You are on page 1of 4

KETERLAMBATAN DIAGNOSIS PADA RETINOBLASTOMA

ABSTRAK

Latar Belakang—Primary Health Professional (PHP) memiliki kesulitan dalam mendeteksi dini
simtom yang umumnya ada pada retinoblastoma sehingga menyebabkan keterlambatan dalam
diagnosis yang berpengaruh pada prognosis pasien.

Metode—Retrospektif, dimana data diambil dari rekam medis pasien mengalami retinoblastoma.

Hasil—Dari 157 pasien didiagnosis rata-rata pada umur 1,2 tahun dengan keterlambatan
diagnosis rata-rata 3,4 bulan. Anak yang menderita tumor bilateral umumnya berusia lebih muda
dibandingkan yang menderita tumor unilateral. Gejala utama yang ditemukan adalah leukokoria
dan strabismus, dengan gejala sekunder berupa pandangan kabur, hiperemis mata dan fotofobia.

Kesimpulan—Primary Health Professional (PHP) membutuhkan edukasi lebih tentang


pentingnya gejala pada mata, terutama leukokoria dan strabismus pada pasien pediatrik guna
deteksi dini dan terapi sehingga prognosis lebih baik.

PENDAHULUAN
Retinoblastoma adalah tumor paling sering pada anak, umumnya simtom yang timbul berupa
leukokoria. Simtom lain yang dapat timbul berupa strabismus, hiperemis mata, penurunan visus,
fotofobia. Faktor risiko retinoblastoma antara lain usia dan herediter. Usia pasien yang menderita
retinoblastoma umumnya ≤3 tahun dan sangat jarang pada dewasa. Retinoblastoma akibat faktor
herediter disebabkan mutasi gen RB1 yang menghasilkan protein pRB yang berfungsi
menghambat proliferasi sel (tumor suppressor gene). Dari 25% kasus diturunkan dari orang tua
yang carrier dan 75% kasus didapat selama masa pertumbuhan dan perkembangan di dalam
rahim.

METODE
Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode retrospektif pada anak-anak
yang mengalami retinoblastoma yang berada di MAHAK Pediatric Cancer Treatment and
Research Cemter (MPCTRC) dari April 2007-Desember 2011. Informasi pada tiap pasien
meliputi jenis kelamin, usia saat didiagnosis, manifestasi klinik, waktu pertama kali munculnya
gejala, waktu ddiagnosis ditegakkan, waktu mendapatkan terapi awal dan stadium tumor. Data
dianalisis menggunakan SPSS versi 19 dengan tes Mann-Whitney dan chi square.

HASIL
Kriteria inklusi ditemukan pada 157 pasien dengan rata-rata usia 1,2 tahun. Interval rata-rata
antara deteksi gejala dini dan diagnosis klinis adalah 3,4 bulan. Keterlambatan diagnosis yang
kurang dari 5 bulan ditemukan pada 105 anak sedangkan yang lebih dari 15 bulan ditemukan
pada 9 anak.

Pada tabel 1 dibagi menjadi beberapa kelompok usia dimana kelompok pertama 0-2 tahun, 2
tahun dan >4 tahun. Pada kelompok usia >4 tahun lebih lama terdiagnosis (7.6±3.8 bulan;
median 11.5 hari). Sedangkan, pada usia 2-4 tahun lebih cepat terdiagnosis (2.1±0.53 bulan;
median 1.0 bulan).

Gejala yang paling utama adalah leukokoria yang ditemukan pada 106 anak (67,51%) dengan
keterlambatan diagnosis 3,4 bulan. Gejala strabismus ditemukan pada 33 anak dengan
keterlambatan diagnosis 2,9 bulan. Pada tabel 2 menunjukkan penurunan visus dan inflamasi
mata sebagai keterlambatan diagnosis pada tumor.
Pada tabel 3 menunjukkan keterlambatan waktu diagnosis dari penegakkan diagnosis awal
dengan penampakan tumor pada retinoblastoma bilateral-ekstraokuler sebesar 10-15 bulan, lalu
pada retinoblastoma unilateral-ekstraokuler sebesar >15 bulan. Keterlambatan diagnosis pada
retinoblastoma intraokuler lebih cepat (2,9 bulan) dibandingkan pada retinoblastoma
ekstraokuler (8,7 bulan).
Berdasarkan studi analisis retrospektif pada 157 anak yang terdiagnosis retinoblastoma
menunjukkan bahwa retinoblastoma bilateral muncul pada anak dengan usia yang lebih muda
dibandingkan dengan usia anak yang mengalami retinoblastoma unilateral.

Rata-rata waktu keterlambatan diagnosis retinoblastoma pada anak-anak Iran yang dirawat di
MPCTRC adalah 3,4 bulan. Durasi gejala yang >10 bulan merupakan faktor utama prognosis
yang buruk. Pasien yang predominan dengan tumor intraokular gejalanya lebih pendek
dibandingkan dengan pasien tumor ekstraokular.

DISKUSI
Kunci utama dari diagnosis dini adalah rujukan kepada dokter anak yang dapat mendeteksi
kelainan pada mata. Tanda dan gejala, screening funduskopi dan terapi dini adalah hal yang
paling penting. Keterlambatan diagnosis pada retinoblastoma disebabkan karena kurangnya
tingkat kewaspadaan dari orang tua maupun tenaga kesehatan terhadap tanda dan gejala yang
ada.

KESIMPULAN
Anak dengan riwayat keluarga mengalami retinoblastoma harus segera disarankan untuk
berkonsultasi pada dokter mata dan dokter onkologi anak. Adanya program edukasi pada
masyarakat diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap gejala seperti
leukokoria, strabismus dan inflamasi mata sebagai deteksi dini. Keterlambatan diagnosis dapat
meningkatkan risiko progresifitas tumor dan prognosis yang buruk.

Sumber:

https://www.cancer.org/

Faranoush Mohammad, et al. 2014. Consequences of Delayed Diagnosis in Treatment of


Retinoblastoma. Iran J Pediatr; Vol 24(4), Pp: 381-386.

Ye Zhang, et al. 2013. The Clinical Characteritics and Prognosis of 92 Cases of Delay
Occurrence of Retinoblastoma. Zhonghua Yan Ke Za Zhi 49 (9): 812-6.

You might also like