You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Modal Bank


Menurut sastradipoera (2004;297) Modal bank adalah dana yang
diinvstasikan oleh pemilik dalm rangka pendirian badan usaha yang
dimaksudkan untuk memebiayai kegiatan usaha bank disamping memnuhi
peraturan yang di tetapkan.
Dalam peraturan Bank Indonesia bernomor 15/12/PBI/2013 mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, Bank Indonesia membagi
modal menjadi dua:
1. Komponen modal inti (tier 1), yang terdiri atas:
a. Modal inti utama (common equity tier 1), yang berisi instrumen modal
berkualitas tinggi dalam bentuk saham biasa dan tidak memeiliki fitur
preferensi dalam pembayaran dividen atau imbal hasil.
b. Modal inti tambahan (additional tier 1), yang berisi saham preferen atau
instrument utang yang bersifsat subordinasi, tidk memiliki jangka
waktu, pembayaran dividen atau imbal hasil.
2. Komponen modal pelengkap (tier 2), yang berisi instrumen utang yang
bersifat subordinasi, memiliki jangka waktu kurang lebih lima tahun.

Berdasarkan ketentuan tersebut, bank wajib menyediakan modal inti (tier 1)


paling rendah sebesar 6% dari aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) dan
modal inti utama (common equity tier 1) paling rendah sebesar 4,5% dari
ATMR.
1.2 Proftabilitas Bank
Menurut Munawir (2004;33) profitabilitas menunjukan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan
menurut Mahmoedin (2002;20) Profitabilitas ialah kemampuan suatu bank
untuk mendapatkan keuntungan. Myers (1984) dalam “packing order theory”
berpendapat dalam keputusa pendanaan, manjer lebih menyukai menggunakan
modal internal daripada modal untung. Menurut Sartono (2008) rasio
profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
memeperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri. Rasio profitabilitas sangat di perhatikan oleh calon investor dan
pemegang saham karena rasio ini berkaitan dengan harga saham dan dividen
yang akan diterima.

1.2.1 Return On Assets (ROA)


Return On Assets (ROA) adalah satu rasio profitabilitas yang
mampu menunjukan keberhasilan manajemen bank dalam menghasilkan
keuntungan melalui peggunaan asset yang dimiliki. Selain itu ROA juga
sering digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Semakin besar
ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut
dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalm segi penggunaan asset.
Return On Assets (ROA) merupakan perkalian antara factor margin laba
dengan perputaran aktiva. Margin laba menunjukan kemampuan
memeperoleh laba bersih dari setiap penjualan yang diciptakan oleh
perusahaan, sedangkan perputaran total aktiva menunjukan seberapa jauh
perusahaan mampu menciptakan penjualan dari total aktiva yang di
milikimya (Brigham dan Houston,2006;114). Apabila factor tersbut
meningkat (atau keduanya), maka ROA juga akan meningkat. Apabila ROA
meningkat, berarti profitabilitas perusahaan juga meningkat, sehingga
dampaknya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh
pemegang saham.
1.3 Risiko Bank
Resiko Menrut definisi peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.5/8/PBI/2003,pasal 1, ayat 2, resiko adalah potensi terjadinya suatu
peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Menurut Badan Sertifikasi
manajemen resiko (BSMR) dan Global Association Of Risk Profesional
(GARP) (2007;A4), resiko di definisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang
buruk.
Berdasrkan definisi – definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
resiko adalah potensi terjadinya suatu hasil yang merugikan. Kegiatan usaha
bank senantiasa dihadapkan pada resiko – resiko yang berkaitan erat dengan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan
lingkungan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin
kompleksnya resiko kegiatan usaha perbankan.
Dengan adanya resiko yang menimbulkan potensi terjadinya kerugian
maka penting bagi setiap bank untuk mengelola dan mengatsi reiko agar
kerugian yang ditimbulkan dapat di minimalisirkan. Dalam, konteks perbankan
resiko ,merupakan suatau kejadian yang berpotsial dapat di perkirakan maupun
yang tidak berdampak negative pada pebndapatan dan permodalan bank.

