You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Ada
aksi dan ada reaksi. Pelakunya lebih dari satu, antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok. Guru mengajar
merupakan contoh interaksi sosial antara individu dengan kelompok. Interaksi sosial
memerlukan syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial dapat
berupa kontak primer dan kontak sekunder. Sedangkan komunikasi sosial dapat secara
langsung maupun tidak langsung. Interaksi sosial secara langsung apabila tanpa
melalui perantara. Misalnya A dan B bercakap-cakap termasuk contoh Interaksi sosial
secara langsung. Sedangkan kalau A titip salam ke C lewat B dan B meneruskan
kembali ke A, ini termasuk contoh interaksi sosial tidak langsung.
Faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial meliputi imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati dan empati. Imitasi adalah interaksi sosial yang didasari oleh
faktor meniru orang lain. Sugesti adalah interaksi sosial yang didasari oleh
adanya pengaruh. Biasa terjadi dari yang tua ke yang muda, dokter ke pasien, guru ke
murid atau bisa juga dipengaruhi karena iklan. Indentifikasi adalah interaksi sosial
yang didasari oleh faktor adanya individu yang mengindentikkan (menjadi sama)
dengan pihak yang lain. Contoh menyamakan kebiasaan pemain sepak bola idolanya.
Simpati adalah interaksi sosial yang didasari oleh faktor rasa tertarik atau kagum pada
orang lain. Empati adalah interaksi sosial yang disasari oleh faktor dapat merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain, lebih dari simpati. Contoh tindakan membantu
korban bencana alam. Interaksi sosial mensyaratkan adanya kontak sosial dan
komunikasi sosial. Kemudian membuat terjadinya proses sosial. Proses sosial
dapat bersifat asosiatif dan disasosiatif. Asosiatif meliputi akomodasi, difusi, asimilasi,
akulturasi, kooperasi atau kerjasama (Intinya interaksi sosial yang baik-baik,

1
kerjasama, rukun, harmonis, serasa, dan lain-lain). Disasosiatif meliputi konflik,
kontravensi, dan kompetensi (Intinya interaksi sosial yang tidak baik, penuh
persaingan, perang dingin, bertengkar, dan lain-lain) (Astuti, dkk. 2015).

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana ciri-ciri interaksi social?

1.2.2 Apasaja factor yang mempengaruhi interaksi social?

1.2.3 Apasaja bentuk interaksi social?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui ciri-ciri interaksi social

1.3.2 Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi interaksi social

1.3.3 Untuk mengetahui bentuk interaksi social

BAB II

PEMBAHASAN
2
2.1 Ciri-Ciri Interaksi Sosial

Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang

2. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol

3. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang
menentukan sifat aksi yang sedan berlangsung

4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan
yang diperkirakan oleh pengamat

Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada


kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik
antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta
atau benci, kesetiaan atau pengkhianatan, maksud melukai atau menolong.

Charles P. Loomis melihat bahwa ada beberapa ciri-ciri penting dari interaksi
sosial, antara lain:

1. Jumlah pelaku lebih dari seorang, bisa dua atau lebih.

2. Adanya komunikasi antara para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.

3.Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang,
yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung.

4. Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak sama dengan yang
diperkirakan oleh pengamat. (Taneko, 1984:114)

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

3
Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana,
ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda-bedakan
beberapa faktor yang mendasarinys, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu
(vide Bonner, Social Psychology, no. 3):

1. Faktor Imitasi

Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya


berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan
imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar
berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-
kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan mengimitasi
penggunaannya dari orang lain. Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat
komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya
dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan
hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan
lain-lain.

Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu,


imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat
merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau
kelompok untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik. Peranan imitasi dalam
interaksi sosialjuga mempunyai segi-segi yang neatif. Yaitu, apabila hal-hal yang
diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila
contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan
terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar. Selain itu, adanya
proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang
mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti.
Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan
gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang
mendangkalkan kehidupannya. Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua
interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu
4
segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat
terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.

2. Faktor Sugesti

Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir
sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di
luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari
dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial
dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara
penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih
dahulu.

