You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbicara mengenai surat dan ayat tentunya tidak bias lepas dari Al-
Qur’an, karena memang ini membahas mengenai hal tersebut. Surat dan ayat
merupakan bagian dalam al-Qur’an yang mana Al-Qur’an memang tersusun
dari surat dan ayat.

Al-Qur’an sebagaimana diketahui diturunkan dalam Bahasa Arab, baik


lafadz maupun ushlubnya. Suatu Bahasa yang kaya kata dan sarat
kandungannya. Kendati al-Qur’’an berbahasa Arab, bukan berarti bahwa
semua orang Arab atau orang yang mahir Bahasa Arab dapat memahami isi
kandungan Al-Qur’an secara rinci.

Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,


secara mutawattir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya. Al-Qur’an
merupaakan sumber utama ajaran agama islam dan merupakan pedoman bagi
setiap muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk hubungan manusia
dengan Tuhannya, akan tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya, bahkan pula hubungan antara manusia dengan alam semesta. Jika
ingin memahami ajaran islam secara kaffah, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah memahami kandungan isi al-Qur’an dan mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kajian ayat dalan Al-Qur’an?
2. Bagaimana kajian Surah dalam Al-Qur’an?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang ayat di dalam Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui Surah di dalam Al-Qur’an.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tentang Ayat Dalam Al-Qur’an


1. Pengertian ayat

Kata ayat (‫ ) االيات‬merupakan bentuk jamak dari kata (‫) االية‬, kata
ayat adalah bentuk tunggal dengan pengertian; 1) alamat atau tanda, 2)
beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian
dari surah di kitab suci Al-Qur’an, 3) beberapa kalimat yang
merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam undang-
undang, 4) bukti, kenyataan yang benar.1 Sedangkan pengertian ayat
sendiri memiliki beberapa arti dalam Al-Qur’an, antara lain:2

a. Mu’jizat, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-


Baqarah ayat 211:
  
  
   
  
   
  
 
211. Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda
(kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka". dan
Barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu
kepadanya, Maka Sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya..
b. Tanda atau alamat, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 248:

1
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), hal: 59
2
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu), hal: 136

2
   
   
   
   
   
  
     
  

248. dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya


tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di
dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa
malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda
bagimu, jika kamu orang yang beriman.

Tabut adalah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa


ketenangan bagi mereka.
c. Pelajaran atau peringatan, seperti yang terdapat dalam Al-
Qur’an surat Ali-Imran ayat 13:
    
  
   
  
 
   
  
    
 
 
13. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang
telah bertemu (bertempur). segolongan berperang di jalan Allah dan
(segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat

3
(seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah
menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-
orang yang mempunyai mata hati.

d. Suatu hal yang menakjubkan atau mengherankan. Seperti


terdapat dalam Al-Qur’an al-Mu’minun ayat 50:
  
 
 
   
. 
50. dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu
bukti yang nyata bagi (kekuasaan kami), dan Kami melindungi mereka
di suatu tanah Tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang
rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.

e. Kelompok atau kumpulan, seperti terdapat dalam ucapan orang


Arab:
‫خرج القوم باءياتهم‬
Artinya; “Kaum itu keluar dengan seluruh kelompoknya, tidak ada
seorangpun yang tertinggal.”
f. Bukti atau dalil, seperti terdapat dalam Al-Qur’an surat Ar-
Rum ayat 22:
  
 


   
 
 

4
22. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Sedangkan pengertian “ayat” menurut istilah ialah:
.‫طا ئفة ذات مطلع مندرجة في سورة من القران‬
Artinya: suatu kumpulan kata yang mempunyai awal dan akhir yang
termasuk di dalam suatu surat dari Al-Qur’an.
Ayat-ayat Al-Qur’an itu sudah tentu mengandung pula pegertian-
pengertian menurut bahasa seperti yang disebutkan di atas. Sebab ayat-
ayat Al-Qur’an itu juga merupakan mu’jizat dan tanda kebenaran
kenabian Muhammad yang menyampaikan ayat-ayat itu, di samping
menjadi peringatan, termasuk hal-hal yang menta’jubkan, dan
kumpulan beberapa kata dan huruf, serta menjadi bukti atas kekuasaan
Allah dan sebagainya.
2. Metode mengetahui ayat al-Qur’an dan menentukannya

