You are on page 1of 30

ANSIETAS

Disusun oleh :

Archi Cherrya Oktiandini

03011042

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 27 FEBRUARI – 1 APRIL 2017
JAKARTA

0
BAB I

PENDAHULUAN

Kecemasan atau ansietas didefinisikan sebagai gangguan perasaan subjektif


di mana individu tersebut merasa tidak nyaman, ketakutan, dan kekhawatiran terus
menerus, dapat mengindikasikan kondisi psikiatrik primer atau dapat juga berupa
reaksi atau komponen dari penyakit medis primer.1 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh ADAA (Anxiety And Depression Asociation of America) sekitar 18 %
penduduk Amerika pada usia 18 tahun keatas menderita gangguan cemas.
Kecemasan dapat disebabkan gangguan organik dan psikogenik seperti fobia sosial,
agoraphobia, gangguan obsesi-kompulsif, gangguan stress pasca trauma dan
gangguan cemas menyeluruh.1,2

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan, Indonesia memiliki


prevalensi gangguan mental emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat
berumur di atas 15 tahun mencapai 11,6 persen. Akibatnya Indonesia mengalami
kerugian ekonomi mencapai Rp 20 triliun. Kerugian tersebut berupa hilangnya
produktivitas seseorang serta beban ekonomi dan biaya kesehatan yang harus
ditanggung keluarga dan negara.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Cemas/Ansietas adalah perasaan tidak enak, disertai gejala otonom, dimana


orang menjadi gelisah. Ansietas/cemas adalah tanda waspada akan adanya bahaya
dan mempersiapkan orang untuk menghadapi ancaman internal yang tidak
diketahui, samar atau konfliktual. Cemas mempunyai maksud lifesaving, mencegah
kegagalan seseorang dengan cara mewaspadai/mengantisipasi dan mengambil
tindakan yang tepat.4

2.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 40 juta orang dewasa di Amerika Serikat mengalami gangguan
kecemasan ketika usia 18 tahun keatas atau 18% dari total penduduk. Jenis
kecemasan yang paling sering dialami yaitu Generalized anxiety disorder (3,1%) dan
Panic Disorder (2,7% ). Perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk
gangguan kecemasan yaitu 3 : 2.5 Sedangkan di indonesia prevalensi gangguan
mental emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat berumur di atas 15
tahun mencapai 11,6 persen.6

2.3 ETIOLOGI
Penyebab gangguan cemas multifaktorial, faktor biologis, psikologis, dan
sosial. Faktor biologis kecemasan akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan
dan terjadi pelepasan katekolamin.7

2.4 PATOFISIOLOGI7

Teori Psikoanalitik

Sigmund Freud menyatakan dalam bukunya “1926 Inhibitons, Symptoms,


Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan
yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan

2
sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil
tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas
tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul
sebagai serangan panik.

Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respons dari stimulus lingkungan yang
spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang
memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu
ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.
Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.

Teori Eksistensi

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas


yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di
dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respons mereka terhadap
rasa kekosongan eksistensi dan arti.

Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari


timbulnya cemas yang patologis antara lain:

 Sistem saraf otonom


 Neurotransmiter
Sistem Saraf Otonom

Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom


adalah:

 sistem kardiovaskuler (palpitasi)


 muskuloskeletal (nyeri kepala)
 gastrointestinal (diare)
 respirasi (takipneu)
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks
serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.

3
Neurotransmiter

1. Norepinephrine
Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan cemas, adalah
pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk
terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak.

2. Serotonin
3. GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-
obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA
tipe A.

Korteks Serebri

Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal,


cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan
cemas.

Sistem Limbik

Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik


juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada
primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan
takut.

2.5 KLASIFIKASI GANGGUAN ANSIETAS


Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)7

(1) Gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia;

(2) Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik;

(3) Fobia spesifik dan sosial;

(4) Gangguan Obsesif-Kompulsif;

(5) Post Traumatic Stress Disorder (PTSD);

4
(6) Gangguan Stress Akut;

(7) Gangguan Ansietas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).

