You are on page 1of 19

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


KERUKUNAN ANTAR UMMAT BERAGAMA

Disusun Oleh :
Nama Nim
Wirmansyah Simanullang 5153311039
Rita Widiya Sari 515331103
Habibi F. Ma’ruf 515331103

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”.
Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk
tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan
tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan
oleh masyarakat manusia.
Kerukunan dalam Islam diberi istilah "tasamuh" atau toleransi. Sehingga yang di
maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah
Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam Al
Qur'an dan Al Hadits.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material
maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong
(ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa,
dan agama. Dengan kerjasama dan tolong menolong tersebut diharapkan manusia bisa hidup
rukun dan damai dengan sesamanya.
Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera,
penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah
agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan
kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh alam pada umumnya. Agama
Islam adalah agama yang Allah turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi
Adam a.s.
Agama itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan
Rasul-rasul berikutnya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri
dari beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu
mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas Agama masing- masing dan berpotensi
konflik. Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural.
Multikultural masyarakat Indonesia tidak satu saja kerena keanekaragaman suku,
budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia
adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama
tersebut terjadi-lah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia.
Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik
antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang
mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama yang sejati,
harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok sosial
yang berbeda agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat beragama yang terjadi
tiba-tiba”.

Makalah ini akan membahas tentang pentingnya menciptakan kerukunan antar umat
beragama dilingkungan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi Agama dan kerukunan umat beragama?
2. Bagaimana wujud kerukunan umat beragama?
3. Apa saja macam - macam dari kerukunan umat beragama?
4. Bagaimana menjaga kerukunan umat beragama?

1.3. Tujuan
Tujuan Makalah ini adalah Untuk mempelajari tentang bagaimana cara manusia beragama,
fungsi dari beragama dan bagaimana kerukunan suatu masyarakat dalam beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama


Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata agama
berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tradisi.Manusia juga sebagai makhluk beragama,
yaitu makhluk yang mempunyai tingkat kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini dengan
sepenuh hati dan diwujudkan dalam setiap kegiatan hidupnya. Dengan agama yang
dianutnya, maka manusia dapat melakukan berbagai kegiatan hidup.
Sebagai makhluk beragama, manusia menyadari bahwa hidup dan kehidupan
diciptakan Tuhan agar kita saling berinteraksi dengan makhluk lainnya. Hal ini merupakan
wujud untuk menjaga kelestarian hidup dan kehidupan. Interksi antar makhluk ini merupakan
bukti bahwa kita bukanlah makhuk individual.
Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara
yang menerapkan masyarakatnya untuk hidup rukun. Sebab kerukunan merupakan salah satu
pilar penting dalam memelihara persatuan rakyat dan bangsa Indonesia. Tanpa terwujudnya
kerukunan diantara berbagai suku, Agama, Ras dan antar Golongan bangsa Indonesia akan
mudah terancam oleh perpecahan dengan segala akibatnya yang tidak diinginkan.
Kerukunan dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana
damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa,
gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila.
Agama secara umum merupakan suatu kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh
masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini dan dipercaya. Agama diakui sebagai
seperangkat aturan yang mengatur keberadaan manusia di dunia.
2.2. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
A. Makna Agama Islam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran
yang menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan kehidupan umat manusia pada
khususnya, dan semua mahluk Allah pada umumnya.rahmat adalah kasih saying sesama
pribadi,keluarga, masyarakat, dan sesama makhluk.rambu-rambu kasih sayang itu telah diatur
oleh Alqu’ran dan sunnah Nabi Muhammad saw.

B. Kerahmatan Islam Bagi Seluruh Alam


Salah satu bentuk kerahmatan Allah pada ajaran islam adalah : Islam menghargai dan
menghormati manusia sebagai hamba Allah, baik mereka muslim maupun non muslim. Islam
memberikan kebebasan pada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan oleh
ALLAH secara bertanggung jawab.menurut ajaran agama islam, manusia diberikan amanat
oleh Allah untuk menjadi khalifah –Nya dibumi.
Diantara misi-Nya adalah menciptakan kemaslahatan bagi sesama makhluk Allah.
Artinya ,setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus memberikan kebaikan dan tidak
boleh merugikan dan menyakiti pihak lain dengan cara menegakkan aturan Allah. Itulah
wujud rahmat Allah dari Agama Islam sebagaimana dinyatakan oleh Allah pada surah

Al-Anbiya’ ayat 107 : yang Artinyaadalah :


Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk ( menjadi ) rahmat bagi semesta
alam.

