You are on page 1of 9

Rabu, 13 Januari 2010

KEMATIAN MENURUT AJARAN KRISTEN DAN AGAMA YANG


LAINNYA

I. Pendahuluan

Mungkin semua orang tau, bahwasanya semua makhluk dimuka bumi ini akan mengalami
namanya ‘Kematian’. Namun banyak orang-orang yang tak sadar bahwa mereka hidup di dunia ini
hanya sesaat, mereka hanya menikmati hidup ini terus menerus serasa mereka akan hidup selamanya.
Namun yang perlu diketahui semua perbuatan dimuka bumi ini akan dipertanggung jawabkan. Menurut
saya sendiri, kematian itu adalah hal yang sakral. Banyak orang meninggal tiba-tiba. Umur manusia itu
tidak ada yang tau. Kalau sudah waktunya, mau tak mau harus menghadapi hal yang namanya kematian.
Cara menghadapi kematian masing-masing orang berbeda-beda. Namun intinya mereka akan tetap
menghadapi kematian pada akhirnya.
Kematian itu sendiri, kita tahu, sudah menjadi bagian integral dalam diri manusia. Seperti sajak
Soebagio Sastrowardojo “kematian jadi akrab, seakan kawan berkelakar yang mengajak tertawa”. Dia
begitu intim, begitu dekat, bahkan mungkin melekat. Tapi dia tak seperti sajak-sajak yang menganggap
kematian sesuatu yang pasti……tapi nanti! Dan nanti itu bias berarti sebuah jarak, sesuatu yang belum
sampai untuk digapai. “Mati adalah kebalikan dari hidup”. Jadi selama arti mati adalah kebalikan
dari hidup, maka tanda-tanda kematian berarti merupakan kebalikan dari tanda-tanda kehidupan, yang
nampak dengan hilangnya kesadaran dan kehendak, tiadanya penginderaan, gerak, dan pernapasan,
serta berhentinya pertumbuhan dan kebutuhan akan makanan.
Kematian adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua
makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen, baik dari penyebab alami seperti penyakit atau
dari penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian tubuh makhluk hidup mengalami
pembusukan. Semua orang tidak akan tau apa itu kematian, bagaimana rasa kematian, dll. Sampai orang
itu merasakan kematian. Bisa saja kematian itu adalah hal yang menyenangkan, atau bisa saja itu hal
yang paling mengerikan yang ada didunia.
Ada pepatah seperti ini "when life ends, the mistery of life begins". Jadinya, orang-orang akan
memulai hidup setelah kematian. Hidup baru setelah habis kematian itu masih misteri, tak ada yang tau
apa yang akan terjadi. Yang mengetahuinya hanyalah orang-orang yang sudah merasakan kematian.
Andai saja orang-orang yang meniggal itu dapat berbicara. Pasti mereka sudah bercerita apa itu
kematian. Namun tidak ada orang yang dapat berbicara setelah meninggal. Kematian itu misteri yang
tak akan terpecahkan. Yang dapat kita lakukan sekarang hanyalah berbuat kebaikan, agar mendapatkan
kehidupan yang layak di kehidupan yang akan datang. Yaitu kehidupan setelah kematian.
II. Definisi Kematian
Dalam bahasa Yunani ‘kematian’ disebut thanatos. Thanatos berarti bentuk kematian atau
keadaan mati. Tetapi kata ini juga dipakai untuk mengungkapkan hal berbahaya yang mematikan,
bagaimana kematian, ancaman kematian. Thanatos berarti membuat seseorang mati, membunuh, dan
mengakibatkan sesuatu hal berbahaya yang mematikan. Kematian adalah jangka waktu ketika kita
melewati dengan sendiri dunia yang tidak kelihatan.
Apa definisi ‘kematian’? Suatu pertanyaan sederhanayang kedengarannya sangat gampang untuk
dijawab. Kalau seseorang tahu apa definisi ‘kehidupan’, secara
otomatis ia dapat mendefinisikan kematian. Sebab, definisi kematian tidak lain adalah kebalikan dari
definisi kehidupan itu sendiri. Dalam kenyataan, definisi kematian jauh lebih pelik daripada yang
diprakirakan oleh kebanyakan orang. Selama berpuluh-puluh abad masyarakat umum terindoktrinasi
oleh kepercayaan bahwa kehidupan adalah sesuatu yangdihembuskanoleh Tuhan ke dalam pernafasan.
Pernafasan dianggap memegang peranan yang sangat penting. Tanpa adanya pernafasan, tak ada pula
kehidupan. Melalui pernafasanlah, makhluk hidup didunia ini memperoleh oksigen yang sangat
dibutuhkan oleh seluruh organ–bahkan sel–dalam tubuh. Kalau tidak mendapatkan oksigen yang
dipompakan dari paruparu, jantung akan berhenti berdetak yang berakibat pada terhentinya peredaran
darah dalam tubuh. Apabila jantung dan paruparu berhenti bekerja (cardio-pulmonary malfunction),
otak yang berfungsi sebagai pusat pengaturan saraf (neurological function) niscaya akan mengalami
kerusakan karena kekurangan oksigen. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kerusakan ini berakibat
fatal bagi keberlangsungan organisme dalam tubuh makhluk hidup, yakni kematian. Dari pengertian
inilah kemudian didefinisikan bahwa kematian adalah terhentinya pernafasan (cessation of
breathing). Definisi kematian ini pernah diakui serta diterima oleh masyarakat umum, kalangan
medis maupun kaum agamawan di Barat. Namun, pada pertengahan abad ke-20, tatkala ilmu
pengetahuan serta teknologi mulai berkembang, definisi kematian itu dipertanyakan keabsahannya.
Fungsi pernafasan alamiah dapat digantikan oleh alat pernafasan mekanis (respirator). Pernafasan
tidak lagi secara mutlak identik dengan kehidupan. Gagal atau rusaknya sistem pernafasan alamiah
