You are on page 1of 5

A.

P-Treatment
1. Penentuan Problem Pasien
Masalah utama : kejang-kejang, akibat sebelumnya terkena paku  terjadi kekakuan pada
mulut dan sulit bernafas

Masalah tambahan: sulit makan dan mulut sulit dibuka

2. Rencana Tujuan Terapi


 Mengobati keluhan kejang-kejang.
 Mengobati penyebab utama dari gejala kekakuan pada mulut, sulit bernafas, sulit makan
dan sulit buka mulut.
 Menetralkan dan meminimalkan efek toksin dengan mempertahankan jalan napas yang
adekuat
 Memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.

3. Pemilihan Terapi
Terapi Farmakologis

Farmakologi obat-obatan yang biasa dipakai pada tetanus


 Diazepam.
Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi semua
tingkatan sistem saraf pusat, termasuk bentukan limbik dan retikular, mungkin dengan
meningkatkan aktivitas GABA, suatu neurotransmiter inhibitori utama. ( Sudoyo, Aru. W
2006.)
 Dosis dewasa
Spasme ringan : 5-10 mg oral tiap 4-6 jam apabila perlu
Spasme sedang: 5-10 mg i.v apabila perlu
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg perjam
 Dosis pediatrik
Spasme ringan : 0,1-0,8 mg/kg/hari daam dosis terbagi tiga kali atau empat kali sehari
Spasme sedang sampai spasme berat : 0,1-0,3 mg/kg/hari i.v tiap 4 sampai 8 jam.
 Kontraindikasi:
hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit.
 Interaksi
Toksisitas benzodiazepin pada sistem saraf pusat meningkat apabila dipergunakan
bersamaan dengan alkohol, fenotiazin, barbiturat dan MAOI; cisapride dapat
meningkatkan kadar diazepam secara bermakna.
 Kehamilan : kriteria D tidak aman pada kehamilan
 Perhatian
Hati-hati pada pasien yang mendapatkan depresan sistem saraf pusat yang lain,
pasien dengan kadar albumin yang rendah atau gagal hati karena toksisitas diazepam
dapat meningkat.

 Fenobarbital
Dosis obat harus sedemikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi pernafasan. Jika
ada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mendapatkan efek
sedasi yang diinginkan. ( Sudoyo, Aru. W 2006.blog-indonesia 2009)
 Dosis dewasa: 1 mg/kg i.m tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari
 Dosis pediatrik: 5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 hari.
 Kontraindikasi: hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru berat, dan
nefritis.
 Interaksi: dapat menurunkan kloramfenikol, digitoksin, kortikosteroid, karbamazepin,
teofilin, verapamil, metronidazol dan antikoagulan.
 Kehamilan: kriterian D-tidak aman pada kehamilan.
 Perhatian: pada terapi jangka panjang, monitor fungsi hati, ginjal dan sistem hematopoitik;
hati-hati pada demam, diabetes melitus, anemia berat, karena efek samping dapat terjadi;
hati-hati pada miyastenia gravis dan miksedema.
 Baklofen.
Baklofen intratekhal, relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara eksperimental
untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk menghentikan infus diazepam. Keseluruhan
dosis baklofen diberikan sebagai bolus injeksi. Dosis dapat diulang setelah 12 jam atau lebih
apabila spasme paroksismal kembali terjadi. (Sudoyo, Aru. W 2006.blog-indonesia 2009)
 Dosis dewasa: < 55 tahun: 100 mcg IT, > 55 tahun : 800 mcg IT
 Dosis pediatrik: < 16 tahun : 500 mcg IT, > 16 tahun: seperti dosis dewasa
 Kontraindikasi: hipersensitifitas
 Interaksi: C-keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum dikuetahui.
 Perhatian: hati-hati pada psien dengan disrefleksia otonomik.

 Penisilin G
Berperan dengan mengganggua pembentukan polipeptida dinding otot selama multiplikasi
aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikriorganisme yang rentan. Diperlukan
terapi selama 10-14 hari. Dosis besar penisislin i.v dapat menyebabkan anemia hemolititk dan
neurotoksisitas. ( Sudoyo, Aru. W 2006.blog-indonesia 2009)
 Dosis dewasa: 10-24 juta unit/hari i.v terbagi dalam 4 dosis
 Dosis pediatrik: 100.000-250.000 U/kg/hari i.v/i.m dosis terbagi 4 kali/hari
 Kontraindikasi: hipersensitivitas.
 Kehamilan: kriteria B-nya biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya
melebihi resiko yang mungkin terjadi.
 Perhatian: hati-hati pada gangguan fungsi ginjal.
 Metronidazol.
Metronidazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa.dapat diabsorbsi ke dalam
sel dan senyawa termetabolisme sebagaian yang terbentuk mengikat DNA dan
menghambat sintesis protein, yang menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi
selama 10-14 hari. Beberapa ahli merekomendasikan metronidazol sebagai antibiotik pada
terapi tetanus karena penisilin G juga merupakan agonis GABA yang dapat memperkuat
efek toksin. ( Sudoyo, Aru. W 2006.blog-indonesia 2009)
 Dosis dewasa: 500 mg per oral tiap 6 jam atau 1 gr i.v tiap 12 jam, tidak lebih dari 4
gr/hari.
 Dosis pediatrik: 15-30 mg/kgBB/hari i.v terbagi tiap 8-12 jam, tidak lebih darri 2
gr/hari.
 Kontraindikasi: hipersensitivitas, trimester pertama kehamilan.
 Kehamilan: kriteria B-biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya
melebihi resiko yang mungkin terjadi.
 Perhatian: penyesuaian dosis pada penytakit hati, pemantauan kejang dan neuropati
perifer.

4. Pemberian terapi
Farmakologis

dr. Budi santoso


Jl. PM. Noor No. 21
SIP : 11/22/2018

Samarinda, 2 Agustus 2018

R/ Metronidazole 500 mg tab No. XXX


S 4 dd tab I

R/ Diazepam 10 mg tab No. X
S 4 dd tab I

Pro : Tn. Amir


Usia : 35 tahun
Alamat :-

5. Komunikasi Terapi
Informasi Penyakit

 Tetanus merupakan penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan otot dan spasme akibat
luka yang terkontaminasi Clostridium tetani.
 Tetanus dapat dicegah dengan penanganan luka yang baik dan imunisasi.
Informasi terapi

 Menjelaskan pentingnya peran keluarga dalam pengobatan ini, untuk mengingatkan


pasien dalam meminum obat secara teratur.
 Menjelaskan bahwa obat antibiotik yang diberikan dapat berefek samping ringan-berat
 Sebelum obat habis segera kembali kedokter karena diusahakan tidak sampai terjadi
putus obat, dan penggunaan antibiotik butuh pemantauan baik untuk memantau tercapai
tidaknya efek optimal, ada tidaknya efek samping maupun perlunya penurunan dosis
perlahan dalam penggunaannya.

6. Monitoring dan evaluasi


 Pada tetanus harus dimonitor pernapasan karena obat-obat yang diberikan dapat
menyebabkan depresi napas
 Untuk mencegah overdosis diperluka monitor reflex patellar, jika reflex patella
menghilang, dosis harus diturunkan.
 Dapat timbul komplikasi dari tetanus fraktur akibat kejang yang terus menerus, serta
gangguan otonom berupa hipertensi dan takikardi yang berubah menjadi hipotensi dan
bradikardia.
 Pasien tetanus juga berisiko terkena infeksi nosokomial akibat perawatan yang agak lama

You might also like