Mengetahui dan menentukan ayat-ayat al-Qur’an itu adalah


berdasarkan tauqifI (ketetapan atau petunjuk dari Nabi Muhammad),
tidak bisa pakai qiyas atau ijtihad. Demikianlah pendapat mayoritas
Ulama. Alasan mereka ialah para ulama menghitung ‫ المص‬suatu ayat,
tetapi mereka tidak menghitung ‫ المر‬suatu ayat. Juga mereka
menghitung ‫ يس‬suatu ayat, tetapi mereka tidak menghitung ‫ طس‬suatu
ayat. Demikian pula mereka menghitung ‫حمعسق‬ dua ayat, tetapi
mereka tidak menghitung ‫ كهيعص‬dua ayat, padahal serupa.3

Pendapat jumhur ulama ini ada dua aliran, yakni:4

a. Aliran kufah yang menghitung fawatihus suwar (huruf-huruf


hijaiyah yang terdapat pada permulaan surat) satu ayat, kecuali

3
Muhammad ‘Abd al-Azhim Az-Zarqani, Manabahil al-‘irfan fi ulum al-Qur’an, (Beirut; Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 2010), hal: 356
4
Masjfuk Zuhdi, Op. Cit, hal: 138

5
‫ حمعسق‬dihitung dua ayat. Sedang fawatihus suwar yang ada ‫ر‬
yakni : ‫ الر‬dan ‫ المر‬dan yang terdiri dari satu huruf, seperti ‫ ق‬,‫ ص‬,‫ن‬
tidak dihitung satu ayat.
b. Aliran non Kufah, yang tidak menghitung semua fawatihus suwar
sebagai satu ayat.

Sebagian ulama berpendapat bahwa mengetahui atau menentukan


ayat Al-Qur’an itu sebagian berdasarkan taufiqi dan sebagian
berdasarkan qiyasi atau ijtihad. Sebab ketentuan suatu ayat itu terletak
pada fashilahnya. Fashilah ialah lafadz atau kata yang terdapat pada
akhir ayat. Karena itu apabila sudah positif (berdasarkan riwayat yang
shahih), bahwa Nabi selalu membaca “lafadz” itu dengan waqaf
(berhenti), maka yakinlah kita bahwa lafadz ini menjadi fashilah. Dan
apabila sudah positif Nabi membacanya dengan washal (bersambung),
maka kita juga yakin bahwa lafadz itu bukan fashilah.

Adapula lafadz yang Nabi kadang-kadang membacanya dengan


waqaf dan adakalanya Nabi membacanya dengan washal, maka dalam
hal ini ada beberapa kemungkinan, ialah:5

a. Kalau Nabi membaca lafadz dengan waqaf, maka hal itu


mungkin dimaksudkan untuk; pertama, menunjukkan bahwa
lafadz itu menjadi fashilah. Kedua, sekedar untuk beristirahat
sejenak.
b. Kalau nabi membacanya dengan washal, maka hal itu mungkin
dimaksudkan untuk: pertama, menunjukkan bahwa lafadz itu
bukan fashilah. Kedua, nabi membacanya dengan washal,
karena nabi sudah mengetahui bahwa umat islam telah tahu
lafadz itu menjadi fashilah.

Pada bacaan-bacaan yang mengandung beberapa kemungkinan


inilah, para Ulama bisa menentukan ayat-ayat Al-Qur’an dengan

5
Ibid, 139

6
berijtihad atau dengan qiyas. Sebagai ilustrasi dalam surah Al-Fatihah.
Surat ini terdiri dari tujuh ayat dan hal ini sudah disepakati di kalangan
Ulama. Tetpai mereka masih berbeda di dalam menghitung basmalah
sebagai satu ayat dari tiap-tiap surat, maka ayat pertama pada surat Al-
Fatihah ini dimulai dengan ‫ الحمد هللا رب العالمين‬dan seterusnya sampai
ayat keenam berakhir dengan lafadz ‫ عليهم‬yang pertama dan sesudah
lafadz ‫ عليهم‬yang pertama ini adalah ayat ketujuh. Tetapi bagi Ulama
yang menganggap basmalah sebagai ayat pertama bagi tiap-tiap surat,
kecuali surat At-Taubah tanpa basmalah, maka ayat ketujuh adalah
dimulai dengan lafadz ‫ صراط‬sampai ‫ والالضا لين‬dan ayat ketujuh ini
menjadi ayat terpanjang dari surat Al-Fatihah.

