You are on page 1of 43

Bab II

1. PRA RANCANGAN TEKNIS


1.1 Forcasting / Peramalan Penumpang
1.1.1 Prakiraan Masa Mendatang
Rencana untuk pembangunan pengembangan suatu Bandar Udara
bergantung pada meningkatnya kegiatan yang diramalkan dimasa mendatang.
Dalam peramalan atau prakiraan pada masa mendatang digunakan pendekatan
secara kuantitatif. Pendekatan tersebut dilakukan atas dasar data historis dan
pengamatan yang menggambarkan atas beberapa faktor penentu.
Prakiraan dengan menggunakan persamaan kecenderungan historis
berdasar atas suatu pengujian kegiatan masa lalu akan menunjukan pola
kegiatan dimasa dating. Secara umum, pendekatan dilakukan dengan tujuan
memprakirakan jumlah penumpang tahun 2023 yang dapat dipengaruhi tata
ruang sebuah terminal, serta berpengaruh kepada tata letak di Bandar Udara
Soekarno – Hatta.
1.1.2 Metode Prakiraan (Forecasting)
Persamaan umum metode regresi linier sederhana adalah sebagai berikut:

Y=a+b.x
Nilai a dan b diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Dimana: Y = variabel yang diramalkan
X = variabel independen
a = variabel dependen

∑ 𝑋 2 ∑ 𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑋𝑌
𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2

b = variabel dependen

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑋𝑌
𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2

n = konstanta data observasi


1.1.3 Perhitungan Manual (Forecasting)
Tabel 2.1 Jumlah Penumpang Domestik Tahun 2010-2012
TAHUN X JUMLAH 𝑋2 XY
PENUMPANG
Y
2011 1 415 1 547

2011 2 520 4 1040

2012 3 600 9 1800

JUMLAH 6 1535 14 3387

Contoh Perhitungan Manual (Forecasting)


(14 𝑋 1535) − (6 𝑋 3387)
𝑎= = 194,667
(3 𝑋 14) − (6)2
(3 𝑋 3387) − (6 𝑋 1535)
𝑏= = 158,5
(3 𝑋 14) − (6)2
Persamaan menjadi:
𝑌 = 194,667 + 158,5𝑋

Tabel 2.2 Prakiraan Jumlah Penumpang Domestik Tahun 2011-2013


TAHUN X JUMLAH
PENUMPANG
DOMESTIK
(Y)

2011 1 415

2013 2 520

2013 3 600

𝑌 = 194,667 + 158,5𝑋

2014 5 987,167
Kapasitas sudah terpenuhi
2015 6 1142,667

2016 7 1300,667

2017 8 1458,667

2018 9 1616,667

2019 10 1774,667

2020 11 1932,667

2021 12 2090,667

2022 13 2255,667

2023 14 2413,667

1.2 Forcasting / Peramalan Pesawat


1.2.1 Prakiraan Masa Mendatang
Rancangan suatu bandar udara dikembangkan berdasarkan ramalan jangka
pendek sekita 5 tahun, menengah 10 tahun dan Panjang 20 tahun. Analisa
pengguna adalah tinjauan terhadap tingkatan demend yang berpengaruh
terhadap kondisi eksisting suatu bandar udara, melalui perhitungan korelasi
antara pertumbuhan jumlah pesawat udara dan faktor ekonomi yang dapat
diestimasi.
Semakin Panjang jangka prakiraan, ketepatannya semakin berkurang dan
harus dilihat sebagai suatu pendekatan saja (Horonjeff, 1993)
Dalam hal ini diperlukan suatu analisa untuk memprakirakan kebutuhan
pada masa mendatang dengan rumus regresi. Rumus regresi ini melibatkan
dua variabel di dalamnya, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas merupakan variabel yang sudah di ketahui harganya. Hal ini untuk
mencari harga variabel terikat. Analisa regresi mempunyai beberapa model
perhitungan, tetapi yang popular digunakan adalah Analisa regresi linier
sederhana.
A. Regresi Linier
Regresi linier mempunyai satu variabel bebas yang berguna
untuk mencari harga variabel terikat. Fungsi tersebut diuraikan dalam
persamaan sebagai berikut:
Persamaannya: Y = a + bX
Y merupakan variabel terikat, sedangkan X variabel bebas
Y: variabel yang dicari
a, b: suatu konstanta
X: variabel bebas

