Professional Documents
Culture Documents
Laporan Survei Jentik
Laporan Survei Jentik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang kesehatan, serangga mempunyai arti yang sangat penting
karena peranannya sebagai vektor (perantara) dari berbagai penyakit. Penyakit yang
ditularkan oleh vektor ini antara lain penyakit demam berdarah, malaria, dan
filariasis. Ketiga penyakit ini ditularkan dari orang yang satu ke orang yang lain
melalui perantara nyamuk.
Dewasa ini, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah
satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan
semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk.
Pada tahun 2009, kasus Demam Berdarah di wilayah Indonesia mencapai
150 juta kasus yang mana hal ini menempatkan Indonesia menjadi negara dengan
kasus DBD tertinggi di ASEAN.DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Laju
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang cukup cepat merupakan salah satu
penyebab penyakit DBD di Indonesia sulit diberantas. (P2B2, 2010)
Nyamuk seringkali berkembang biak di tempat penampungan air seperti
bak mandi, tempayan, drum, barang bekas, pot tanaman air dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi segala dampak yang bisa ditimbulkan
nyamuk, masyarakat umum perlu mengetahui jenis, kehidupan, permasalahan yang
disebabkan oleh nyamuk bahkan pengetahuan mengenai kepadatan jentik nyamuk
sebagai langkah awal pencegahan terhadap dampak buruk akibat serangga
(khususnya nyamuk) bagi kesehatan.
Kegiatan pemantauan jentik nyamuk untuk mengetahui kepadatan jentik
merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan guna menurunkan kejadian
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Dengan berbekal pengetahuan inilah
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan pengukuran kepadatan larva atau jentik.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa terampil dalam melakukan pengukuran kepadatan (density)
larva/jentik di permukiman/tempat-tempat umum.
b. Mahasiswa dapat mengetahui jenis larva/jentik yang tertangkap dalam
pemgamatan.
c. Mahasiswa mengetahui bionomic dari larva/jentik nyamuk (fungsi, bahan, dan
volume kontainer) dipergunakan.
d. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi hasil pengukuran kepadatan
larva/jentik dengan parameter House Index, Container Index, Breteau Index dan
Density Figure.
e. Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan upaya pengendalian
keberadaan larva/jentik di permukiman atau tempat-tempat umum.
C. Manfaat
1. Dapat melakukan pengukuran kepadatan (density) larva/jentik di
permukiman/tempat-tempat umum.
2. Dapat mengetahui jenis larva/jentik yang tertangkap dalam pemgamatan.
3. Mengetahui bionomic dari larva/jentik nyamuk (fungsi, bahan, dan volume
kontainer) dipergunakan.
4. Mampu melakukan interpretasi hasil pengukuran kepadatan larva/jentik dengan
parameter House Index, Container Index, Breteau Index dan Density Figure.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Definisi Container
Kontainer merupakan semua tempat/wadah yang dapat menampung air yang
mana air didalamnya tidak dapat mengalir ke tempat lain. Dalam container seringkali
ditemukan jentik-jentik nyamuk karena biasanya kontainer digunakan nyamuk untuk
perindukan telurnya. Misalnya saja nyamuk Aedes aegypti menyukai kontainer yang
menampung air jernih yang tidak langsung berhubungan langsung dengan tanah dan
berada di tempat gelapsebagai tempat perindukan telurnya. (Dinkes DKI Jakarta,
2003)
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2003), tempat perindukan nyamuk
Aedes aegypti dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna
keperluan sehari–hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan lain–
lain.
2. Bukan TPA, seperti tempat minum hewan peliharaan, barang–barang bekas (ban
bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), vas bunga, dll.
3. Tempat penampungan air alami (natural/alamiah) misalnya tempurung kelapa,
lubang di pohon, pelepah daun, lubang batu, potongan bambu, kulit kerang dll.
Kontainer ini pada umumnya ditemukan diluar rumah.
3. Definisi Nyamuk
Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda orde
Diptera. Pada umumnya nyamuk mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya
(metamorfosis), yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium
telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air.
