You are on page 1of 32

LAPORAN KASUS

KAKI DIABETIK SINISTRA WAGNER V

Nama Penderita : La Ingku


No. Rekam Medik : 687290
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 31-12-1955
Alamat : Desa Parigi
Tanggal Pemeriksaan : 25-11-2014
Dokter yang memeriksa : dr. Deddy
Dokter Muda : Dhian Karina

I. SUBJEKTIF
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA :
Luka pada punggung, telapak, dan jari-jari kaki kiri
ANAMNESIS TERPIMPIN :
Luka pada punggung, telapak, dan jari-jari kaki kiri dialami sejak 2 bulan
yang lalu, awalnya luka berupa bisul yang kemudian pecah dan meluas dan
kemudian menghitam disertai rasa nyeri dan bengkak. Pasien mengeluh sering
kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan
sejak 1 tahun terakhir. Riwayat diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu dan
diterapi dengan obat oral yaitu metformin. Saat ini pasien diterapi dengan insulin
6 unit/8 jam/subcutan sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat amputasi pada jari kaki
kanan 1 tahun yang lalu. Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam ada sejak 1
bulan yang lalu, naik turun, turun dengan pemberian obat demam. Pengelihatan
kabur tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Mual dan
muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Nafsu makan biasa. Buang air kecil
lancar, warna kuning. Riwayat buang air besar biasa lancar.
Riwayat diabetes melitus dalam keluarga ada (ibu kandung pasien).
Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat
penyakit jantung dalam keluarga tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat
merokok ada sejak usia muda, 1 bungkus per hari dan berhenti sejak 10 tahun
yang lalu.

II. OBJEKTIF
KU :
Sakit sedang/Gizi cukup/Komposmentis
Tanda vital :
 Tensi : 120/70 mmHg,
 Nadi : 80 kali/menit,
 Pernapasan : 20 kali/menit,
 Suhu : 36,70C
Kepala :
 Ekspresi :
Lemas
 Deformitas :
Tidak ada, Simetris: simetris kanan dan kiri, Rambut: hitam, lurus,
sukar dicabut
 Mata :
Eksoptalmus/Enoptalmus tidak ada, Gerakan dalam batas normal,
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan, kelopak mata: udem
palpebra tidak ada, konjungtiva: tidak anemis, Sklera: tidak ikterus,
Kornea: jernih, refleks kornea +/+, Pupil: isokor 2,5 mm/2,5 mm.
 Telinga :
Tophi tidak ada, Pendengaran: otore tidak ada, normal, Nyeri tekan
di processus mastoideus tidak ada.
 Hidung :
Perdarahan tidak ada, sekret tidak ada.
 Mulut :

Bibir kering tidak ada, Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, Gigi geligi:
caries dentis tidak ada, Faring: hiperemis tidak ada. Gusi: perdarahan gusi
tidak ada. Lidah kotor tidak ada.

Leher :

Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran, Kelenjar gondok: tidak ada
pembesaran, DVS: R-2 cmH2O, Pembuluh darah: tidak ada kelainan, Kaku
kuduk: tidak ada.

Dada :