Dimana :

∑𝑛𝑖=0 𝑥 2 ∑𝑛𝑖=0 𝑌 − ∑𝑛𝑖=0 𝑋 ∑𝑛𝑖=0 𝑋𝑌


𝑎=
𝑛 ∑𝑛𝑖=0 𝑋 2 − (∑𝑛𝑖=0 𝑋)2
𝑛 ∑𝑛𝑖=0 𝑋𝑌 − ∑𝑛𝑖=0 𝑋 ∑𝑛𝑖=0 𝑌
𝑏=
𝑛 ∑𝑛𝑖=0 𝑋 2 − (∑𝑛𝑖=0 𝑋)2

1.2.2 Faktor – factor yang mempengaruhi prakiraan


Untuk menilai karakteristik atas permintaan pada masa mendatang, maka
diperlukan pengembangan penaksiran yang terandaikan mengenai kegiatan
pada bandar udara. Faktor yang diperlukan berupa data yang harus
dikumpulkan untuk menghitung jumlah pesawat udara yang parker pada apron
di masa mendatang. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah:
 Daerah yang dilayani bandar udara, yaitu daerah operasi bandar
udara
 Sifat – sifat demografi dan pertumbuhan penduduk
 Kecendrungan dalam kegiatan transportasi untuk penumpang dan
barang
 Faktor geografis yang mempengaruhi kebutuhan transportasi
 Tingkat persaingan yang ada diantara perusahaan penerbangan
serta berbagai aspek transportasi yang menyangkut biaya, waktu,
perjalanan, frekuensi pelayanan dan faktor terkait lainnya
Prakiraan dengan menggunakan data tersebut memberikan dasar atas
perencanaan bandar udara pada awal pengembangan, yang bertujuan
memenuhi kebutuhan dan fasilitas lainnya. Setelah melakukan analisa selama
bertahun – tahun digunakan suatu pemecahan yang efisien untuk
memproyeksikan permintaan pada masa mendatang. Beberapa hal utama yang
diperlukan atas hal tersebut adalah:
 Jumlah dan tipe pesawat udara yang dibutuhkan.
 Jumlah pergerakan yang ditimbulkan.
 Karakteristik volume dan waktu sibuk pesawat udara.
 Karakteristik prestasi dan operasi system jalan masuk darat.
1.2.3 Perhitungan Manual (Forecasting)
Persamaan: Y = a + bX
Dimana:

∑𝑛𝑖=0 𝑥 2 ∑𝑛𝑖=0 𝑌 − ∑𝑛𝑖=0 𝑋 ∑𝑛𝑖=0 𝑋𝑌


𝑎=
𝑛 ∑𝑛𝑖=0 𝑋 2 − (∑𝑛𝑖=0 𝑋)2

𝑛 ∑𝑛𝑖=0 𝑋𝑌 − ∑𝑛𝑖=0 𝑋 ∑𝑛𝑖=0 𝑌


𝑏=
𝑛 ∑𝑛𝑖=0 𝑋 2 − (∑𝑛𝑖=0 𝑋)2

Tabel 2.5.

