You are on page 1of 24

PRESENTASI KASUS POLI

SKABIES

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

Disusun Oleh :
Faqih Alam Ruqmana
G4A017017

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS POLI

“SKABIES”

Disusun oleh:
Faqih Alam Ruqmana G4A017017

Presentasi kasus ini telah dikumpulkan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo
Purwokerto.

Purwokerto, September 2018


Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP 19790622 201012 2 001

2
I. LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Sdr. M
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karanglewas, Banyumas
Tanggal Periksa : 31 Agustus 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Gatal di sela-sela jari tangan dan kaki
2. Keluhan Tambahan :-
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merasa gatal di sela-sela jari tangan dan kaki sejak 14 hari
yang lalu. Gatal terutama dirasakan saat malam hari dan seperti ada yang
bergerak-gerak di bagian yang gatal. Pasien mengaku sudah membeli salep
di apotek namun keluhan belum juga berkurang bahkan bertambah. Pasien
mengaku adik pasien menderita keluhan yang sama, adik pasien tinggal di
pondok pesantren dengan teman sekamar menderita keluhan yang sama
pula.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan serupa sebelumnya (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat darah tinggi disangkal (-)
5. Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Keluhan serupa (+) adik pasien yang tinggal di rumah
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat darah tinggi (-)

3
6. Riwayat Higiene :
Pasien biasanya mandi dua kali sehari menggunakan sabun batang
dan menggunakan handuk sendiri.
7. Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien biasa tidur bersama adik saat pasien dan adik sedang berada
dirumah. Adik pasien mengalami keluhan yang sama dan belum sembuh
hingga saat ini
Kesan: Status sosial ekonomi menengah

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : status gizi normal BB: 54kg, TB: 164 cm
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6⁰C
Status Generalis
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : Tidak teraba pembesaran.

Ekstremitas :Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )


Status Lokalis (Dermatologis)

4
Gambar 1. Gambaran UKK pada pasien

Lokasi : Regio interdigitalis manus, cruris


Efloresensi: Multiple papul eritematosa dan pustul disertai erosi dan
ekskoriasi

5
D. Resume
Pasien datang ke poli RSMS dengan keluhan merasa gatal di sela-
sela jari tangan dan kaki sejak 14 hari yang lalu. Gatal terutama dirasakan
saat malam hari dan seperti ada yang bergerak-gerak di bagian yang gatal.
Pasien mengaku sudah membeli salep di apotek namun keluhan belum
juga berkurang bahkan bertambah. Pasien mengaku adik pasien menderita
keluhan yang sama, adik pasien tinggal di pondok pesantren dengan teman
sekamar menderita keluhan yang sama pula..

E. Diagnosis Banding
1. Prurigo
a. Predileksi:badan dan ekstensor ekstremitas.
b. UKK:papul dan vesikel yang gatal
2. Creeping eruption
a. Predileksi:Punggung telapak tangan, kaki, anus, bokong, paha,
telapak kaki
b. UKK: Papul, vesikel dan kanalikuli diatas kulit eritematosa
F. Diagnosis Kerja
Skabies

G. Pemeriksaan Anjuran
1. Burrow Ink Test untuk melihat kanalikuli
2. Skin scrapping dan pengamatan di bawah mikroskop

H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Topikal:
Permetrin (Scabimite) cream 5%
b. Sistemik
Loratadin 10 mg 1x1 tab
2. Non medikamentosa

6
a. Ganti secara teratur pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu
cuci dengan teratur dan direndam dengan air panas. Tungau akan
mati pada suhu 130o.
b. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota
keluarga serumah.
c. Menjemur kasur di bawah sinar matahari.
d. Setiap anggota keluarga serumah dan teman teman di pesantren
sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga
kebersihan

I. Prognosis
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad fungsionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Ad bonam
4. Ad kosmeticum : Ad bonam

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan
oleh kutu Sarcoptes scabiei var hominis.Infeksi ini terjadi akibat kontak
langsung dari kulit ke kulitmaupun kontak tidak langsung (melalui benda
misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain). (Currie, 2010;
Chosidow, 2006). Penyakit skabies juga dikenal dengan nama lain seperti, the
itch, gudik, budukan dan dan gatal agogo (Handoko, 2010).