 Inspeksi :
Bentuk: Simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada. Pembuluh darah:
tidak ada kelainan. Buah dada: tidak ada kelainan. Sela iga: simetris kiri
dan kanan.
 Palpasi :
Fremitus raba: simetris kiri dan kanan. Nyeri tekan: tidak ada
 Perkusi :
Paru kiri: sonor. Paru kanan: sonor. Batas paru-hepar: ICS VI kanan.
Batas paru belakang kanan: linea V.Th X kanan. Batas paru belakang
kiri: linea V.Th XI kiri.
 Auskultasi :
Bunyi pernapasan: vesikuler. Bunyi tambahan: rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada.
Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi :
Batas atas ICS III kiri, Batas bawah ICS VI kiri, Batas kanan linea
parasternalis kanan, Batas kiri linea midclavicularis kiri.
 Auskultasi :
Bunyi jantung I/II murni reguler. Bunyi tambahan: bising tidak ada.
Abdomen :
 Inspeksi :
Datar, ikut gerak napas. Tidak tampak benjolan atau massa
 Palpasi : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
 Lain-lain: Tidak ada
 Perkusi : Timpani ada, ascites tidak ada
 Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung : Simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Nyeri tidak ada, fremitus raba simetris kiri dan kanan
 Nyeri ketok : Tidak ada
 Auskultasi : Vesikuler
 Gerakan : dalam batas normal
 Lain-lain : Tidak ada
Ekstremitas :
Status lokalis :
o Tampak ulkus pada regio pedis (s), darah (-), pus (+), foetor (+), jaringan
nekrotik (-), nyeri (+), bengkak (+). Pada sekitar luka, perban hangat (+),
kehitaman (+).
o Tampak post amputasi digiti I, II, III, IV pedis (d). Pada sekitar luka post
amputasi kehitaman (+), nyeri (-).
o Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) kesan ↓, arteri tibialis posterior (s) (+),
arteri poplitea (s) (+), arteri femoralis (s) (+).
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
URIN RUTIN Warna Kuning Kuning muda
(05/11/2014) pH 6,0 4,5 – 8,0

Bj >=1.030 1.005-1.035

Protein ++/100 Negatif

Glucose ++/250 Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Negatif

Keton Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Blood +/25 Negatif

Lekosit Negatif Negatif

Vit C Negatif Negatif

Sedimen lekosit 2 <5

Sedimen eritrosit 4 <5

Sedimen torak - -

Sedimen Kristal - -

Sedimen epitel sel 1 -


Foto Pedis Sinistra AP/Lateral :
 Alignment pedis baik, tidak tampak dislokasi
 Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
 Tampak osteofit pada posteroinferior os calcaneus sinistra
 Mineralisasi tulang berkurang (disuse osteoprosis)
 Celah sendi yang tervisualisasi baik
 Tampak soft tissue swelling pada dorsum pedis
Kesan:
 Soft tissue swelling dorsum pedis sinistra
 Fascitis plantaris pedis sinistra

Foto tanggal (20/11/2014):


III. ASSESSMENT
1. Kaki diabetik sinistra wagner IV
2. Diabetes Mellitus tipe 2 non obes
3. Neuropati diabetik

IV. PLANNING
Pengobatan :
Diet DM 1700 kkal/hari
Infus NaCl 0,9% 24 tetes/menit
Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
Ciprofloxacine 0,2 gr/12 jam/drips
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips
Novorapid 8 unit/8 jam/subcutan pre meal
Levemir 10 unit/24 jam/subcutan (malam)
Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
Transfusi Albumin 25% 1 botol/hari/intravena (4 botol = 1 botol/hari)
Rawat luka
Rencana Pemeriksaan:
Gula darah puasa/hari
Gula darah sewaktu pre meal (siang, malam)
GD2PP
HBA1C
Kultur jaringan dan sensitivitas antibiotik
Profil lipid
Ureum/creatinin
Ankle Brachial Index
EKG
Foto thorax