Secara garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang
memudahkan sugesti terjadi, yaitu:

a. Sugesti karena hambatan berpikir

Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil
alih pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-
pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja
yang dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia – ketika terkena
sugesti – berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu sudah agak
terkendala. Hal ini juga dapat terjadi – misalnya – apabila orang itu sudah lelah
berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena sedang
mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya: Rapat-rapat Partai Nazi atau
rapat-rapat raksasa seringkali diadakan pada malam hari ketika orang sudah cape dari
pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun senantiasa memasukkan dalam acara rapat-
rapat itu hal-hal yang menarik perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga
mudah terjadi sugesti kepada orang banyak itu.

b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)

5
Selain dari keadaan ketika pikiran kita dihambat karean kelelahan atau karena
rangsangan emosional, sugesti itu pun mudah terjadi pada diri seseorang apabila ia
mengalami disosiasi dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami
keadaan terpecah-belah. Hal ini dapat terjadi – misalnya – apabila orang
yangbersangkutan menjadi bingung karena ia dihadapkan pada kesulitan-kesulitan
hidup yang terlalu kompleks bagi daya penampungannya. Apabila orang menjadi
bingung, maka ia lebih mudah terkena sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluar
dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu. Keadaan semacam ini dapat pula
menerangkan mengapa dalam zaman modern ini orang-orang yang biasanya berobat
kepada dokter juga mendatangi dukun untuk memperoleh sugestinya yang dapat
membantu orang yang bersangkutan mengatasi kesulitan-kesulitan jiwanya.

c. Sugesti karena otoritas atau prestise

Dalam hal ini, orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-


sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam
bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise
sosial yang tinggi.

d. Sugesti karena mayoritas

Dalam hal ini, orang lebih cenderung akan menerima suatu pandangan atau
ucapan apabila ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari
golongannya, kelompknya atau masyarakatnya.

e. Sugesti karena ”will to believe”

Terdapat pendapat bahwa sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-
sikap dan pandangn-pandangan tertentu pada orang-orang. Dengan demikian yang
terjadi dalam sugesti itu adalah diterimanya suatu sikap-pandangan tertentu karena
sikap-pandangan itu sebenarnya sudah tersapat padanya tetapi dalam kedaan
terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut
karena pada diri pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk

6
lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat
padanya.

3. Fakor Identifikasi

Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah


identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-
norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari
bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang
sebaiknya dipenuhi dan ia pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama. Pertama
ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar
yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar
norma-normanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang
disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui
didikan dari orangtuanya. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak
dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara
lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil
alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma
dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-
cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam
kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya
tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan.

Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-


citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-
situasi kehidupannya serba ragam. Ikatan yang terjadi antara orang yang
mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih
mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Di
samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling kenal,
sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup
7
teliti (dengan perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan
merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah
taraf kesadaran kita.

4. Faktor Simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap


orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian
perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi,
timbulnua simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati
terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara
dua orang atau lebih. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang
perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba. Gejala identifikasi
dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang
timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja sama di mana seseorang ingin
lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan
bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi
terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang
lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal.

Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja
sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin
mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya
sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau
lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu
ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud
kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

2.3 Bentuk Interaksi Sosial

Hubungan yang terjadi antar warga masyarakat berlangsung sepanjang waktu.


Rentang waktu yang panjang serta banyaknya warga yang terlibat dalam hubungan
8
antarwarga melahirkan berbagai bentuk interaksi sosial. Dimana pun dan kapan pun
kehidupan sosial selalu diwarnai oleh dua kecenderungan yang saling bertolak
belakang. Di satu sisi manusia berinteraksi untuk saling bekerja sama, menghargai,
menghormati, hidup rukun, dan bergotong royong. Di sisi lain, manusia berinteraksi
dalam bentuk pertikaian, peperangan, tidak adanya rasa saling memiliki, dan lain-lain.
Dengan demikian interaksi sosial mempunyai dua bentuk, yakni interaksi sosial yang
mengarah pada bentuk penyatuan (proses asosiatif) dan mengarah pada bentuk
pemisahan (proses disosiatif).

