You are on page 1of 8

PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS PADA

PUSAT PENGELOLAAN SAMPAH DI SURAKARTA


Triana Puji Rahayu1*, Sri Yuliani2, Tri Joko Daryanto3
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 1
*Email : trianapj.rahayu@gmail.com *
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 2
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 3

Abstract:
The design of Waste Managament Center in Surakarta with Ecological Architecture approach
is based on three considerations. First, waste problems in Indonesia need more solutions than
just bin the waste, but the waste needs to be disposed properly. Second, Surakarta’s landfills is
already overloaded because of the increase of waste produced. Third, there is the urge to
applied ecological architecture to create a harmonious atmosphere between human and
environment. This Waste Management Center designed to accomodate waste processing
activity and with another supportive activities as a public facility. The method to design is
problem solving by reviewing ecological theories and applied it to the architectural
component (space, site, mass and facade, structure and utility). Ecological architecture
approach is applied to create a holistic design that enrich the quality of the environment and
the lives of those who use them. Also, it is applied to create a harmonous atmosphere that
could change society’s paradigm that waste management facility is not a disgusting dirty place
but it is a clean, comfortable and eco-friendly living place to visit that leads to stimulate the
visitor to not just bin the waste but dispose the waste properly.

Keywords: waste, garbage, waste management, ecological architecture

1. PENDAHULUAN Kota Surakarta merupakan salah satu kota


Permasalahan tentang sampah di Indonesia yang memiliki TPA yang sudah over capacity
memerlukan solusi yang lebih dari sekedar dan belum teratasi. Sampah yang sudah
membuang sampah pada tempatnya. masuk ke TPA Putri Cempo pada tahun 2015
Indonesia saat ini menempati posisi kedua mencapai 1,5 juta ton, padahal daya tampung
sebagai negara penyumbang sampah terbesar yang direncanakan adalah 1,3 juta ton (Tribun
di dunia setelah Cina (Kompas, 2016). jateng, 2015). Hal ini disebabkan kenaikan
Pertumbuhan kota di segala bidang yang jumlah sampah yang masuk ke TPA setiap
diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk tahunnya (lihat gambar 1) dan pengolahan
menyebabkan adanya peningkatan dalam yang ada hanya sekedar landfill. Padahal,
aktivitas jasa, industri dan bisnis, juga Kota Surakarta memiliki potensi dalam hal
berdampak pada meningkatnya hasil buangan pelaku dan aktivitas pengelolaan sampah.
dari aktivitas ini berupa volume dan jenis Potensi tersebut ada di TPA Putri Cempo
sampah yang dihasilkan. Pengelolaan sampah sendiri. Penduduk setempat kebanyakan
yang ideal diperlukan untuk mengatasi bermata pencaharian sebagai pemulung,
permasalahan sampah. Konsep pengelolaan memilah sampah dan kemudian menjualnya
sampah yang ideal (Sudrajat, 2006), yaitu; ke pengepul. Potensi lain seperti yang ada
pengelolaan sampah di sumber sampah, pada tiga RT di Kecamatan Laweyan dan satu
pengelolaan sampah di TPA, dan pengelolaan RT di Mojosongo yang berinisiatif membuat
sampah di TPA. Padahal dilihat dari realita bank sampah sendiri. Pemerintah daerah Kota
pengelolaan sampah yang ada saat ini Surakarta mendukung adanya fasilitas
kebanyakan tertuju pada pembuangan akhir pengelolaan sampah dengan mengeluarkan
saja tanpa ada proses pengolahan terlebih Perpres no 18 tahun 2016 mengenai
dahulu sehingga menyebabkan terjadinya Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik
penumpukan pada TPA-TPA di daerah yang Berbasis Sampah, dan Kota Surakarta
berujung pada over capacity. merupakan salah satu pilot projectnya. Kota
Arsitektura, Vol. 15, No.2, Oktober 2017: 483-490