V. PROGNOSIS
Ad Functionam : Dubia et bonam
Ad Sanationam : Dubia et bonam
Ad Vitam : Bonam

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi dokter


3/11/2014 S: Luka pada kaki kiri, kram +, Diet DM 1700 kkal/hari
kebas +. Infus NaCl 0,9% 24
O: Anemis tidak ada tetes/menit
DVS R-2 cmH2O Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
Bunyi pernapasan vesikuler dalam NaCl 0,9% 100 cc
Rhonki tidak ada, wheezing Ciprofloxacine 0,2 gr/12
tidak ada. GDS: 214 jam/drips
Tampak ulkus pada dorsum Metronidazole 0,5 gr/8
pedis (s), darah (+), pus (+), jam/drips
nyeri (+), bengkak (+). Pada Novorapid 8 unit/8
sekitar luka, perban hangat (+), jam/subcutan
kehitaman (+). Levemir 10 unit/24
Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) jam/subcutan
kesan ↓, arteri tibialis posterior Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
(s) (+), arteri poplitea (s) (+), Transfusi Albumin 25% 1
arteri femoralis (s) (+). botol/hari/intravena
A: Kaki diabetik wagner IV Rawat luka
pedis sinistra
Diabetes Mellitus tipe 2
normoweight
Neuropati
4/11/2014 S : Luka pada kaki kiri yang Diet DM 1700 kkal/hari
luas dan menghitam, kram +, Infus NaCl 0,9% 20
kebas +. tetes/menit
O: Tampak gangren pada Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
seluruh pedis (s), darah (+), dalam NaCl 0,9% 100 cc
pus (+), nyeri (+), bengkak (+). Ciprofloxacine 0,2 gr/12
Pada sekitar luka, perban jam/drips
hangat (+), kehitaman (+). Metronidazole 0,5 gr/8
Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) jam/drips
kesan ↓, arteri tibialis posterior Novorapid 8 unit/8
(s) (+), arteri poplitea (s) (+), jam/subcutan
arteri femoralis (s) (+). Levemir 10 unit/24
Foto pedis sinistra: jam/subcutan
Soft tissue swelling dorsum Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
pedis sinistra, fascitis plantaris Transfusi Albumin 25% 1
pedis sinistra botol/hari/intravena
A: Kaki diabetik sinistra Rawat luka
wagner V, Neuropati diabetik Plan :
1. S: Lemas ada GDP/hari
O: GDS 205 GDS pre meal (siang,malam)
A: Diabetes mellitus tipe 2 Kultur jaringan dan sensitivitas
non obes antibiotik
2. S: Bengkak pada badan HBA1c
tidak ada Konsul Bagian BTKV
O: Albumin : 1,9 GDP/hari
A: Hipoalbuminemia GDS pre meal
(pagi, siang,malam)
5/11/2014 S : Luka pada kaki kiri yang Diet DM 1700 kkal/hari
luas dan menghitam, kram +, Infus NaCl 0,9% 20
kebas +. tetes/menit
O: Tampak ulkus pada seluruh Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
pedis (s), darah (-), pus (+), dalam NaCl 0,9% 100 cc
nyeri (+), bengkak (+). Pada Ciprofloxacine 0,2 gr/12
sekitar luka, perban hangat (+), jam/drips
kehitaman (+). Metronidazole 0,5 gr/8
Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) jam/drips
kesan ↓, arteri tibialis posterior Novorapid 8 unit/8
(s) (+), arteri poplitea (s) (+), jam/subcutan
arteri femoralis (s) (+). Levemir 10 unit/24
Foto pedis sinistra: jam/subcutan
Soft tissue swelling dorsum Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
pedis sinistra, fascitis plantaris Transfusi Albumin 25% 1
pedis sinistra botol/hari/intravena
A: Kaki diabetik sinistra Rawat luka
wagner V, Neuropati diabetik GDP/hari
1. S: Lemas ada GDS pre meal
O: GDS 195 (pagi, siang,malam)
A: Diabetes mellitus tipe 2
non obes
2. S: Bengkak pada badan
tidak ada
O: Albumin : 1,9
A: Hipoalbuminemia
3. S: Keluhan tidak ada
O : Protein ++/250, glukosa
++/100, ur/cr: 50/1,1
A: Nefropati diabetik
6/11/2104 S : Luka pada kaki kiri yang Diet DM 1700 kkal/hari
luas dan menghitam, kram +, Infus NaCl 0,9% 20
kebas +. tetes/menit
O: Tampak ulkus pada seluruh Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
pedis (s), darah (-), pus (+), dalam NaCl 0,9% 100 cc
nyeri (+), bengkak (+). Pada Ciprofloxacine 0,2 gr/12
sekitar luka, perban hangat (+), jam/drips
kehitaman (+). Metronidazole 0,5 gr/8
Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) jam/drips
kesan ↓, arteri tibialis posterior Novorapid 8-8-8 unit/subcutan
(s) (+), arteri poplitea (s) (+), Levemir 10 unit/24
arteri femoralis (s) (+). jam/subcutan
Foto pedis sinistra: Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
Soft tissue swelling dorsum Rawat luka
pedis sinistra, fascitis plantaris GDP/hari
pedis sinistra GDS pre meal (siang,malam)
A: Kaki diabetik sinistra
wagner V, Neuropati diabetik
1. S: Lemas ada
O: GDS 177 mg/dl
A: Diabetes mellitus tipe 2
non obes
2. S: Keluhan tidak ada
O : Protein ++/250, glukosa
++/100, ur/cr: 50/1,1
A: Nefropati diabetik
7/11/2014 S : Luka pada kaki kiri yang Diet DM 1700 kkal/hari
luas dan menghitam, kram +, Infus NaCl 0,9% 20
kebas +. tetes/menit
O: Tampak ulkus pada seluruh Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
pedis (s), darah (-), pus (+), dalam NaCl 0,9% 100 cc
nyeri (+), bengkak (+). Pada Ciprofloxacine 0,2 gr/12
sekitar luka, perban hangat (+), jam/drips
kehitaman (+). Metronidazole 0,5 gr/8
Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) jam/drips
kesan ↓, arteri tibialis posterior Novorapid 8-8-8 unit/subcutan
(s) (+), arteri poplitea (s) (+), Levemir 10 unit/24
arteri femoralis (s) (+). jam/subcutan
Foto pedis sinistra: Cilostazol 100 mg/12 jam/oral
Soft tissue swelling dorsum Rawat luka
pedis sinistra, fascitis plantaris GDP/hari
pedis sinistra GDS pre meal (siang,malam)
A: Kaki diabetik sinistra
wagner V, Neuropati diabetik
1. S: Lemas ada
O: GDS 18.00 : 251 mg/dl
HBA1c : 8,3%
A: Diabetes mellitus tipe 2
non obes
2. S: Keluhan tidak ada
O : Protein ++/250, glukosa
++/100, ur/cr: 50/1,1
A: Nefropati diabetik