Jam Puncak Pesawat Udara Pada Apron Tahun 2010-2013

TAHUN X JUMLAH 𝑋2 XY
PESAWAT
UDARA

2010 1 4 1 4

2011 2 7 4 8

2012 3 10 9 27

2013 4 15 16 60

TOTAL 10 36 30 99

(30 𝑥 36) − (10 𝑥 99) 90


𝑎 == 2
= = 4,5
(4 𝑥 30) − 10 20

(4 𝑥 99) − (10 𝑥 36) 36


𝑏= 2
= = 1,8
(4 𝑥 30) − 10 20
Diperoleh persamaan Y = 4,5 + 1,8X, sehingga pada tahun:

 Tahun 2014, dengan nilai X = 5


Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (5)
= 13,5 ≈ 14 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2015, dengan nilai X = 6


Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (6)
= 15,3 ≈ 15 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2016, dengan nilai X = 7


Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (7)
= 17,1 𝐶 17 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2017, dengan nilai X = 8


Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 +1,8 (8)
= 18,9 ≈ 19 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2018, dengan nilai X = 9


Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (9)
= 20,7 ≈ 21 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2019, dengan nilai X = 10


Y = 4,5 + 1,8 X
= 4,5 + 1,8 (10)
= 22,5 ≈ 23 pergerakan pesawat udara
 Tahun 2020, dengan nilai X = 11
Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (11)
= 24,3 ≈ 24 pergerakan pesawat udara
 Tahun 2021, dengan nilai X = 12
Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (12)
= 26,1 ≈ 26 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2022, dengan nilai X = 13


Y = 4,5 + 1,8X
= 4,5 + 1,8 (13)
= 27,9 ≈ 28 pergerakan pesawat udara

 Tahun 2023, dengan nilai X = 14


Y = 4,5 + 1,8 X
= 4,5 + 1,8 (14)
= 29,7 ≈ 30 pergerakan pesawat udara

Tabel 2.6
Prakiraan Jam Puncak Pesawat Udara Pada Apron Tahun 2013-2023
Tahun X Jumlah Pesawat Udara

2010 1 4

2011 2 7

2012 3 10
2013 4 15

2014 5 14

2015 6 15

2016 7 17

2017 8 19

2018 9 21

2019 10 23

2020 11 24

2021 12 26

2022 13 28

2023 14 30

Keterangan:
= Sudah Tercapai Kapasitas Maksimum

1.3 Terminal
Suatu terminal bandar udara merupakan sebuah bangunan dibandar udara dimana
penumpang berpindah antara transportasi darat dan fasilitas yang membolehkan
mereka menaiki dan meninggalkan pesawat. Di terminal, penumpang membeli tiket,
menitipkan bagasinya, dan diperiksa pihak keamanan. Bangunan yang menyediakan
akses ke pesawat (melalui gerbang) disebut "concourse".
Tetapi, sebutan "terminal" dan "concourse" kadang-kadang digunakan berganti-ganti,
tergantung konfigurasi bandara.Bandara kecil memiliki sebuah terminal sementara
bandara besar memiliki beberapa terminal dan/atau concourse. Di bandara kecil,
bangunan terminal tunggal melayani semua fungsi sebuah terminal dan
concourse.Beberapa bandara besar memiliki terminal yang terhubung dengan banyak
concourse melalui jalan setapak, jembatan layang, atau terowongan bawah tanah
(seperti Bandar Udara Internasional Denver).
Beberapa bandara besar memiliki lebih dari satu terminal, masing-masing dengan
satu concourse atau lebih (seperti Bandar Udara La Guardia New York). Bandar
udara besar lainnya memiliki terminal ganda dimana masing-masing telah termasuk
fungsi sebuah concourse (sepertiBandar Udara Internasional Dallas/Fort Worth).