1.3.1 Varians Return On Equity (VROE)


Ukuran simpangan yang seringkali digunakan adalah simpangan
baku atau deviasi standar. Pangkat dua dari simmpangan baku dinamakan
varians. Simpangan baku akan di beri symbol s. sedangkan untuk populasi
di berikan di berikan simbol ∑ atau 𝜎 yang bias di sebut sigma. Variansnya
adalah S untuk varians sampel dan 𝜎2 untuk varians populasi.
Untuk mencari simpangan baku (S), dari S2 diambil nilai
akarnya yang positif. Deviasi standar dipakai untuk menghitung
penyimpangan dari nilai rata-rata semkain besar deviasi standar dipakai
semakin besar penyimpangan. Penyimpanagan, dipakai sebagai indicator
resiko semakin besar penyimpangan ,semakin besar resiko
(Hanafi,2012;146). VROE merupakan varians dari pendapatan setelah
pajak dibagi dengan total ekuitas.
Resiko dalam PBI nomor 5/8/PBI/2003 mencangkup resiko kredit pasar
likuiditas, opersional, hukum, reputasi, strategik, dan kepatuhan. VROE
termasuk dalam resiko opersional, karena terkait dengan kegiatan
operasional bank dalam mengelola ekuitasnya untuk mengahasilkan profit.

1.4 Faktor lain yang Memepengaruhi Profitabilitas dan Resiko


Terdapat faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilias dan
resiko, yaitu Loan Loss Reserve to Gross Loans (LLGL). Net Loans to Total
Asets (NTA), dan Liquid Assets to Customer and Short-Tern Deposits
(LADSF).

1. Loans Loss Reserve to Loans (LLGL)


Loans Loss Rserve adalah cadangan kerugian pinjaman yang di entri
dalam akuntansi bank, di buat untuk menutupi estimasi kerugian atas pinjaman
kerena default dan tidak membayar. Sedangkan gross loans berasal dari rata –
rata pinjaman bruto tahun sebelumnya dan pinjaman bruto tahun berjalan.

2. Net Loans to Total Asets (NITA)


Net loans adalah kredit yang diberikan oleh bank, sedangkan total asset
adalah keseluruhan asets yang di miliki oleh bank. Menurut Cerrato (2012)
rasio ini mengukur persentase dari total asset yang terikat dalam pinjaman.
Semakin tinggi rasio ini maka semakin kurang likuid bank, maka dari itu pihak
manajemen harus menetapkan rasio maksimum unuk menghindari masalah
likuiditas.
3. Liquid Assets to Customer and Short-Tern Deposits (LADSF)
Kecukupan cadangan kas untuk memenuhi penarikan tabungan nasabah
setelah membayar semua kewajiban diukur dengan rasio ini. Tujuan adalah
untuk memiliki dana cair yang cukup untuk memenuhi semua permintaan
nasabah dan biaya operisional, dengan kelebihan dana yang di investasikan d
rekening tanpa bunga. Semakin tinggi rasio ini, semakin likuid bank tersebut
pada metadata SPI penyempurnaan Bank Indonesia pada tahun 2012, asset
likuid di bag menjadi dua yaitu:

a. Asset likuid pimer


Asset likuid primer adalah asset yang sangat likuid untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh
tempo, yang terdiri dari kas, penempatan pada BI, surat berharga kategori
tersedia untuk di jual atau diperdaganknan, seluruh surat berharga
pemerintah kategori trading dan avaible for sale (AFS) yang memiliki
kualitas tinggi, diperdangangkan di pasar aktif, dan memiliki jatuh tempo <
1 tahun.

b. Asset likuid sekunder


Asets likuid sekunder adalah sejumlah asset likuid dengan kualitas lebih
rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penaikan dana pihak
ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari: surat berharga
pemerintah kategori trading dan AFS dengan kualitas baik, diperdagangkan
pada pasar aktif, dan memiliki jatuh tempo >1tahun tetapi <5 tahun, dan
surat berharga pemerintah kategori trding dan AFS dan memiliki jatuh
tempo > 5 tahun dengan nilai haircut 25%.

