Professional Documents
Culture Documents
Laporan Akhir Kegiatatan Geladi 2017 - QQQQQ
Laporan Akhir Kegiatatan Geladi 2017 - QQQQQ
Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat mata kuliah Geladi Program Study S1 Teknik
Telekomunikasi Universitas Telkom
Disusun oleh :
Doni Bima Saputra
1101154273
S1 Teknik Telekomunikasi
Fakultas Teknik Elektro
TELKOM UNIVERSITY
BANDUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini diajukan untuk memenuhi persyaratan telah meyelesaikan Geladi selama 6
minggu terhitung tanggal 05 Juni – 28 Juli 2017 , bertempat di kota Metro :
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya pada saat
ini sehingga penulisan Laporan Geladi ini dapat selesai tepat waktu. Laporan Geladi ini disusun
sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Mata Kuliah Geladi Program
Strata 1 Jurusan Teknik Telekomunikasi, Telkom University.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, penulis mohon maaf atas kesalahan dalam hal penulisan. Penulis juga mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan laporan ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pak Angga Rusdinar selaku Dosen Pembimbing
Akademik dan pak Agung Adhi Putra selaku Pembimbing Lapangan. Tak luput, penulis sampaikan
terima kasih kepada seluruh karyawan BPJS Kesehatan Divre XIII metro yang telah banyak
membantu dalam proses kegiatan Geladi. Terima kasih pula kepada rekan-rekan Geladi di BPJS
Kesehatan Divre XIII Metro yang senantiasa berbagi informasi dari Geladi dimulai sampai dengan
selesai. Penulis berharap laporan akhir ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
ABSTRAK
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
1. PENDAHULUAN
vi
• 1968 – Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta
anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968.
• 1984 –Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang
Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan
Penjabat Negara) beserta anggota keluarganya.
• 1991 – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program
jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan
Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya.
• 1992 – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah
menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat di negosiasi untuk kepentingan pelayanan
kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
• 2005 – PT. Askes(Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI,
sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
• 2014 – Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi
BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
vii
1.3 Struktur Organisasi Perusahaan dan Unit
Struktur Organisasi :
Kepala Kantor Cabang : Wahyu Santoso
Kepala Bidang SDM Umum & komunikasi Publik : Husin Ali
Kepala Bidang penagihan dan keuangan : Fauzan Aziman
Kepala Bidang Perluasan Peserta dan Kepatuhan : Agung Adhi Putra
Kepala Bidang kepesertaan dan Pelayanan Peserta : Anggraeni Putri Manikam
Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Primer : Septyarini Virgianti
Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan : Bellza Rizki Ananta
viii
1.4 Rumusan masalah
1. Apa itu Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial Kesehatan?
2. Apa saja jenis-jenis kepesertaan yang ada di BPJS Kesehatan?
3. Apakah dasar hukum yang mewajibkan badan usaha mendaftarkan karyawan
swasta?
ix
BAB II
2. TINJAUAN TEORI
x
Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai
pasal 14 UU BPJS.[1]
B. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
xi
Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya
xii
2.3 Dasar Hukum BPJS Kesehatan dan Badan Usaha
Pasal 1 angka 14a Perpres mengatur tentang kecurangan kecurangan (fraud) dalam
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Fraud adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mendapatkan keuntungan finansial dari program JKN dalam SJSN melalui perbuatan
curang yang tidak sesuai dengan ketentuan. Berarti agar terjadi fraud ada unsur
kesengajaan.
Pasal 4 ayat (2) huruf e Perpres memasukkan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam kategori peserta penerima upah (PPU).
Pasal 5 ayat (1) menegaskan jumlah anggota keluarga yang ditanggung peserta kategori
PPU paling banyak 5 orang yakni PPU, istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari
perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah.
Bagi pekerja yang belum didaftarkan pemberi kerja dalam program JKN, sesuai
ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perpres, boleh mendaftar sendiri dengan melampirkan
dokumen yang membuktikan status ketenagakerjaannya. Ayat selanjutnya menegaskan
iuran yang dibayar pekerja yang mendaftar sendiri besaran iurannya mengacu Perpres
Jamkes.