Surakarta masih belum memiliki fasilitas yang pengelolaan sampah dibuat sebaik mungkin
dapat menampung kegiatan pengelolaan dengan memakai citra arsitektur sebagai
sampah secara menyeluruh. Hal ini menjadi fasilitas pengelolaan sampah yang bersih,
peluang untuk perlunya membuat sebuah tidak bau, dan dapat menarik perhatian
fasilitas yang dapat menampung berbagai masyarakat.
kegiatan pengelolaan sampah secara lebih Pusat Pengelolaan Sampah yang direncanakan
sistematis, menyeluruh dan bertujuan untuk mewadahi kegiatan utama
berkesinambungan yang meliputi kegiatan- mengolah sampah agar sampah tidak
kegiatan berbasis 3R. mengotori lingkungan alam dan dapat
menciptakan hubungan manusia yang selaras
120 dengan lingkungannya dengan cara yang tidak
100.3
100 91.6 88 88.6 92.4 96.2 merusak alam. Oleh karena itu, perlu sebuah
pendekatan arsitektur yang dapat menjadi
80
2010 2011 2012 2013 2014 2015
patokan agar bangunan, sistem, dan kegiatan
yang dilakukan di fasilitas tersebut dapat
Volume sampah yang masuk ke TPA berkesinambungan dengan alam, tanpa
Putri Cempo (ton) merusaknya.

Gambar 1. Volume Sampah yang Masuk ke TPA 2. METODE


Putri Cempo 6 Tahun Terakhir Metode perancangan yang dilakukan pada
(Sumber: BPS, 2016) perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di
Surakarta adalah metode problem solving
Pendekatan arsitektur ekologis dipilih sebagai dengan menggunakan arsitektur ekologis
strategi desain untuk Pusat Pengelolaan sebagai strategi desainnya. Urutan metode
Sampah dikarenakan objek yang direncanakan yang digunakan dalam perancangan yaitu:
merupakan sebuah wadah yang bertujuan a. Mencari permasalahan yang dapat
untuk menanggulangi permasalahan sampah diselesaikan dengan perancangan
sehingga dapat menciptakan keselarasan arsitektur yang hasilnya akan menjadi ide
antara manusia dan lingkungan alamnya. terhadap objek yang dipilih. Dalam hal ini
Arsitektur ekologis dapat dimaknai sebagai adalah masalah persampahan sebagai
sebuah konsep rancang bangunan yang objek dan arsitektur ekologis sebagai
menghargai pentingnya keberlangsungan strategi desainnya.
ekositim di alam. Pendekatan dan konsep b. Mencari dan mengumpulkan data terkait
rancangan arsitektur seperti ini diharapkan persampahan dan memilih teori arsitektur
mampu melindungi alam dan ekosistem ekologis yang sesuai. Teori yang sesuai
didalamnya dari kerusakan yang lebih parah, mengenai prinsip-prinsip arsitektur
dan juga dapat menciptakan kenyamanan bagi ekologis adalah sebagai berikut:
penghuninya secara fisik, sosial dan ekonomi.  Pemanfaatan potensi iklim (Yeang,
Ukuran kenyamanan penghuni secara fisik, 2002);
sosial dan ekonomi, dapat dicapai melalui :  Penerapan energi alternatif (Sri Yuliani,
penggunaan sistem-sistem dalam bangunan 2014);
yang alamiah, ditekankan pada sistem-sistem  Penyediaan ruang terbuka hijau (frick,
pasif, pengendalian iklim dan keselarasan 2006);
dengan lingkungannya.  Penerapan prinsip 3R (Zeiher, 1998);
 Drainase berkelanjutan (Zeiher, 1998);
Arsitektur ekologis dihadirkan dalam  Pemberdayaan masyarakat (Yeang,
perancangan pusat pengelolaan sampah 2002).
sebagai salah satu cara untuk mengubah Prinsip-prinsip di atas akan menjadi kriteria
paradigma buruk masyarakat mengenai pendekatan arsitektur ekologis pada bangunan
sampah. Fasilitas pengelolaan sampah yang dengan cara diterapkan pada aspek arsitektur
ada di Indonesia sebagian besar adalah TPA ekologis (lihat tabel 1). Metode untuk
dengan kondisi sampah yang menumpuk, bau menerapkan prisip arsitektur ekologis diatas
dan kotor. Alangkah baik jika fasilitas adalah dengan cara menjustifikasikan pada

