You are on page 1of 3

Nama : Angga Permana

NPM : 0551 16 008

Tugas Mata Kuliah Geokimia


Soal : Cari definisi tentang Geokimia!

By : Ibnu Jharkasih

Geokimia adalah ilmu yang mempelajari kandungan unsur dan isotop dalam lapisan bumi,
terutama yang berhubungan dengan kelimpahan (abundant), penyebaran serta hukum-hukum yang
mengontrolnya.

Dari dasar ini berkembang beberapa cabang ilmu geokimia di antaranya yaitu geokimia
panasbumi, geokimia mineral, geokimia petroleum dan geokimia lingkungan. Pada pembahasan
selanjutnya penulis akan lebih banyak membicarakan tentang geokimia mineral, khususnya pada
sedimentologi.

Lahirnya geokimia sebagai cabang ilmu geologi baru menyebabkan munculnya metoda
dan data observasi baru mengenai berbagai hal yang banyak menarik perhatian para ahli
sedimentologi. Sebagian besar penelitian geokimia pada mulanya diarahkan pada penelitian
kuantitatif untuk mengetahui penyebaran unsur-unsur kimia di alam, termasuk penyebarannya
dalam batuan sedimen.

Lambat laun data tersebut menuntun para ahli untuk memahami apa yang disebut sebagai
siklus geokimia (geochemical cycle) serta penemuan hukum-hukum yang mengontrol penyebaran
unsur dan proses-proses yang menyebabkan timbulnya pola penyebaran unsur seperti itu.

Baru-baru ini, kimia nuklir (nuclear chemistry) menyumbangkan sebuah “jam” dan “termometer”
yang pada gilirannya membuka era penelitian baru terhadap sedimen. Unsur-unsur radioaktif,
14 40
khususnya C dan K, memungkinkan dilakukannya metoda penanggalan langsung terhadap
14
batuan sedimen tertentu. Metoda C, yang dikembangkan oleh Libby, dapat diterapkan pada
endapan resen.

Metoda 40K/40Ar terbukti dapat diterapkan pada glaukonit, felspar autigen, mineral lempung, dan
silvit yang ditemukan dalam endapan tua. Analisis isotop dapat digunakan untuk menentukan
temperatur purba.

16
Metoda Urey—berdasar-kan nisbah O/18O yang merupakan fungsi dari temperatur—dapat
dipakai untuk menaksir temperatur pembentukan cangkang fosil yang ada dalam endapan bahari.
Meskipun “jam” dan “termometer” tersebut masih memperlihatkan kekeliruan, namun harus
diakui bahwa keduanya telah memberikan kontribusi yang berarti terhadap pemelajaran sedimen.

Van’t Hoff adalah orang pertama yang memanfaatkan azas fasa untuk mempelajari
kristalisasi larutan garam dan pembentukan endapan garam. Mulanya penelitian eksperimental
terhadap campuran yang dapat menghasilkan kristal, terutama sistem silikat temperatur tinggi,
dilakukan oleh para ahli petrologi batuan beku dan metamorf. Baru pada beberapa dasawarsa
terakhir ini saja hal itu menarik perhatian para ahli sedimen. Sebagai contoh, Milton & Eugster
(1959) memakai ancangan itu untuk meneliti endapan non-marin dan mineral-mineral yang
mencirikan Green River Formation di Wyoming dan Colorado. Zen (1959) menunjukkan bahwa
azas fasa yang dikemukakan oleh Gibbs dapat diterapkan untuk menganalisis hubungan antara
mineral lempung dan mineral karbonat. Hasil penelitian Zen kemudian diterapkan oleh Peterson
(1962) terhadap larutan karbonat di bagian timur Tennessee. Perkembangan metoda yang relatif
baru itu dapat dibaca dalam karya tulis Eugster (1971).

Berbagai kajian teoritis dan eksperimental tentang stabilitas mineral pada berbagai kondisi
oksidasi-reduksi (Eh) dan pH dilakukan oleh Garrels dan beberapa ahli lain (lihat Garrels & Christ,
1965). Penelitian aspek-aspek geokimia sedimen banyak menambah pengertian kita tentang
endapan sedimen. Buku-buku yang membahas tentang topik-topik geokimia sedimen antara lain
adalah Geochemistry of Sediments karya Degens (1965) dan Principles of Chemical Sedimentology
karya Berner (1971).

Aplikasi atau contoh nyata yang dapat dilihat dari geokimia salah satunya adalah metode
yang digunakan oleh sedimentologist dalam mengumpulkan data dan bukti pada sifat dan kondisi
depositional batuan sedimen, yaitu analisis kimia dari batu, melingkupi geokimia isotop, termasuk
penggunaan penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia batu, dan kemiripan dengan daerah
sumber. Metode ini pertama kali dipakai pada tahun 1970an dimana penelitian sedimentologi
mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke arah mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan
teknik analisa dan penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli
sedimentologi mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita
untuk mengetahui hubungan antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi
porositas dengan kelulusan batupasir dan batugamping.

Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi.


Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain fihak,
mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah mikroskop atau lebih dikenal dengan
petrografi.

You might also like