Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbicara mengenai surat dan ayat tentunya tidak bias lepas dari Al-
Qur’an, karena memang ini membahas mengenai hal tersebut. Surat dan ayat
merupakan bagian dalam al-Qur’an yang mana Al-Qur’an memang tersusun
dari surat dan ayat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kajian ayat dalan Al-Qur’an?
2. Bagaimana kajian Surah dalam Al-Qur’an?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang ayat di dalam Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui Surah di dalam Al-Qur’an.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kata ayat ( ) االياتmerupakan bentuk jamak dari kata () االية, kata
ayat adalah bentuk tunggal dengan pengertian; 1) alamat atau tanda, 2)
beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian
dari surah di kitab suci Al-Qur’an, 3) beberapa kalimat yang
merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam undang-
undang, 4) bukti, kenyataan yang benar.1 Sedangkan pengertian ayat
sendiri memiliki beberapa arti dalam Al-Qur’an, antara lain:2
1
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), hal: 59
2
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu), hal: 136
2
3
(seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah
menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-
orang yang mempunyai mata hati.
4
22. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Sedangkan pengertian “ayat” menurut istilah ialah:
.طا ئفة ذات مطلع مندرجة في سورة من القران
Artinya: suatu kumpulan kata yang mempunyai awal dan akhir yang
termasuk di dalam suatu surat dari Al-Qur’an.
Ayat-ayat Al-Qur’an itu sudah tentu mengandung pula pegertian-
pengertian menurut bahasa seperti yang disebutkan di atas. Sebab ayat-
ayat Al-Qur’an itu juga merupakan mu’jizat dan tanda kebenaran
kenabian Muhammad yang menyampaikan ayat-ayat itu, di samping
menjadi peringatan, termasuk hal-hal yang menta’jubkan, dan
kumpulan beberapa kata dan huruf, serta menjadi bukti atas kekuasaan
Allah dan sebagainya.
2. Metode mengetahui ayat al-Qur’an dan menentukannya
3
Muhammad ‘Abd al-Azhim Az-Zarqani, Manabahil al-‘irfan fi ulum al-Qur’an, (Beirut; Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 2010), hal: 356
4
Masjfuk Zuhdi, Op. Cit, hal: 138
5
حمعسقdihitung dua ayat. Sedang fawatihus suwar yang ada ر
yakni : الرdan المرdan yang terdiri dari satu huruf, seperti ق, ص,ن
tidak dihitung satu ayat.
b. Aliran non Kufah, yang tidak menghitung semua fawatihus suwar
sebagai satu ayat.
5
Ibid, 139
6
berijtihad atau dengan qiyas. Sebagai ilustrasi dalam surah Al-Fatihah.
Surat ini terdiri dari tujuh ayat dan hal ini sudah disepakati di kalangan
Ulama. Tetpai mereka masih berbeda di dalam menghitung basmalah
sebagai satu ayat dari tiap-tiap surat, maka ayat pertama pada surat Al-
Fatihah ini dimulai dengan الحمد هللا رب العالمينdan seterusnya sampai
ayat keenam berakhir dengan lafadz عليهمyang pertama dan sesudah
lafadz عليهمyang pertama ini adalah ayat ketujuh. Tetapi bagi Ulama
yang menganggap basmalah sebagai ayat pertama bagi tiap-tiap surat,
kecuali surat At-Taubah tanpa basmalah, maka ayat ketujuh adalah
dimulai dengan lafadz صراطsampai والالضا لينdan ayat ketujuh ini
menjadi ayat terpanjang dari surat Al-Fatihah.
6
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta; Itqan Publishing, 2013) hal: 108
7
lafadz yang dibaca waqaf itu fashilah. Sehingga apabila mereka sudah
tahu benar tentang fashilah itu, kemudian nabi membaca washal dengan
ayat sesudahnya, dengan maksud untuk menyempurnakan maknanya.