484
Triana Puji Rahayu, Sri Yuliani, Tri Joko Daryanto, Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta …

komonen perancangan arsitektur yang terdiri kegiatan pengelolaan sampah. Fasilitas ini
dari : memiliki 3 fungsi, yaitu: fungsi industrial
 Penentuan pengguna dan kegiatan untuk mengolah sampah, fungsi educational
 Pengolahan tapak & cultural untuk mengenalkan pengelolaan
 Bentuk dan tata massa bangunan sampah yang baik serta fungsi publik. Berikut
 Utilitas bangunan akan diuraikan hasil dan pembahasan hasil
 Operasional bangunan perancangan Pusat Pengelolaan Sampah
 Pemilihan material dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis.

Tabel 1.Penerapan Arsitektur Ekologis 3. 1 Deskripsi Tapak


No. Prinsip Komponen Arsitektur Pemilihan tapak didasarkan pada kriteria
Ekologis RTRW Kota Surakarta tahun 2011-2031 dan
1. Pemanfaatan Pengolahan tapak, bentuk kriteria pemberdayaan masyarakat dimana
potensi iklim dan tata massa bangunan telah banyak masyarakat yang bekerja pada
2. Energi Operasional bangunan bidang persampahan. Tapak terpilih berada
Alternatif pada Jalan Ring Road, Mojosongo, Surakarta
3. Ruang Tata ruang luar atau dengan luas ±21.672 m2 , berada pada jarak
Terbuka Hijau landscape <1km dari lokasi TPA Putri Cempo.
4. 3R (Reduce, Penentuan kegiatan,
Reuse, pemilihan material
Recycle) bangunan, utilitas
bangunan
5. Drainase Utilitas bangunan
Berkelanjutan
6. Pemberdayaan Penentuan Kegiatan,
Masyarakat penentuan tapak
Sumber: Yeang (2002), Sri Yuliani (2014), Frick
(2006), Zeiher (1996), diolah oleh Triana Puji
Rahayu

c. Melakukan analisis pendekatan desain


pada komponen arsitektur meliputi,
peruangan, tapak, bentuk dan tampilan
bangunan, struktur dan utilitas bangunan. Gambar 2. Kawasan Industri di Surakarta
Hasil analisis adalah berupa rumusan Sumber: RTRW Kota Surakarta
konsep yang menjadi acuan desain. tahun 2011-2031
d. Merumuskan konsep dari hasil analisis
yang akan menjadi acuan dalam
merancang Pusat Pengelolaan Sampah.
e. Melakukan transformasi desain dari
konsep yang menghasilkan sebuah hasil
desain Pusat Pengelolaan Sampah di
Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur
Ekologis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta
dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis
merupakan sebuah fasilitas untuk
Gambar 3. Lokasi Tapak Terpilih
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, penggunaan ulang, pendauran 3. 2 Aplikasi Pendekatan Arsitektur
ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir Ekologis pada Perancangan
sampah yang digabungkan dengan fungsi
publik sebagai upaya untuk memasyarakatkan