Fungsi Utama Terminal

A. Pertukaran moda
Biasanya perjalanan udara merupakan perjalanan campuran berbagai
moda, mencakup perjalanan akses darat dan dilanjutkan dengan perjalanan
udara. Tidak banyak perjalananudara yang dilakukan secara langsung dari asal
ke tujuan. Dalam rangka pertukaran moda tersebut, penumpang melakukan
pergerakan di terminal pada kawasan sikulasi penumpang.
B. Pemrosesan
Terminal adalah tempat yang sesuai untuk proses yang menyangkut
perjalanan udara.Termasuk pengurusan tiket, pendaftaran penumpang dan
bagasi, dari penumpang dan mempertemukan kembali. Fungsi ini memerlukan
kawasan pemrosesan penumpang.
C. Operator Bandar Udara
Biasanya akses penumpang ke bandar udara secara terus menerus, datang
dan pergi, dalam grup-grup yang kecil dengan bus, mobil dan taxi. Karena itu
fungsi terminal pada keberangkatan sebagai reservoir yang mengumpulkan
penumpang secara kontinyu. Pada kedatangan polanya terbalik untuk
memenuhi fungsi ini terminal harus memiliki kawasan ruang penampungan
penumpang. Jadi fungsi utama terminal adalah untuk memperoleh ruang
sirkulasi, pemrosesan dan penampungan.Tujuan Penggunaan Terminal
Perancangan terminal yang memenuhi syarat harus dapat memuaskan
keinginan kebutuhan mereka yang akan menggunakannya. Ada 3 (tiga) kelas
pemakai:
 Penumpang dan pengantar penjemput
 Perusahaan penerbangan
 Operator bandar udara
Kebanyakan perancangan terminal mengutamakan penumpang. Volume
penumpang jauh lebih besar dibandingkan jumlah staf perusahaan
penerbangan dan staf bandar udara. Alasan lain, penumpang adalah sumber
pendapatan utama bandar udara, selain perusahaan penerbangan sendiri.
Tujuan perancangan terminal dengan sendirinya meliputi:
 Memaksimumkan kebutuhan akomodasi penumpang.
 Pelayanan yang baik pada perusahaan penerbangan. Di beberapa
bandar udara perusahaan penerbangan juga merupakan sumber dan
awal dalam investasi kapital.Dalam hal ini perusahaan-perusahaan
tersebut akan sangat berperan dalam menentukan perancangan
terminal.

Berikut ini adalah fungsi Terminal di Bandar Karel Sadsuitubun:

TERMINAL
Terminal ini memiliki fungsi menampung penumpang , mengumpulkan
penumpang yang melakukan transit atau memuat penumpang yang melakukan transit
pesawat . Terminal ini melayan penerbangan domestik dari maskapai Garuda
Indonesia, Wings Air , Trigana Air dan Aviastar.

1.4 Runway
Fasilitas landas pacu (runway), fasilitas ini adalah faslitas yang berupa suatu
perkerasan yang disiapkan untuk pesawat melakukan kegiatan pendaratan dan tinggal
landas. Elemen dasar runway meliputi perkerasan yang secara struktural cukup untuk
mendukung beban pesawat yang dilayaninya, bahu runway, runway strip, landas pacu
buangan panas mesin (blast pad), runway end safety area (RESA) stopway, clearway.

Gambar Diagram Bandar Udara

Sumber : http://lessonslearned.faa.gov/American625/New_Airport_Diagram.jpg

(16 januari 2016)

Dari panjang landas pacu yang terdapat di sebuah bandara,


dapat diklasifikasikan bandara tersebut dan dapat ditentukan pula
tipe pesawat yang diwadahinya

KELAS TIPE PESAWAT PANJANG

BERDASARKAN LANDASAN PACU

JARAK JELAJAH (meter)

I Long Range 3200

II Medium 2600

III Medium 2200


IV Short Range 1600

V General Aviation 500

Sumber: Ashford, Norman & Wirght, Paul. 1976. Airport Engineering.

Runway merupakan komponen pokok dalam bandar udara yang digunakan untuk
pendaratan / landing dan lepas landas / take off pesawat terbang. Elemen – elemen
dasar landasan pacu antara lain:
A. Perkerasan struktural sebagai tumpuan pesawat udara.
B. Bahu landasan yang berbatasan dengan perkerasan struktural, direncanakan
sebagai penahan erosi akibat air dan semburan mesin jet, serta melayani
perawatan landasan.
C. Area keamanan landasan pacu (runway safety area) yang terdiri dari struktur
perkerasan, bahu landasan, dan area bebas halangan.

D. Blast pad, area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada permukaan yang
berbatasan dengan ujung landasan pacu.

