You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan
(terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). Menurut Smeltzer
dan Bare efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Definisi
lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang mengganggu system
pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis daris suatu penyakit, melainkan hanya
merupakan gejalan atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,2008).
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu system
pernafasan. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis yang
jika ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (WHO).
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang yang jarang
terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
B. Etiologi Efusi Pleura : (Mansjoer, 1999)
Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura
melebihi reabsorbsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmer
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang berbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga selmesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang
paling sering adalah mikrobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal
dari saluran getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberculosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi proteincairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragi (Muttaqin, 2008):
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri) sindoroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis),
sindroma vena kava sperior, tumor dan sindroma Meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi, dan penyakit kolagen.
3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis dan kanker paru.
C. Manifestasi Klinik (Brunner & Suddarth, 2000)
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan
yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada
(biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau
bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama
sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) batuk kadang berdarah
b) demam, menggigil
c) pernafasan yang cepat
d) Lemas progresif disertai penurunan BB
e) Asites
f) Dipsnea
D. Evaluasi Diagnostik (Muttaqin, 2008)
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc
tidak bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa
penumpukan kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun
cairan pleura lebih dari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan
diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan
dengan foto thoraks lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus).
a. Pemeriksaan Radiologi

b. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura
melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui
adanya sel- sel ganas atau kuman- kuman penyakit (biasanya
kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
c. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke kapasitas
total paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis tahap lanjut.
Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru- paru
dengan usaha inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800 ml.
(Syaifuddin, 2009)
d. Pemeriksaan laboratorium
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisa cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan
hemoragi, eksudat, dan transudat.
• Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan
tuberculosis.
• Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan
perikarditis konstriktif.
• Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
e. Pemeriksaan darah

Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit


yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan
normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.

f. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya


kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria
BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan.

E. Patofisiologi dan Web of Causion (WOC) secara teoritis


Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (akibat samping )terhadap
peradangan atau adanya neoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura
perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang
elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan pneumotoraks .
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus),
jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya
secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan
cairan yang berada dalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi
cairan tadi oleh kelenjar limfe dipleura mengakibatkan pengumpulan cairan
yang abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom,
malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorsi
yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan
onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk
kedalam rongga pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada
kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume dalam batas pernafasan
normal dinding dada cenderung recoil keluar sementara paru-paru cenderung
untuk recoil kedalam.
Patway

F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (Brunner & Suddarth, 2000)


Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyabab yang mendasari
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan rasa
tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang
mendasari.

1) Torasentesis, ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan


pengosongan cairan. Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah: (1)
menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura, (2) bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif
atau gagal, (3) bila terjadi reakumulasi cairan.

2) Selang dada dan drainase water –seal mungkin diperlukan untuk


pneumotoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang).
Water Seal Drainase
WSD (Water Seal Drainase) adalah suatu unit yang bekerja sebagai
drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Indikasi :
- Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus.
- Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca
bedah thorak
- Efusi pleura
- Empiema Karen penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
Tujuan pemasangan WSD:
• Untuk mengeluarkan udara, caiaran atau darah rongga pleura.
• Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
• Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap
sebagian.
• Untuk mencegah reflex drainase kembali kedalam rongga dada.
Tempat pemasangan WSD:
a. Apical
Letak selang pada interkosta III mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-V1 atau interkostal VIII-IX mid
aksiller
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

Jenis WSD:
1. Sistem 1 botol .sistem drainase ini paling sederhana dan
sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
2. System dua botol pada system ini btol pertama
mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol
waterseal
3. System tiga botol , botol penghisap control ditambahkan
kesistem dua botol.sistem tiga botol ini paling aman untuk
mengatur jumlah penghisapan.
Komplikasi pemasangan WSD:
1. Komplikasi primer: perdarahan, edema paru, tension
pneumotoraks, atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder: infeksi, emfiema

3) Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang


pl;eura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
4) Modalitas pengobatan lainnya: Radiasi dinding dada, operasi
pleurektomi dan terapi diuretic.

Intervensi Keperawatan
1.Terapkan regimen obat-obatan
a. Siapkan dan posisikan pasien untuk torasentesis.
b. Berikan dukungan sepanjang prosedur.

2. Bantu pasien dalam peredaan nyerinya


a. Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya.
b. Berikan obat nyeri sesuai yang diharuskan dan kebutuhan.