tidaklah selamanya berarti maut atau kematian. Karena itu, definisi kematian perlu dirumuskan kembali
sesuai dengan perkembangan zaman.Ini berlatar-belakang pada penjabaran yang diberikan oleh ahli
saraf di Perancis pada tahun 1958 tentang keadaan perbatasan antara hidup dan mati yang disebut coma
dépassé (secara harfiah berarti keadaan melebihi pingsan). Pasien-pasien itu seluruhnya menderita
kerusakan otak (brain lesions) yang pokok, struktural, dan tak tersembuhkan; berada dalam keadaan
pingsan (comatose), dan tak mampu bernafas secara spontan. Mereka tidak hanya kehilangan
kemampuan dalam menanggapi dunia luar, tetapi juga tidak lagi dapat mengendalikan lingkungan
dalam tubuh mereka sendiri. Mereka tidak dapat mengatur suhu tubuh, mengendalikan tekanan darah,
dan mengatur kecepatan detak jantung secara wajar. Mereka bahkan tidak dapat menahan cairan dalam
tubuh, dan sebaliknya melimpahkanair kencing dalam jumlah yang sangat banyak. Organisme mereka
secara keseluruhan boleh dikatakan telah berhenti berfungsi. Selanjutnya, pada tahun 1968, panitia
khusus Sekolah Medis Harvard menerbitkan sebuah laporan berjudul “SebuahDefinisi Keadaan
Pingsan yang tak dapat dibalikkan kembali”. Di situ didaftarkan cerita bagi pengenalan gejala kematian
otak. Laporan ini secara jelas mengidentifikasi kematian otak (brain-death) sebagai kematian
meskipun tidak secara langsung menjabarkan apa itu yang dimaksud dengan kematian. Apabila seorang
pasien telah berada dalam keadaan seperti itu, pencabutan alat pembantu pernafasan direstui karena
iasecaramedi setelah dianggap mati. Kegagalan kerja jantung dan paru-paru sangatlah mudah diketahui,
namun tidaklah gampang untuk dapat memastikan kematian otak. Harus dilakukan pengamatan yang
cermat atas rangkaian tanda-tanda kehidupan. Apakah seorang pasien sama sekali tidak menanggapi
rangsangan (stimulation) apa pun? Dapatkah ia bernafas tanpa alat pembantu?Adakah pergerakan mata,
penelanan atau batuk? Apakah alat pemantau gelombang otak (EEG: Electro-EncephaloGram)
menunjukkan adanya bukti kegiatan elektrik yang datang dari otak? Adakah harus peredaran darah
melalui otak? Jawaban negatif dari rentetan pertanyaan ini menunjukkan kematian otak. Namun, satu
tanda saja tidaklah cukup untuk membenarkan anggapan demikian. Walaupun kebanyakan pakar medis
telah menyepakati definisi kematian otak, masih terdapat nuansa dalam rinciannya. Ada yang merujuk
pada kerusakan otak secara keseluruhan (whole-brain), dan adapula yang mengacu pada kerusakan otak
dibagian yang berfungsi lebih tinggi (higher-brain). Namun, kriteria yang
palingbanyakdianutialahkerusakanotak-pokok (brain-stem). Pada tahun 1973, dua ahli bedah saraf di
Minneapolis mengidentifikasikan kematian otak-pokok sebagai suatu keadaan yang tak mungkin dapat
dikembalikan lagi. Pada tahun 1976 dan 1979, konferensi agung perguruan dan fakultas di Inggris
menerbitkan suatu catatan penting dalam topik ini. Yang pertama menjabarkan ciri-ciri klinis atas
kematian otak-pokok, sedangkan yang kedua mengidentifikasikan kematian otak-pokok sebagai
kematian. Suatu panduan yang mirip dengan ini juga diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun1981.
Opini serta praktek internasional pada dasarnya bergerak selaras dengan garis-garis ini dalam menerima
gagasan tentang kematian otak-pokok. Denmark adalah Negara terakhir di Eropah yang mengabsahkan
definisi kematian otak-pokok (1990).
Otak-pokok adalah suatu bagian yang berbentuk seperti ‘batang’ atau ‘tonggak’, yang berada
dibagian dasar/bawah otak. Selain merupakan pusat jaringan saraf yang mengatur pernafasan, detak
jantung dan tekanan darah, ini juga memegang peranan penting dalam mengelola kesiagaan (dalam
membangkitkan kemampuan bagi kesadaran). Kerusakan pada bagian-bagian yang penting, walaupun
kecil, dapat membuat seseorang berada dalam keadaan pingsan sepanjang waktu (permanent coma).
Otak-pokok ini mempunyai peranan yang sangat penting atas bekerjanya otak besar dan otak kecil.
Hampir semua penserapan inderawi berjalan melintasi otak-pokok ini. Demikian pula perintah
pergerakan serta percakapan, juga dikirimkan melaluinya. Tak berfungsinya otak-pokok berarti tidak
adanya kegiatan-kegiatan bermakna pada bagian otak besar; tak ada ingatan, perasaan dan pemikiran;
tak ada interaksi sosial terhadap keadaan lingkungan. Selama beberapa dasawarsa belakangan ini,
memang tidak ada gugatan yang bernilai atas definisi kematian yang didasarkan pada kerusakan atau
kematian pada bagian otak. Namun, ini bukanlah berarti bahwa inilah definisi kematian
‘yangsesungguhnya’dan akan dipakai untuk selamanya. Ilmu pengetahuan serta teknologi medis
dimasa depan mungkin mampu menggantikan fungsi kerja otak apakah dengan mempergunakan
peralatan mekanis/elektrik, melalui pembiakan jaringan otak (brain tissue) ataupun melalui pengarasan
(clonning). Dengan begitu, kerusakan pada bagian otak tidaklah berarti maut atau kematian. Pada waktu
itulah, suatu definisi yang baru atas kematian perlu dirumuskan lagi.