1.5 Penilian sebelumnya


Pada peneitian sebelumnya yang berjudul the impact of bank capital on
profitability and risk in asian banking oleh Lee dan Hsieh (2013) yang
memeriksa hubungan antara modal pada bank, profitabilitas dan resiko,
menggunakan data dari 42 bank di asia dengan data terbaru dan lebih luas dari
data panel yang mencangkup 2.276 bank lebih pada periode 1994-2008.
Penelitian tersebut menggunakan metode terbaru system data panel
dinamis teknik GMM (General Method of Moments) dikarenakan Lee dan
Hsies meneliti perbedaan hubungan antara modal dengan profitabilitas dan
resiko pada saat sebelumnya dan sesudah krisis melanda. Hasil empris
mengidikasi bahwa efek dari meningkatnya modal pada bank terhadap
profitabilitas dan resiko adalah signifikan positif terhadap profitabilitas dan
signifikan terhadap resiko, mendukung hipotesis SCP (Structure-Conduct-
Performance) dan moral hazard.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu hubungan antara modal
dengan profitabilitas dan resiko pada saat ini, sedangkan Lee dan Hsieh menelti
apakah terdapat perbedaan hasil hubungan antara modal terhadap profitabilitas
dan resiko pada saat sebelum dan sesudah krisis melanda. Dan perbedaan paling
mendasar antara penelitian sebelumya dengan peneliti adalah tempat yang di
teliti dan tahun yang digunakan.

1.6 Pengaruh Modal Terhadap Profitabilitas


Hubungan antara modal dengan profitabilitas berfokus pada prospektif
makro atau structure-conduct-performance hypothesis (SCP hypotesis).
Dimana hal tersebut mengacu pada tingkat konsentrasi pasar dantingkat
persaingan dalam industry tertentu. Structure pasar yang beragam dan tingginya
kompetisi antara bank akan mempengaruhi perilaku manajer dan performa
bank, seperti meningkatkan pelayanan kepada nasabah dan juga promosi untuk
dapat menarik nasabah baru atau menjadikan nasabah bank lain agar berpindah
menjadi nasabah bank tersebut. Ketika suatu bank mengharapkan profit yang
besar, maka bank tersebut harus meningkatkan performanya dengan
menyesuaikan perilaku bank dalm menghadapi pasar semakin besar nilai
ekuitas yang di kelola oleh suatu bank, maka kemungkinan untuk mendapatkan
profit juga semakin besar (Capraru &Iulian, 2014).
Bertambahnya jumlah nasabah identic dengan meningkatnya jumlah
bunga tabungan yang harus dibayar oleh pihak bank, dimana bunga tabungan
termasuk biaya dalam neraca bank. Namun besarnya jumlah tabungan juga
berarti bahwa bank punya peluang yang besar untuk mendapatkan Bungan
keredit yang tinggi, dengan asumsi Bunga tabungan lebih kecil disbanding
bunga kredit.
Dalam penelitianya, kutsienyo (2011) menemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara equity-to-total-assets terhadap ROA, akan tetapi
negatif terhadap ROE. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menemukan hubungan positif antara modal dan profitabilitas, Elsefy (2013)
menemukan bahwa bank – bank Qatar mempunyai hubungan negative antara
CAR dengan ROA,ROE dan NIM.
Penelitian lain lebih melihat pengaruh modal dari sudut pandang CAR,
seperti peneletian Capraru & Iulian (2014) dan Rahman et al,(2015). Menurut
Capraru & Iulian (2014) dan Rahman et al,(2015) pada penelitinya menemukan
bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) brhubungan positif signifikan terhadap
ROA,ROE dan NIM. Namun Goddard (2004) menemukan bahwa terdapat
hubungan positif hanya CAR dengan ROE. Sedangkan Lee dan Hsieh (2013)
menemukan adanya hubungan positf antara equity-to-total-assets dengan ROA,
ROE, NIM dan NR (Net interst revenue againist average assets).