Kelengkapan data yang merupakan aspek penilaian meliputi runway designation /


number / azimuth yang merupakan nomer atau angka yang menunjukkan penomoran
landas pacu dan arah kemiringan landas pacu tersebut. Data ini merupakan data yang
telah ditetapkan sejak awal perencanaan dan pembangunan bandar udara.
Dimensi landas pacu yang meliputi panjang dan lebar landas pacu. Panjang landas
pacu dipengaruhi oleh pesawat kritis yang dilayani, temperatur udara sekitar,
ketinggian lokasi, kelembaban bandar udara, kemiringan landas pacu, dan karakteristik
permukaan landas pacu. Fasilitas landas pacu ini mempunyai beberapa bagian yang
masing-masingnya mempunyai persyaratan tersendiri.
Jarak untuk menempuh taxiway yang sesingkat mungkin dari terminal ke ujung
runway dan untuk memperpendek jarak tempuh yang sesingkat mungkin bagi pesawat
yang mendarat maka diperlukan konfigurasi suatu bandara yang tepat. Konfigurasi
runway ada bermacam-macam dan seringkali itu merupakan kombinasi dari beberapa
macam konfigurasi dasar, yaitu:
1. Single Runway
Suatu bandar udara dengan landasan pacu tunggal jumlah operasi lepas
landas dan pendaratan kurang lebih sama dalam setiap arah. Jarak landas
hubung adalah sama, kedua ujung landasan pacu dapat dipakai untuk lepas
landas. Selain itu letak terminal juga dekat bagi pendaratan setiap arah.

Gambar Konfigurasi Single Runway


Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport
2. Parallel Runway
Kapasitas sistem landasan pacu paralel tergantung pada jumlah
landasan pacu dan pada jarak antara landasan pacu. Jumlah landasan Pacu yang
umum berjumlah dua, tiga dan empat. Jarak antara paralel landasan pacu

bervariasi yaitu dipengaruhi oleh kapasitas sistem bandara keberangkatan dan


kedatangan.
Gambar II-6 Konfigurasi Parallel Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport.
Jarak antar runway dipengaruhi oleh kapasitas sistem bandara

keberangkatan dan kedatangan:


Gambar Jarak Antar Runway
Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga
Parallel non instrument runway yang tersedia dan digunakan secara
bersamaan (simultan), minimum separation distance antara runway centerline
tidak boleh kurang dari :
 210 dimana code number runway tertinggi adalah 3 atau 4
 150 m dimana code number runway tertinggi 2
 120 m dimana code number runway tertinggi 1
Parallel instrument runway yang tersedia dan digunakan secara bersamaan
(simultan), minimum separation distance antara runway centerline tidak boleh
kurang dari :
 Untuk independent parallel approachs, 1.035 m
 Untuk dependent parallel approachs, 915 m
 Untuk independent parallel departures, 760 m
 Untuk segregated parallel approachs, 760 m
3. Staggered Parallel Runway
Konfigurasi untuk bandar udara yang memiliki landasan pacu khusus
yang dipakai untuk pendaratan saja demikian juga yang satunya hanya
digunakan untuk lepas landas saja. Keuntungan dari konfigurasi staggered
parallel runway dibandingkan dengan parallel runway adalah terdapat
pengurangan jarak landas hubung baik untuk lepas landas maupun untuk
pendaratan. Kekurangannya adalah membutuhkan lahan yang lebih luas.
Gambar Konfigurasi Staggered Parallel Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport

4. Openning V Runway
Konfigurasi opennng v runway diterapkan pada bandar udara yang
memiliki arah angin yang lemah menyebabkan perlunya landasan pacu lebih
dari satu arah dengan meletakkan terminal di tengah. Apabila tiupan angin
lemah maka pengendali lalu lintas udara dapat memanfaatkan kedua landasan

pacu tersebut untuk pendaratan dan lepas landas.