B. Epidemiologi
Skabies dapat ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Daerah endemik scabies yaitu daerah beriklim tropis dan subtropis
seperti Mesir, Arika, Amerika, Kepulauan Karibia, India dan Asia Tenggara.
Di seluruh dunia diperkirakan terjadi sekitar 300 juta kasus skabies setiap
tahunnya. Menurut Kemenkes RI berdasarkan data dari Puskesmas seluruh
Indonesia tahun 2008 prevalensi skabies mencapai 5,6 – 12,95 % dan
menempati urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.Jumlah penderita
skabies di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 2.9% dari keseluruhan
penduduk, lalu meningkat pada tahun 2012 menjadi 3.6%. Pada tahun 2013,
prevalensi scabies sebanyak 3.9% (Ma’rufi, 2005).
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda,
tetapi dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun
terakhir ini lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat
perawatan.Insiden seks secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras
terdapat beberapa kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih
berhubungan dengan kebiasaan dan faktor sosial daripada faktor kerentanan
yang melekat. Populasi yang padat, yang umum terjadi di negara-negara
terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan dan faktor
kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran scabies (Burns,
2010).

8
C. Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabieivarian hominis dan produknya
(Handoko, 2010).Sarcoptes scabieiadalah parasit manusia obligat yang
termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili
Sarcoptes.Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang
torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar
kaki (Chosidow, 2006).
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran
0,3 mm. Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak
dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan
epidermis (Miltoin, 2008).Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm
dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan
luas 0,15 mm.Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis
melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu
dan dentikel (Burns, 2004).

Gambar 1.Sarcoptes scabiei

Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua


pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap
kecil di bagian ujungnya. Pada tungau betina,terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut
terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada
pasangan kaki keempat (Burns, 2004).

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi


(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-
kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh

9
tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang
dihasilkankan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan
selama itu tungau betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva
berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari
terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi
nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8 – 12 hari (Burns, 2004).

Gambar 2.Siklus Hidup Skabies

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat


terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di
tubuhnya, kecuali pada Norwegianscabiesdimana individu bisa didiami lebih

10
dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk
menderita Norwegianscabies (Miltoin, 2008).

D. Patomekanisme
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum
dengan kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya
setiap harinya. Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva,
yang akan membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-
larva ini akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu.
Kutu ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi
kutu betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus
hidupnya. Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu
untuk timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini (Trozak,
2006).

Gambar 2 : siklus hidup Sarcoptes scabiei(Granholm, 2005)

Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama


bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah
sejumlah kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar
dengan cara bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang

11
dari rasa gatal awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata (Habif,
2004).

Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari
beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter.Terowongan ini tidak
meluas ke lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies
Norwegia, kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi
imunosupresan, atau pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang
menginfeksi. Telur-telur kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur
perharinya dan massa feses (skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini
dapat menjadi iritan dan menimbulkan rasa gatal (Habif, 2004).Tungau
skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada
satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya

Hick dan Elston (2009) menyatakan bahwa tungau skabies dapat


memicu reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV.Pada reaksi tipe I, hasil
metabolisme tungau yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun
berupa peningkatan produksi IgE (Imunoglobulin E).Di epidermis antigen
tungau bertemu dengan IgE pada sel mast.Hal ini mengakibatkan degranulasi
sel mast yang berakibat sel mast mengeluarkan mediator-mediator inflamasi
seperti histamin.

Pada reaksi hipersensitif tipe IV, gejala baru akan timbul sekitar 4 – 6
minggu setelah proses sensitisasi tungau terhadap tubuh. Reaksi ini akan
menimbulkan papul-papul dan nodul inflamasi serta peningkatan jumlah sel
limfosit T pada infiltrat kutaneus (Burns, 2010). Kelainan yang menyerupai
dermatitis ini dapat terjadi lebih luas dari lokasi tungau dengan efloresensi
yang dapat berupa papul, vesikel, nodul, dan urtika (Handoko, 2010).
Jalur utama daritransmisi penularan yaitu kontaklangsung antara kulit-
ke-kulit. Namun transmisidengan carapakaianbersama ataumetode tidak
langsunglainnya sangat langka tetapimungkin terjadipada Norwegian
scabies(misalnya, dalamhostimmunocompromised). Transmisiantara anggota
keluarga.Transmisiseksual jugaterjadi (Burns, 2010).

12
Gambar 2.5 Sarcoptes scabiei membuat terowongan dan bertelur di
kulit (A. Permukaan kulit, B. Terowongan pada lapisan tanduk, C.
Telur, D. Sarcoptes scabiei)

E. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi.Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik.Dikenal
ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu : (Handoko,
2010)
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam
beberapa hari.Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih
lembab dan panas.Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur
dan penderita menjadi gelisah.
2. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan
ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh

13
parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis.