(8) Gangguan Ansietas Akibat Keadaan Medis Umum

(9) Gangguan Ansietas Yang diinduksi Zat

(10) Gangguan Ansietas Yang Tidak Tergolongkan

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V)8:

2.5.1 GANGGUAN PANIK7

Definisi Gangguan Panik

Gejala takut atau tak nyaman yang khas, akut dan dramatik. Terdiri dari
minimal 4 dr 13 gejala, yang terjadi dalam beberapa menit sampai 10 menit
(mencapai puncak gejala). Bisa terjadi pd pasien dengan / tanpa cemas kronis.
Timbul tiba-tiba atau bersifat “cemas antisipatorik”. Beberapa kali per
hari/minggu/bulan , atau hilang berbulan-bulan. Lebih banyak pada wanita dibanding
pria 2 : 1.

5
Gejala otonom : berdebar-debar, nyeri dada, gemetar, rasa tercekik, nyeri
abdomen, keringat, pusing, disorganisiasi, bingung, takut mati.

Kriteria Serangan Panik :


Periode yang nyata akan suatu ketakutan yang sangat atau perasaan tak nyaman,
paling sedikit 4 (atau lebih) dari gejala di bawah ini, yang terjadi secara tiba-tiba dan
mencapai puncak dalam 10 menit :
1. palpitasi, berdebar,atau meningkatnya denyut jantung

2. berkeringat

3. gemetar

4. merasa sesak nafas, nafas jadi pendek

5. merasa tercekik

6. nyeri atau tak enak di dada


7. mual atau rasa tak enak di perut.
8. merasa pusing, tak seimbang, kepala terasa ringan atau pingsan
9. derealisasi (merasa sekitarnya tidak nyata / berubah) atau depersonalisasi
(merasa dirinya bukan dirinya)
10. takut kehilangan kendali atau menjadi gila
11. takut mati
12. parestesia (kesemutan)
13. menggigil atau hot flushes

Kriteria diagnosis Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia


A. Terdapat keduanya :
1) serangan panik tidak terduga dan berulang
2) paling sedikit selama satu bulan atau lebih, terdapat satu atau lebih dari
dibawah :
a) perhatian menetap tentang adanya serangan ulang
b) cemas akan pengaruh serangan atau akibatnya (misal hilang kendali,
mendapat serangan jantung, “menjadi gila”)

6
c) perubahan bermakna dalam perilaku yang terkait pada serangan
B. Ada atau tidak ada Agorafobia
C. Tidak akibat faktor fisiologis langsung dari zat (penyalahgunaan zat, pengobatan)
atau kondisi medik umum (hipertiroidism)
D. Bukan akibat gangguan mental lain seperti fobia sosial, fobia khusus / spesifik,
obsesif-kompulsif, Posttraumatic Stress Disorder atau Separation Anxiety
Disorder.

Kriteria Diagnosis Agorafobia :


A. Ansietas / Cemas bila berada di tempat atau situasi,dimana dia sulit
melarikan diri ( atau memalukan ) ; atau dimana tidak ada pertolongan bila
terjadi serangan panik yang tidak terduga, atau situasi yang merupakan
predisposisi terjadinya serangan panik , atau terjadi gejala mirip panik,
Tipe-2 situasi agorafobik yang menakutkan berupa: diluar rumah sendiri,
berada ditempat ramai , berdiri dalam antrian / barisan , diatas jembatan ,
bepergian naik bis / kereta api / mobil .

Pertimbangkan diagnosa Fobia spesifik jika penghindaran nya terbatas


pada satu atau hanya sedikit situasi spesifik , atau Fobia sosial bila
penghindarannya terbatas pada situasi social.

B. Situasi fobik bisa dihindari ( eg. Membatasi bepergian ) ; atau dihadapi


dengan distress nyata, dengan cemas mengalami serangan panik / gejala
mirip panik, atau memerlukan hadirnya seorang teman..
C. Kecemasan atau menghindari situasi fobik tidak disebabkan oleh
gangguan mental lainnya, misalnya
 Fobia sosial ( e.g. penghindaran terbatas pada situasi sosial karena
takut malu / dipermalukan ),
 Fobia spesifik ( e.g penghindaran terbatas satu situasi spesifik,
misalnya elevator / lift ).
 Gangguan Obsesi Kompulsif ( e.g. saat terpapar kotoran jadi obsessi
terkontaminasi ) .
 Gangguan Sress Pascatrauma (e.g. sebagai respon terhadap stimulus
yang berkaitan dengan suatu stressor berat ) .