Gambar II-9 Konfigurasi Openning V Runway
Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport
5. Intersection Runway
Suatu bandara bisa memiliki lebih dari satu landasan pacu, dua atau
lebih landasan pacu dalam arah yang berlainan, berpotongan satu sama lain, ini
disebut sebagai landasan pacu berpotongan (intersection runway). Konfigurasi
landasan seperti ini diperlukan ketika angin relatif kuat terjadi apabila lebih
dari satu arah, sehingga cross-winds berlebihan ketika hanya satu landasan
pacu yang disediakan. Ketika angin kuat, hanya satu landasan pacu dari
intersection runway yang dapat digunakan, ini dapat mengurangi kapasitas

lapangan terbang secara substansial. Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20
knots atau 13 knots), kedua landasan pacu dapat digunakan secara bersamaan.
Kapasitas dua landasan yang bersilangan tergantung sepenuhnya di bagian
mana landasan itu bersilangan (di tengah, di ujung), serta cara operasi
penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas. Kapasitas
landasan ditentukan dari jarak persilangan terhadap titik awal lepas landas.
Semakin dekat jarak persilangan dengan titik awal lepas landas maka semakin
besar kapasitas yang dicapai.
Gambar II-10 Konfigurasi Intersection Runway
Sumber : http://virtualskies.arc.nasa.gov/airport_design/5.html (10 Deember 2015)

1.5 Taxiway

Taxiway sebenarnya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukan


jalan yang menghubungkan landasan pacu dengan hangar, terminal, apron dan
fasilitas lainnya. Istilah pesawat sedang ‘taxiing’ berarti pesawat sedang berjalan di
area landasan pacu, baik itu saat persiapan untuk take-off maupun landing
(mendarat). Jalan taxiway ini kebanyakan memiliki permukaan yang keras seperti
aspal atau beton, walaupun bandar udara yang lebih kecil kadang-kadang
menggunakan kerikil atau rumput. Dari sisi keamanan pesawat, jelas taxiway dengan
permukaan aspal atau beton lebih diutamakan ketimbang permukaan kerikil atau
rumput (ini biasa hanya untuk bandara kecil dengan tipe pesawat kecil atau helikopter
saja).
Pada bandara yang ramai intensitas penerbangannya, biasa taxiway didesain
khusus agar pesawat dapat segera meninggalkan area landasan pacu (take-off atau
pun landing). Ini disebut desain high-speed atau rapid-exit taxiway. Tujuannya agar
pesawat dapat segera meninggalkan area landasan pacu dan memungkinkan pesawat
lain menggunakan landasan pacu. Tentu saja ini memerlukan perencanaan dan
perancangan desain yang matang.