1. Proses Asosiasi

Interaksi sosial asosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan kerja
sama. Ada beberapa bentuk interaksi sosial asosiatif, antara lain sebagai berikut.

a. Kerjasama (Cooperation)

Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama
timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya
organisasi merupakan faktafakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.

Ada beberapa bentuk interaksi sosial yang berupa kerja sama, yaitu :

1) Bargaining adalah pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-


barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih.

2) Cooptation (kooptasi) adalah suatu proses penerimaan unsur-unsur baru


dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi
untuk menghindari kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.

9
3) Coalition (koalisi) adalah kerja sama yang dilaksanakan oleh dua organisasi
atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat
menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena
dua organisasi atau lebih tersebut mungkin mempunyai struktur yang
berbeda satu sama lain.

4) Join venture adalah kerja sama dengan pengusaha proyek tertentu untuk
menghasilkan keuntungan yang akan dibagi menurut proporsi tertentu.
Join venture jika diterjemahkan akan menjadi ‘usaha patungan’.

b. Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi adalah suatu proses dimana orang perorangan atau


kelompokkelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling
mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Bentuk-
bentuk akomodasi adalah sebagai berikut :

1) Tolerant participation (toleransi) adalah suatu watak seseorang atau


kelompok untuk sedapat mungkin menghindari perselisihan. Individu
semacam itu disebut tolerant.

2) Compromise (kompromi) adalah suatu bentuk akomodasi dimana masing-


masing pihak mengerti pihak lain sehingga pihak-pihak yang
bersangkutan mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaiannya
terhadap perselisihan. Kompromi dapat pula disebut perundingan.

3) Coercion (koersi) adalah bentuk akomodasi yang proses


pelaksanaannya menggunakan paksaan. Pemaksaan terjadi bila satu
pihak menduduki posisi kuat, sedangkan pihak lain dalam posisi lemah.

4) Arbitration adalah proses akomodasi yang proses pelaksanaannya


menggunakan pihak ketiga dengan kedudukan yang lebih tinggi dari
kedua belah pihak yang bertentangan. Penentuan pihak ketiga harus

10
disepakati oleh dua pihak yang berkonflik. Keputusan pihak ketiga ini
bersifat mengikat.

5) Mediation (mediasi) adalah menggunakan pihak ketiga yang netral


untuk menyelesaikan kedua belah pihak yang bertikai. Berbeda
dengan arbitration, keputusan pihak ketiga ini bersifat tidak mengikat.

6) Concilation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan yang


berselisih agar tercapai persetujuan bersama. Biasanya dilakukan melalui
perundingan.

7) Ajudication adalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Pada


umumnya cara ini ditempuh sebagai alternatif terakhir dalam
penyelesaian konflik.

8) Stalemate adalah suatu akomodasi semacam balance of power (politik


keseimbangan) sehingga kedua belah pihak yang berselisih sampai
pada titik kekuatan yang seimbang. Posisi itu sama dengan zero option
(titik nol) yang samasama mengurangi kekuatan serendah mungkin. Dua
belah pihak yang bertentangan tidak dapat lagi maju atau mundur.

9) Segregasi adalah upaya saling memisahkan diri atau saling menghindar


di antara pihak-pihak yang bertentangan dalam rangka mengurangi
ketegangan.

10) Gencatan senjata adalah penangguhan permusuhan atau peperangan


dalam jangka waktu tertentu. Masa penangguhan digunakan untuk
mencari upaya penyelesaian konflik di antara pihak-pihak yang bertikai.

c. Akulturasi

Akulturasi adalah suatu proses yang timbul apabila suatu kelompok manusia
dan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
11
Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur
kebudayaan kebendaan dam peralatan yang sangat mudah dipakai dan dirasakan
sangat bermanfaat seperti komputer, handphone, mobil, dan lain-lain. Sedangkan
kebudayaan asing yang sulit diterima adalah unsur kebudayaan asing yang sulit
diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan, atau nilai
tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti paham komunisme, kapitalisme,
liberalisme, dan lain-lain.

d. Asimilasi (assimilation)

Asimilasi adalah usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara


beberapa orang atau kelompok serta usaha menyamakan sikap, mental, dan
tindakan demi tercapainya tujuan bersama. Contoh asimilasi antar dua kelompok
masyarakat adalah upaya untuk membaurkan etnis Tionghoa dengan masyarakat
pribumi.