RESUME
Pasien laki-laki, 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama ulkus
regio pedis sinistra. Riwayat diabetes mellitus, berobat dengan insulin 6 unit/8
jam/subcutan, post amputasi digiti I, II, III, IV pedis dextra 1 tahun yang lalu
sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan neuropati ada sejak 1 tahun terakhir. Febris tidak
ada. Riwayat febris ada sejak 1 bulan.
Pada pemeriksaan fisis, Keadaan umum: sakit sedang/gizi
cukup/composmentis, tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisis kepala,
thorax, abdomen tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan ekstremitas tampak ulkus
disertai gangren dan tanda-tanda inflamasi pedis sinistra. Tampak post amputasi
digiti I, II, III, IV pedis dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah sewaktu sebesar
194 mg/dl dan gula darah puasa sebesar 110 mg/dl (on terapi insulin), leukositosis
sebesar 14,9 103/mm3. Hipoalbuminemia sebesar 1,9 gr/dl. Pada pemeriksaan urin
rutin terdapat glukosa, protein, darah, sedimen leukosit, dan sedimen eritrosit.
Pada pemeriksaan radiologi foto pedis sinistra Soft tissue swelling dorsum
pedis sinistra, fascitis plantaris pedis sinistra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik sisnistra wagner V + Diabetes
Mellitus tipe 2 non obese + Hipoalbuminemia + Neuropati diabetik + Nefropati
diabetik.