1.6 Apron

Fasilitas pelataran parkir pesawat terbang (apron) adalah fasilitas sisi udara yang
disediakan sebagai tempat bagi pesawat saat melakukan kegiatan menaikkan dan
menurunkan penumpang, muatan pos dan kargo dari pesawat, pengisian bahan bakar,
parkir dan perawatan pesawat.
Apron merupakan penghubung antara bangunan terminal dengan bandar udara.
Apron mencakup daerah parkir pesawat yang disebut ramp dan daerah untuk menuju
ke ramp tersebut. Pada ramp ini pesawat diparkir di tempat yang disebut pintu-
hubung ke pesawat (gate).
Apron merupakan bagian dari bangunan terminal pada sisi udara (airside). Antara
bangunan fisik terminal dan apron terjadi suatu pertemuan dengan pesawat yang
disebut interface. Penempatan suatu apron tergantung pada penempatan terminal yang
akan dirancang. Luas apron didasarkan pada tiga faktor yaitu jumlah pintu-hubung ke
pesawat, ukuran pintu-hubung dan denah parkir pesawat di setiap pintu-hubung.
Apron merupakan bagian bandar udara yang melayani terminal sehingga harus
dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteritik terminal tersebut. Beberapa
pertimbangannya :
a) Menyediakan jarak paling pendek antara landas pacu dan tempat pesawat
berhenti.
b) Memberikan keleluasaan pergerakan pesawat untuk melakukan manuver
sehingga mengurangi tundaan.
c) Memberikan cukup cadangan daerah pengembangan yang dibutuhkan jika
nantinya terjadi peningkatan permintaan penerbangan atau perkembangan
teknologi pesawat terbang.
d) Memberikan efisiensi, keamanan, dan kenyamanan pengguna secara
maksimum.
e) Meminimalkan dampak lingkungan
Perancangan apron juga terkait dengan sistem terminal yang digunakan oleh
bandar udara bersangkutan yang terdiri dari terminal konsep tunggal, konsep linier,
konsep dermaga, konsep satelit, konsep transporter dan konsep campuran.
Aspek yang diperhatikan dalam kelayakan operasional di dalam apron meliputi
dimensi (panjang dan lebar), kemiringan memanjang (longitudinal slope), kemiringan
melintang (transverse slope), jenis perkerasan (surface type), dan kekuatan (strength)
dan apron marking yang antara lain apron edge marking, apron guidance marking,
parking stand position marking.
GSE (Ground Support Equipment) fasilitas ini adalah suatu area yang disediakan
sebagai tempat lalu lintas peralatan penunjang pendaratan dan penerbangan yang
terletak diantara apron dan teminal penumpang. Luasannya dipengaruhi oleh jenis
pesawat yang dilayani dan jumlah serta jenis peralatan pendaratan dan penerbangan
yang dipersyaratkan untuk menunjang kinerja operasional bandar udara tersebut.
1.7 Perkerasan Runway
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan
dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan
agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu tinggi disebut
perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton ( Portland
Cement Concrete ) disebut perkerasan “Rigid” ( FAA, 2009 ).
Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa
juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan
permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan
terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan /kegagalan total.
Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman
pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk
menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan di
bawahnya ( Basuki, 1986 ).
Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan
sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang terletak
di atas lapisan tanah dasar yang telah dipersiapkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa
galian atau timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari bahan berbitumen yang
berfungsi untuk memberikan permukaan yang halus yang dapat memikul beban-
beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk jangka waktu
operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja kelapisan dibawahnya.
Lapisan pondasi atas adalah bahan yang terdiri dari material berbutir dengan bahan
pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi memikul beban yang bekerja dan
menyebarkan ke lapisan-lapisan dibawahnya ( Yoder dan Witczak, 1975 ).
Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan semakin
besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan perkerasan
yang dibutuhkan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur perkerasan didukung
sepenuhnya oleh tanah dasar, maka identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah
dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal perkerasan.
Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama
dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan
beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban
yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada
perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu :
 Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs,
sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata
berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.
 Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi) 1000-
2000 truk per harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk melayani repetisi
beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.
 Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan pada
runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.
 Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban
bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban
bekerja pada bagian tengah perkerasan.
Ada beberapa metode perencanaan perkerasan bandar udara walaupun tidak
terdapat satu metode yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak pihak, namun
terdapat beberapa metode yang dapat diajukan. Metode-metode tersebut adalah :
Metode ICAO ( LCN ), metode FAA dan metode CBR.