III. Kematian Menurut Ajaran-ajaran Agama


1. Kristen
Apa yang terjadi di balik kematian masih menjadi misteri dan perdebatan banyak orang. Namun
pada umumnya hari ini manusia sudah menyadari bahwa betul di balik kematian masih ada dunia lain.
Hal ini sangat nyata terasa dan terlihat dalam banyak kasus atau kejadian ketika seseorang akan
meninggalkan dunia ini, di mana sebagian dari mereka ada yang begitu tenang dan bahagia karena
dijemput oleh orang-orang/pribadi yang mereka kasihi. Sebaliknya sebagian lagi begitu ketakutan
karena melihat sesuatu yang begitu menakutkan yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.
Bersyukur bagi orang Kristen, karena Tuhan memberikan kita Alkitab, Firman Tuhan, yang cukup dan
lengkap untuk menjadi pegangan dan pedoman bahkan penuntun bagi umatNya sepanjang zaman. Jauh
hari, bahkan berabad-abad sebelum manusia mengetahuinya secara ilmiah dan dibuktikan secara ilmu
pengetahuan, Tuhan, melalui FirmanNya, sudah memberitahukan pada umatNya akan keberadaan
manusia. Fakta mengenai kematiannya, bahkan apa yang terjadi setelah kematian.

Dari Alkitab manusia akan tahu bahwa :