7
 Gangguan cemas perpisahan ( e.g.mengindari meninggalkan rumah
atau keluarganya)

Gangguan Panik dengan Agorafobia


Cemas bila berada di tempat/situasi di mana sulit/mustahil melarikan diri atau
sulit mendapat pertolongan bila terjadi serangan panik/serangan mirip panik (tiba2
diare,pusing). Ia menghindari : berada sendirian di luar/dlm rumah, di kerumunan
orang, naik mobil, bis, pesawat terbang, di dalam lift.

Agorafobia tanpa riwayat Panik


Adalah agoraphobia yang berkaitan dengan ketakutan timbulnya serangan
mirip panik. Gejalanya sama dengan gangguan panik dengan agoraphobia, kecuali
adanya rasa “ketidak-mampuan”(misalnya tidak dapat menahan kencing, muntah di
muka umum); ketakutan akan terjadinya serangan panik yang sangat memalukan
(beberapa dari 13 gejala panik). Tidak memenuhi persyaratan G.Panik. Bukan
akibat penggunaan zat atau akibat kondisi medik umum.

Penatalaksanaan Gangguan Panik

Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita
memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-
obatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu,
psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang
mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas

a. Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat
anti depresi dan obat anti cemas:

1. SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa


macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,
escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung

8
kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat
mencegah kekambuhan
2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6
minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai
akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum
golongan SSRI.

b. Psikoterapi
Terapi Relaksasi

Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan
menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari.
Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam
proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.
Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.

Terapi Kognitif Perilaku

Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu


membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya
dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.

Psikoterapi Dinamik

Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar
menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien lebih
banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini
memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini
tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta
kesabaran kedua belah pihak.

9
Prognosis Gangguan Panik

Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita


dengan fungsi premorbid yang baik sertai durasi serangan yang singkat bertendensi
untuk prognosis yang lebih baik.

2.5.2 FOBIA7

Definisi Fobia

Fobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan. Fobia
adalah suatu ketakutan yang tidak irasional yang menyebabkan penghindaran yang
disadari objek, aktifitas / situasi yang ditakuti. Reaksi fobia menyebabkan gangguan
pada kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupannya. Fobia dibedakan
dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi ketakutan yaitu agorafobia, fobia
spesifik, dan fobia sosial.

Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu
objek atau situasi. Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial adalah
rasa takut yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa malu dalam berbagai
lingkungan sosial.

Pedoman Diagnosis Fobia

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Fobia Spesifik

Revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders


(DSM-IV-TR), menggunakan isitilah fobia spesifik untuk dicocokkan dengan hasil
revisi kesepuluh dari International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems (ICD-10).

10
DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK

A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan,
ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan,
melihat darah).

B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan


segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau
predisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis,


tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau
dengan penderitaan yang jelas.

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang


ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan


objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain,
seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran
dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma
(misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang
berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia
Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu),
Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat
Gangguan Panik.

11
Sebutkan tipe :

 Tipe Binatang

 Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

 Tipe Darah, Injeksi, Cedera

 Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)

 Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap


penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter
bertopeng).

Dalam tabel ini, kriteria A dan B telah disebutkan di dalam DSM-IV-TR untuk
memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat
mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan
panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia darah-
suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respons yang
berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi.
Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang menjadi
stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :

Acrophobia Takut akan ketinggian

Agoraphobia Takut akan tempat terbuka

Ailurophobia Takut akan kucing

Hydrophobia Takut akan air

Claustrophobia Takut akan tempat tertutup

Cynophobia Takut akan anjing

Mysophobia Takut akan kotoran dan kuman

Pyrophobia Takut akan api

12
Xenophobia Takut akan orang yang asing

Zoophobia Takut akan hewan

Fobia Sosial

Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial dapat
diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia sosial
yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi, prognosis, dan
respons terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia sosial bila gejala
yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi karena rasa malu dari
kelainan mental atau non-mental.

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia

A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau
kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan
atau memalukan.

Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya


untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam interaksi
dengan orang dewasa.

B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan


kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai
dipredisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism


tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang
asing.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.

13
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi adalah
dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang


ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat
penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung dari
zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya, Gangguan
Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas Perpisahan, Gangguan
Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif, atau Gangguan
Kepribadian Skizoid).