2.3. Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial.

A. Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non Islam


Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagi agamanya disebut kafir
atau non islam. Mereka yang terdiri dari orang-orang musrik yang menyembah berhala di
sebut orang watsani. Orang kafir yang mengganggu, menyakiti dan memusuhi orang Islam di
sebut kafir harbi, dan orang kafir yang hidup rukun dengan orang Islam disebut kafir dzimmi.
Kafir harbi adalah orang kafir yang memerangi orang Islam dan boleh diperangi oleh orang
Islam. Kafir dzimmi adalah orang kafir yang mengikat perjanjian atau yang menjadi
tanggungan orang Islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya.
B. Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan di
antaranya adalah :
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga,
2. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan,

C. Manusia sebagai makhluk sosial


Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah dapat hidup sendirian, ia membutuhkan
hubungan dengan orang lain. Dalam masyarakat pluralis seperti diinsonesia hubungan antar
kelompok masyarakat yang berbeda adat maupun agama tidak bisa dihindarkan. Oleh sebab
itu agama Islam yang pluralis sangat penting sebagai landasan dalam kehidupan
bermasyarakat.

Seperti sayyid sabiq menulis :


“ Toleransi dan lapang dada merupakan cirri khas masyarakat Islam. Masing - masing
individu tidak ada yang merasa tinggi diri, sombong, congkak, dan seterusnya.
Kesombongan, kecongkangan, egois, tinggi hati, merupakan sifat – sifat yang cenderung
pada perbuatan syaithan, sebab sifat – sifat itu mengakibatkan tumbuhnya perpecahan dalam
masyarakat dan permusuhan sesame manusia”.

D. Hubungan antar umat beragama


Dalam masyarakat hubungan natat pemeluk agama yang berbeda beda tidak bisa
dihindarkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Bagi umat islam
hubungan ini tidak menjadi halangan, Sepanjang dalam kaitan sosial kemanusiaan dan
muamalah. Bahkan dalam berhubungan dengan mereka umat Islam dituntut untuk
menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka untuk mengetahui lebih
banyak tentang ajaran agama Islam yang Rahmatan lil’alamin itu.
Didalam hubungan persaudaraan / ukhuwah umat antar beragama merupakan salah
satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam. Ukhuwah pada mulanya berarti “
persamaan dan keserasian dalam hak “.
Ukhuwah islamiyah istilah ini perlu di dudukan maknanya. Pembahsan ukhuwah adalah
tidak keracunan,sedangkan Islamiyah adalah kedudukan. Ukhuwah islamiyah dapat dibagi
menjadi 4 macam “
1. Ukhuwah ‘ubdiyyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepala Allah.
2. Ukhuwah insaniyyah ( basyariyyah ) dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara,karena mereka semua berasalh dari seorang ayah dan ibu yang sama y,
yaitu Adam dan Hawa.
3. Ukhuwah wathaniyyah wa an-nasab yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
4. Ukhuwah fi din al-islam yaitu persaudaraan antar sesame muslim.

Sebagaiman yang disebutkan dalam Alqur’an.

‫﴾ َو ََل أَنَا عَا ِب ٌد‬٣﴿ ‫ُون َما أ َ ْعبُ ُد‬


َ ‫﴾ َو ََل أَنت ُ ْم عَا ِبد‬٢﴿ ‫ُون‬
َ ‫﴾ ََل أ َ ْعبُ ُد َما ت َ ْعبُد‬١﴿ ‫ون‬
َ ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها ا ْلكَافِ ُر‬
ِ ‫﴾ لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم َو ِل َي د‬٥﴿ ‫ُون َما أ َ ْعبُ ُد‬
٦﴿ ‫ِين‬ َ ‫﴾ َو ََل أَنت ُ ْم عَا ِبد‬٤﴿ ‫عبَدت ُّ ْم‬
َ ‫﴾ َّما‬

Artinya:
Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.

Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk
perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi
menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin
dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka
seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan
kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan
istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat
merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam
sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka
menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat
Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata.
Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan
itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu
fenomena. Idealnya intern umat yang seagama memang harus rukun, namun fakta yang
terjadi di masyarakat justru ada saja hal-hal yang menjadi kendala terwujudnya kerukunan
yang dilandasi jiwa ukhuwah (persaudaraan).
Di dalam kalangan umat Islam misalnya, sering terjadi sedikit permasalahan yang
berakar dan berawal adanya perbedaan pemahaman dan pengalaman terhadap suatu kaidah
agama. Sebenarnya perbedaan pemahaman dan pengalaman adalah suatu hal yang wajar dan
manusiawi, yang penting perbedaan-perbedaan tersebut jangan sampai mengarah ke rusaknya
“ukhuwah islamiyah”.

Allah SWT memberi petunjuk dengan firman Nya di QS. Ali Imron (3):103: “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-
berai...............”.

Begitu juga dalam hadist Rasulullah SAW bersabda: “ Perumpamaan orang-orang


mu’min dalam saling mencintai, saling berbelas kasih dan saling tenggang rasa, mereka itu
laksana satu tubuh, apabila salah satu anggotanya terasa sakit, maka seluruh anggota
badannya ikut merasakan tidak dapat tidur dan merasakan demam panas.” HR Bukhori

Kerangka pluralitas dalam pandangan islam dipahami sebagai ayat ( tanda kekuasaan ) dari
ayat Allah yang tidak tergantikan. Ayat –ayat tersebut berdiri di atas kekuasaan Allah untuk
kemaslahatan dan kemanusiaan.
dalam kaitan ini Allah berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 22 :

َ‫سنَتِڪُمۡ َوأ َ ۡل َوٲنِكُمۡ ۚ إِ َّن فِى ذَٲ ِلك‬


ِ ‫ف أ َ ۡل‬ ۡ ‫ض َو‬
ُ ‫ٱختِلَ ٰـ‬ ِ ‫ت َو ۡٱۡل َ ۡر‬
ِ ‫س َم ٰـ َوٲ‬ ُ ‫َو ِم ۡن َءايَ ٰـتِ ِۦه َخ ۡل‬
َّ ‫ق ٱل‬
٢٢( ‫ين‬َ ‫) َۡلَيَ ٰـ ٍ۬ت ِل ۡلعَ ٰـ ِل ِم‬

Artinya : Dan tanda-tanda-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, dan perbedaan bahasa
dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah benar -benar terdapat
tanda – tanda bagi orang yang mengetahui.

E. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama


Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang di dalamnya terdapat
keanekaragaman suku, budaya, ras, agama atau kepercayaan lainnya. Dalam kehidupan
beragama khususnya, negara Indonesia memberikan kebebasan kepada setiap warga
negaranya untuk memeluk suatu agama yang sesuai keyakinan dan kepercayaan mereka.
Hal tersebut tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 29 ayat 2
yang berbunyi:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Dengan adanya jaminan tersebut, maka setiap pemeluk agama tidak perlu merasa
khawatir untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dengan pemeluk agama yang lainnya.
Bagaimana dengan masyakat sendiri menanggapi perbedaan tersebut? Masyarakat haruslah
senantiasa menyadari bahwa selain diciptakan sebagai makhluk individu, manusia juga
diciptakan sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan
dari manusia lainnya. Oleh karena itu setiap manusia dituntut untuk mampu berinteraksi
dengan kehidupan di lingkungan sekitarnya yang terdiri dari berbagai kalangan manusia yang
memiliki keanekaragaman karakter, sifat, kepercayaan, agama, dan lain sebagainya.
Agama Islam juga menerangkan betapa pentingnya menjalin hubungan di antara sesama
makhluk ciptaan-Nya.
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surat As- Syura ayat 13 yang artinya:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah
belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada -Nya orang yang kembali.”