1. Manusia itu berasal dari debu, lalu diberi nafas hidup (dalam bahasa aslinya = "roh") oleh Allah..
Kejadian 2:7 "Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup".
2. Setelah mati, manusia (tubuh jasmaninya) akan kembali menjadi debu, tetapi rohnya akan kembali
kepada Allah, Sang Penciptanya. (Berarti rohnya tidak mati!)
Kejadian 3:19 "dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah,
karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."Pengkhotbah
12:7 "Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula, dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.".
3. Sesudah itu akan ada penghakiman yang adil dari Allah.
Ibrani 9:27 "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu
dihakimi,"Pengkotbah 11:9 "Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa
mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini
Allah akan membawa engkau ke pengadilan! " Pengkhotbah 12:14 : " Karena Allah akan membawa setiap
perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat".
4. Penghakiman itu terjadi pada akhir zaman, bagi yang percaya kepada Tuhan Yesus akan dibangkitkan
dan beroleh hidup yang kekal, dan bagi yang tidak percaya akan beroleh penghukuman yang kekal.
Daniel 12:2 "Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian
untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal".
Yohanes 6:40 "Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman".
Yohanes 11:25 "Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup
walaupun ia sudah mati,"
Wahyu 20:11- 16 "Lalu aku melihat suatu takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-
Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya. Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan
kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab
kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam
kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut
menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut
perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua:
lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan
ke dalam lautan api itu".
2. Islam
Mati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad, kalau menurut ilmu
kedokteran orang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-
Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita
mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan
jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih
berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum
memiliki jasad. Selanjutnya Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin didalam rahim seorang ibu,
ketika usia janin mencapai 120 hari Allah meniupkan Ruh yang tersimpan dialam Ruh itu kedalam
Rahim ibu, tiba-tiba janin itu hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung janin tersebut. Itulah
saat kehidupan manusia yang pertama kali, selanjutnya ia akan lahir kedunia berupa seorang bayi,
kemudian tumbuh menjadi anak anak, menjadi remaja, dewasa, dan tua sampai akhirnya datang saat
berpisah kembali dengan tubuh tersebut.
Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari jasad. Itulah saat
kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam barzakh, dan jasad akan hancur
dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru,
kemudia Allah meniupkan Ruh yang ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru.
Itulah saat kehidupan yang kedua kali, kehidupan yang abadi dan tidak akan adalagi kematian
sesudah itu. Pada saat hidup yang kedua kali inilah banyak manusia yang menyesal, karena telah
mengabaikan peringatan Allah. Sekarang mereka melihat akibat dari perbuatan mereka selama hidup
yang pertama didunia dahulu. Mereka berseru mohon pada Allah agar dizinkan kembali kedunia untuk
berbuat amal soleh, berbeda dengan yang telah mereka kerjakan selama ini.
Itulah proses mati kemudian hidup, selanjutnya mati dan kemudian hidup kembali yang akan
dialami oleh semua manusia dalam perjalanan hidupnya yang panjang dan tak terbatas. Demikianlah
definisi mati menurut Islam, mati adalah saat terpisahnya Ruh dari Jasad. Kita akan mengalami dua kali
kematian dan dua kali hidup. Jasad hanya hidup jika ada Ruh, tanpa Ruh jasad akan mati dan musnah.
Berarti yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad sedangkan Ruh tidak akan pernah
mengalami kematian.
Pada saat mati yang pertama, jasad belum ada namun Ruh sudah ada dan hidup dialam Ruh.
Pada saat hidup yang pertama Ruh dimasukan kedalam jasad , sehingga jasad tersebut bisa hidup.
Pada saat mati yang kedua, Ruh dikeluarkan dari jasad , sehingga jasad tersebut mati, namun Ruh
tetap hidup dan disimpan dialam barzakh. Jasad yang telah ditinggalkan oleh Ruh akan mati dan musnah
ditelan bumi. Pada saat hidup yang kedua, Allah menciptakan jasad yang baru dihari berbangkit,
jasad yang baru itu akan hidup setelah Allah memasukan Ruh yang selama ini disimpan dialam barzak
kedalam tubuh tersebut. Kehidupan yang kedua ini adalah kehidupan yang abadi, tidak ada lagi
kematian atau perpisahan antara Ruh dengan jasad sesudah itu. Kalau kita amati proses hidup dan mati
diatas ternyata yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad, sedangkan Ruh tidak pernah
mengalami kematian dan musnah. Ruh tetap hidup selamanya, ia hanya berpindah pindah tempat, mulai
dari alam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan terakhir dialam Akhirat. Pada saat datang kematian pada
seseorang yang sedang menjalani kehidupan didunia ini, maka yang mengalami kematian hanyalah
jasadnya saja, sedangkan Ruhnya tetap hidup dialam barzakh.
3. Buddha
Apa definisi kematian dalam pandangan Agama Buddha? Apakah mempercayai definisi klasik
yang merujuk pada pernafasan yang telah luluh-lantak diterpa kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi ataukah mengikuti definisi modern yang mengacu pada fungsi kerja otak yang masih
meragukan ketelakannya dan menyimpan ketakpastian? Agama Buddha secara tegas menolak definisi
kematian yang merujuk pada pernafasan. Apakah ini berarti Agama Buddha mengikuti definisi modern
yang mengacu pada fungsi kerja otak? Jawabannya juga tidak. Definisi kematian dalam Agama Buddha
tidak hanya sekadar ditentukan dari unsur-unsur jasmaniah atau paru-paru, jantung ataupun otak.
Ketakberfungsian ketiga organ tubuh itu hanya merupakan ‘gejala’, ‘akibat’ atau ‘pertanda’ yang
tampak dari kematian, bukan kematian itu sendiri. Faktor terpenting yang menentukan kematian ialah
unsur-unsur batiniah suatu makhluk hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih dapat berfungsi
sebagaimana layaknya secara alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis, seseorang dapat
dikatakan mati apabila kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dalam dirinya. Begitu muncul sesaat,
kesadaran ajal langsung padam. Kepadaman kesadaran ajal merupakan ‘The point of no return’ bagi
suatu makhluk dalam kehidupan ini. Pada unsur-unsur jasmaniah, kematian ditandai dengan
terputusnya kemampuan hidup (jîvitindriya). Inilah definisi kematian menurut pandangan Agama
Buddha.Ada 3 (tiga) jenis kematian dalam Agama Buddha, yakni:
1. Khanika marana : Kematian atau kepadaman unsur-unsur batiniah dan jasmaniah pada tiap-tiap
saat akhir (bhanga).