H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya
misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau Bulimia
Nervosa.

Sebutkan Jika :

Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga


pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

Penatalaksanaan Fobia

Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi


dan berbagai modalitas terapi lainnya.

Terapi Perilaku

Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi
perilaku. Kesuksesan terapi ini bergantung pada :

14
 Komitmen pasien dengan terapi
 Permasalahan dan tujuan terapi yang jelas
 Berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani masalah.
Terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi sistematis,
dimana pasien dipajankan dengan stimuli-stimuli yang berkekuatan menimbulkan
cemas yang paling rendah hingga yang paling kuat. Dengan penggunaan obat-obat
antianxietas, hipnosis, dan instruksi relaksasi otot, pasien diajarkan untuk
membentuk suatu mekanisme respon yang baru terhadap stimulus-stimulus
tersebut. Selain itu,, terdapat terapi perilaku yang lain yakni image flooding, dimana
pasien dipajankan dengan gambar-gambar stimulus cemas sampai pada masa
dimana pasien tidak merasakan cemas lagi.

Psikoterapi

Dahulu psikiater-psikiater percaya bahwa psikoterapi merupakan terapi yang


terutama, namun dengan seiring berjalannya waktu, psikiater dihadapkan pada
kenyataan bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang timbul dari respon
pasien terhadap stimulus tersebut. Kemudian para psikiater berinisiatif untuk
menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber kecemasannya.

Terapi Lainnya

Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga berguna pada terapi gangguan
fobia. Hipnosis digunakan untuk meningkatkan sugesti ahli terapi bahwa objek fobik
tidaklah berbahaya, dan teknik hipnosis diri diajarkan pada pasien sebagai metode
relaksasi jika berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi suportif dan terapi
keluarga berguna dalam membantu pasien secara aktif menghadapi objek fobik
selama pengobatan. Obat-obatan seperti antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat
berguna pada pasien dengan fobia spesifik, benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi
kombinasi dapat digunakan pada kasus fobia spesifik. Pasien dengan fobia sosial,
psikoterapi dan farmakoterapi berguna untuk menangani gangguan fobia sosial.
Menggabungkan kedua bentuk terapi diduga meningkatkan efektivitas terapi. Obat-
obatan yang dapat digunakan pada fobia sosial berupa :

 Selective Serotonin Reuptake Inhibitor


 Benzodiazepine

15
 Venlafaxine
 Buspirone

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Fobia

Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungan


menjadi kronis dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti depresi,
penyalahgunaan alkohol, dan obat bila tidak mendapat terapi. Menurut National
Institute of Mental Health,

 75% orang dengan fobia spesifik dapat mengatasi ketakutannya dengan


terapi kognitif perilaku
• 80% orang dengan fobia sosial membaik dengan farmakoterapi, terapi kognitif
perilaku atau kombinasi
• Agorafobia dengan gangguan panik yang diterapi :
o 30-40% : bebas gejala untuk waktu yang lama
o 50% : gejala ringan yang tidak menggangu kehidupan
sehari-hari
o 10-20% : tidak membaik
Gangguan fobia ditentukan tergantung ada perilaku fobik apakah dapat
mengganggu kemampuan seseorang berfungsi, ketergantungan finansial pada
orang lain dan gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan dan akademik.

2.5.3 GANGGUAN CEMAS MENYELURUH7,8

Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)


merupakan kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala
somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
atau penderitaan yang jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang dialami
adalah ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan
kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

16
Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :

A. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan),


terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling kurang 6 bulan, tentang
sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti pekerjaab atau prestasi sekolah).
B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.
C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih)
dari enam gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi lebih
banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan : Hanya satu
gejala yang diperlukan pada anak-anak.

Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :

1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas


2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau tidur
yang gelisah dan tidak memuaskan)
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran
utama gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan
suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu di depan
umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada Gangguan
Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada
Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan (seperti pada
Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik (seperti pada
Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara
eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.

17
E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama suatu Gangguan
Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan Pervasif.

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh

a) Farmakoterapi9
Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan


dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi, Penggunaan
sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah
terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6
minggu.

Buspiron

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding dengan


gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya
baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita yang sudah
menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan
buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat
efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.

SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada


fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif
terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.

18
b) Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi


kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
dan biofeedback.