485
Arsitektura, Vol. 15, No.2, Oktober 2017: 483-490

Aplikasi pendekatan arsitektur ekologis pada b. Prinsip kedua adalah Penggunaan energi
perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di alternatif. Penggunaan energi alternatif
Surakarta diuraikan dalam 6 prinsip desain. dilakukan untuk efisiensi sumber daya
a. Prinsip pertama adalah pemanfaatan alam agar dapat digunakan secara luas dan
potensi iklim. Pemanfaatan potensi iklim efektif sehingga mempunyai cadangan
dalam bangunan merupakan pendekatan energi untuk keberlanjutan pembangunan
desain bioclimatic dengan tujuan desain (Sri Yuliani, 2014). Pada Pusat
passive and low energy system dengan Pengelolaan Sampah yang direncanakan,
memperhatikan faktor kenyamanan pengolahan sampah akan menghasilkan
pengguna (Yeang, 2002). Desain pasif energi listrik yang sebagian digunakan
dilakukan dengan cara melakukan untuk menjalankan operasional bangunan
pengolahan konfigurasi bangunan pada ini sendiri dan sebagian lagi dapat dijual ke
tapak agar dapat merespon iklim. PLN untuk dibagikan kepada masyrakat
Pengolahan konfigurasi ini yaitu berupa: luas. Sumber energi alternatif lainnya
 Pengaturan orientasi utama agar sesuai adalah penggunaan solar panel yang
dengan iklim setempat. Bangunan diletakkan pada bagian bangunan yang
sedapat mungkin mengikuti orbit mendapat cahaya matahari sepanjang hari.
matahari, yaitu dengan meletakkan c. Prinsip ketiga adalah penyediaan ruang
ruang-ruang lebih banyak pada bagian terbuka hijau. Ruang terbuka hijau dapat
yang tidak terkena sinar matahari berupa adanya kawasan yang digunakan
langsung yaitu utara-selatan (lihat sebagai area penghijauan untuk paru-paru
gambar 4); kawasan (Frick, 2006). Penataan taman
atau landscape didalam tapak dilakukan
sebagai usaha untuk menambah
penghijauan.

Gambar 4. Pemanfaatan potensi iklim Gambar 5. Bangunan sebagai paru-paru kawasan

Pengolahan tata massa bangunan agar Pengolahan taman mulai dari rancangan
dapat menciptakan alur angin sehingga pola vegetasi dan elemen pendukungnya
dapat memanfaatkan penghawaan alami dengan mempertimbangkan posisi, letak
dan mengurangi adanya penghawaan dan karakteristiknya (lihat gambar 6).
buatan, hal ini juga dapat menghemat Kriteria RTH untuk Pusat Pengelolaan
energi yang dipakai untuk operasional Sampah yang direncanakan yaitu 30% dari
bangunan (lihat gambar 4); total luas lahan.
 Pengolahan tata massa bangunan agar
dapat merespon matahari dan
memanfaatkan sinarnya untuk
pencahayaan alami (lihat gambar 4);
 Pengolahan ketinggian bangunan agar
tercipta self-shading. Self-shading
tercipta pada peletakan massa bangunan
yang lebih tinggi (massa waste-to-
energy ±20m) pada bagian barat Gambar 6. Penyediaan RTH pada rancangan
sebagai shading.

486
Triana Puji Rahayu, Sri Yuliani, Tri Joko Daryanto, Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta …

Strategi lainnya untuk meningkatkan RTH


adalah memperbanyak vegetasi baik interior
maupun eksterior. Seperti pemberian tanaman
gantung pada bagian bawah dome yang selain
meningkatkan RTH juga sebagai pengurang
panas pada area bawah dome (lihat gambar 7).