2. Sammuti-marana : Kematian makhluk hidup berdasarkan persepakatan umum yang dipakai oleh
masyarakat dunia.

3. Samuccheda-marana : Kematian mutlak yang merupakan keterputusan daur penderitaan para


Arahanta. Kematian(1) pada dasarnya diakibatkan oleh empat macam sebab, yaitu karena habisnya usia
(âyukkhaya), karena habisnya akibat perbuatan penyebab kelahiran serta perbuatan pendukung
(kammakkhaya)(2), karena habisnya usia serta akibat perbuatan (ubhayakkhaya), karena terputus oleh
kecelakaan, bencana atau malapetaka (upacchedaka)(3). Empat sebab kematian ini dapat diumpamakan
seperti empat sebab kepadaman pelita, yaitu karena habisnya sumbu, habisnya bahan bakar, habisnya
sumbu serta bahan bakar, dan karena tertiup angin.

4. Hindu
Agama Hindu percaya bahawa penjelmaan dan kematian adalah sebagai pandangan jiwa
beralih daripada satu badan ke satu laluan untuk mencapai Nirwana, yaitu syurga. Kematian
adalah satu peristiwa yang menyedihkan. Manakala sami-sami Hindu menekankan
pengebumian adalah satu penghormatan dan tanda peringatan kepada si mati. Masyarakat
Hindu membakar mayat mereka, percaya bahawa pembakaran satu mayat menandakan
pembebasan semangat dan api adalah mewakili shiva, yaitu dewa pemusnah. Ahli-ahli keluarga
akan berdoa di sekeliling badan secepat mungkin selepas kematian. Orang akan coba mengelak
daripada menyentuh mayat. Hal ini, kerana ia adalah dianggap sebagai lambang memalukan si
mayat tersebut. Mayat biasanya dimandikan dan dipakaikan dengan pakaian putih, adalah salah
satu pakaian tradisional orang India. Jika si isteri mati sebelum suaminya, dia dipakaikan
pakaian pengantin. Manakala seorang janda akan dipakaikan sari yang berwarna putih atau
berwarna pucat. Badan dihiasi dengan cendana, bunga-bunga dan kalungan-kalungan bunga.
Selepas itu, Vedas atau Bhagavad Gita ataupun Sivapuranam, yaitu Kitab suci Hindu akan
dibaca . Orang yang berkabung diketuai olah anak sulung lelaki ataupun anak lelaki bungsu,
akan menerangi beberapa umpan api dengan mengelilingi mayat, demi mendoakan pemergian
jiwa. Selepas pembakaran mayat, keluarga akan dihidangkan dan bersembahyang dalam rumah
mereka. Orang yang berkabung akan mandi dengan sepenuhnya sebelum memasuki rumah
selepas pengebumian. Seorang sami akan melawat dan melakukan upacara sembayang untuk
si mati pada hari ke 16 sebagai tujuan mententeramkan si mati. Biasanya, satu kalungan
dijemur atau bunga-bunga diletakkan pada gambar si mati adalah menunjukkan tanda
penghormatan bagi mengingati mereka. 'Shradh' adalah upacara sembahayang setahun selepas
kematian orang. Ini diadakan setahun sekali bagi memperingati mereka. Sami juga berpesan
kepada ahli keluarga bahwa pemberian makanan kepada masyarakat miskin adalah satu tanda
ingatan kepada si mati.
5. Suku Batak
5.1. Konsep Kematian Menurut Budaya Batak
Agama leluhur mengajarkan bahwa manusia memiliki tubuh dan roh. Kehidupan dari diri seseorang itu
sangat ditentukan oleh kondisi rohnya. Artinya, selama roh itu berdiam dalam dirinya maka orang
tersebut akan hidup. Roh yang dimaksud dalam hal ini adalah ‘tondi’. Apabila tondi (roh) tersebut
meninggalkan tubuh dari manusia itu maka manusia tersebut akan mati, inilah yang disebut dengan
kematian. Karena itu, orang Batak sangat mementingkan urusan pemeliharaan kondisi tondinya
(rohnya). Dalam budaya Batak juga ada pemahaman bahwa orang yang meninggal itu dikatakan dengan
“Na dialap ompungna do i”. Dengan anggapan ini, maka orang Batak mengatakan “martondi na
mangolu, marbegu na mate” (yang masih hidup memiliki roh dan yang telah mati menjadi hantu).
Hal inilah dijelaskan karena orang Batak percaya bahwa jika seseorang telah meninggal, maka “daging
gabe tano, hosa gabe alogo, tondi gabe begu” (daging jadi tanah, nafas jadi angin, roh jadi hantu).
5.2. Hubungan Orang Hidup dengan Orang Mati Menurut Budaya Batak
Dalam hal ini akan dijelaskan, apakah ada hubungan antara orang yang sudah mati dengan orang yang
masih hidup. Budaya Batak meyakini bahwa jelas ada hubungan antara orang mati dengan orang hidup.
Bagaimana orang yang masih hidup itu meyakini masih adanya hubungan yang masih terjalin melalui
roh orang mati tersebut. Hal ini dapat dikatakan dengan adanya pemahaman Batak bahwa roh tersebut
dapat hadir ke dalam kehidupan orang yang masih hidup. Kehadiran roh menurut kepercayaan lama
terlihat dengan adanya pembuatan patung-patung leluhur di atas tugu atau makamnya. Hal ini memiliki
bukti bahwa hingga sampai sekarang ini masih ada diantar orang Kristen Batak yang melaksanakan
ritus-ritus di kuburan sebagai tanda bahwa masih melekat pemahaman akan hubungannya dengan orang
mati. Dengan memberi makanan di atas makamnya atau di atas lemari supaya dimakan roh tersebut.
Selain itu juga, dengan berziarah ke kuburan dan mencuci muka (marsuap) dikuburan tersebut. Serta
tindakan berziarah atau membangun tugu sering didorong setelah adanya mimpi yang dialami oleh
seorang anggota keluarga, di mana dalam mimpi itu diingatkan atau ditegur ataupun diperintahkan oleh
roh tersebut untuk membangun kuburan/tugu yang baik bagi roh itu. Hubungan itu tercermin di dalam
berbagai upacara adat yang dilakukan terhadap orang-orang yang akan dan telah mati.

