You are on page 1of 18

ISI

A. Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500
ml setelah bayi lahir. Pada praktisinya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini
akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat darah
yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital
(seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
nafas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi >100 x/ menit) maka penanganan
harus segera dilakukan (Prawirohardjo, 2010).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 2010).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam seteah anak lahir. Dalam pengertian ini di masukkan
juga perdarahan karena retensio plasenta (Mochtar, 1998).
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan pervaginam yang
melebihi 500 ml setelah bersalin (Saifuddin, 2006).
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah melebihi 500
ml yang terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan primer (perdarahan
pascapersalinan dini) terjadi dalam 24 jam pertama, sedangkan perdarahan
sekunder (perdarahan masa nifas) terjadi setelah itu (Mansjoer, 2000).

B. Etiologi
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir
(Prawirohardjo, 2010).

1
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
- Umur yang terlalu muda atau tua.
- Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara.
- Partus lama dan partus terlantar.
- Obstetri operatif dan narkosa.
- Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion,
atau janin besar.
- Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus counvelair pada
solusio plasenta.
- Faktor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi.
2. Sisa plasenta dan selaput ketuban
Retensio sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban
yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan
perdarahan postpartum dini dan perdarahan postpartum lambat.
Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta
(satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi
mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa
plasenta.
Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta
masih tumbuh dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten
sehingga kurang mendapat perhatian dan dapat terjadi degenarasi
ganas menuju korio karsinoma dengan manifestasi klinisnya (trias
Acosta Sision “HBS1”). Trias Acosta Sision adalah terjadinya
degenerasi ganas yang berasal dari kehamilan, abortus, dan
molahidatidosa.
3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks, dan rahim.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi saat bersamaan
dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang

2
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau
vagina (Saifuddin, 2002)
4. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya a atau hipofibrinogenemia yang
sering dijumpai pada :
- Perdarahan yang banyak
- Solusio plasenta
- Kematian janin yang terlalu lama dalam kandungan
- Preeklampsi dan eklampsi
- Infeksi, hepatitis, dan septik syok
5. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar
dilepas dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi
kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila
implantasi menembus desidua basalis dan nitabuch layer, disebut
sebagai plasenta inkreta bila plasenta menembus miometrium dan
disebut plasenta perkreta bili vili korialis sampai menembus
perimetrium.
6. Inversio uteri
Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang
dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
Faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi adalah atonia uteri,
serviks masih terbuka lebar dan adanya kekuatan yang menarik fundus
ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang
tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus
uteri dari atas (manuver Crede) atau tekanan intra abdominal yang
keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).

3
Inversio uteri ditandai dengan :
 Syok karena kesakitan
 Perdarahan banyak bergumpal
 Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat.
 Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi
bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang
mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia,
nekrosis, dan infeksi.
Pembagian :
a. Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun
belum keluar dari ruang rongga rahim.
b. Inversio uteri sedang
Terbalik dan sudah masuk kedalam vagina.
c. Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina. Ada pula yang membaginya menjadi
inversio uteri inkomplit, yaitu a dan b dan komplit d:
seperti c (Mochtar, 1998).
Perdarahan postpartum primer biasanya disebabkan oleh : atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir.
Perdarahan postpartum sekunder biasanya disebabkan oleh :
robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran (Manuaba, 2010).

4
C. Klasifikasi
Perdarahan postpartum menurut terjadinya dibagi dua yaitu:
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi setelah 24 jam, biasanya hari ke 5 sampai 15 post partum
(Mochtar, 1998).
D. Diagnosis
Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa
penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah seperti bagan di
bawah ini :
1. Palpasi uterus : bagaimana dan tinggi fundus
uteri.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah
lengkap atau tidak.
3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
1. Atonia uteri
- Sisa plasenta
2. Sisa-sisa plasenta dan ketuban
- Robekan rahim
3. Robekan jalan lahir
- Plasenta suksenturiata
4. Penyakit darah (kelainan
4. Ispekulo : untuk melihat robekan pada serviks,
pembekuan darah)
vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, Hb,
clot observation test (COT), dan lain-lain.