Maka timbullah dugaan orang yang belum tahu maksud Nabi tersebut,
bahwa lafadz yang dibaca waqaf oleh nabi itu bukan fashilah, lalu orang
itu membaca washal dengan ayat sesudahnya dan menganggap
seluruhnya satu ayat. Sebaliknya ada orang lain yang menganggap dua
ayat. Karena itu ia tidak membaca washal pada ujung ayat pertama.7
7
Masjfuk Zuhdi, Op. Cit, hal 141
8
Ibid, 145
8
ayat al-Mushhaf sekarang ini. Karena itu tepatlah keterangan Abu Ja’far
di dalam kitabnya Al-Munasabat:
9
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Karya Abditama, Edisi Revisi, 1997) hal:
143
9
Nabi membaca surat-surat tersebut dengan tertib seperti tertib
ayat-ayat al-qur’an yang ada di mushhaf.
c. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Al-Zubair.
Ia berkata kepada Utsman bin ‘Affan:
والّذين يتوفّون منكم ويذرون ازواجا نسختها االية االخرى فلم يكتبها او تدعها
ياابن اخى: والمعنى لماذا تكتبها؟ او قال لما ذا تكتبها مكتوبة؟ مع انّها منسوخة قال
.ال اغير شيئا من مكانه
Artinya: ayat itu telah dinasakh dengan ayat yang lain. Maka
mengapaanda tuliskan atau anda biarkan ayat itu. Maksudnya:
mengapa anda tuliskan atau ia berkata: mengapa anda biarkan
ayat itu tertulis, padahal ia sudah dinasakh? Berkata Utsman:
hai anak saudaraku, aku tidak mengubah sedikitpun dari
tempatnya.”
Hadits ini memberikan petunjuk yang sangat jelas, bahwa
menetapkan ayat-ayat tersebut ditempatnya, padahal sudah
dinasakh, adalah berdasarkan taufiqi. Karena itu Utsman sendiri
tidak mampu atau tidak punya wewenang untuk mengubahnya.
d. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari “Umar. Ia berkata:
ّ ما ساءلت النّب
م عن شيئ اكثر م ّما ساءلته عن الكاللة حتى طعن باصبعه فى.ي ص
.صيف الّتى فى اخر سورة النّساء
ّ تكفيك اية ال: صدرى وقال
Artinya: saya tidak bertanya kepada nabi tentang sesuatu yang
lebih banyak daripada yang saya tanyakan kepadanya tentang
kalalah, sehingga Nabi memukul dada saya dengan jari
tangannya, dan berkata Nabi: “Cukuplah bagimu al-Shaif yang
terdapat pada akhir surat an-Nisa’.”
Kita tahu bahwa Nabi telah menunjukkan kepada Umar letak
ayat tersebut di dalam surat An-Nisa’, ialah firman Allah:
10
176. mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah
(seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah.
10
Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-wasith (Istanbul: Maktabah al-Islamiyah, 1392)
hal: 462
11
Muhammad ‘abd al-Azhim az-Zarqani, Op. Cit, hal; 343
12
Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi’Ulum al-Qur’an
(Riyadh: Dar ‘Alim al-Kutub, 2003) hal: 252
11
Nama-nama al-Qur’an bersifat tauqifi, bukan taufiqi, dengan alasan
tidak ada pola tertentu dalam penamaan surat-surat tersebut. Ada surat
yang diberi nama sesuai dengan tema utama atau pokok isi surat
seperti al-Fatihah, an-Nash. Tetapi banyak yang diberi nama bukan
berdasarkan tema utama isi surat, seperti surat al-Baqarah, al-Hujurat.
Bahkan ada juga yang diberi nama dengan huruf-huruf potong yang
terdapat di awal. Seperti surat Thaha . ada juga surat yang punya satu
nama saja, ini yang terbanyak. Ada yang punya dua nama, tiga sampai
empat, hingga ada yang lebih seperti al-fatihah.13
13
Ibid, 269-270
14
Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmi Al-Qur’an, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993) hal: 157
12
antara dalil-dalil tauqifi dan ijtihadi seperti yang sudah dikutip
pada kedua pendapat sebelumnya.
3. Tujuan penentuan surat dan nama dalam Al-Qur’an
Ada bebetapa tujuan penentuan surat dan nama dalam Al-Qur’an,
antara lain; pertama, memberikan kemudahan kepada manusia dan
merangsang mereka mengkaji al-qur’an bahkan menghafalnya. Kedua,
mengisyaratkan tema pembicaraan. Masing-masing surat
membicarakan tema yang jelas. Ketiga, mengisyaratkan bahwa
panjangnya suatu surat tidak menjadi syarat kemukjizatannya.
