Professional Documents
Culture Documents
Kaki Diabetik Wagner V 2
Kaki Diabetik Wagner V 2
I. SUBJEKTIF
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA :
Luka pada punggung, telapak, dan jari-jari kaki kiri
ANAMNESIS TERPIMPIN :
Luka pada punggung, telapak, dan jari-jari kaki kiri dialami sejak 2 bulan
yang lalu, awalnya luka berupa bisul yang kemudian pecah dan meluas dan
kemudian menghitam disertai rasa nyeri dan bengkak. Pasien mengeluh sering
kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan
sejak 1 tahun terakhir. Riwayat diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu dan
diterapi dengan obat oral yaitu metformin. Saat ini pasien diterapi dengan insulin
6 unit/8 jam/subcutan sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat amputasi pada jari kaki
kanan 1 tahun yang lalu. Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam ada sejak 1
bulan yang lalu, naik turun, turun dengan pemberian obat demam. Pengelihatan
kabur tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Mual dan
muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Nafsu makan biasa. Buang air kecil
lancar, warna kuning. Riwayat buang air besar biasa lancar.
Riwayat diabetes melitus dalam keluarga ada (ibu kandung pasien).
Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat
penyakit jantung dalam keluarga tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat
merokok ada sejak usia muda, 1 bungkus per hari dan berhenti sejak 10 tahun
yang lalu.
II. OBJEKTIF
KU :
Sakit sedang/Gizi cukup/Komposmentis
Tanda vital :
Tensi : 120/70 mmHg,
Nadi : 80 kali/menit,
Pernapasan : 20 kali/menit,
Suhu : 36,70C
Kepala :
Ekspresi :
Lemas
Deformitas :
Tidak ada, Simetris: simetris kanan dan kiri, Rambut: hitam, lurus,
sukar dicabut
Mata :
Eksoptalmus/Enoptalmus tidak ada, Gerakan dalam batas normal,
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan, kelopak mata: udem
palpebra tidak ada, konjungtiva: tidak anemis, Sklera: tidak ikterus,
Kornea: jernih, refleks kornea +/+, Pupil: isokor 2,5 mm/2,5 mm.
Telinga :
Tophi tidak ada, Pendengaran: otore tidak ada, normal, Nyeri tekan
di processus mastoideus tidak ada.
Hidung :
Perdarahan tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut :
Bibir kering tidak ada, Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, Gigi geligi:
caries dentis tidak ada, Faring: hiperemis tidak ada. Gusi: perdarahan gusi
tidak ada. Lidah kotor tidak ada.
Leher :
Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran, Kelenjar gondok: tidak ada
pembesaran, DVS: R-2 cmH2O, Pembuluh darah: tidak ada kelainan, Kaku
kuduk: tidak ada.
Dada :
Inspeksi :
Bentuk: Simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada. Pembuluh darah:
tidak ada kelainan. Buah dada: tidak ada kelainan. Sela iga: simetris kiri
dan kanan.
Palpasi :
Fremitus raba: simetris kiri dan kanan. Nyeri tekan: tidak ada
Perkusi :
Paru kiri: sonor. Paru kanan: sonor. Batas paru-hepar: ICS VI kanan.
Batas paru belakang kanan: linea V.Th X kanan. Batas paru belakang
kiri: linea V.Th XI kiri.
Auskultasi :
Bunyi pernapasan: vesikuler. Bunyi tambahan: rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada.
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi :
Batas atas ICS III kiri, Batas bawah ICS VI kiri, Batas kanan linea
parasternalis kanan, Batas kiri linea midclavicularis kiri.
Auskultasi :
Bunyi jantung I/II murni reguler. Bunyi tambahan: bising tidak ada.
Abdomen :
Inspeksi :
Datar, ikut gerak napas. Tidak tampak benjolan atau massa
Palpasi : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain: Tidak ada
Perkusi : Timpani ada, ascites tidak ada
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Nyeri tidak ada, fremitus raba simetris kiri dan kanan
Nyeri ketok : Tidak ada
Auskultasi : Vesikuler
Gerakan : dalam batas normal
Lain-lain : Tidak ada
Ekstremitas :
Status lokalis :
o Tampak ulkus pada regio pedis (s), darah (-), pus (+), foetor (+), jaringan
nekrotik (-), nyeri (+), bengkak (+). Pada sekitar luka, perban hangat (+),
kehitaman (+).
o Tampak post amputasi digiti I, II, III, IV pedis (d). Pada sekitar luka post
amputasi kehitaman (+), nyeri (-).
o Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) kesan ↓, arteri tibialis posterior (s) (+),
arteri poplitea (s) (+), arteri femoralis (s) (+).