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang


hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh ke
dalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes
perlahan-lahan tetapi terus-terusan yang juga berbahaya karena kita tidak
menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan
juga jatuh dalam subsyok atau syok. Karena itu adalah penting sekali pada
setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin,

5
serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga
kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam ( Mochtar,1998 ).

Tabel 1.1 Penilaian Klinik (Saifuddin, 2010).

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

 Uterus tidak berkontraksi dan  Syok


lembek  Bekuan darah pada
 Perdarahan segera setelah anak serviks atau posisi
Atonia uteri
lahir (Perdarahan Pascapersalinan telentang akan
Primer atau P3) menghambat aliran
darah keluar
 Darah segar yang mengalir segera  Pucat
setelah Bayi lahir (P3)  Lemah
 uterus berkontraksi baik dan keras  menggigil Robekan jalan lahir
 plasenta lengkap

 plasenta belum lahir setelah 30  tali pusat putus akibat


menit traksi berlebihan
 perdarahan segera (P3)  inversio uteri akibat Retensio plasenta
 uterus berkontraksi baik dan keras tarikan
 perdarahan lanjutan

 plasenta atau sebagian selaput  uterus berkontraksi


(mengandung pembuluh darah) tetapi tinggi fundus Tertinggalnya sebagian
tidak lengkap tidak berkurang plasenta
 perdarahan segera (P3)

 uterus tidak teraba  neurogenik syok


 lumen vagina terisi massa  pucat dan limbung
 tampak tali pusat (jika plasenta
Inversio uteri
belum lahir)

6
 sub-involusi uterus  anemia Endometritis atau sisa
 nyeri tekan perut bawah dan pada  demam plasenta (terinfeksi
uterus atau tidak)
 perdarahan > 24 jam setelah
persalinan. Perdarahan sekunder.
Perdarahan bervariasi (ringan atau
berat, lokhia mukopurulenta dan
berbau (bila disertai infeksi).

E. Penanganan
Dalam persalinan yang bersih dan aman, manajemen aktif kala 3
seharusnya sudah merupakan prosedur standar dalam upaya untuk
pencegahan perdarahan pascapersalinan.
Penanganan Umum
 Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
 Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu termasuk
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh).
 Jika di curagai adanya syok, segera lakukan tindakan penanganan
syok. Jika tanda-tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat Anda
melakukan evaluasi lanjut karena status wanita tersebut dapat
memburuk dengan cepat.
 Pastikan bahwa kontraksi uterus baik :
 Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah.
Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi
kontraksi uterus yang efektif .
 Berikan 10 unit oksitosin I.M.
 Pasang infus cairan I.V.
 Lakukan katerisasi dan pantau cairan keluar masuk.
 Periksa kelengkapan plasenta.
 Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.

7
 Jika perdarahan berlangsung, lakukan uji beku darah.
 Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti),
periksa kadar Hemoglobin :
 Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%
(anemia berat), siapkan tranfusi dan berikan zat besi serta asam
folat per oral.
 Berilah sulfas ferrocus 600 mg atau ferro fumarat 120 mg di
tambah asam folat 400 mcg peroral sekali sehari selama 3
bulan.
 Setelah 3 bulan, lanjutkan pemberian suplemen besi sulfat atau
besi fumarat 60 mg per oral DITAMBAH asam folat 400 µm
per oral sekali sehari selama 6 bulan
 Jika Hb 7-11 g/dl : beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferro
fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg peroral sekali
sehari selama 6 bulan.
 Pada daerah endemik cacing gelang (prevalensi sama atau
lebih dari 20%) beri :
o Albendasol 400 mg peroral satu kali
o Atau mebendasol 500 mg peroral sekali atau 100 mg
dua kali sehari selama 3 hari.
o Atau levamisol 2,5 mg / kg bb per oral sekali sehari
selama tiga hari
o Atau pirantel 10 mg / kg bb per oral sekali sehari
selama 3 hari
o Pada daerah endemik tinggi cacing gelang (prevalensi
sama atau lebih dari 50%), berikan terapi dosis tersebut
selama 12 minggu setelah dosis pertama (Yulianti,
Devi. 2012).