Terapi Suportif

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang


ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah


sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak
tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.

Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang


mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

2.5.5 GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF7,8

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menganggu
(intrusif). Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan,
dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindari.

19
Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan
kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa
untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat.

Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari


irasionalitas dari obsesi dan merasaka bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-
distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan
dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga.

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR

A. Salah satu obsesi atau kompulsi :


Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :

1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami,
pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai,
dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau
bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah
hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran)

20
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :

1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau


tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam
hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi
secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan;
akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan
cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan
atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal ini
tidak berlaku untuk anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas, menghabiskan
waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas
normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau kegiatan atau hubungan
sosial biasanya.
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada
Gangguan Makan; mencabut rambut yang terdapat pada Trikotilomania;
perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan Dismorfik Tubuh;
preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu Gangguan Penggunaan
Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada
Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual yang
terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah yang terdapat pada
Gangguan Depresi Mayor.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan Jika :

Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang
tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

21
Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor


biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan
terapi perilaku.

Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif berupa


SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine,
sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine yang terbukti
paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya. Obat-obatan
tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa rasa mual,
gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient sehingga tidak
terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine perlu diperhatikan
pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan sistem
gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi berat. Bila
terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan beberapa obat
lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine, pindolol, dan obat-
obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai tambahan.

Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat


berupa exposure and response prevention dimana pasien dipajankan dengan
stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan kompulsifnya.
Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat
digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan
dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-obatan,
psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien yang tinggi.
Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup sehingga
pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi yang
dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu seorang
pasien dalam terapinya.

Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-


konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus
gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 % pasien.

22
Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana menanamkan
elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-terapi ini dilakukan
dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya adalah
kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif

Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya
muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang
menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga.
Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat.
Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien
mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap
dan terus-menerus ada.

Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,


sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya
menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan
depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko
bunuh diri.

Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa kanak,
kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas
dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan
adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya
prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik,
adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang episodik.

23
2.5.6 Post Traumatic Stress Disorder7,8

Gejala gangguan mental, akibat suatu stress yang sangat berat yang dialami
individu; berupa ketakutan dan tidak berdaya, secara persisten hidup kembali dalam
keadaan traumatik dan mencoba melupakannya.
Berlangsung lebih dari satu bulan dan mengakibatkan gangguan bermakna
pada fungsi keluarga dan pekerjaan.

Etiologi
Mengalami atau terancam dalam perang, siksaan, bencana alam,
penyerangan, perkosaan atau kecelakaan serius. Saat mengalaminya, bisa terjadi
alexithymia (tidak mampu mengenali/mengatakan perasaannya).

Gambaran klinis
Emosi tumpul, perilaku menghindar, sering sangat tegang. Selama beberapa
bulan atau tahun. Merasa bersalah, menyangkal dan terhina. Mungkin ada disosiasi
dan serangan panik, ilusi atau halusinasi. Gangguan daya ingat dan perhatian.
Kadang ada agresivitas, kekerasan, gangguan kendali impuls, depresi dan
penyalahgunaan zat.

Kriteria Diagnosis Gangguan Stres Pasca Trauma


A. Orang yang dipaparkan (terpajan) pada suatu peristiwa traumatik , dimana ada
2 dari berikut ini :

(1) Orang yang mengalami, menyaksikan, atau yang dikonfrontasikan /


dihadapkan pada 1 atau lebih peristiwa yang nyata menyebabkan ancaman
kematian,atau cedera berat, atau mengancam integritas dirinya atau orang -2
lain .
(2) Respon orang tersebut berupa merasa sangat takut, tidak ada pertolongan ,
atau rasa ngeri (horror) yang hebat.
B. Peristiwa traumatik secara persisten/menetap dihayati kembali dengan 1 (atau
lebih) cara berikut ini

(1) Ketegangan (Distress) yang persiten dan intrusif bila mengingat kembali
(rekoleksi) peristiwa itu. Rekoleksi meliputi images, pikiran atau persepsi.
(2) Mimpi yang menakutkan/menegangkan dan berulang tentang peristiwa itu.
(3) Merasakan atau berperilaku seperti saat peristiwa traumatik sedang
terulang lagi. (berupa penghayatan peristiwa itu terjadi lagi, ilusi, halusinasi;
dan episode kilas balik dissosiatif , termasuk yang terjadi saat bangun tidur
atau intoksikasi alkohol ).