Gambar 9. Kayu dan Botol Bekas sebagai wall-art

e. Prinsip kelima adalah drainase


berkelanjutan. Prinsip Drainase
berkelanjutan (Zeiher, 1998) dapat
dilakukan dengan mengoptimalkan agar air
Gambar 7. Pemberian Vegetasi Gantung pada hujan dapat masuk kembali ke tanah
area bawah dome untuk mengurangi panas dengan pembuatan sumur resapan dan
saluran biopori, menggunakan material
d. Prinsip keempat adalah penerapan prinsip
penutup tanah yang memungkinkan air
3R. Penerapan prinsip 3R diantaranya pada
dapat masuk ke tanah yaitu paving blok,
pemilihan warna dan tekstur bangunan dari
menggunakan IPAL untuk mendaur ulang
bahan-bahan yang alami, menggunakan
air buangan toilet untuk digunakan sebagai
material bangunan yang tidak bersifat
penyiram tanaman dan flush toilet, serta
polutif atau beracun, dapat diperbaharui,
mengolah air limbah sampah atau air lindi
dan dapat didaur ulang sehingga efek
agar tidak mencemari lingkungan.
negatif ke lingkungan sekecil mungkin
(Zeiher, 1998). Selain itu penerapan
prinsip 3R yaitu untuk penentuan kegiatan
dan pemilihan material bangunan. Untuk
penentuan kegiatan, prinsip 3R akan
mendasari sistem pengolahan sampah yang
direncanakan. Untuk pemilihan material,
prinsip 3R digunakan untuk dasar
pertimbangan penggunaan material bekas
yang masih layak sebagai citra yang dapat
ditampilkan dari bangunan sebagai Pusat
Pengelolaan Sampah. Barang bekas yang
digunakan antara lain kontainer sebagai
Gambar 10. Konservasi air dengan mengolah
material utama area cafetaria (lihat gambar air buangan
9), menggunakan botol bekas serta kayu Area pengolahan air buangan; air hujan dan
bekas sebagai wall-art ada area plaza yang air lindi diletakkan pada zoning yang jauh
berfungsi sebagai elemen dekoratif dan dari zona publik dengan pertimbangan arah
juga sarana edukasi bagi pengunjung yang angin serta dikelilingi oleh tanaman
melihat (lihat gambar 8). penyaring bau, yaitu tanaman bambu.

Gambar 11. Tanaman bambu sebagai filter


Gambar 8. Kontainer bekas sebagai material bau area pengolahan air buangan
penutup cafe

487
Arsitektura, Vol. 15, No.2, Oktober 2017: 483-490

f. Prinsip keenam adalah pemberdayaan yang dapat menghasilkan pembayangan yang


masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dramatis kedalam ruangan. Seperti ada
sebagai infrastruktur merah termasuk ruangan exhibit corridor, yaitu tempat
didalamnya aktivitas manusia dan sistem pengguna melihat proses pengolahan sampah
sosial, ekonomi dan legislatif (Yeang, dari awal sampai akhir. Ruangan ini dibuat
dikutip dalam Yuliani, 2014). Perlu adanya dengan dinding kaca dan dilapisi dengan
korelasi antara fasilitas yang dirancang tambahan secondary skin berbahan ACP pada
dengan proses pemberdayaan masyarakat bagian luar. Pemanfaatan pencahayaan alami
setempat. Pusat Pengelolaan Sampah yang juga dapat dilihat pada plaza yang mendapat
direncanakan diharapkan mampu cahaya matahari langsung karena adanya
meningkatkan kesejahteraan sosial dan glass dome (lihat gambar 13 dan 14).
ekonomi masyarakat setempat.

3. 3 Bentuk dan Tampilan Bangunan


Pengolahan bentuk dan tampilan bangunan
disesuaikan dengan tema perancangan yaitu
sebuah bangunan industri sebagai bangunan
publik dengan suasana yang ekologis (lihat
gambar 12). Gambar 13. Pemanfaatan pencahayaan alami dari
Suasana ekologis dibentuk dari menonjolkan secondary skin
elemen-elemen alam pada perancangan.
Elemen yang ditonjolkan yaitu,
memperbanyak ruang terbuka hijau baik
secara horizontal dan vertikal dengan vertikal
garden dan green roof. Elemen alam yang lain
yang dimasukkan ke dalam perancangan yaitu
adanya kolam sebagai elemen air, Gambar 14. Pemanfaatan pencahayaan alami
memperbanyak bidang transparan agar dari rangka shell
pengguna merasakan cahaya alami, serta
adanya ruang terbuka agar pengguna 3. 4 Sistem Struktur Bangunan
merasakan udara secara langsung. Selain itu Sistem struktur yang digunakan berbeda-beda
suasana alam dibuat dengan penggunaan setiap massa bangunan sesuai kebutuhannya.
warna-warna alam, yaitu hijau, coklat, dan Sistem struktur yang digunakan pada setiap
kuning. massa bangunan didasarkan pada kebutuhan
masing-masing massa meliputi pertimbangan
ketinggian bangunan serta kebutuhan masing-
masing kegiatan didalamnya. Berikut adalah
sistem struktur yang digunakan pada masing-
masing massa bangunan:
a. Massa utama pengolahan sampah
(ketinggian ±20 m) dengan pertimbangan
Gambar 12. Bentuk dan tampilan bangunan ketinggian bangunan dan adanya mesin-
Pencahayaan alami sebagai unsur alam mesin pengolahan sampah yang
dimasukkan kedalam perancangan agar menuntut ruangan bebas tana adanya
pengguna dapat merasakan suasana yang lebih kolom. Sub-structure menggunakan
dekat dengan alam. Pencahayaan alami pondasi tiang pancang, super structure
digunakan sebagai sumber pencahayaan menggunakan kolom-kolom beton dan
utama pada siang hari yang didapatkan dari rangka truss-frame sebagai penyangga,
penggunaan bukaan-bukaan yang lebar. dan upper-structure menggunakan
Pencahayaan alami juga dapat digunakan struktur bentang lebar rangka baja truss-
sebagai pencahayaan dekoratif yang diperoleh frame (lihat gambar 15).
dari pengolahan bukaan dan secondary skin