8
ATONIA UTERI

A. Definisi
Atonia Uteri adalah keadaan
lemahnya tonus / kontraksi Rahim yang
menyebabkan tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir (Prawirohardjo, 2013).
Atonia Uteri adalah suatu kondisi
dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini tejadi maka darah
yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjdi tidak terkendali
(Asuhan Persalinan Normal, 2008).
Atonia uteri adalah uterus yang gagal berkontraksi setelah pelahiran
(Yulianti, Devi, 2005).
Atonia uteri adalah suatu kondisi di mana miometrium tidak dapat
berkontraksi. Bila keadaan ini terjadi, maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Sari, Eka Puspita,
2014).

B. Faktor Predisposisi
1. Penyebab uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan,
diantaranya pada hidramnion (jumlah air ketuban yang berlebihan) pada
kehamilan gemeli (kembar) dan janin yang besar misalnya pada ibu
pada diabetes mellitus
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan okstitosin atau
augmentasi
5. Multiparitas tinggi
6. Ibu dengan keadaan jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun

9
7. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
8. Infeksi intrauterine (korioamnionitis)
9. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumya
10. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklampsi dan eklampsi (Sari, Eka Puspita, 2014).
C. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata


perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1.000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti (Prawirohardjo,
2013).

Diagnosis atonia uteri ditegakkan apabila uterus tidak berkontraksi dalam


15 menit setelah dilakukan rangsangan taktil atau massase fundus uteri (Sari,
Eka Puspita, 2014).

D. Tanda dan Gejala

Mengenal tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosis dan
penatalaksanaannya, tanda dan gejala atonia uteri antara lain sebagai berikut :

a. Perdarahan pervaginam. Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia


uteri sangat banyak dan darah tidak merembes, perostiae yang sering
terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini
terjadi karena tromnoplastin sudah tidak mampu lagi berperan sebagai
anti pembeku darah.
b. Konsistensi rahim lunak. Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas
atonia dan membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang
lainnya.

10
c. Fundus uteri naik. Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam
cavum uteri dan menggumpal.
d. Terdapat tanda-tanda syok
 Nadi cepat dan lemah
 Tekanan darah rendah
 Pucat
 Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab
 Pernafasan cepat
 Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
 Urine yang sedikit (Sari, Eka Puspita, 2014).
E. Penanganan
Penanganan kasus atonia uteri harus secara benar, tepat, dan cepat
mengingat akibat yang akan terjadi jika tidak segera mendapatkan penanganan
yang cepat dan tepat. Seorang ibu bersalin akan kehilangan darah sangat
banyak dalam beberapa menit saja apabila uterus tidak berkontraksi.
Pada kasus ini, penanganan haruslah dilakukan dengan tepat, cepat serta
membutuhkan keterampilan dan pengetahuan dalam menangani kasus ini.
(Sari, Eka Puspita, 2014).
Tabel 1. 2: Langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
NO LANGKAH ALASAN
1 Massase fundus uteri segera setelah Massase merangsang kontraksi uterus.
lahirnya plasenta (maksimal 15 detik) Sambal melakukan massase sekaligus dapat
dilakuka penilaian kontraksi uterus.
2 Bersihkan bekuan darah dan / atau Bekuan darah dan selaput ketuban dalam
selaput ketuban dari vagina dan lubang vagina dan saluran serviks akan dapat
serviks menghalangi kontraksi uterus secara baik
3 Pastikan bahwa kandung kemih Kandung kemih yang penuh akan
kosong. Jika penuh dan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik
dipalpasi, lakukan kateterisasi
menggunakan tekhnik aseptic

11
4 Lakukan kompresi bimanual interna Kompresi ini memberikan tekanan langsung
selama 5 menit pada pembuluh drah dinding uterus dan juga
merangsang myometrium untuk
berkontraksi. Jika kompresi bimanual tidak
berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan
lain.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai Keluarga dapat meneruskan proses kompresi
membantu kompresi bimanual bimanual secara eksternal selama penolong
eksterna melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM Ergometrin dan misoprostol akan bekerja
(kontraindikasi hipertensi) atau dalam 5-7 menit dan menyebabkan uterus
misoprostol 600 – 1.000 mcg. berkontraksi
8 Pasang infus menggunakan jarum Jarum besar memungkinkan pemberian
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc larutan IV secara cepat atau untuk tranfusi
Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. darah. Ringer laktat akan membantu
Habiskan 500 cc pertama secepat memulihkan volume cairan yang hilang
mungkin selama perdarahan. Oksitosin IV dengan
cepat merangsang kontraksi uterus
9 Ulang kompresi bimanual internal KBI yang digunakan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin atau misoprostol
akan membuat uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1
sampai 2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan
gawat darurat difasilitas yang mampu
melaksanakan tindakan bedah dan tranfusi
darah
11 Damping ibu ke tempat rujukan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
Teruskan melakukan KBI / KBE langsung pada pembuluh darah dinding

