You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cumulative Trauma Disorders (CTDs) adalah sekumpulan gangguan atau kekacauan


pada sistem muskuloskeletal berupa cedera syaraf , otot, tendon, ligamen, tulang dan
persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas (tangan, pergelangan, siku dan bahu),
tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan tulang belakang (punggung dan leher).
Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling
rentan terhadap resiko CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data
menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-
pekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan
timbulnya CTDs. Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi
mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti
ini berlangsung setiap hari dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen
dan kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Oleh karena itu
perlu diketahui bahwa gangguan sistem muskuloskeletal pada saat bekerja sangat berbahaya
bagi para pekerja, apalagi bila kegiatan tersebut berulang secara terus menerus. Maka perlu
dilakukan metode atau identifikasi dalam penanganan gangguan tersebut, agar dapat
meminimalkan angka cedera, gangguan, atau sakit terhadap pekerjaannya.

Fraktur merupakan salah satu gangguang sistem muskuloskeletal yang kerap dijumpai di
kalangan masyarakat. Fraktur juga telah menjadi masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak
menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik ini banyak terjadi kecelakaan
lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula
kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk
penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia
contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk
menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang
1
terkilir. Seiring perkembangan zaman yang kian pesat, asumsi masyarakat terkait pengobatan
frakturpun semakin berkembang. Selain para dokter, perawat, serta tim kesehatan lainpun
berusaha memberi pendidikan dan penyuluhan terkait penatalaksanaan fraktur yang baik dan
benar sehingga diharapkan bagi klien yang memiliki masalah atau gangguan pada sistem
muskuloskeletal bisa sembuh dan sehat kembali.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas secara tuntas dan rinci terkait
penatalaksanaan fraktur pada sistem muskuloskeletal. Dalam makalah ini juga akan
menjelaskan fungsi dan manfaat dari informed concent yang bertujuan memberikan
perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui proses terjadinya fraktur


2. Mengetahui informed concent pada klien fraktur
3. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan fraktur

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang,fraktur patologis terjadi tanpa trauma pada tulang
yang lemah karena dimineralisasi yang berlebihan (Carpenito, 2002).Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang-tulang putus dapat berupa trauma langsung dan
tidak langsung.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma.
Beberapa fraktur sekunder terhadap proses-proses akibat trauma. Beberapa fraktur sekunder
terhadap proses-proses penyakit seperti Osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur
patologis. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang normal yang terjadi ketika mendapat
tekanan yang berlebihan pada tulang dari pada yang dapat diserapnya. Kerusakan pada jaringan
lunak sekitarnya (kulit, jaringan subkotan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamea dan tendon)
juga sering terjadi. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan
bentuk dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang mendapat tekanan yang lebih besar daripada
yang dapat diserapnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh ruda paksa atau benturan yang langsung maupun
tidak langsung dan juga beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti Osteoporosis
yang dapat menyebabkan Fraktur Patologis.

B. MALPRAKTEK PADA KEJADIAN FRAKTUR

Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat


keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim di pergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian
disini adalah sikap kekurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap

3
hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan
melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.

Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di bawah
standar. Malpraktek medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai.
Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya Dokter yang
sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi,
histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk
mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis
dan konsumtif, dimana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek diatas dapat meluas.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:

1. Dokter kurang menguasai Iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi
kedokteran.
2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati.
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia
hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian kerena
kelalaian, maka Penggugatan harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:

1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.


2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.
3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar

Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang tergugat. Dalam
hukum terdapat suatu kaidah yang berbunyi “Res Ipsa Loquitur”, yang berarti faktanya telah
berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal dirongga perut pasien, sehingga
menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus membuktikan
tidak adanya kelalaian pada dirinya. Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana.

4
Dalam arti pidana (kriminil), kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikapyang sifatnya
lebih serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap
kemungkinan timbulnya resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga
harus bertanggung jawabterhadap tuntutan kriminal oleh Negara.

C. INFORMED CONCENT

Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan Informed Consent adalah
memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan hukum kepada dokter
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif.

Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989


tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi
kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi
adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut,
tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351. Informasi/keterangan yang
wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.


2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Risiko Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi
yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian
yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan
5
berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter
mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang
lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada
kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat
melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.

D. PENATALAKSANAAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

1. Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan
foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai
adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien
dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang

6
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan
yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang
ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama,
dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada
cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera
digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan
perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi
fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai
yang diterangkan diatas. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa
mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

3. Prinsip penanganan fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan


pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :

a. Reduksi

 Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan rotasi anatomis
 Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya.
 Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,

7
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.

b. Reduksi tertutup

pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan


fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi
dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan
persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia.
Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat
lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan


imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.


Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

c. Imobilisasi

 Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan


dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan,
 Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan
 Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal”
bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-
alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)

8
d. Rehabilitasi

 Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit
 Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan
reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan), mengontrol ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan
posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan
pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan
harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai
batasan terapeutik.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma.
Beberapa fraktur sekunder terhadap proses-proses akibat trauma. Beberapa fraktur sekunder
terhadap proses-proses penyakit seperti Osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur
patologis. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang normal yang terjadi ketika mendapat
tekanan yang berlebihan pada tulang dari pada yang dapat diserapnya. Kerusakan pada
jaringan lunak sekitarnya (kulit, jaringan subkotan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamea dan
tendon) juga sering terjadi. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai dengan bentuk dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang mendapat tekanan yang lebih
besar daripada yang dapat diserapnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh ruda paksa atau benturan
yang langsung maupun tidak langsung dan juga beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti Osteoporosis yang dapat menyebabkan Fraktur Patologis.

B. Saran

Kita sebagai hamba Allah SWT memiliki kewajiban untuk tunduk kepada-Nya dan
mentaati hukum serta aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya. Maka dari itu agar kelak kita
tidak mendapatkan kesusahan melainkan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
hendaknya kita selalu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
serta segala sesuatu yang madlarat yakni yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan
manusia.

DAFTAR PUSTAKA

10
forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/22/konsep-fraktur-patah-tulang

C.Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1992.

Gibson, John. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2003.

Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2003.

11

You might also like