3. Kontroversi jumlah ayat dan sebabnya

Para ulama yang telah menghitung jumlah ayat-ayat Al-Qur’an


telah sepakat menetapkan 6200 lebih ayatnya. Artinya lebihnya inilah
yang masih berbeda jumlahnya di kalangan ulama.

Menurut perhitungan pertama Ulama Madinah lebihnya 17 ayat


sehingga jumlahnya 6217 ayat, Nafi’ juga sependapat dengan ini.
Tetapi menurut perhitungan kedua Ulama Madinah lebihnya 14 ayat.

Menurut perhitungan ulama Mekkah tambahnya 20 ayat sehingga


menjadi 6220, berdasarkan riwayat Ibnu Katsir, dan menurut
perhitungan Ulama Bashrah tambahnya 5 ayat menurut riwayat ‘Ashim,
sedang menurut perhitungan Ulama Kufah tambahnya 36 ayat menurut
riwayat Hamzah, dan menurut perhitungan Ulama Syria lebihnya 26
ayat berdasarkan riwayat Yahya Bin al-Harits.6

Sebabnya timbul selisih bilangan ayat-ayat al-Qur’an di kalangan


Ulama, karena nabi semula membaca waqaf pada akhir tiap-tiap ayat
untuk mengajarkan atau menunjukkan kepada para sahabat, bahwa

6
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta; Itqan Publishing, 2013) hal: 108

7
lafadz yang dibaca waqaf itu fashilah. Sehingga apabila mereka sudah
tahu benar tentang fashilah itu, kemudian nabi membaca washal dengan
ayat sesudahnya, dengan maksud untuk menyempurnakan maknanya.
Maka timbullah dugaan orang yang belum tahu maksud Nabi tersebut,
bahwa lafadz yang dibaca waqaf oleh nabi itu bukan fashilah, lalu orang
itu membaca washal dengan ayat sesudahnya dan menganggap
seluruhnya satu ayat. Sebaliknya ada orang lain yang menganggap dua
ayat. Karena itu ia tidak membaca washal pada ujung ayat pertama.7

4. Macam-macam ayat dan sistematikanya

Telah menjadi ijma’ di kalangan umat islam bahwa urutan atau


susunan atau tertib ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang kita lihat
pada mushhaf umat islam adalah berdasarkan tauqifi artinya atas
petujuk Nabi yang ia terima dari Allah lewat Jibril. Sebab setiap Jibril
turun membawa ayat-ayat Al-Qur’an kepada Nabi, ia menunjukkan
kepada nabi tempat ayat-ayat yang baru diterima itu kepada para
sahabatnya dan menyuruh para penulis wahyu untuk menuliskannya
dan meletakkannya di dalam surat yang telah ditunjukkan. Nabi
berulang-ulang membaca ayat-ayat Al-Qur’an kepada para sahabat
diwaktu shalat, khutbah, dan diwaktu memberi pelajaran atau nasehat
dan pada kesempatan-kesempatan lainnya. Setiap tahun Jibril turun
untuk mengecek urutan atau tertib ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan
oleh Nabi. Bahkan pada tahun terakhir Nabi wafat, Jibril turun dua
kalinuntuk keperluan tersebut.8 Di samping itu, para sahabat menghafal
Al-Qur’an seluruhnya atau sebagian juga menurut urutan atau tertib
ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi dan seperti
yang ada pada Al-Mushhaf umat islam sekarang.

Penulisan dan penghimpunan Al-Qur’an yang dilakukan di masa


sahabat Abu Bakar dan di masa Utsman juga sesuai dengan tertib ayat-

7
Masjfuk Zuhdi, Op. Cit, hal 141
8
Ibid, 145

8
ayat al-Mushhaf sekarang ini. Karena itu tepatlah keterangan Abu Ja’far
di dalam kitabnya Al-Munasabat:

.‫م وامره من غير خالف فى هذا‬.‫ترتيب االيات فى سورها واقع بتوفيقه ص‬

Artinya: Tertib ayat-ayat Al-Qur’an di dalam surat-suratnya itu


adalah terjadi dengan petunjuk dan perintah Nabi, dan tidak ada
perselisihan di dalam hal ini di kalangan umat islam.