Pada umumnya telur akan menetas dalam 1-2 hari setelah terendam dalam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5-15 hari, dalam keadaan normal
berlangsung 9-10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2
hari, kemudian menjadi nyamuk dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung
7
kembali. Dalam kondisi yang optimal, perkembangan dari stadium telur sampai
menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu sedikitnya 9 hari.
Nyamuk
Betina
Dewasa
Nyamuk Telur
Muda (1-2 hari)
3.) Nyamuk juga memiliki waktu yang spesifik dalam mencari mangsa. Misalnya
nyamuk Anopheles, Culex dan Mansonia menyukai senja hingga fajar dalam
mencari mangsanya. Sedangkan nyamuk Aedes aegypti mencari mangsa di
siang hari. Ditinjau dari tempat hidupnya, nyamuk dibedakan atas beberapa
macam yaitu : (1) Nyamuk yang senang berinduk di air payau (salt marsh
type); dan (2) Nyamuk yang senang berinduk di genangan air yang sifatnya
sementara, dibedakan atas :
4.) Temporary pool type, jenis nyamuk ini senang berinduk di genangan air
yang sifatnya sementara, seperti bekas pijakan kerbau, manusia, dan
sebagainya
5.) Artifial container type, nyamuk yang senang di perindukan genangan air
yang terdapat di kaleng bekas, ban bekas, gelas plastik bekas yang biasanya
dibuang oleh manusia disembarang tempat.
6.) Treehole type, jenis nyamuk ini pada dasarnya memiliki selera yang sama
seperti jenis Temporary pool type, hanya saja pada jenis ini banyak
ditemukan terutama pada daerah yang sering hujan atau curah hujannya
tinggi, misalnya di lubang-lubang pohon.
7.) Rock pool type, sama halnya dengan Treehole type, hanya saja yang dipilih
pada genangan air di lubang-lubang di batu karang atau padas.
10
1.) Natural resting station type, dimana tempat peristirahatannya dalam lubang-
lubang yang ditemui secara alamiah, misalnya pada pohon-pohon, batu karang
atau padas, dan lain sebagainya.
2.) Artifial resting station type, dimana tempat peristirahatannya pada tempat-tempat
yang terbentuk karena hasil karya manusia, baik yang sifatnyasengaja maupun
tidak sengaja misalnya dalam rumah disela-sela baju yang digantung, adanya
kaleng bekas, dan sebagainya.
Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk Aedes
aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran
sebagai berikut:
11
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa.
2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
seluruh kontainer yang diperiksa
3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus
rumah.
Jumlah kontainer yang positif jentik
BI = X 100 %
HI lebih menggambarkan penyebaran
100 rumah nyamuk di suatu wilayah. Density
yang diperiksa
figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan gabungan dari
HI, CI dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel menurut WHO Tahun
1972di bawah ini :
Tabel 2.1 Larva Index
Density figure Container Index Breteau Index
House Index (HI)
(DF) (CI) (BI)
1 1–3 1-2 1-4
2 4–7 3-5 5–9
3 8 – 17 6-9 10 – 19
4 18 – 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 -49
6 38 – 49 21 - 27 50 – 74
7 50 -59 28 - 31 75 – 99
12
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200
Sumber: WHO (1972)
Keterangan Tabel :
DF = 1 = kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang
DF = 6-9 = kepadatan tinggi.
Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukanDensity Figure. Density
Figure ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian dibandingkan
dengan tabel Larva Index. Apabila angka DF kurang dari 1 menunjukan risiko
penularan rendah, 1-5 resiko penularan sedang dan diatas 5 risiko penularan
tinggi
13
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
B. Jenis kegiatan
Pengukuran kepadatan (density) larva/jentik dengan visual larvae methode di
permukiman Komplek Kesehatan Banjarbaru
C. Pembimbing Praktik
1. Bapak Yohanes Joko S, S.KM,M.Kes
2. Bapak Sabariyanto
E. Uraian Kegiatan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Mengamati semua penampungan air baik di dalam maupun diluar rumah
3. Menanyakan kepada pemilik rumah letak penampungan air
4. Mengamati ada tidaknya jentik
5. Untuk TPA ukuran besar, menunggu antara 0,5-1 menit
6. Mengamati secara makroskopis apakah jentik Aedes dengan ciri-ciri:
a. Gerakan larva cepat dengan membengkokkan tubuhnya (sudut)
b. Sifat fotophobia
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
HASIL PENGAMATAN LARVA/JENTIK DI PERMUKIMAN KOMPLEK
KESEHATAN BANJARBARU
1. House Index
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ (+)𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎
HI = x 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5
HI = x 100 = 62,5
8
2. Container Index
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 (+)𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎
CI = x 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5
CI = x 100 = 2,6
189
3. Breteau Index
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑒𝑟 (+)𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎
BI = x 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5
BI = 8
x 100 = 62,5
17
4. Density Figure
DF = Konfirmasi nilai HI, CI dan BI ke dalam tabel
Tabel Density Figure
DF HI CI BI
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 77 DST 41 DST 200 DST
8+2+6
Density Figure = = 5,33
3
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman komplek kesehatan
banjarbaru pada tanggal 30 Mei 2014 pukul 16.00 wita dan dengan menggunakan
visual larvae methode di temukan jumlah rumah (+) larva ada 5 buah dari 8 rumah
yang diperiksa. Sedangkan pada jumlah container (+) larva ada 5 buah dari 189 buah
container yang diperiksa. Adapun container-container yang positif ini berupa 1 buah
tondon, 2 buah bak mandi, 1 buah tempat mandi burung, dan 1 buah pot bunga.
Dan adapun angka parameter yang digunakan yaitu : House Index, Container
Index, Breteau Index dan Density Figure. House Index merupakan jumlah rumah (+)
larva dibagi dengan jumlah rumah yang diperiksa dikalikan 100. Untuk Container
Index merupakan jumlah container (+) larva dibagi dengan jumlah container yang
diperiksa dikalikan 100 dan Breteau Index merupakan jumlah container (+) larva
dibagi dengan jumlah rumah yang diperiksa dikalikan 100. Dan adapun hasil dari
(HI) adalah 62,5, sedangkan (CI) adalah 2,6 dan (BI) adalah 62,5. Untuk Density
figure mengkonfirmasi nilai HI, CI dan BI ke dalam tabel di bawah ini :
DF HI CI BI
1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 77 DST 41 DST 200 DST
19
Untuk nilai HI 62,5 maka angka density figure nya adalah 8, sedangkan nilai CI 2,6
maka angka density figure nya adalah 2 dan nilai BI adalah 62,5 maka angka density
8+2+6
figure nya adalah 6. Maka, Density Figure = = 5,3
3
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman komplek kesehatan
banjarbaru pada tanggal 30 Mei 2014 pukul 16.00 wita dan dengan menggunakan
visual larvae methode di temukan jumlah rumah (+) larva ada 5 buah dari 8 rumah
yang diperiksa. Sedangkan pada jumlah container (+) larva ada 5 buah dari 189 buah
container yang diperiksa. Adapun container-container yang positif ini berupa 1 buah
tondon yaitu di rumah keluarga bapak Daryatmo, 2 buah bak mandi, 1 buah yaitu di
rumah keluarga bapak Erfan, 1 buahnya lagi di rumah keluarga bapak Samsul, 1 buah
tempat mandi burung di rumah nomor 37, dan 1 buah pot bunga di rumah nomor 32.
Untuk nilai HI 62,5 maka angka density figure nya adalah 8, sedangkan nilai
CI 2,6 maka angka density figure nya adalah 2 dan nilai BI adalah 62,5 maka angka
density figure nya adalah 6. Maka, Density Figure nya adalah 5,3. Dari tabel
interpretasi Komplek kesehatan banjarbaru mendapatkan hasil > 5 dimana dikatakan
daerah merah derajad penularan penyakit oleh larva tinggi, perlu pengendalian
segera.
B. Saran
Setiap rumah di komplek kesehatan hendaknya melakukan pembenahan
sesegera mungkin seperti :
1. Dengan beberapa cara seperti selalu menguras bak mandi setiap 1 minggu
sekali,
2. menutup tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tondon,
21