Keempat, seorang pembaca bila telah menyelesaikan satu surat, maka
ia akan lebih semangat untuk melanjutkan pada surat atau bab
selanjutnya bahkan lebih membuatnya berhasil memahaminya.
Kelima, bila seorang hafidz telah lancar menghafal suatu surat, maka
ia merasa yakin bahwa ia telah mengantongi sebagian al-qur’an secara
mandiri. Keenam, mengurakan secara rinci menurut problem-problem
sejenis, sehingga runtut, dan sebagainya.15
4. Sistematika surah dalam Al-Qur’an
15
Muhammad ‘abd al-Azhim az-Zarqani, Op. Cit, hal; 368
13
2. Al-Matsaniy, jumlah syat-ayatnya banyak. Dinamakan
demikian, karena diwaktu membacanya itu diulang-ulang.
Lebih banyak dari Thuwal dan Miuun.
3. Al Miuun, dimaksudkan surah-surah yang berisi kira-kira
seratus ayat lebih, seperti: Hud, Yusuf, Mu’min dsb.
4. Al Mufashshal, dimaksudkan surah-surah pendek, seperti Ad-
Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas dan sebagainya.16
16
T.H Thalhas, Fokus Isi & Makna Al-Qur’an, (Jakarta; Jalur Pase, 2008), hal: 11
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kata ayat ( ) االياتmerupakan bentuk jamak dari kata () االية, kata ayat
adalah bentuk tunggal dengan pengertian; 1) alamat atau tanda, 2)
bukti, kenyataan yang benar. Cara mengetahui dan menentukan ayat-
ayat al-Qur’an itu adalah berdasarkan tauqifI (ketetapan atau petunjuk
dari Nabi Muhammad), tidak bisa pakai qiyas atau ijtihad. Ada
beberapa perbedaan dalam penghitungan ayat Al-Qur’an, antara lain:
a. Menurut hitungan ulama Madinah yang pertama jumlahnya 6217
ayat.
b. Menurut hitungan ulama Madinah yang kedua jumlahnya 6214
ayat dan ada juga yang mengatakan 6210 ayat.
c. Menurut hitungan ulama Mekkah jumlahnya 6219 ayat, adapula
yang ebrpendapat jumlahnya 6220 dan ada yang berpendapat 6205.
d. Menurut hitungan ulama Kuffah 6236 ayat.
e. Menurut hitungan ulama Syria 6226 ayat.
2. Surat menurut etimologis berarti ( المنزلة الرفيعةperhentian atau posisi
yang tinggi), sedangkan menurut terminologis adalah sekelompok ayat
yang mandiri yang memiliki awal dan akhir. Mengenai susunan Al-
Qur’an para ulama berbeda pendapat dalam tiga aqwal, yaitu; tauqifi,
ijtihadi, serta tauqifi dan ijtihadi. Ada bebetapa tujuan penentuan surat
dan nama dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah memberikan
kemudahan kepada manusia dan merangsang mereka mengkaji al-
qur’an bahkan menghafalnya. Jumlah surah dalam Al-Qur’an ada 114.
Surah-surah yang ada dalam al-qur’an ditinjau dari segi panjang
pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu: Assab’uththiwaal, Al-
Matsaniy, Al-Miuun, dan Al-Mufashshal.
15
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Arabiyah Mujamma’ al-Lughah, al-Mu’jam al-wasith (Istanbul:
Maktabah al-Islamiyah, 1392)
Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi, Al-
Burhan fi’Ulum al-Qur’an (Riyadh: Dar ‘Alim al-Kutub,
2003)
Az-Zarqani Muhammad ‘Abd al-Azhim, Manabahil al-‘irfan fi ulum
al-Qur’an, (Beirut; Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010)
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Ilyas Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta; Itqan Publishing,
2013)
Qathan Mana’ul, Pembahasan Ilmi Al-Qur’an, ( Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1993)
Thalhas T.H, Fokus Isi & Makna Al-Qur’an,( Jakarta; Jalur Pase,
2008)
Zuhdi Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu)
Zuhdi Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Karya
Abditama, Edisi Revisi, 1997)
16