Pasal 11 ayat (5) Perpres menyebut jika pekerja/buruh belum terdaftar pada BPJS
Kesehatan, pemberi kerja wajib bertanggung jawab pada saat pekerja membutuhkan
pelayanan kesehatan sesuai manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan. Pasal 11 ayat
(6) mengatur sanksi untuk pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya dalam
program JKN, sanksi berupa teguran tertulis; denda; dan/atau tidak mendapat pelayanan
publik tertentu.
“Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” begitu bunyi
pasal 11 ayat (7) Perpres Jamkes.
Pasal 11 ayat (8) mengamanatkan kepada setiap pekerja bukan penerima upah sesuai
ketentuan pasal 6 ayat (3) huruf c wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya
secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai peserta JKN. Ketentuan itu juga berlaku
bagi setiap orang bukan pekerja sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (9) Perpres
Jamkes.
Ketentuan baru yang ditambahkan dalam Perpres Jamkes yaitu Pasal 12 ayat (2) tentang
identitas peserta berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS). Identitas paling sedikit memuat
nama dan nomor identitas peserta yang terintegrasi dengan nomor identitas
kependudukan (NIK) kecuali untuk bayi baru lahir dari ibu yang terdaftar sebagai PBI.
Pasal 12 ayat (2a) menegaskan KIS diberikan kepada peserta secara bertahap.
Pasal 16 ayat (3) menegaskan iuran JKN bagi PBPU dan bukan pekerja (BP) dibayar
xiii
oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Pasal 16A ayat (1) memaparkan kenaikan
besaran iuran PBI dari Rp19.225 menjadi Rp.23.000 per orang setiap bulan. Pasal 16A
ayat (2) mengatur berlakunya iuran PBI itu sejak 1 Januari 2016.
Pasal 16B ayat (1) sebagian besar tidak ada perubahan, hanya ada penambahan frasa
'pimpinan dan anggota DPRD.' Begitu juga pasal 16B ayat (3) huruf b ada tambahan
frasa 'bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD.'
Pasal 16D mengubah batas atas gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar
penghitungan besaran iuran JKN bagi PPU dari 2 kali penghasilan tidak kena pajak
(PTKP) dengan status kawin dengan 1 orang anak menjadi Rp8 juta.
Besaran iuran bagi PBPU naik, itu tercantum dalam pasal 16F ayat (1). Untuk ruang
perawatan kelas III Rp25.500 (sebelumnya Rp25.500), kelas II Rp51.000 (sebelumnya
Rp42.500), kelas 1 Rp80.000 (sebelumnya Rp59.500). Pasal 16F ayat (2) mengatur
kenaikan besaran iuran itu mulai berlaku 1 April 2016.
Ada satu ayat yang ditambahkan dalam pasal 16H yakni ayat (4), menjelaskan
pembayaran iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana ayat (2) diawali
dengan pemberian surat kuasa dari pekerja kepada pemberi kerja untuk melakukan
pemotongan tambahan iuran dan menyetorkan kepada BPJS Kesehatan.
Pasal 17A.1 berisi ketentuan yang intinya mengatur penghentian penjaminan oleh BPJS
Kesehatan bagi peserta yang terlambat membayar iuran lebih dari sebulan sejak tanggal
10, serta denda yang dikenakan kepada peserta yang telat membayar iuran.
Pasal 21 ayat (1) huruf b nomenklatur 'imunisasi dasar' diubah menjadi 'imunisasi rutin.
Pasal 21 ayat (3) mengatur pelayanan imunisasi rutin meliputi pemberian jenis imunisasi
rutin sesuai ketentuan perundang-undangan. Pasal 21 ayat 4 menegaskan pelayanan
kontrasepsi vasektomi dan tubektomi masuk sebagai manfaat promotif preventif.
Pasal 21 ayat 4a mengatur pemenuhan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi bagi peserta
JKN di fasilitas kesehatan (faskes) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). “Vaksin untuk imunisasi rutin serta alat
dan obat kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disediakan oleh
pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan,” begitu paparan pasal 21 ayat (5) Perpres Jamkes.