5.3. Keberadaan Orang Mati Menurut Budaya Batak


Kematian merupakan perpindahan hidup dari dunia fisik ke dalam dunia kematian. Pada masa peralihan
ini, maka roh orang mati itu harus dijaga keselamatannya dari segala gangguan roh-roh jahat.
Kebahagiaan roh orang mati ditentukan dari penghormatan yang akan diterimanya di dalam dunia orang
mati, penghormatan ini didasarkan apakah dia dikuburkan secara adapt dengan baik atau tidak. Apabila
dikuburkan secara adapt dengan baik, maka kematiannya akan diberangkatkan dengan baik oleh
masyarakat adat yang hidup di dunia. Kalau dia mendapatkan penghormatan yang baik dari masyarakat
adat yang hidup, maka dia juga akan diterima dengan penghormatan di dunia orang mati. Sebaliknya,
kalau dia tidak diberangkatkan dengan baik oleh orang yang masih di dunia, maka roh orang itu juga
tidak akan diterima baik di dunia orang mati.
IV. Pandangan Teologis :
1. Makna Kematian Dalam Kehidupan Orang Kristen
Jika kita hanya mengejar hal-hal duniawi maka kita telah melepaskan diri kita dari sumber kehidupan.
Untuk menghadapi kematian, kita harus sadar bahwa kita hidup sebagai orang berdosa dalam kematian.
Dalam Perjanjian Lama, kematian berarti akhir kesudahan dari keberadaan seseorang (2 Sam. 12:15 ;
14:14). Manusia diciptakan dari tanah dan mereka akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19). Jiwa
diartikan sebagai sheol (hades) yang tidak ada lagi kehidupan di luar daripadanya. Manusia yang mati
pergi ke hades (ruang antara kematian dan penghakiman akhir). Maka sangat bertentangan dan ditolak
kalau ada yang mengatakan masih ada hubungan antara orang mati dengan orang hidup. Apakah
penyebab kematian ? Paulus berkata bahwa upah dosa adalah maut/kematian (Rom. 6:23). Dasar
pandangan tersebut yaitu iblis merupakan penguasa kematian (Ibr. 2:14), walaupun sebenarnya Allah
sendirilah yang mampu menghancurkan tubuh dan jiwa dalam dunia kematian (Mat. 10:28 ; Why. 2:23).
Dalam perjanjian baru penyebab kematian merupakan hal yang teologis. Kematian itu universal dan hal
tersebut merupakan keuniversalan kesalahan manusia dan jalan manusia untuk pengampunan.
Dari pembahasan-pembahasan di atas tergambar bahwa kematian dalam Perjanjian Baru bukanlah
sebagai proses yang alamiah, tetapi sebagai peristiwa sejarah yang mengakibatkan manusia masuk ke
dalam keberdosaannya. Pernyataan tentang kematian Kristus di kayu salib merupakan cerita
keselamatan dan selalu berhubungan dengan kebangkitan dan kemenangan atau hidup baru bagi orang-
orang percaya. Intinya adalah bahwa Allah sendiri merendahkan diri dan menanggalkan kemuliaanNya
dalam kematian, yang justru dalam kematian itu Ia menunjukkan diri sebagai Tuhan dan Allah yang
hidup. Kematian Kristus adalah keuntungan bagi manusia (1 Tes. 5:10 ; Ibr 2:9-10), kematian Kristus
adalah bagi Hukum Taurat (Rom 7:4), bagi dosa (2 Kor. 5:21), dan bagi kematian kita (2 Tim. 1:10).
Kematian Allah berarti final dari segala keberadaan keilahian yang dipahami di dalam system metafisik
kuno dunia.
Kematian bagi orang percaya adalah kekuatan dalam hidup persekutuan dengan Tuhan bukan hanya
sebagai satu hal akhir dari hidup. Kematian adalah pintu menuju hidup kekal yaitu kelepasan dari segala
dosa menuju hidup kepada kehidupan bersama Allah. Untuk itu, maka kematian menurut pandangan
Kristen harus didasarkan pada ciri : 1. Kematian adalah suatu hal yang alamiah yaitu manusia
mengambil bagian dalam struktur kehidupan keseluruhan yang kompleks. 2. Kematian adalah suatu
hukuman, hukuman untuk dosa (Rom. 6:21-ff). 3. Kematian adalah panggilan untuk pulang kepada
manusia. Bukan hanya sebagai hukuman tapi juga kabar sukacita, bukan hanya sebagai pengadilan tapi
juga penebusan (Flp. 1:23).
2. Kematian Kristus Sebagai Keselamatan
Makna teologis tentang kematian Kristus yang membuka suatu jalan yang baru dan yang hidup bagi
manusia dapat memberikan kepada kita suatu perspektif iman yang transformatif saat kita menghadapi
secara nyata kuasa maut berupa penderitaan, kepedihan, kegagalan dan kematian. Betapa sering kita
terjebak dalam perasaan putus-asa dan kehilangan gairah hidup pada saat kita mengalami berbagai
kesedihan, kegagalan, penderitaan dan kematian dari orang-orang yang kita kasihi. Pada saat yang
demikian, kita merasa tidak sanggup lagi menjalani pergumulan kehidupan ini. Kita juga merasa tidak
sanggup lagi melakukan apa yang baik seperti: berbagai ketentuan atau kewajiban agama,