Adapun yang menjadi landasan ijma’ umat Islam mengenai tertib


ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah hadist Nabi, antara lain:9

a. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Utsman bin


Abul ‘Ash. Ia berkata:
‫ اتانى جبريل‬: ‫صوبه ثم قال‬
ّ ‫م اذ شخص ببصره ثم‬.‫كنت جالسا عند رسول هللا ص‬
ّ : ‫فاءمرنى ان اضع هذه االية هذا المو ضع من السّورة‬
‫ان هللا ياءمر بالعدل وا‬
‫ اال ية‬.‫الحسان وايتاء ذى القربى‬
Artinya: aku sedang duduk di samping Nabi, tiba-tiba Nabi
memandang ke atas, kemudian memandang ke bawah.
Kemudian ia berkata: “Jibril berkata kepadaku dan
memerintahkan kepadaku agar meletakkan ayat ini di tempat ini
dari surat itu.”
ّ
Ayat yang dimaksud itu ialah: ‫ اال ية‬. ‫ان هللا ياءمر بالعدل‬
b. Hadits-hadits yang terdapat di dalam kitab-kitab hadits yang
shahih yang menerangkan bahwa Nabi membaca beberapa
surat, seperti surat Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisa’, surat Al-
Mu’minuun, dan surat Aar-Ruum pada waktu shalat subuh.
Nabi membaca surat As-Sajdah dan surat ‫ هل اتى على االنسان‬pada
waktu subuh hari jum’at. Nabi membaca surat al-jumu’ah dan
al-Munafiqun pada waktu shalat. Nabi membaca surat pada
waktu Khutbah Jum’ah, surat ‫ اقتربت‬dan ‫ ق‬di dalam salat ‘Id,

9
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Karya Abditama, Edisi Revisi, 1997) hal:
143

9
Nabi membaca surat-surat tersebut dengan tertib seperti tertib
ayat-ayat al-qur’an yang ada di mushhaf.
c. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Al-Zubair.
Ia berkata kepada Utsman bin ‘Affan:
‫والّذين يتوفّون منكم ويذرون ازواجا نسختها االية االخرى فلم يكتبها او تدعها‬
‫ ياابن اخى‬: ‫والمعنى لماذا تكتبها؟ او قال لما ذا تكتبها مكتوبة؟ مع انّها منسوخة قال‬
.‫ال اغير شيئا من مكانه‬
Artinya: ayat itu telah dinasakh dengan ayat yang lain. Maka
mengapaanda tuliskan atau anda biarkan ayat itu. Maksudnya:
mengapa anda tuliskan atau ia berkata: mengapa anda biarkan
ayat itu tertulis, padahal ia sudah dinasakh? Berkata Utsman:
hai anak saudaraku, aku tidak mengubah sedikitpun dari
tempatnya.”
Hadits ini memberikan petunjuk yang sangat jelas, bahwa
menetapkan ayat-ayat tersebut ditempatnya, padahal sudah
dinasakh, adalah berdasarkan taufiqi. Karena itu Utsman sendiri
tidak mampu atau tidak punya wewenang untuk mengubahnya.
d. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari “Umar. Ia berkata:
ّ ‫ما ساءلت النّب‬
‫م عن شيئ اكثر م ّما ساءلته عن الكاللة حتى طعن باصبعه فى‬.‫ي ص‬
.‫صيف الّتى فى اخر سورة النّساء‬
ّ ‫ تكفيك اية ال‬: ‫صدرى وقال‬
Artinya: saya tidak bertanya kepada nabi tentang sesuatu yang
lebih banyak daripada yang saya tanyakan kepadanya tentang
kalalah, sehingga Nabi memukul dada saya dengan jari
tangannya, dan berkata Nabi: “Cukuplah bagimu al-Shaif yang
terdapat pada akhir surat an-Nisa’.”
Kita tahu bahwa Nabi telah menunjukkan kepada Umar letak
ayat tersebut di dalam surat An-Nisa’, ialah firman Allah:
 
  
  

10
176. mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah
(seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah.

B. Tentang Surat Dalam Al-Qur’an


1. Pengertian surat

Surat menurut etimologis berarti ‫( المنزلة الرفيعة‬perhentian atau


posisi yang tinggi), ‫( الفصل‬keutamaan), ‫( الشرف‬kemuliaan), dan ‫العالمة‬
(tanda). Bentuk jamaknya ‫سور‬. Surat adalah bagian atau bab dalam al-
Qur’an, seperti surat al-Fatihah dan al-Ikhlas.10

Surat menurut terminologis adalah sekelompok ayat yang mandiri


yang memiliki awal dan akhir. Para ulama mengatakan bahwa hal itu
diambil dari makna “tembok yang membatasi suatu kota”. Hal itu
karena di dalamnya terdapat peletakan suatu kata di samping kata yang
lain, suatu ayat disamping ayat yang lain. Ibarat suatu tembok yang
merupakan peletakkan dan penyusunaan bata, baris demi baris.11