488
Triana Puji Rahayu, Sri Yuliani, Tri Joko Daryanto, Pusat Pengelolaan Sampah di Surakarta …

berkelanjutan dengan melakukan


konservasi air.
c. Sistem Instalasi Listrik
Sumber listrik berasal dari PLN yang
didukung adanya sistem standby
emergency power dari genset sebagai
sumber listrik kedua. Sumber energi
genset didapatkan dari hasil
pengolahan sampah menjadi energi dan
dari penerapan solar panel sebagai
Gambar 15. Sistem struktur massa pengolah penerapan prinsip arsitektur ekologi
sampah poin kedua yaitu penerapan energi
alternatif.
b. Massa penerima dan pengelola (2 lantai) d. Sistem Insulasi
menggunakan sub-struktur pondasi foot Sebagai bangunan yang ekologis,
plate, super-structure sistem rangka atau bangunan Pusat Pengelolaan Sampah ini
rigid frame, dan upper-structure harus dapat meminimalkan dampak buruk
menggunakan atap dak dengan konsep yang dapat mencemari lingkungan. Dilihat
green roof. dari kegiatan yang ada, bangunan ini
c. Massa untuk fungsi publik atau plaza, memiliki potensi akan menimbulkan
sub-structure menggunakan pondasi foot dampak buruk seperti polusi bau,
plate, super-structure menggunakan kebisingan, dan panas. Oleh karena itu
sistem rangka, dan upper-structure diperlukan suatu strategi desain untuk
menggunakan dome dengan sistem mengatasi polusi tersebut, yaitu sebagai
struktur shell. berikut:
 Insulasi Bau, dilakukan dengan
3. 5 Sistem Utilitas Bangunan
pengaturan zoning sesuai dengan
Sistem utilitas bangunan meliputi:
kegiatan dan arah angin. Insulasi bau
a. Sistem Air Bersih
secara material yaitu dengan
Sistem air bersih yang digunakan yaitu
penambahan polyurethane spray.
menggunakan sistem tangki atap dengan
 Insulasi kebisingan dilakukan dengan
sumber air berasal dari PDAM dan sumur
pengaturan zoning sesuai kegiatan,
dalam. Air dari PDAM dan air sumur
pemberian jarak antara sumber
disalurkan menuju tangki yang berada di
kebisingan dengan zona publik. Insulasi
atap (roof tank) dengan menggunakan
kebisingan secara material dilakukan
pompa, kemudian disalurkan kebawah
dengan menerapkan double membrane
dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi
pada dinding.
menuju ruang-ruang yang membutuhkan.
b. Sistem Air Kotor  Insulasi thermal akibat mesin-mesin
Pengolahan air kotor terbagi atas: pengolah sampah diatasi dengan
penerapan ventilator pada atap dan
 Air kotor dari pembuangan toilet akan
dinding.
diolah dulu pada STP kemudian
dialirkan menuju sumur resapan dan 4. KESIMPULAN
menuju riol kota.
 Air kotor dari WC (black water) Perancangan Pusat Pengelolaan Sampah di
dialirkan menuju septic tank. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur
 Air hujan dari atap dialirkan menuju Ekologis menghasilkan rancangan sebagai
kolam penampung, diolah untuk berikut:
digunakan kembali sebagaimana
penerapan prinsip arsitektur ekologis
poin kelima yaitu drainase