3. Pantau drainase selang dada dan system water-seal ,catat jumlah drainase
pada interval yang diharuskan.

4. Lakukan auhan keperawatan yang berhubungan dengan penyebab yang


mendasari efusi pleural.
G. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

Pengelolaan secara farmakologi efusi pleura tergantung pada etiologi kondisinya.


Sebagai contoh penatalaksanaan nitrat (Nitrogliceryn) dan diuretic (Furosemide)
untuk gagal jantung kongerstif dan edema paru, anti biotic untuk efusi parapneumonia
dan empiema dan anti koagulan untuk (heparin) untuk emboli paru.
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan
terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannya banyak sehingga menyebabkan
penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran
cairan yang terkumpul). Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana
sebiah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis
biasanya dilakukan untuk menegakan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa
dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih
banyak, maka dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui
dinding dada.

Adapun penatalaksanaan pada pasien efusi pleura salah satunya bisa tirah baring,
tujuannya untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktifitas akan
meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula.
Selain itu juga dapat melakukan distraksi. Distraksi adalah teknik mengalihkan
perhatian klien ke hal lain terutama hal yang menyenangkan dengan tujuan untuk
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri.
H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan


menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan
cairan dalam rongga pleura

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intevensi pola


nafas klien dapat normal.

Kriteria evaluasi:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas
normal, pada pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan
adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.

Rencana Intervensi Rasioanl

Identifikasi factor penyebab Dengan mengidentifikasi


penyebab, kita dapat
menentukan jenis efusi pleura
sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat

Kaji kualitas, frekuensi, dan Dengan mengkaji kualitas,


kedalaman pernapasan, serta frekuensi dan kedalaman
melaporkan setiap perubahan pernapsan kita dapat
yang terjadi mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.

Baringkan klien dengan Penurunan diafragma dapat


kondisi yang nyaman, dalam memperluas daerah dada
posisi duduk, dengan kepala sehingga ekspansi paru bisa
tempat tidur ditinggikan maksimal.
60-90o atau miringkan kearah Miring kearah sisi yang sakit
sisi yang sakit dapat menghindari efek
penekanan gravitasi cairan
sehingga ekspansi dapat
maksimal

Observasi tanda- tanda vital Peningkatan frekuensi napas


( nadi dan pernapasan) dan takikardi merupakan
indikasi adanya penurunan
fungsi paru.

Lakukan auskultasi suara napas Auskultasi dapat menentukan


tiap 2-4 jam . kelainan suara napas pada
bagian paru

Bantu dan ajarkan klien untuk Menekan daerah yang nyeri


batuk dan napas dalam yang ketika batuk atau napas dalam.
efektif Penekanan otot- otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.

Kolaborasi dengan tim medis Pemberian O2 dapat


lain untuk pemberian O2 dan menurunkan beban pernapasan
obat-obatan serta foto thoraks dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thoraks, dapat di
monitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru

Kolaborasi untuk tindakan Tindakan thorakosentesis atau


thorakosentesis fungsi pleura bertujuan untuk
menghilangkan sesak napas
yang disebabkan oleh akumulasi
cairan dalam rongga pleuraa.

Perubahan nurtisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan,


dispneu, anorexia.

Tujuan : memuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perubahan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria:
- BB meningkat
- Melakukan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan
BB yang tepat

Rencana Intervensi Rasionalisasi

Catat status nutrisi pasien Berguna dalam mendefenisikan


derajat / luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang berguna.

Awasi masukan / pengeluaran Berguna dalam mengukur


dan BB secara periodic keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.

Selidiki anoreksia, mual, Dapat mempengaruhi pilihan diet


muntah, dan catat dan mengidentifikasi area
kemungkinan hubungan pemecahan masalah untuk
dengan obat. Awasi frekuensi, meningkatkan pemasukan /
volume dan konsistensi feses. penggunaan nutrient.

Berikan perawatan mulut Menurunkan rasa tak enak karena


sebelum dan sesudah tindakan sisa sputum atau obat untuk
pernapasan. pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah.

Anjurkan makan sedikit dan Memaksimalkan masukan nutrisi


sering dengan makanan tinggi tanpa kelemahan yang tak perlu /
protein dan karbohidrat. kebutuhan energidari makanan
banyak dan menurunkan iritasi
gaster.

Rujuk ke ahli gizi untuk Untuk mengidentifikasi


komposisi diet. kebutuhan nutrisi individu untuk
meningkatkan penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, MC dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Price, SA & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi
2. Jakarta : Salemba Medika

You might also like