Surat-surat al-Qur’an berbeda-beda panjang dan pendeknya. Surat


yang paling pendek adalah surat al-Kautsar (surat ke 108) yang terdiri
dari tiga ayat pendek-pendek. Kemudian surat yang paling panjang
adalah surat al-Baqaraah (surat ke-2) terdiri dari 286 ayat. Hampir
keseluruhan ayat-ayatnya adalah ayat-ayat yang panjang. Salah satu
ayatnya yaitu ayat 282 merupakan ayat terpanjang dalam al-Qur’an.12

2. Penentuan surat dan nama dalam Al-Qur’an.

10
Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-wasith (Istanbul: Maktabah al-Islamiyah, 1392)
hal: 462
11
Muhammad ‘abd al-Azhim az-Zarqani, Op. Cit, hal; 343
12
Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi’Ulum al-Qur’an
(Riyadh: Dar ‘Alim al-Kutub, 2003) hal: 252

11
Nama-nama al-Qur’an bersifat tauqifi, bukan taufiqi, dengan alasan
tidak ada pola tertentu dalam penamaan surat-surat tersebut. Ada surat
yang diberi nama sesuai dengan tema utama atau pokok isi surat
seperti al-Fatihah, an-Nash. Tetapi banyak yang diberi nama bukan
berdasarkan tema utama isi surat, seperti surat al-Baqarah, al-Hujurat.
Bahkan ada juga yang diberi nama dengan huruf-huruf potong yang
terdapat di awal. Seperti surat Thaha . ada juga surat yang punya satu
nama saja, ini yang terbanyak. Ada yang punya dua nama, tiga sampai
empat, hingga ada yang lebih seperti al-fatihah.13

Mengenai susunan Al-Qur’an para ulama berbeda pendapat dalam


tiga aqwal sebagai berikut.14

a. Tauqifi, yaitu susunan surat-surat al-qur’an seluruhnya


berdasarkan petunjuk dari Rasulullah seperti halnya susunan
ayat-ayat. Tidak ada satu suratpun yang diletakkan pada
tempatnya kecuali berdasarkan perintah nabi Muhammad.
Susunan surat-surat Al-Qur’an pada zaman nabi sama dengan
susunan surat-surat al-Qur’an pada zaman nabi sama denngan
susunan surat-surat al-Qur’an yang ada sekarang ini.
b. Ijtihadi, yaitu susunan surat al-qur’an itu bukanlah tauqifi dari
nabi Muhammad tetapi hanyalah semata hasil ijtihadi para
sahabat. Argumen ini adalah Mushaf pribadi para sahabat
berbeda susunan-susunan surat-suratnya sebelum disatukan
pada zaman khalifah Utsman ibn Affan. Jika sekiraya susunan
surat-surat itu berdasarkan petunjuk nabi tentu mereka tidak
akan berbeda menyusunnya atau tidak akan mengabaikannya.
c. Tauqifi dan ijtihadi, yaitu susunan surat-surat al-Qur’an,
sebagian berdasarkan petunjuk nabi Muhammad dan sebagian
lagi hasil ijtihadi para sahabat. Pendapat ini mengkompromikan

13
Ibid, 269-270
14
Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmi Al-Qur’an, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993) hal: 157

12
antara dalil-dalil tauqifi dan ijtihadi seperti yang sudah dikutip
pada kedua pendapat sebelumnya.
3. Tujuan penentuan surat dan nama dalam Al-Qur’an
Ada bebetapa tujuan penentuan surat dan nama dalam Al-Qur’an,
antara lain; pertama, memberikan kemudahan kepada manusia dan
merangsang mereka mengkaji al-qur’an bahkan menghafalnya. Kedua,
mengisyaratkan tema pembicaraan. Masing-masing surat
membicarakan tema yang jelas. Ketiga, mengisyaratkan bahwa
panjangnya suatu surat tidak menjadi syarat kemukjizatannya.
Keempat, seorang pembaca bila telah menyelesaikan satu surat, maka
ia akan lebih semangat untuk melanjutkan pada surat atau bab
selanjutnya bahkan lebih membuatnya berhasil memahaminya.
Kelima, bila seorang hafidz telah lancar menghafal suatu surat, maka
ia merasa yakin bahwa ia telah mengantongi sebagian al-qur’an secara
mandiri. Keenam, mengurakan secara rinci menurut problem-problem
sejenis, sehingga runtut, dan sebagainya.15
4. Sistematika surah dalam Al-Qur’an

Jumlah surah dalam Al-Qur’an ada 114, nama-namanya serta


batas-batas tiap-tiap surah serta susunan ayat-ayatnya adalah menurut
ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh rasulullah sendiri
(tauqifi).