Adapun solusi agar kita bisa hidup bersama dengan orang-orang yang hidup di tengah
masyarakat yang memiliki perbedaan tersebut adalah dengan saling menghormati dan
menghargai perbedaan tersebut. Sikap seperti itu bisa dikatakan dengan toleransi.
Pengertian Toleransi Antar Umat Beragama
Apakah yang dimaksud dengan toleransi antar umat beragama itu? Sebelumnya, ada baiknya
jika kita mengetahui arti kata toleransi.
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi berasal dari kata toleran
yang artinya batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih
diperbolehkan.
 Ditinjau dari etimologinya, toleransi adalah suatu bentuk kesabaran, ketahanan
emosional, serta kelapangan dada yang dimiliki seseorang.
 Menurut istilah (terminologi), toleransi diartikan sebagai sikap atau sifat menghargai,
membiarkan, membolehkan pendirian seseorang baik itu pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, dsb yang berbeda atau yang bertentangan dengan
pendiriannya.
 Menurut pengertian yang lebih luas, toleransi didefinisikan sebagai sikap atau
perilaku seseorang yang sesuai dengan aturan yang berlaku, di mana orang tersebut
selalu berusaha untuk menghormati serta menghargai setiap tindakan atau perilaku
yang dilakuakan oleh orang lain.

Jadi dengan demikian jika dilihat dari konteks kehidupan beragama, toleransi merupakan
sikap dan tingkah laku yang tidak mendiskriminasikan golongan atau kelompok yang
memiliki perbedaan keyakinan. Dan selanjutnya toleransi tersebut dikenal dengan toleransi
antar umat beragama. Toleransi beragama juga dapat diartikan sebagai sikap menghormati
serta menghargai adanya keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lainnya yang
mana keyakinan dan kepercayaan tersebut berbeda kelompok satu dengan lainnya berbeda-
beda. Toleransi juga dapat diartikan sebagai sikap yang dimiliki manusia sebagai umat
beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati serta menghargai manusia yang
beragama lain. Lalu apa saja manfaat toleransi antar umat beragama?
Banyak manfaat yang bisa didapatkan dari toleransi antar umat beragama, di mana ini
merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Akan
tetapi dalam melakukannya harus dengan sewajarnya dan tidak boleh berlebih-lebihan,
karena hal itu dapat mengganggu kepentingan maupun hak orang lain, dapat menyinggung
perasaan orang lain, dan justru dapat merugikan diri kita sendiri, seperti ibadah maupun
pekerjaan kita.
Adapun manfaat yang bisa didapatkan dari toleransi antar umat beragama di antaranya adalah

1. Dapat terhindar dari adanya perpecahan antar umat beragama


Setiap orang sudah sepatutnya untuk menanamkan di dalam dirinya sifat toleran, serta
menerapkannya di dalam kehidupan bersosial masyarakat, terutama di daerah yang di
dalamnya terdapat berbagai jenis kepercayaan atau agama. Sikap toleransi antar umat
beragama merupakan salah satu solusi untuk mengatasi terjadinya perpecahan di antara
umat dalam mengamalkan agamanya.
Sebagai contoh sikap toleransi antar umat beragama bisa kita lihat di negara kita ini, yaitu
Indonesia yang memiliki lebih dari satu agama dan kepercayaan. Jika toleransi antar umat
beragama tidak tertanam di dalam pribadi masing-masing warga negara Indonesia, maka
kemungkinan besar negara ini akan terpecah belah dan tidak akan bertahan lama.

2. Dapat mempererat tali silaturahmi


Manfaat toleransi antar umat beragama berikutnya adalah terjalinnya tali silaturahmi.
Pada umumnya, adanya suatu perbedaan selalu menjadi alasan terjadinya pertentangan antara
orang (golongan) yang satu dengan lainnya, khususnya bagi mereka yang tidak bisa
menerima adanya perbedaan tersebut. Salah satu contoh adalah adanya perbedaan agama
yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya berbagai konflik serta pertikaian di antara
sesama manusia, seperti tindakan terorisme, pembantaian pemuka agama, dan lain
sebagainya yang pada akhirnya akan mengakibatkan dampak pada timbulnya kesengsaraan
bagi manusia lainnya.
3. Pembangunan Negara akan lebih terjamin dalam pelaksanaannya
Faktor keamanan, ketertiban, persatuan dan kesatuan dari sebuah negara merupakan
salah satu kunci sukses menuju keberhasilan program-program pembangunan yang
dicanangkan oleh pemerintahan di negara tersebut. Terjadinya kerusuhan, pertikaian, dan
segala bentuk bencana baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia menjadi
salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Kejadian-kejadian tersebut secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap jalannya program pembangunan
yang dicanangkan oleh negara.