DISKUSI
Pasien ini didiagnosa dengan kaki diabetik sinistra wagner V karena
adanya luka pada punggung, telapak, dan jari-jari kaki kiri yang awalnya luka
berupa bisul kemudian pecah dan meluas serta menghitam disertai rasa nyeri dan
bengkak. Pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada
kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan sejak 1 tahun terakhir. Pada anamnesis
didapatkan adanya riwayat diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu dan diterapi
dengan insulin 6 unit/8 jam/subcutan sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat amputasi
pada jari kaki kanan sejak 1 tahun yang lalu. Dari hasil pemeriksaan fisis
ekstremitas tampak ulkus pada regio pedis (s), darah (-), pus (+), foetor (+),
jaringan nekrotik (-), nyeri (+), bengkak (+). Pada sekitar luka, perban hangat (+),
kehitaman (+). Tampak post amputasi digiti I, II, III, IV pedis (d). Pada sekitar
luka post amputasi kehitaman (+), nyeri (-). Pulsasi arteri dorsalis pedis (s) kesan
↓, arteri tibialis posterior (s) (+), arteri poplitea (s) (+), arteri femoralis (s) (+).

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.

Dari hasil anamnesis pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan
merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan sejak 1 tahun terakhir.
Hal ini merupakan tanda neuropati diabetik yang merupakan salah satu
komplikasi paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Proses kejadian
neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C
(PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam
sel terjadilah neuropati diabetik.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah sewaktu


sebesar 194 mg/dl dan gula darah puasa sebesar 110 mg/dl (on terapi insulin) dan
leukositosis sebesar 14,9 103/mm3. Leukositosis merupakan tanda terjadinya
infeksi pada kaki diabetik. Adanya hiperglikemik menyebabkan terjadinya
immunosupresif dimana fungsi fagosit dan neutrofil terganggu sehingga imunitas
menurun dan terjadi kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah
merebak menjadi infeksi yang luas.

Selain itu, didapatkan hipoalbuminemia sebesar 1,9 gr/dl. Terjadinya


hipoalbuminemia pada pasien ini dapat disebabkan oleh malnutrisi protein akibat
defisiensi intake protein yang berpengaruh dalam sintesa albumin serta inflamasi
kronis yang terjadi mengakibatkan pelepasan cytokine sebagai akibat respon
inflamasi pada stress fisiologis (infeksi, trauma) mengakibatkan penurunan kadar
albumin melalui mekanisme peningkatan permeabilitas vaskular sehingga
albumin berdifusi ke ruang ekstravaskular, dan peningkatan degradasi albumin.

Pada pemeriksaan urin rutin terdapat glukosa ++/250, protein ++/100,


darah +/25, sedimen leukosit 2, dan sedimen eritrosit 4 dalam urin. Hal ini
merupakan prediktor penting timbulnya nefropati diabetik. Nefropati diabetik
didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai
dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
Pada pemeriksaan radiologi foto pedis sinistra Soft tissue swelling dorsum
pedis sinistra, fascitis plantaris pedis sinistra serta ditemukan gangren yang luas
sehingga dapat diklasifikasikan sebagai kaki diabetik sinistra wagner V.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mengatasi
infeksi lebih lanjut pada kaki, memperbaiki vaskularisasi, dan mengontrol kadar
gula darah. Untuk kaki diabetiknya diberikan antibiotik sesuai kultur jaringan dan
sensitivitas, sambil menunggu hasil kultur jaringan dan sensitivitas digunakan
triple drugs combination yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,
yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif,
maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang
dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat
vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri
untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka. Pada tanggal 10
Desember 2014 hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas menunjukkan biakan
aerob Klebsiella pneumoniae ssp. Pneumoniae bacil gram negatif dan antibiotik
yang sensitif adalah meropenem. Maka untuk penatalaksanaan selanjutnya
diberikan meropenem 1 gr/12 jam/drips.