489
Arsitektura, Vol. 15, No.2, Oktober 2017: 483-490

Penerapan Arsitektur Ekologis pada dari fasilitas yang dirancang agar tidak
Rancangan mengganggu lingkungan sekitar.
Pada perancangan Pusat Pengelolaan Sampah
di Surakarta pendekatan arsitektur ekologis REFERENSI
ini, prinsip-prinsip yang diterapkan adalah
sebagai berikut: Frick, H., & Mulyani, T. H. (2006). Arsitektur
a. Memanfaatkan potensi iklim dengan Ekologis. Seri Arsitektur Ekologis 2.
menggunakan bangunan secara pasif; Yogyakarta: Kanisius.
b. Menggunakan energi alternatif dengan Kompas. (2016). Indonesia Penghasil Sampah
sumber dari kegiatan pengolahan sampah Plastik Kedua Terbesar di Dunia? LIPI
menjadi energi (Waste-to-energy) serta Akan Buktikan - Kompas.com.
penggunaan solar panel; Retrieved December 31, 2016, from
c. Menyediakan ruang terbuka hijau (±30% http://sains.kompas.com/read/2016/08/0
dari luas lahan)sebagai paru-paru kawasan 2/15373691/indonesia.penghasil.sampah
juga sebagai menunjang tema ekologis .plastik.kedua.terbesar.di.dunia.lipi.akan.
yang dekat dengan alam; buktikan
d. Menerapkan Prinsip 3R dalam pemilihan Sudrajat, H. R. (2006). Mengelola Sampah
material bangunan, yaitu menggunakan Kota. Jakarta: Penabar Swadaya.
container bekas sebagai ruang cafetaria, Tribun jateng. (2015). TPA Putri Cempo Solo
menggunakan bahan bekas lain untuk Sudah Overload. Retrieved November
elemen estetis dan sarana edukasi 30, 2016, from
pengunjung: ban bekas sebagai pot bunga, http://jateng.tribunnews.com/2015/05/25
kayu bekas sebagai panel dinding, bambu /hasta-akui-tpa-putri-cempo-solo-sudah-
overload
bekas sebagai elemen pelengkap eksterior;
e. Menerapkan prinsip drainase berkelanjutan UU RI No.18 Tentang Pengelolaan Sampah.
untuk utilitas bangunan yaitu dengan (2008). UU RI No.18 Tentang
konservasi air; Pengelolaan Sampah. Republik
f. Memberdayakan masyarakat sekitar yang Indonesia, 1–46.
telah berprofesi pada bidang persampahan Yeang, K. (2002). The Ecological Basis for
sebagai pekerja pada fasilitas ini. Architectural Design. New York:
McGraw-Hill Inc.
Bentuk dan Tampilan Bangunan Yuliani, S. (2014). Metoda Perancangan
Bentuk dan tampilan bangunan menampilkan Arsitektur Ekologi. Surakarta: UNS
suasana ekologis yang dieroleh dengan Press.
memperbanyak vegetasi dan elemen alam (air, Zeiher, L. (1998). The Ecology of
cahaya matahari langsung, udara) serta Architecture. New York: Whitney
menggunakan warrna-warna alam yaitu hijau, Library of Design.
coklat, dan kuning.
Sistem Struktur Bangunan
Sistem struktur diterapkan sesuai fungsi
masing-masing massa bangunan.
Sistem Utilitas Bangunan
Sistem utilitas meliputi sistem air bersih
menggunakan sistem tangki atap, sistem air
kotor dengan mengalirkan air buangan pada
instalasi pengolahan yang berada di basement,
sistem instalasi listrik dengan menggunakan
sumber energi PLN dan sumber energi
terbarukan dari hasil pengolahan sampah
menjadi energi dan solar panel, serta
menginsulasi polusi-polusi yang ditimbulkan

490

You might also like