tanggungjawab untuk beribadah, berdoa dan melayani. Saat itu hidup kita seperti terkurung dalam api
neraka, yang begitu menyiksa dan menyakitkan. Tetapi pada saat kita berada dalam bayang-bayang
maut dan kekelaman kematian, tiba-tiba kita dapat mendengar ucapan Tuhan Yesus saat Dia akan
menghembuskan nafasNya: ‘Sudah selesai!’. Apa yang terjadi dalam diri kita selanjutnya? Bukankah
pada saat itu kita merasakan atau mengalami seluruh beban yang begitu berat dan menindih kita tiba-
tiba dapat terangkat lepas? Ucapan Kristus yang berkata: ‘Sudah selesai’ memberikan kepada kita suatu
kekuatan yang luar biasa, sehingga kita dapat menemukan suatu jalan yang baru dan jalan yang hidup
di tengah-tengah berbagai persoalan hidup yang menerpa kita. Pengalaman transformatif ini
mengingatkan saya akan karya dari John Bunyan (1628-1688) yang menulis suatu buku berjudul “The
Pilgrim Progress from This World to That Which Is to Come”. Buku tersebut sangat populer dan
diterbitkan pada tahun 1678 (kelak diterjemahkan dengan judul: Perjalanan Seorang Musafir). Dalam
buku John Bunyan tersebut, dikisahkan bagaimana seorang tokoh bernama Kristen, tiba-tiba
punggungnya dari hari ke hari makin membesar setelah dia membaca Alkitab. Makin didalami isi
Alkitabnya, si Kristen merasakan punggungnya makin menanggung beban yang sangat berat. Akhirnya
dia memutuskan melakukan perjalanan sebagai seorang musafir untuk mengetahui kebenaran firman
Tuhan. Dalam pengembaraannya tokoh si Kristen menemui berbagai karakter manusia; akhirnya
sampailah si Kristen itu di depan kayu salib Kristus. Saat dia berlutut di bawah kaki salib Kristus, maka
seluruh beban di atas punggungnya dapat terlepas. Jelas sifat tulisan dari John Bunyan bersifat alegoris
untuk menggambarkan beban dosa yang harus ditanggung oleh manusia. Beban dosa tersebut tidak
dapat terlepas kecuali kita menghadap salib Kristus. Bukankah gambaran dari tokoh si Kristen dan
orang-orang yang dijumpai dalam pengembaraannya dalam buku John Bunyan tersebut
menggambarkan kehidupan kita sehari-hari? Beban pergumulan dan dosa atau kesalahan kita hanya
dapat terangkat lepas saat Kristus meneguhkan kita, bahwa kuasa maut pada hakikatnya telah
dipatahkan karena Dia telah menyelesaikan karya pendamaian di atas kayu salib dengan sempurna.
Karena kematian Kristus merupakan rencana dan wujud dari karya keselamatan Allah yang sempurna,
maka tidaklah mengherankan jikalau masalah kematian Kristus sepanjang masa sering dipersoalkan dan
menjadi suatu kontroversi. Beberapa kalangan menganggap Yesus Kristus tidak mati, sebab Dia terlebih
dahulu diangkat ke sorga oleh Allah. Kalangan lain memiliki anggapan yang berbeda. Sebab bagi
mereka Yesus Kristus sungguh-sungguh disalibkan tetapi Dia tidak sampai mati tetapi hanya
mengalami mati suri sehingga akhirnya Dia siuman dan berhasil keluar dari kubur. Kelompok-
kelompok yang saling berbeda pandangan tersebut, pada prinsipnya tetap menolak kematian Kristus.
Sepertinya dalam kelompok-kelompok yang menepiskan kemungkinan Yesus mengalami kematian di
atas kayu salib didasari oleh suatu kekuatiran tertentu. Mengapa mereka merisaukan soal kemungkinan
kematian Kristus di atas kayu salib, sehingga timbul teori Dia diangkat oleh Allah dan diganti oleh salah
seorang muridNya? Atau teori yang menyatakan bahwa Yesus hanya mati suri saja, sehingga Dia tidak
pernah mengalami kematian di atas kayu salib? Mungkin satu-satunya tokoh sejarah yang kematianNya
selalu dipersoalkan oleh banyak kalangan adalah kematian Yesus. Namun iman Kristen berdasarkan
kesaksian Alkitab dan yang dikuatkan oleh dokumen-dokumen sejarah secara pasti menyatakan bahwa
Yesus Kristus wafat di atas kayu salib. Peristiwa kematianNya telah membawa suatu dampak yang
begitu besar dalam sejarah sehingga umat Kristen dapat hadir dan berperan secara transformatif dalam
gelanggang sejarah. Tetapi juga kematian Kristus terbukti membawa dampak yang begitu besar dalam
pemahaman teologis manusia tentang Allah dan karyaNya. Kematian Kristus memberikan
pemahaman yang baru tentang makna serta tujuan kehidupan. Itu sebabnya kematian Kristus pada
hakikatnya memiliki tempat yang sangat unik, khusus, memulihkan dan transformatif dalam kehidupan
umat manusia. Melalui kematian Kristus, Allah telah mengungkapkan karya keselamatanNya yang
sungguh-sungguh sempurna sehingga terjadilah pendamaian dan pemulihan hubungan antara Allah
dengan umat manusia.