Adapun untuk kontrol gula darahnya, pada pasien ini diberikan terapi insulin
yang terdiri atas long-acting insulin dan rapid-acting insulin, sehingga kadar gula
darah diturunkan secara cepat. Selain itu, diberikan terapi antiplatelet untuk
mencegah terjadinya vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh
bagian tubuh yaitu cilostazol untuk memperbaiki vaskularisasi dan dilakukan
tindakan debridement serta penanganan luka.

Untuk menentukan terapi pengontrolan gula darah yang tepat, dilakukan


pemeriksaan kadar HbA1c pada pasien ini. Jika kadar HbA1c masih di bawah
6,5%, masih dapat diatasi dengan modifikasi gaya hidup. Kadar HbA1c 6,5-7%
diberikan oral monotherapy, 7-8% diberikan combination oral therapy,
sedangkan kadar HbA1c > 8% sudah perlu dipertimbangkan pemberian injeksi
insulin. Melihat hasil pemeriksaan HbA1c pasien ini adalah 8,3% menunjukkan
pasien ini memerlukan injeksi insulin, maka diperlukan pemberian edukasi pada
pasien dan keluarganya agar dapat menggunakan insulin injeksi secara mandiri di
rumah.

Penatalaksanaan hipoalbuminemia dengan pemberian transfusi albumin


sesuai koreksi albumin sebanyak 4 botol (1 botol per hari) untuk mencegah
terjadinya udem yang dapat menyebabkan syok hipovolemi akibat cairan yang
banyak keluar ke interstisial.

Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas penanganan komplikasi, dan


pencegahan timbulnya luka. Edukasi pasien mengenai pemakaian pelindung kaki,
dan merawat luka. Pengaturan diet dianjurkan untuk mengurangi risiko timbulnya
berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-lain.

KAKI DIABETIK

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik


yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2

EPIDEMIOLOGI

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling


ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki
diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat
menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak
terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah
kaki diabetik. 1

Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih


merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi. 1

ETIOLOGI

Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.


Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 2
 Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.

Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati


motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).

 Faktor presipitasi
 Perlukaan di kulit (jamur).
 Trauma.
 Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
 Derajat luka.
 Perawatan luka.
 Pengendalian kadar gula darah.

PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1

1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2

Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain


berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. 2

Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana


basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 2

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi


endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3

 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan


makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.
 Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan
menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.
 Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot
polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
 Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik
DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
 Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan
kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan
oksidasi fosfolipid dan protein.
 Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin
sulfat.
 Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat
menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan
terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 2
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. 2

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran


oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran
darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren. 2

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa 


sorbitol  fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya
akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 4

a. Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat
atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan
pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada
telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw
foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah
terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
1. Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
2. Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
3. Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4. Timbul ulserasi plantaris pedis.
b. Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi
dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada
keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan
reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan
dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah
kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik


(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
a. Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
b. Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
c. Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama


pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan
pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis,
ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya
pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat
pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan
jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. 2

3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2

KLASIFIKASI

A. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005) 1


Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot.

B. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
C. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1
Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved including
bone and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present

DIAGNOSIS

Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasi-
komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
Gejala klinis akibat neuropati perfier

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5

1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer

Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman,
kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-
otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5

Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5

Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik


serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.5

PENATALAKSANAAN

A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah. 1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas
lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.

1. Mechanical control (pressure control)


Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles. 1

Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1

2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba


pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1

Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1

3. Microbiological control (infection control)


Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1

4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:

Modifikasi Faktor Risiko 1

 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)

Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada


kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1

Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio


intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat


diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan. 1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik
sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1

5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1

6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1

PROGNOSIS

Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2

Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Faktor pendidikan, sosioekonomi,
dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah
terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan
pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi
pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki
keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudah terjadinya
infeksi. 2

Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan


penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6

 Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat


dilakukan oleh pasien secara mandiri)
 Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
 Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
 Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
 Pemeriksaan mata (setiap tahun)
 Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
 Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis – setiap tahun)
 Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
 Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
 Imunisasi influenza/pneumococcus
 Pertimbangkan terapi antiplatelet.

You might also like