Gambar 3 : terowongan pada penderita scabies (Oakley, 2012)


Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan
nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan
bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis,
labia dan pada areola wanita.Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar 4 :Gambaran klasik Scabies (Chosidow, 2006)

14
Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi
hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang
lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan
tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan
di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun,
terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas
menggaruk pasien yang hebat (Handoko, 2010)

Gambar 5: distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa


(Trozak, 2006)

15
Gambar 6 :distribusi makro lesi primer scabies pada anak
(Trozak, 2006)
4. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa
maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan
tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat
variatif dan tidak spesifik.Diagnosa positif hanya didapatkan bila
menemukan tungau dengan menggunakan mikroskop, biasanya posisi
tungau determined dalam liang, dapat menggunakan pisau untuk teknik
irisan ataupun denggan menggunakan jarum steril, tungau ini mayoritas
dapat ditemukan pada tangan, pergelangan tangan dan lebih kurang pada
daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada anak – anak tungau
banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan menggaruk,
pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.

16
Gambar 7 : Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei (Hengge, 2006)

F. Penegakan Diagnosis
Hingga saat ini belum ditemukan metode penegakan diagnosis yang
benar-benar akurat dalam menegakan diagnosis skabies. Diagnosis skabies
saat ini lebih sering ditegakkan menggunakan diagnosis presumtif yang
didasarkan pada anamnesis dan distribusi papul atau lesi inflamasi lain di
tubuh penderita. Dapat pula dilakukan pemeriksaan fisik tambahan berupa :
(Hengge, 2006)
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau
KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril
yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.Bahan
pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup
lalu diperiksa dibawah mikroskop.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke
ujung lainnya kemudian dikeluarkan.Bila positif, Tungau terlihat pada
ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.Cara ini
mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tintahitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan
selama 20-30 menit.Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol,
terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di
sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan
positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis
menyerupai bentuk zigzag.
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala
secara mikroskopik. Ini dilakukan dengan caramenjepit lesi dengan ibu

17
jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis,dan dilakukan irisan
superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam
melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas
kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa
dibawah mikroskop
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah)dengan pewarnaan H.E

6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet
dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi
kuning keemasan pada kanalikuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit


merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar
pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :

1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun
karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus
dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal
yang menetap.

18
G. Diagnosis Banding
1. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian
ekstensor ekstremitas.
(Beegs, 2012)

Gambar 13. Prurigo nodularis

2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan,


efloresensinyaurtikaria papuler(Beegs, 2012).

Gambar 14. Insect’s bite

3. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem(Beegs.


2012)

Gambar 15. Folikulitis

H. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi untuk scabies yang memiliki tingkat
efektivitas yang bervariasi.Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang
antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi dan faktor
kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya (Orkin, 2008).
1. Medikamentosa

19
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman
untuk semua umur, dan terjangkau biayanya.Pengobatan scabies
bervariasi berupa topikal maupun oral.Jenis obat topikal yang dapat
diberikan kepada pasien adalah :
a. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium
telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari.
Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
b. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
c. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan=gammexane) kadarnya
1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah enam tahun
dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan anti gatal,
dipakai selama 24 jam, harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra.
e. Permetrin 5% dalam krim, kurang toksik jika dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi selama seminggu.
Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 tahun.
Bila disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika. Untuk
rasa gatal dapat diberikan antihistamin per oral. Perlu diperhatikan

20
jika diantara anggota keluarga ada yang menderita skabies juga
harus diobati. Karena sifatnya yang sangat mudah menular, maka
apabila ada salah satu anggota keluarga terkena skabies, sebaiknya
seluruh anggota keluarga tersebut juga harus menerima
pengobatan (Djuanda, 2009; Siregar, 2004).
2. Non Medikamentosa
a. Menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah
penggunaan barang-barang penderita secara bersama-sama.
b. Pakaian, handuk dan barang-barang lainnya yang pernah
digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air
panas.
c. Pakaian dan barang-barang yang berbahan kain dianjurkan untuk
disetrika sebelum digunakan.
d. Sprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal
tiga hari sekali.
e. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air (bantal, guling,
selimut) disarankan dimasukkan ke dalam kantung plastik selama
tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah sinar
matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit sekali.
f. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola
hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus
siklus hidup S. scabiei.