Pasal 22 ayat (1) menghapus pelayanan transfusi darah di faskes tingkat pertama
(FKTP). Untuk pelayanan di faskes tingkat lanjutan (FKRTL) ada yang ditambah yaitu
pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis dasar (ayat (1) huruf b angka 2);
pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik (ayat (1) huruf b angka 3); dan
pelayanan keluarga berencana (ayat (1) huruf b angka 11).
Pasal 22 ayat (2) menjelaskan pelayanan kesehatan yang dimaksud pada ayat (1) huruf b
angka 2 hanya berlaku untuk pelayanan di unit gawat darurat. Pasal 22 ayat (3) mengatur
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 11 tidak
termasuk keluarga berencana yang telah dibiayai pemerintah.
Selain mendapat pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat (1) mengacu
xiv
pasal 22 ayat (4) peserta juga berhak mendapat pelayanan berupa alat kesehatan.
Ditegaskan pasal 22 ayat (5) alat kesehatan yang dimaksud termasuk alat bantu
kesehatan.
Pasal 22A memberi kewenangan kepada Menteri untuk menetapkan pelayanan kesehatan
lain yang dijamin berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology
assessment) dengan memperhitungkan kecukupan iuran setelah berkoordinasi dengan
menteri keuangan.
Berikutnya, Pasal 23 huruf b angka 4 memasukan PPU selain angka 1 sampai 3 dan
pegawai pemerintah non PNS dengan gaji sampai Rp4 juta mendapat ruang perawatan
kelas II. Kelas I untuk pimpinan dan anggota DPRD beserta anggota keluarganya (Pasal
23 huruf c angka 2). Ruang perawatan kelas I juga diperoleh peserta PPU selain angka 1
sampai 5 dan pegawai pemerintah non PNS dengan gaji di atas Rp4-Rp8 juta (Pasal 23
huruf c angka 8).
Dibanding peraturan sebelumnya, Perpres Jamkes mengatur lebih rinci peserta yang
menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya. Itu diatur dalam Pasal
24 yang terdiri dari empat ayat. Ada beberapa ketentuan baru dalam Pasal 25 yang
mengatur tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin BPJS Kesehatan. Misalnya,
Pasal 25 ayat (1) huruf c menjelaskan BPJS Kesehatan tidak menjamin pelayanan
kesehatan yang dijamin oleh program Jaminan Kecelakaan Kerja terhadap penyakit atau
cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.
Pada Pasal 29 ayat (2a), (2b) dan (2c) diatur bahwa BPJS Kesehatan bisa memindahkan
peserta dari satu FKTP ke FKTP lain. Pasal 32 ayat (3) memasukan BKKBN sebagai
salah satu unsur dalam Komite Nasional. Pasal 32A ayat (1) dan (2) menegaskan
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah atas ketersediaan obat, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan ketentuang peraturan perundang-undangan.
Pasal 36 ayat (4a) mengatur keterlibatan dinas kesehatan kabupaten/kota dalam
pelaksanaan kerja sama BPJS Kesehatan dengan faskes.
Pasal 36A terdiri dari tiga ayat yang intinya melarang faskes menarik biaya kepada
peserta selama pelayanan yang diberikan sesuai dengan manfaat yang berhak diterima
peserta. Pasal 38 ayat (1) huruf b dan c menegaskan batas waktu pembayaran klaim
BPJS Kesehatan kepada faskes paling lambat 15 hari kerja. Pasal 38A mengatur daluarsa
pengajuan klaim oleh faskes kepada BPJS Kesehatan yakni dua tahun sejak pelayanan
kesehatan diberikan.
Pasal 39 ayat (1a) menegaskan pengaturan pembayaran kapitasi kepada FKTP milik
pemerintah pusat mengikuti ketentuan di bidang keuangan negara. Pasal 39 ayat (5)
mengamanatkan agar evaluasi tarif kapitasi dan INA-CBGs dilakukan dengan
menghitung kecukupan iuran dan kesinambungan program sampai dua tahun ke depan.
Pasal 39A ayat (1) dan (2) membolehkan BPJS Kesehatan meminta rekam medis peserta
kepada faskes.