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
URIN RUTIN Warna Kuning Kuning muda
(05/11/2014) pH 6,0 4,5 – 8,0
Bj >=1.030 1.005-1.035
Sedimen torak - -
Sedimen Kristal - -
IV. PLANNING
Pengobatan :
Diet DM 1700 kkal/hari
Infus NaCl 0,9% 24 tetes/menit
Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
Ciprofloxacine 0,2 gr/12 jam/drips
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips
Novorapid 8 unit/8 jam/subcutan pre meal
Levemir 10 unit/24 jam/subcutan (malam)
Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
Transfusi Albumin 25% 1 botol/hari/intravena (4 botol = 1 botol/hari)
Rawat luka
Rencana Pemeriksaan:
Gula darah puasa/hari
Gula darah sewaktu pre meal (siang, malam)
GD2PP
HBA1C
Kultur jaringan dan sensitivitas antibiotik
Profil lipid
Ureum/creatinin
Ankle Brachial Index
EKG
Foto thorax
V. PROGNOSIS
Ad Functionam : Dubia et bonam
Ad Sanationam : Dubia et bonam
Ad Vitam : Bonam
RESUME
Pasien laki-laki, 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama ulkus
regio pedis sinistra. Riwayat diabetes mellitus, berobat dengan insulin 6 unit/8
jam/subcutan, post amputasi digiti I, II, III, IV pedis dextra 1 tahun yang lalu
sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan neuropati ada sejak 1 tahun terakhir. Febris tidak
ada. Riwayat febris ada sejak 1 bulan.
Pada pemeriksaan fisis, Keadaan umum: sakit sedang/gizi
cukup/composmentis, tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisis kepala,
thorax, abdomen tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan ekstremitas tampak ulkus
disertai gangren dan tanda-tanda inflamasi pedis sinistra. Tampak post amputasi
digiti I, II, III, IV pedis dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah sewaktu sebesar
194 mg/dl dan gula darah puasa sebesar 110 mg/dl (on terapi insulin), leukositosis
sebesar 14,9 103/mm3. Hipoalbuminemia sebesar 1,9 gr/dl. Pada pemeriksaan urin
rutin terdapat glukosa, protein, darah, sedimen leukosit, dan sedimen eritrosit.
Pada pemeriksaan radiologi foto pedis sinistra Soft tissue swelling dorsum
pedis sinistra, fascitis plantaris pedis sinistra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik sisnistra wagner V + Diabetes
Mellitus tipe 2 non obese + Hipoalbuminemia + Neuropati diabetik + Nefropati
diabetik.
DISKUSI
Pasien ini didiagnosa dengan kaki diabetik sinistra wagner V karena
adanya luka pada punggung, telapak, dan jari-jari kaki kiri yang awalnya luka
berupa bisul kemudian pecah dan meluas serta menghitam disertai rasa nyeri dan
bengkak. Pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada
kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan sejak 1 tahun terakhir. Pada anamnesis
didapatkan adanya riwayat diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu dan diterapi
dengan insulin 6 unit/8 jam/subcutan sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat amputasi
pada jari kaki kanan sejak 1 tahun yang lalu. Dari hasil pemeriksaan fisis
ekstremitas tampak ulkus pada regio pedis (s), darah (-), pus (+), foetor (+),
jaringan nekrotik (-), nyeri (+), bengkak (+). Pada sekitar luka, perban hangat (+),
kehitaman (+). Tampak post amputasi digiti I, II, III, IV pedis (d). Pada sekitar
luka post amputasi kehitaman (+), nyeri (-). Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) kesan
↓, arteri tibialis posterior (s) (+), arteri poplitea (s) (+), arteri femoralis (s) (+).
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.
Dari hasil anamnesis pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan
merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan sejak 1 tahun terakhir.
Hal ini merupakan tanda neuropati diabetik yang merupakan salah satu
komplikasi paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Proses kejadian
neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C
(PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam
sel terjadilah neuropati diabetik.
Adapun untuk kontrol gula darahnya, pada pasien ini diberikan terapi insulin
yang terdiri atas long-acting insulin dan rapid-acting insulin, sehingga kadar gula
darah diturunkan secara cepat. Selain itu, diberikan terapi antiplatelet untuk
mencegah terjadinya vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh
bagian tubuh yaitu cilostazol untuk memperbaiki vaskularisasi dan dilakukan
tindakan debridement serta penanganan luka.
KAKI DIABETIK
PENDAHULUAN
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.
PATOFISIOLOGI
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
a. Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat
atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan
pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada
telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw
foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah
terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
1. Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
2. Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
3. Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4. Timbul ulserasi plantaris pedis.
b. Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi
dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada
keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan
reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan
dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah
kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
a. Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
b. Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
c. Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2
KLASIFIKASI
B. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
C. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1
Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved including
bone and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present
DIAGNOSIS
1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman,
kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-
otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah. 1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas
lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Revaskularisasi
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Faktor pendidikan, sosioekonomi,
dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah
terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan
pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi
pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki
keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudah terjadinya
infeksi. 2