I. Komplikasi
Pada pasien skabies, komplikasi biasanya muncul akibat gatal hebat
yang memicu penderita untuk menggaruk secara intens hingga menimbulkan
erosi dan ekskoriasi. Lesi bekas garukan inilah yang menjadi tempat masuk
bakteri penyebab infeksi sekunder. Infeksi sekunder oleh bakteri pada skabies
bisa menyebabkan komplikasi seperti impetigo, limfangitis, ektima,
folikulitis, furunkel, dan selulitis yang juga bisa menyebabkan
glomerulonefritis post-streptococcal.Glomerulonefritis post-streptococcal bisa

21
terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens(Golant, 2012).

J. Prognosis
Penyakit skabies bisa disembuhkan dan dapat memberi prognosis yang
baik dengan memperhatikan beberapa hal yakni pemilihan dan cara
pemakaian obat, syarat pengobatan, dan menhilangkan faktor predisposisi
seperti higienitas personal dan lingkungan (Handoko, 2010).
Ruam dan gatal karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih
dari 2 minggu setelah terapi selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap
lebih dari 12 minggu, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan
diantaranya resistensi terapi, kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota keluarga
lain atau teman sekamar, alergi obat, atau perburukan gejala karena
reaktivitas silang dengan antigen dari penderita skabies lainnya (Leung,
2011).

22
III. PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli umum Puskesmas Cilongok 1 dengan keluhan merasa


gatal di sela-sela jari tangan dan kaki sejak 14 hari yang lalu. Gatal terutama
dirasakan saat malam hari dan seperti ada yang bergerak-gerak di bagian yang
gatal. Pasien mengaku sudah membeli salep di apotek namun keluhan belum juga
berkurang bahkan bertambah. Pasien mengaku adik pasien menderita keluhan
yang sama, adik pasien tinggal di pondok pesantren dengan teman sekamar
menderita keluhan yang sama pula.
Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan keluhan serupa sebelumnya (-),
riwayat alergi (-), riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat darah
tinggi (-). Pada riwayat penyakit dalam keluarga didapatkan, keluhan serupa (+)
adik pasien di rumah dan teman-teman di pesantren, riwayat alergi obat (-),
riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat darah tinggi (-)
Hal yang dialami pasien sesuai dengan 4 tanda kardinal skabies, yakni
pruritus nokturna, kontak dekat dengan orang yang memiliki tungau, di dapatkan
papul atau vesikel di ujung terowongan, dan ditemukan tungau. Berdasarkan tanda
kardinal tersebut pasien memiliki 3 dari 4 tanda, yakni: pruritus nokturna, kontak
dekat dengan orang yang memiliki tungau, dan didapatkan papul atau vesikel di
ujung terowongan
Tatalaksana skabies yang efektif meliputi; mandi dengan air hangat dan
keringkan badan setelahnya, pengobatan skabisid topikal yang diberikan
dioleskan ke kulit sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur. Pada
pasien diberikan Permethrin 5% dan obat antihistamin oral berupa Loratadin 10
mg.Edukasi pasien untuk menghindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan,
ganti secara teratur pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada suhu
130o, hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah, setiap anggota keluarga serumah dan teman teman pesantren sebaiknya
mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Beegs Jennifer,ed.2012.Scabies Prevention and Control Manual.Michigan.


Scabies prevention and Control Manual.

Burns, D.A. 2010. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals.
Hal 37 – 47. Dalam: Tony B, Stephen B, Neil C, Christopher G (Eds). Rooks
Textbook of Dermatology 8th edition.USA: Blackwell publishing.

Currie JB, McCarthy JS.Permethrin and Ivermectin for Scabies.New England J


Med. 2010; 362: p. 718.

Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., dll. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Granholm JM, Olazowaki J.2005. Scabies prevention and control manual.


Michigan department of community health.hal. 10.

Golant, A.K dan Jacob O.L. 2012.Scabies: A Review of Diagnosis and


Management Based on Mite Biology. Pediatrics in Reviews. 33 (1): 1-10

Handoko, RP. 2010. Skabies. Hal 122-125. Dalam: Adhi D, Mochtar H dan Siti A
(Eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.

Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. 2006. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J.; 6: p. 771

Hicks, M.I dan Elston, D.M. 2009.Scabies.DermatologicTherapy. 22: 279-292

Leung, V dan Miller, M. 2011. Detection of Scabies: A Systematic Review of


Diagnostic Methods. Canadian Journal Infectious Disease Medical
Microbioly. 22 (4): 143 – 146

Oakley A. 2012. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 19: p. 12-16.

Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008.Scabies and PediculosisFitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill. 2029-31.

Siregar, R.S. 2004. Penyakit Kulit Karena Parasit Dan Insecta.Dalam : Atlas
Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ, Tennenhouse JD,
Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An Illustrated Guide:
Humana Press; 2006. p. 105-1

24

You might also like