Pasal 43A ayat (1), (2) dan (3) mengatur pengembangan teknis operasionalisasi sistem
pelayanan kesehatan, kendali mutu pelayanan dan pembayaran pelayanan kesehatan
dalam JKN. Pasal 45 ayat (2) menjelaskan peserta dan faskes bisa mengadu kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Menteri jika tidak mendapat
xv
pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan. Pasal 46 ayat (1a) memperjelas peran Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Badan Pengawas Rumah Sakit (RS)
dalam penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan pada program JKN.
Bab XIII mengatur tentang pengawasan dalam penyelenggaraan program JKN. Pasal
46B ayat (1) sampai ayat (4) menjelaskan keterlibatan berbagai pihak dalam melakukan
pengawasan seperti Dinas Kesehatan, Badan Pengawas RS, Dewan Pengawas RS,
perhimpunan/asosiasi RS dan/atau organisasi profesi.
Dalam ketentuan peralihan ada Pasal 46D yang menjelaskan kartu kepesertaan yang
dimiliki peserta sebelum Perpres Jamkes diundangkan dinyatakan tetap berlaku
sepanjang belum diganti dengan KIS. Perpres ini ditetapkan di Jakarta pada 29 Februari
2016 oleh Presiden Joko Widodo, dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna
H Laoly pada 1 Maret 2016.
xvi
BAB III
3. PELAKSANAAN GELADI
Pelaksanaan Geladi :
MINGGU 1 :
Sinkronisasi data Badan Usaha baru menggunakan aplikasi Edabu
Pengajaran cara kerja portal-sim BPJS Kesehatan
Mendaftarkan Badan Usaha ke Website dan me-reset password untuk alur Badan
Usaha
Mendaftarkan Badan Usaha di Portal-Sim BPJS Kesehatan
MINGGU 2 :
Konverensi pers bersama Media tentang Mudik bersama BPJS Kesehatan
Sinkronisasi Badan Usaha baru
Membuat akun Badan Usaha baru
Minggu 6 :
Mensosialisasikan program JKN-KIS ke kantor pemerintahan
Kunjungan ke Badan Usaha dan Satker pemerintahan.
3.2 Hasil :
Mengentri data badan usaha / perusahaan yang baru mendaftar atau registrasi
ulang ke BPJS Kesehatan. Mendaftarkan data perusahaan yang ikut serta dalam
BPJS Kesehatan, baik untuk karyawan, buruh, maupun direktur utama pada
badan usaha / perusahaan tersebut.
Pengetahuan dan pengalaman baik berupa softskill maupun hardskill. Secara
softskill, dapat melatih keterampilan berkomunikasi saya dengan orang baru yang
lebih dewasa. Secara hardskill, saya dapat mengetahui dan menjalankan proses
bisnis BPJS.
Dapat melakukan kerjasama tim dengan staff BPJS guna untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan.
xvii
BAB IV
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan :
Didapat kesimpulan selama pelaksanaan geladi berlangsung mulai 05 Juni 2017 - 28
Juli 2017 yaitu :
1. Kegiatan Geladi merupakan program pendekatan mahasiswa dengan pihak kantor
dalam menyiapakan lulusan yang siap kerja.
2. Program geladi membuat mahasiswa telkom universty memiliki pengalaman
kerja yang baik, memiliki kemampuan sosialiasi yang baik, dan memiliki rasa
tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dikerjakan.
3. BPJS Kesehatan merupakan merupakan Badan Usaha Milik Negara ini berfokus
pada bidang khusus yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia yang sangat dibutuhkan pada saat ini.
4. Bidang perluasan peserta dan kepatuhan memiliki peran yang sangat baik dalam
hal mengenalkan program JKN-KIS dengan adanya sosialisasi.
5. Tujuan dari kujungan Badan Usaha adalah untuk pendekatan dan
menginformasikan program dari BPJS Kesehatan, serta untuk mengetahui Badan
Usaha tersebut berpotensial atau tidak.
4.2 Saran :
Adapun saran untuk menunjang pelaksanaan geladi adalah :
mahasiswa yang melaksanakan geladi agar diberi jobdesk yang sesuai dengan jurusan
yang diambil pada program kuliahnya.
Sebaiknya pihak universitas memantau secara rutin dari pelaksanaan Geladi melalui
pembimbing akademik atau pembimbing lapangan.
xviii
DAFTAR PUSTAKA
xix