24
(4) Ketegangan psikologis yang kuat akibat paparan terhadap tanda internal
atau eksternal yang menyimbolkan atau mirip suatu aspek peristiwa
traumatik.
(5) Ada reaktifitas fisiologis akibat paparan/pajanan terhadap tanda internal
atau eksternal yang menyimbolkan / mirip suatu aspek peristiwa traumatik.
C. Penghindaran terus menerus terhadap stimulus yang berkaitan dengan
trauma,dan penumpulan menyeluruh responsitas (sebelum trauma tidak ada),
seperti yang ditunjukkan oleh 3 ( atau lebih ) berikut ini :

(1) Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan, pembicaraan yang berkaitan


dengan trauma.
(2) Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat atau orang yang membangkitkan
penghayatan kembali (ulang) trauma.
(3) Ketidak mampuan mengingat kembali suatu aspek penting dari trauma.
(4) Penurunan minat dan partisipasi ikut kegiatan-2 penting.
(5) Perasaan tersingkir (detachment ) atau terpisah (estrangement) dari orang
lain.( merasa terasing dari orang lain )
(6) Responsivitas afek terbatas (eg. tidak bisa menghayati perasaan cinta).
(7) Merasa masa depannya suram/tak berarti ( eg. tidak peduli/tidak
mengharap pada : karier nya; perkawinan; anak-anak ; atau cara hidup
yang normal )
D. Gejala peningkatan ketegangan yang menetap (tidak ada sebelum trauma);
seperti yang ditunjukkan oleh 2 ( atau lebih ) berikut ini :

(1) Sulit memulai tidur, atau sulit mempertahankan tidur (mudah terbangun)
(2) Irritabilitas atau ledakan amarah.
(3) Sulit konsentrasi.
(4) Hypervigillance (mudah terkejut atau terjaga)
(5) Respon terkejut/terjaga yang berlebihan ( exaggerated startle response ).
E. Durasi gangguan harus lebih dari 1 bulan ( gejala2 kriteria B, C dan D )

F. Gangguan menyebabkan ketegangan/distress dan hendaya nyata dibidang


sosial, pekerjaan , atau fungsi penting lainnya.

Tipe khusus :

25
Akut : jika durasi gejala kurang dari 3 bulan ( setelah stressor ).

Kronik : jika durasi gejala 3 bulan atau lebih ( setelah stressor ).

Dengan onset lambat : jika onset gejala terjadi se-kurang-2nya 6 bulan setelah
stressor .

Diagnosis banding : Organik (epilepsy, alkoholisme, penyalahgunaan zat).


Gangguan mental : gangguan nyeri, penyalahgunaan zat, cemas dan gangguan
afek, gg disosiasi, gangguan kepribadian ambang, gg buatan, malingering.

Terapi :
Farmakoterapi :

 Imipramin dan amitriptyline. Durasi 1 tahun sebelum dihentikan.

 SSRI, MAOI, trazodone,

 Antikonvulsan (carbamazepine, asam valproate),

 clonidin, propanolol.

 Alprazolam.
Psikoterapi :
 Psikoterapi psikodinamik, rekonstruksi kejadian traumatik dengan abreaksi
asosiasi dan katarsis.

 Terapi perilaku,

 Terapi kognitif,

 hypnosis.

Penyulit PTSD : bisa terjadi antara 1 minggu sampai 30 tahun setelah trauma.

2.5.7 Gangguan Stress Akut7,8

Gejalanya sama dengan PTSD, kecuali timbul dalam kurun waktu kurang dari
4 minggu dan berlangsung selama 2 hari - 4 minggu.

