasia.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah (gula darah sewaktu, faal
ginjal, faal hepar, dan profil lipid), pemeriksaan homeostasis ( PTT, APTT,
viskositas plasma).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).
4. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
5. Pemeriksan USG
30
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
PENATALAKSANAAN
Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan
bekuan darah yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses stroke
iskemik. Syarat utama adalah waktu pemberian adalah harus sesegera mungkin
setelah stroke iskemik terjadi (< 3 jam), agar belum terjadi perubahan sekunder
pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan terutama daerah otak yang
diperdarahinya. Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis
sebagai bolus pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit
monitor terus di ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut strok, baru-baru ini
sangat dianjurkan. Uji klinis pada IST (International Stroke Trial) dan CAST (
Chinese Aspirin Stroke Trial) memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase
akut menurunkan frekuensi strok berulang dan menurunkan mortalitas penderita
strok akut.
Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif yang
dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti
glutamat, kalnat dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu
31
kerusakan sel-sel neuron dapat menyebabkan gangguan membran sel akibat
kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K. Ada dua jenis neuroproteksi :
- Piracetam
- Citicholin
Terapi bedah
- Carotid endarterectomy
- Angioplasty
- Catheter embolectomy
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak
penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”, paling
sedikit dua minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan
dalam dua minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
32
4. Monitoring tanda-tanda vital
Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan
tekanan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-
rata. Kriteria penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg
pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium
nitroprusid atau nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg
atau tekanan darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran
tekanan darah selang 20 menit berikan labetalol injeksi atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka
pemberian obat anti-hipertensi ditangguhkan.
Terapi Khusus
33
PENCEGAHAN STROKE
PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
34
4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :
Guideline Stroke 2011. Jakarta.
35