1.7 Pengaruh Modal Terhadap Resiko


Terdapat studi yang menemukan hubungan positf antra modal dengan
resiko, yang berarti regulator memecu pada bank untuk meningkatkan modal
mereka sepadaan dengan resiko yang diambil, yang di sebut “regulatory
hypothesis”, yang berate regulator mendorong bank untuk meningkatkan
modal mereka sepadan dengan jumlah risiko ketika itu terjadi. Sehingga bank
tersebut tidak sampai menanggung terlalu banyak dari dampak yang terjadi atau
menjaga bank tersebut agar tidak sampai bankrut. Seperti dalam penelitian
Rime (2001) yang menemukan bahwa terdapat hubungn positf antara capital
terhadap resiko.
Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan hasil yang berlawanan
yaitu modal mempunyai hubungan yang negatif dengan resiko yang
mendukung hipotesis “moral hazard”, dimana manajer bank memilih untuk
mengekplotasi skema asuransi deposito yang ada. Dengan adanya asuransi
deposito, manajer tidak akan khawatir ketika mengekploitasi modal, karena
ketika terjadi kebangkrutan pada bank, terdapat pihak yang akan
menanggulangi deposito tersebut. Seperti penelitian Lee dan Hseih (2013),
Kochubey & Dorota (2014), Bouheni (2015) yang menemukan bahwa terdapat
hubungan negaif antara equity-to-total-assets dengan resiko.
Bank dapat memperoleh modal dari berbagai sumber dana. Jika modal
di ambil dar hutang, maka bank terikat dengan jatuh tempo dan besar bunga
yang telah ditetapkan oleh pihak pemberi pinjaman, sehingga risiko yang di
tanggung oleh bank cukup besar. Sebaliknya jika modal didapat dari saham,
maka bank akan menggung risiko yang kecil, karena bank tidak harus
memebayarkan kewjibanya berupa deviden jika tidak mendapatkan laba atas
modal saham tersebut. Degan begitu, moral hazard melihat penyimpangan
moral dari manajer bank dalam mengambil keputusan pendanaan.

1.8 Hipotesis
Maka berdasarkan pada hasil penelitian – penelitian tersebut, hipotesis
yang di ajukan peneliti untuk rumusan masalah adalah sebagai berikut:
H1 : Modal pada bank berpengaruh positf terhadap profitabilitas
H2 : Modal pada bank berpengaruh negtif terhadap resiko
1.9 Model analisis
Model yang dipakai peneliti untuk menguji hipotesis adalah sebagai
berikut :

ROAit = 𝛼 + β1.1CPit – 1 + β1.2 LLGLit +β1.3 NITAit + β1.4 LADSFit + 𝜀 it.. (2.1)

VROEit = 𝛼 + β2.1CPit – 1 + β2.2 LLGLit +β2.3 NITAit + β2.4 LADSFit + 𝜀 it.. (2.2)
Penjelasan variabel :
ROAit = Proksi dari profitabilitas perusahaan i pada tahun t
VROEit = Proksi dari risiko perusahaan i pada tahun t
𝛼 = Konstanta
β1.1, β2.1,… β1.4, β2.4 = Koefisien regresi
CPit –1 = Capital perusahaan i pada tahun t
LLGLit = Loans Loss Reserve to Gross Loans perusahan i pada
tahun t
NITAit = Net Loans to Total Assets perusahaan i pada tahun t
LADSFit = Liquid Assets to Customer and Short – Term Deposits
perusahaan i pada tahun t

𝜀 it = Error term perusahan i pada tahun t

1.10 Kerangka Pikir

Variable Independen

MODAL

Loans Loss Reserve to Variabel Dependen


Gross Loans (LLGL)
PROFITABILITAS
Net Loans to Total Assets
(NITA) RESIKO

You might also like