26
Kriteria diagnosis Gangguan stress akut :
A. Orang yang dipaparkan pada suatu peristiwa traumatik akan mengalami 2 dari
berikut ini :
(1) Orang yang mengalami, menyaksikan, atau yang dihadapkan pada 1 atau
lebih peristiwa yang nyata menyebabkan ancaman kematian , atau cedera
berat, atau mengancam integritas dirinya atau orang lain .
(2) Respon orang tersebut berupa ketakutan yang dahsyat, rasa
ketidakberdayaan / tidak ada pertolongan , atau rasa ngeri ( horror ) yang
hebat.
B. Selama dan/atau sesudah mengalami peristiwa yang sangat menegangkan ,
individu mengalami 3 (atau lebih) gejala dissosiatif berikut ini :

(1) Perasaan subyektif berupa penumpulan, tidak terlibatnya, atau hilangnya


respon emosional .
(2) Penurunan kewaspadaan terhadap lingkungannya (seperti
terpaku/terpana/terkesima)
(3) Derealisasi.
(4) Depersonalisasi.
(5) Dissosiative amnesia (Ketidakmampuan mengingat aspek penting trauma ).
C. Peristiwa traumatik secara persisten dihayati/dialami kembali dengan 1 (atau
lebih) cara berikut ini

o Pengulangan : images , pikiran, ilusi, episode kilas-balik , atau


o Penghayatan kembali pengalamannya , atau
o Distress pada paparan yang mengingatkan pada peristiwa traumatik.
D. Jelas-jelas menghindari stimuli yang membangkitkan ingatan-ingatan akan
trauma ( ingatan, perasaan, pembicaraan, aktivitas, tempat, orang ).

2.6 Ansietas pada prajurit militer


Berdasarkan studi A retrospective study of anxiety disorder diagnoses in the
military from 2000 to 2009, didapatkan bahwa jenis gangguan ansietas yang paling
banyak didapatkan pada prajurit militer adalah Anxiety Not Otherwise Specified
(ANOS) yaitu 0,8 per 100 anggota. Diikuti dengan PTSD yaitu 0,5 per 100 anggota.

27
BAB III

KESIMPULAN

Keadaan stres, konflik-konflik yang kompleks menjadikan pencetus stres bagi


individu maupun masyarakat sendiri. Secara subyektif kecemasan itu bagi
kebanyakan orang adalah perasaan yang tidak enak, yang perlu secepat-cepatnya
ditangani.
Secara objektif kecemasan itu merupakan suatu pola psikobiologik dengan
fungsi pemberitahu (alarm) adanya bahaya, dengan mengakibatkan suatu
perencanaan tindakan yang efektif, ialah suatu usaha penyesuaian diri terhadap
trauma psikis, krisis dan konflik. Apabila perencanaan dalam penyesuaian diri ini
berjalan dengan baik maka kecemasan akan berkurang, tetapi apabila perencanaan
ini berlangsung tidak baik kecemasan bahkan akan bertambah hebat.

Untuk itu dalam menghadapi kecemasan orang dapat mengadakan reaksi


sebagai berikut : secara sadar menghadapinya dan berusaha meniadakan atau
memperkecil kekuatannya dengan jalan rasionalisasi.

Secara tidak sadar orang dapat menghadapinya dan berusaha meniadakan


atau memperkecil kekuatannya dengan jalan rasionalisasi.

Secara tidak sadar orang dapat menempuh 2 jalur :

a. Dengan menggunakan mekanisme pembelaan, yang kita lihat pada reaksi


fobik dan rekasi obsesi.
b. Dengan menggunakan mekanisme konversi.

Bentuk – bentuk gangguan anxietas sendiri berupa gangguan panik,


gangguan fobik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma,
gangguan stres akut, gangguan anxietas menyeluruh. Terapi yang dianjurkan adalah
manajemen krisis, farmakoterapi dan psikoterapi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison, T.R; Resnick, W.R; Wintrobe, M.M; Thorn, G.W; Adams, RD et al.,
2005. Mc Graw Hill: New York.
2. Kaplan, B.J., Sadock, V.A, 2005, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry
:Behavioral. Jakarta: EGC.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Riset Kesehatan Dasar.
2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia.
4. Carpenito LJ. 2001. Anxiety. In: Carpenito LJ, . Nursing diagnosis and
application to clinical practice. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
5. ADAA (Anxiety And Depressio Asociation of America) . 2013.
http://www.adaa.org/about-adaa/press-room/facts-statistics [Accessed on
March 8th 2017]
6. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
7. Sadock BJ, Sadock VA: Kaplan & Sadock’s Buku Ajar Psikiatri Klinis 2th.ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2013:230- 67.
8. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM -IV - TR, 2005 :
209 -223
9. Stahl SM: Essential Psychopharmacology Neuroscientific Basis and Practical
Applications 2nd ed Cambridge University Press . 2002 : 300

29

You might also like