Sebagian dari surah-surah Al-Qur’an mempunyai satu nama dan


sebagian yang lain mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana
yang akan dalam muqaddimah tiap-tiap surah.

Surah-surah yang ada dalam al-qur’an ditinjau dari segi panjang


pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu;

1. Assab’uththiwaal, dimaksudkan tujuh surah yang panjang,


yaitu al-b;aqaraah, Ali Imran, An-Nisa, Al-A’raaf, Al-An’am,
Al-Maidah dan Yunus.

15
Muhammad ‘abd al-Azhim az-Zarqani, Op. Cit, hal; 368

13
2. Al-Matsaniy, jumlah syat-ayatnya banyak. Dinamakan
demikian, karena diwaktu membacanya itu diulang-ulang.
Lebih banyak dari Thuwal dan Miuun.
3. Al Miuun, dimaksudkan surah-surah yang berisi kira-kira
seratus ayat lebih, seperti: Hud, Yusuf, Mu’min dsb.
4. Al Mufashshal, dimaksudkan surah-surah pendek, seperti Ad-
Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas dan sebagainya.16

16
T.H Thalhas, Fokus Isi & Makna Al-Qur’an, (Jakarta; Jalur Pase, 2008), hal: 11

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Kata ayat (‫ ) االيات‬merupakan bentuk jamak dari kata (‫) االية‬, kata ayat
adalah bentuk tunggal dengan pengertian; 1) alamat atau tanda, 2)
bukti, kenyataan yang benar. Cara mengetahui dan menentukan ayat-
ayat al-Qur’an itu adalah berdasarkan tauqifI (ketetapan atau petunjuk
dari Nabi Muhammad), tidak bisa pakai qiyas atau ijtihad. Ada
beberapa perbedaan dalam penghitungan ayat Al-Qur’an, antara lain:
a. Menurut hitungan ulama Madinah yang pertama jumlahnya 6217
ayat.
b. Menurut hitungan ulama Madinah yang kedua jumlahnya 6214
ayat dan ada juga yang mengatakan 6210 ayat.
c. Menurut hitungan ulama Mekkah jumlahnya 6219 ayat, adapula
yang ebrpendapat jumlahnya 6220 dan ada yang berpendapat 6205.
d. Menurut hitungan ulama Kuffah 6236 ayat.
e. Menurut hitungan ulama Syria 6226 ayat.
2. Surat menurut etimologis berarti ‫( المنزلة الرفيعة‬perhentian atau posisi
yang tinggi), sedangkan menurut terminologis adalah sekelompok ayat
yang mandiri yang memiliki awal dan akhir. Mengenai susunan Al-
Qur’an para ulama berbeda pendapat dalam tiga aqwal, yaitu; tauqifi,
ijtihadi, serta tauqifi dan ijtihadi. Ada bebetapa tujuan penentuan surat
dan nama dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah memberikan
kemudahan kepada manusia dan merangsang mereka mengkaji al-
qur’an bahkan menghafalnya. Jumlah surah dalam Al-Qur’an ada 114.
Surah-surah yang ada dalam al-qur’an ditinjau dari segi panjang
pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu: Assab’uththiwaal, Al-
Matsaniy, Al-Miuun, dan Al-Mufashshal.

15
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Arabiyah Mujamma’ al-Lughah, al-Mu’jam al-wasith (Istanbul:
Maktabah al-Islamiyah, 1392)
Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi, Al-
Burhan fi’Ulum al-Qur’an (Riyadh: Dar ‘Alim al-Kutub,
2003)
Az-Zarqani Muhammad ‘Abd al-Azhim, Manabahil al-‘irfan fi ulum
al-Qur’an, (Beirut; Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010)
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Ilyas Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta; Itqan Publishing,
2013)
Qathan Mana’ul, Pembahasan Ilmi Al-Qur’an, ( Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1993)
Thalhas T.H, Fokus Isi & Makna Al-Qur’an,( Jakarta; Jalur Pase,
2008)
Zuhdi Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu)
Zuhdi Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Karya
Abditama, Edisi Revisi, 1997)

16

You might also like