V Kesimpulan
Sebagai orang Kristen kita percaya, dan kita tahu, bahwa kematian bukan akhir dari suatu keberadaan
atau kehidupan, namun hal itu tetap merupakan suatu perpisahan dari orang-orang disekitar kita pada
masa hidup. Itu adalah akhir dari suatu hubungan yang mempunyai arti istimewa bagi kita dalam
kenidupan ini. Langkah pertama dalam memperoleh perspektif yang tepat ialah dengan mengakui
bahwa Allah berdaulat dalam semua masalah kehidupan dan kematian, karena Dia telah menunjukkan
karya-karya keselamatan untuk menaklukan maut dan kematian. Keyakinan adanya kehidupan setelah
kematian merupakan suatu sumber rasa aman, optimisme, dan pemulihan rohani bagi seseorang (1
Yohanes 3:2). Tidak ada suatu pun yang menawarkan lebih banyak kekuatan dan dorongan dari pada
keyakinan bahwa ada suatu kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang menggunakan masa sekarang
untuk mempersiapkan hidup dalam kekekalan.
ANDA TIDAK SENDIRIAN jika Anda secara jujur merasakan bahwa Anda belum diyakinkan tentang
kehidupan setelah kematian. Tetapi ingatlah bahwa Yesus berjanji untuk memberikan pertolongan Ilahi
kepada mereka yang ingin mengenal kebenaran dan yang mau menaklukkan diri kepadaNya. Ia berkata,
"Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah
Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri," (Yohanes 7:17).
Bila Anda yakin pada bukti adanya kehidupan setelah kematian, ingatlah Alkitab berkata bahwa Kristus
mati untuk melunasi hutang-hutang dosa kita, dan bahwa semua orang yang percaya kepadaNya akan
menerima karunia pengampunan dan kehidupan kekal. Keselamatan yang ditawarkan Kristus bukanlah
upah untuk usaha kita, tetapi suatu anugerah bagi mereka yang, melalui bukti-bukti tersebut, percaya
kepadaNya.

You might also like