4. Terciptanya ketentraman dalah hidup bermasyarakat


Kehidupan masyarakat yang meskipun di dalamnya terdapat berbagai perbedaan
seperti perbedaan beragama akan tetapi ada sikap saling toleransi yang tertanam di dalam hati
warga masyarakat tersebut, maka tentunya hal itu akan menciptakan suasana yang aman,
tentram, dan damai di dalam lingkungan tersebut. Tidak akan ada sikap saling mengejek,
mengolok, menghina, serta merendahkan di antara para pemeluk agama, meskipun keyakinan
yang mereka miliki sangat jauh berbeda.

5. Lebih mempertebal keimanan


Setiap agama tentu mengajarkan perihal kebaikan kepada umatnya. Tidak ada agama
yang mengajarkan umatnya untuk hidup bermusuhan dengan sesama manusia.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali- Imron ayat 103, yang artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Jadi dengan menjaga kerukunan antar sesama manusia dan menghindari dari
perbuatan bercerai berai akan dapat menambah nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, dan
hal itu tentu saja akan semakin mempertebal keimanan yang dimiliki oleh seseorang.
Tentunya dalam agama islam manfaat beriman kepada Allah akan membuat hamba tersebut
semakin dekat dengan Allah dan tentunya jaminan atas Surga firdaus atas ketaatannya
tersebut.

2.4. Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang
ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance)
sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan
tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang
sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah
keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang
berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi
hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik.

2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai
tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang
paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah
dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan
mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang
terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri
ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-
saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan
alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman
keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran
agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat.
Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan
dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam.
Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima
di sisi Allah. Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing
sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin.
Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan.
Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok
Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang
percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi.
Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama
teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.Dari uraian diatas, sangat jelas
sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari permasalahan yang menyebabkan konflik
sekejap maupun berkepanjangan.
2.5. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir
keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam
perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada
politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan
mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang
disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political
history).
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut
kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling
pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara
damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain)
akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi
teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan
agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup
eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh
kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat,
yang mungkin oleh sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah
menjadi negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas
tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama.
Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu,
khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu tertentu
ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang memunculkan krisis
pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya
tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama.
Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran
(exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat
disebut sebagai “non-agama.”
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan
keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di
Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai
tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan,
pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.

2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap
pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam
menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat
membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam
maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari
misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat
Studi Agama-agama dan Lintas Budaya.
Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan
bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih
manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA
di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham
pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif
baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik
secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan
berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini.
Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama,
tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang
pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan
bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang
menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami
dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan,
baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah
bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi
agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni
pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di
negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar
teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai
kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa berbagai macam masalah
mengenai kerukunan antar umat beragama yaitu kendala- kendala yang dihadapi dalam
mencapai kerukunan antar umat beragam ada beberapa hal yaitu rendahnya sikap toleransi,
kepentingan politik, sikap fanatisme.

3.2. Saran
Adapun solusi nya adalah dengan melakukan dialog antar pemeluk Agama dan menanamkan
sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama termasuk di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, Muhammad, imanuddin, kuliah tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan)


Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel. cfm
Koran bali post cetak 29/12/2003.
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and
Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International Islamic
University & Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University
Koran bali post cetak 29/12/2003/. Hlm 3
Dr. Ali Masrur, M.Ag.Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and
Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International Islamic
University & Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University. Hlm
Ash-Shiddiqieqy, Hasbi TM, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Al-Faruqi, Ismail. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilan, Cet. III,
Mizan : Bandung, 2001.
Cuolson, N.J. A. History Of Islamic Law. Edinburg : Edinburg University, Press. 1964.
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Dan syirkah
(Bandung : al-Ma’arif, 1987.
Tim MKU Agama Islam UNIMED (2010), Al-Islam: Pendidikan Agama Islam,
Bandung: Cipta Pustaka.

You might also like