Professional Documents
Culture Documents
Saya akan bercerita mengenai kisah 2 orang kristen yang menderita HIV/AIDS. Yang
pertama adalah kisah Yanti. Yanti menderita HIV/AIDS. Suaminya juga menderita HIV/AIDS,
tetapi suaminya meninggal pada 21 september 2002. Dia mempunyai 2 orang anak, anaknya
yang kedua juga positif HIV. Yanti mengurus anaknya seorang diri. Yanti juga pernah bekerja di
suatu perusahaan swasta di Jakarta. Tetapi dia dipecat, karena ada beberapa karyawan yang
mencurigai dia terkena HIV/AIDS. Dia merasa bahwa dia masih bisa bekerja. Dan dia berkata
bahwa; ” Saya sudah bilang berulang kali, bahwa saya diberi kekuataan dari Tuhan. Saya merasa
beruntung mempunyai Tuhan yang kaya dan paling mulia.” Keluarganya selalu memberinya
kekuatan dan selalu mendukungnya.
Kisah selanjutnya adalah dari Andreas. Andreas juga menderita HIV. Awal mula dia
mengetahui dia menderita HIV/AIDS pada tahun 2000. dia sering sakit-sakitan, berat badan
menurun, dan beberapa gejala lainnya. Kemudian dia beserta ibu dan adiknya memeriksa
keadaanya di rumah sakit cipto. Dan saat diperiksa, dia memang positif HIV. Andreas saat
mengetahui hal itu, dia sangat shok dan penuh dengan emosi. Tetapi lama kelamaan dia bisa
menerima keadaan yang dialaminya. Awalnya berat baginya untuk kembali bergabung dengan
masyarakat. Banyak rumor yang beredar sehingga membuat masyarakat menjadi takut. Bukan
saja andreas yang dikucilkan, ibu dan adik perempuannya juga dikucilkan. Tetapi mereka
mencoba membuat masyarakat mengerti bahwa HIV/AIDS tidak akan tertular selama tidak ada
kontak cairan secara langsung. Ibunya kemudian membuat sup untuk diberikan kepada
tetangga, dan para tetangga menerimanya tanpa takut terinfeksi. Sekarang mereka dapat
membuat masyarakat mengerti, dan masyarakat bisa menerima keadaanya. Sekarang mereka
hidup dengan bahagia.
Dari kisah mereka. Pesan yang kita petik adalah, kita jangan menghindari dan tidak mau
berteman dengan orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Karna kita tidak akan tertular jika kita tidak
ada kontak cairan secara langsung. Kita harus memberi mereka kekuatan dan meyemangati
mereka, agar mereka dapat menikmti hidup mereka dengan tidak hanya bersedih dengan apa
yang mereka derita. Jangan merasa malu berteman dengan mereka yang merupakan saudara
kita. Dan jangan kita mendeskriminasi mereka.
A. DEFINISI
Gastro enteritis atau Diare adalah pengeluaran feses yang lunak dan cair disertai sensasi
ingin defekasi yang tidak dapat ditunda. (Grace, Pierce A &Borley, Neil R, 2006).
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi (Wong, 2001).
Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala kelainan sistem
pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien mengalami kehilangan cairan dan
elektrolit melalui tinja dengan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih
dari tiga kali pada anak dengan konsistensi feses cair, dapat berwarna hijau bercampur lendir
atau darah, atau lendir saja.
Diare dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan kualitas
defekasi.
2. Diare Kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari dua minggu
B. ETIOLOGI
Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).
1. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun adanya infeksi.
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan Salmonella serta
Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus urinarius dan
pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotik, toksin yang teringesti,
iriitable bowel syndrome, enterokolitis, dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit kronis,
penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau higiene buruk, pengolahan dan
penyimpanan makanan yang tidak tepat.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus, menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan kapasitas untuk
absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit pembahasan
penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh gangguan malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis, misalnya
ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi usus oleh saraf
parasimpatis. Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh pengeluaran feses dalam jumlah
sedikit tetapi sering. Penyebab diare jenis ini antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan
penyakit Crohn. Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikogenik (Elizabeth J.
Corwin, 2007).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak,
nyeri perut.
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
- Demam.
2. Diare kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
- Penurunan BB dan nafsu makan.
- Demam indikasi terjadi infeksi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis mengarahkan dengan
adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi patokan untuk tingkat
keparahan penyakit namun tidak spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C. Difficile ditemukan
pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala
disertai ditemukannya toksin, bukan berdasarkan ditemukannya organisme saja.
- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan prioritas diagnosis
klinis yang paling mungkin:
- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi darah, tes
khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12 dan folat. Fungsi tiroid.
Antibodi endomisial untuk penyakit siliaka.
- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum menyingkirkan giardiasis.
- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan Sudan
black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih sulit, kadar lemak
tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi pankras, sebainya
diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau
CT pankreas.
- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan penyakit seliaka dan
giardiasis.
- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih
menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan ketika
mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan kolitis mikroskopik (misalnya kolistik
limfositik, kolitis kolagenosa).
- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan berlebihan bakteri
pada usus halus (laktulosa).
- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn atau
bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan terakhir daftar
pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan cara paling tepat untuk
membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.
- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormonharus dilakukan
pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan belum
mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk Salminella typhi,
S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada riwayat perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit (ameba, Giardia) dan
kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter, Clostridium difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer (atau kolitis ameba).
Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan menyembuhkan
penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan glukosa
oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.
Penatalaksanaan diare akut pada anak:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 2 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup
banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar
kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya
ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan cara/rumus:
c.Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus =
((BJ Plasma – 1,025)xBBx4ml) : 0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
- Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
- Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
- Diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang
tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas kebutuhan kalori,
kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.
Kebutuhan kalori
a. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB
b. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan
c. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB
d. BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
e. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)
3. Obat-obatan
Tabel antidiare
Pemakaian dan
Obat Dosis
pertimbangan
Opiat
Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
tts, q.i.d. dicampur dengan air nonspesifik. Obat golongan II
Camphorated: 5-10 mL, 1-4
kali/ hari
Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ hari Untuk diare. Obat golongan
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4 kali/ III
hari
Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare
Agen-agen opiat
related
Difenoksilat dengan D: PO: 2,5-5 mg, b.i.d,q.i.d. Untuk diare akut, nonspesifik.
atropin (Lomotil) Obat golongan V.
Anak >2 thn: 0,3-0,4 mg/kg, Dosis untuk anak bervariasi
setiap hari dalam dosis terbagi sesuai dengan umur.
4 atau 2 mg, 3-5 kali setiap
hari
Loperamid (Imodium) D: PO: M: 4 mg, kemudian 2 Untuk diare. Obat bebas
mg setelah buang air cair. terbaru. Kategori kehamilan
Tidak melebihi 16 mg/ hari. B. Tidak mempengaruhi SSP.
A (5-8 thn) PO: 2 mgg, dosis Kurang dari 1% yang
dapat diulangi, tidak melebihi mencapai sirkulasi sistemik.
4 mg/ hari
Adsorben
Kaolin-Pektin Sesuai dengan label Untuk diare. Diberikan
(Kaopectate) setelah setiap kali buang air
cair. Obat bebas.
Garam-garam bismut Sesuai dengan label Untuk diare, gangguan
(Pepto-Bismol) lambung. Dalam bentuk cair
atau tablet.
Kombinasi
Difenoksilat dengan Lihat agen-agen opiat related Lihat agen-agen opiat related
atropin (Lomotil)
Parepektolin Sesuai dengan label Mengandung paregorik dan
kaopecatate
Donnagel D: PO: M: 30 mg, kemudian Mengandung atropin dan
15-30 mg setelah setiap kali kaopectate
buang air cair
A: PO: 5-10 mg setelah setiap
kali buang air cair
Donnagel P-G D: PO: 15 mg, setiap 3 jam Mengandung opium, atropin,
dan kaopectate
Kunci: D: Dewasa; A: Anak-anak; PO: Per Oral; M: Mula-mula; TR: tingtur; >: lebih
dari; tts: tetes.
G. ANALISA DATA
Masalah
Diagnosa
No Data Fokus Keperawata Etiologi
Keperawatan
n
1. Batasan karakteristik : Kekurangan Output Kekurangan volume
Perubahan status volume berlebih cairan berhubungan
mental cairan dengan output berlebih
Penurunan tekanan (00027)
darah
Penurunan tekanan
nadi
Penurunan turgor
kulit
Penurunan
haluaran urine
Membran mukosa
kering
Kulit kering
Peningkatan
hematokrit
Peningkatan suhu
tubuh
Peningkatan
frekuensi nadi
Peningkatan
konsentrasi urine
Penurunan berat
badan
Haus
Kelemahan