12
uterus dan merang miometrium untuk
berkontraksi
12 Lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 Ringer laktat akan membantu memulihkan
unit oksitosin dalam 500 cc larutan volume cairan yag hilang selama
dengan laju 500/jam hingga tiba di perdarahan. Oksitosin IV akan dengan cepat
tempat rujukan atau hingga merangsang kontraksi uterus
menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian
berikan 125 cc/ jam. Jika tidak tersedia
cairan yang cukup, berikan 500 cc
kedua dengan kecepatan sedang dan
berikan minuman untuk rehidrasi

Teknik Kompresi Uterus Bimanual Eksternal (KBE)


Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang
melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan
hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa
kefasilitas kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, coba dengan
kompresi bimanual internal (Saifuddin, 2009).

Teknik Kompresi Uterus Bimanual Internal (KBI)


Kompresi uterus secara bimanual merupakan suatu usaha
untuk menghentikan perdarahan sementara, dengan jalan
melipat uterus yang lunak antara dua tangan (didalam) dan satu
tangan diatas yang melipat uterus dari luar pada fundus uteri.
Sementara itu pemasangan infus dan upaya tranfusi tetap
dilaksanakan (Mochtar, 1998).
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit
pembuluh darah di dalam myometrium (sebagai pengganti

13
mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi
ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi coba kompresi aorta abdominalis
(Saifuddin, 2009).

Teknik Kompresi Aorta Abdominalis


Peralatan yang diperlukan untuk dapat melakukan
kompresi aorta abdominalis tidak ada, kecuali sedapat
mungkin menggunakan teknik yang benar, sehingga aorta
benar-benar tertutup untuk sementara waktu sehingga
perdarahan karena atonia uteri dapat dikurangi (Mochtar,
1998).
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan
kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan
atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis
(Saifuddin, 2009).

Bidan dapat mengambil langkah-langkah untuk


menangani perdarahan atonia uteri sebagai berikut :
1. Meningkatkan upaya preventif
 Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana
sehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan
memperpanjang jarak hamil
 Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan dengan
overdistensi uterus, hidramnion dan kehamilan kembar
 Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun

14
2. bidan dapat segera melakukan rujukan ibu dengan didahului tindakan
ringan
 memasang infus memberikan cairan pengganti
 memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan
drip
 melakukan massase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin
cepat dan makin kuat
 ibu sebaiknya diantar

Perdarahan atonia uteri

sikap bidan
- infus cairan
- uterotonika
- masase uterus Upaya preventif
- kompresi aorta abdominalis - meningkatkan keaadaan umum
- merujuk ke pusat dengan ibu
fasilitas untuk menetapkan - kompresi bimanual uterus
- merujuk ibu yang mengalami
penanganan yang legeartis overdistensi (hidraamnion , janin
- diantar petugas besar, kehamilan kembar)
- mengurangi peranan
pertolongan persalinan oleh
dukun

Gambar 1.1 Sikap bidan menghadapi atonia uterus (Manuaba, 2010).

15
16
PENILAIAN KLINIK ATONIA UTERI

17
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Ayu Chandranita.dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,


dan KB. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri “Obstetri Fisiologi dan Obstetri


Patologi”. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

JNP-KR. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Sari, Eka Puspitasari. 2014. Asuhan Kebidanan Persalinan (Intranatal Care).


Jakarta : TIM.

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yulianti, Devi. 2012. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan


Persalinan (Managing Complications in Pregnancy and Chilbirth : A Guide for
Midwives and Doctors). Jakarta : EGC.

18

You might also like