2. Proses Disosiasi

Proses Interaksi sosial disosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang


menghasilkansebuah perpecahan. Ada beberapa bentuk interaksi sosial disosiatif,
antara lain sebagai berikut .

a. Persaingan (competition)

Persaingan adalah proses sosial yang ditandai dengan adanya saling


berlomba atau bersaing antarindividu atau antarkelompok tanpa menggunakan
ancaman atau kekerasan untuk mengejar suatu nilai tertentu supaya lebih maju, lebih
baik, atau lebih kuat. Contoh persaingan adalah saat siswa bersaing untuk
mendapatkan peringkat pertama atau pada saat berlangsungnya suatu pertandingan.

b. Kontravensi (contravention)

12
Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada di antara
persaingan dan konflik. Bentuk kontravensi ada 5 yaitu :

1. Kontravensi yang bersifat umum. Seperti penolakan, keengganan,


gangguan terhadap pihak lain, pengacauan rencana pihak lain, dan
perbuatan kekerasan.

2. Kontravensi yang bersifat sederhana. Seperti memaki-maki,


menyangkal pihak lain, mencerca, memfitnah, dan menyebarkan
surat selebaran.

3. Kontravensi yang bersifat intensif. Seperti penghasutan, penyebaran


desas-desus, dan mengecewakan pihak lain.

4. Kontravensi yang bersifat rahasia. Seperti mengumumkan rahasia


pihak lain dan berkhianat.

5. Kontravensi yang bersifat taktis. Seperti intimidasi, provokasi,


mengejutkan pihak lawan, dan mengganggu atau membingungkan
pihak lawan

c. Konflik

Konflik adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok
manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman atau kekerasan. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik
adalah:

1. Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan


perasaan

2. Berprasangka buruk kepada pihak lain

3. Individu kurang bisa mengendalikan emosi

4. Adanya perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok

13
5. Persaingan yang sangat tajam sehingga kontrol sosial kurang berfungsi

BAB III

PENUTUP
14
3.1 Simpulan

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu
manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.

Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Ada pelaku dengan


jumlah lebih dari satu orang, Ada komunikasi antarpelaku, Ada dimensi waktu,
dan Ada tujuan-tujuan tertentu.

Faktor-faktor dalam interaksi sosial yaitu Faktor Imitasi, Faktor Sugesti,


Fakor Identifikasi, dan Faktor Simpati.

Bentuk-bentuk interaksi sosial ada yang disebut Proses Asosiatif


(Processes of Association) dan Proses Disosiatif (Processes of Dissociation).
Yang termasuk proses asosiasi adalah (1) Kerja Sama (Cooperation), yang
mempunyai lima bentuk, yaitu: Kerukunan, Bargaining, Ko-optasi (Co-optation),
Koalisi (Coalition), dan Joint-ventrue. (2) Akomodasi (Accomodation), yang
mempunyai betuk-bentuk: Coercion, Compromise, Arbitration,
Mediation,Conciliation, Toleration, Stalemate, dan Adjudication. (3) Asimilasi
(Assimilation). Yang termasuk proses disosiatif yaitu Persaingan (competition),
Kontravensi (contravention), dan Pertentangan atau pertikaian (conflict).

3.2 Saran

Dalam kehidupan manusia di dunia ini tidak akan lepas dari kehidupan
masyarakat, maka kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakan harus menyadari
bahwa kita hidup tidak mungkin sendirian. Untuk itu marilah kita menjadi warga
masyarakat yang baik dengan berinteraksi antar individu dengan individu lain,
antarindividu dengan kelompok, bahkan kelompok dengan kelompok agar terjalin
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

15
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

Astuti, F. D. dkk. 2015. “Interaksi Sosial”. Makalah Tugas Semester I Akademi


Kebidanan Muhammadiyah, Cirebon.

Ginintasasi, R. tt. Interaksi Sosial. (Online). Available at


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-
RAHAYU_GININTASASI/INTERAKSI_SOSIAL.pdf. Diunduh pada 3
April 2016.

Lestari, D. J. 2011. Interaksi Sosial. (Online). Available at


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29782/3/Chapter%20II.pdf.
Diunduh pada 3 April 2016.

16

You might also like