1.7.1 Metode ICAO


Desain perkerasan kaku menggunakan program komputer berdasarkan
pada metoda ICAO. Metoda ICAO untuk desain perkerasan kaku
menggunakan kurva desain. Kurva desain tersebut berdasarkan pada asumsi
pembebanan di tepi slab beton dan hanya untuk tebal beton (ICAO, 1983).
Tebal komponen struktur yang lain ditetapkan secara terpisah.
Prosedur desain perkerasan kaku secara manual dengan menggunakan
kurva desain pada metoda ICAO antara lain : concrete flexural strength
ditetapkan menurut metoda pengujian ASTM C-78, normalnya 90 hari
flexural strength digunakan untuk desain. Perencana dapat mengasumsikan 90
hari yang aman untuk umur beton sehingga akan menjadi 10 persen lebih
tinggi daripada 28 hari umur beton. Nilai flexural strength beton pada umur 28
hari dapat juga digunakan dengan mengalikan faktor 1,10 sampai 1,14.
Modulus subgrade k pada sebuah cuaca yang konstan akan mendukung
perkerasan dan material dari hasil pengujian plate bearing. Gross weight
pesawat udara desain ditunjukkan pada setiap kurva desain dan
dikelompokkan menurut sumbu main gear (single wheel, dual wheel, dual
tandem), kecuali pesawat udara berbadan lebar, ditunjukkan pada kurva
desain tersendiri. Faktor keamanan metoda ICAO adalah 1,36.
1.7.2 Metode ACN
ICAO menggunakan nilai ACN dan PCN (pavement classification
number) untuk melaporkan kekuatan perkerasan di bandar udara dan pesawat
udara yang akan landing, dikenal dengan istilah ACN/PCN. PCN
menunjukkan bahwa sebuah pesawat udara dengan ACN yang sama atau lebih
kecil dari PCN dapat beroperasi pada perkerasan tergantung batasan tire
pressure (ICAO,1983).
ACN adalah nilai yang menyatakan pengaruh sebuah pesawat udara ke
perkerasan dengan kekuatan subgrade standard. Nilai ACN dapat dihitung
dengan menggunakan kurva desain atau persamaan analitis dan program
komputer. Salah satu keuntungan utama adalah ACN hanya tergantung pada
jenis pesawat udara dan kekuatan subgrade. PCN merupakan nilai yang
menyatakan daya dukung perkerasan untuk pengoperasian pesawat udara.
PCN yang dilaporkan untuk pesawat terbang ringan yaitu pesawat udara yang
memiliki MTOW (maksimum take off weight) kurang dari 5700 kg,
dinyatakan dalam berat pesawat udara dan tire pressure. Untuk pesawat udara
yang lebih besar, laporan PCN berisi tentang tipe perkerasan, kategori
subgrade, kategori tire pressure, dan metoda evaluasi yang digunakan untuk
mendapatkan PCN.
ICAO memperbolehkan sedikit over load di perkerasan untuk pesawat
udara dengan ACN yang sedikit lebih besar daripada PCN yang dilaporkan
(ICAO, 1983). Hal ini memungkinkan manajemen bandar udara untuk
memperkirakan kriteria operasional optimum untuk perkerasan di bandar
udara dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti volume lalu lintas dan
umur perkerasan (design life). Ketentuan dasar yang digunakan dalam
penentuan nilai ACN adalah Kategori subgrade yaitu dalam metoda ACN-
PCN nilai subgrade standar untuk perkerasan beton ditetapkan sebagai nilai k
yang dikategorikan berdasarkan : kekuatan tinggi (high strength) k adalah 150
MN/m3 dan mewakili semua nilai k diatas 120 MN/m3, kodenya A. Kekuatan
menengah (medium strength) nilai k adalah 80 MN/m3 dan mewakili nilai k
antara 60 dan 120 MN/m3, kodenya B. Kekuatan rendah (low strength) nilai k
adalah 40 MN/m3 dan mewakili nilai k antara 25 dan 60 MN/m3, kodenya C.
Kekuatan sangat rendah (ultra low strength) nilai k adalah 20 MN/m3 dan
mewakili semua nilai k dibawah 25 MN/m3, kodenya D. Flexural stress pada
perkerasan beton adalah flexural stress standar pada perkerasan beton yang
ditetapkan dengan nilai σ adalah 2,75 Mpa. Flexural stress yang digunakan
untuk desain atau evaluasi perkerasan tidak ada hubungannya dengan flexural
stress yang ditetapkan. Pengaruh tire pressure tidak terlalu penting
dibandingkan dengan beban pesawat udara dan jarak roda. Oleh karena itu,
tire pressure dikategorikan sebagai berikut : tinggi (high), tekanan tanpa batas,
kode W. Menengah (medium), tekanan dibatasi sampai 1,50 MPa, kode X.
Rendah (low), tekanan dibatasi sampai 1,00 Mpa, kode Y. Sangat rendah
(very low), tekanan dibatasi sampai 0,50 MPa, kode Z. Metoda evaluasi :
Nilai ACN didefenisikan sama dengan dua kali ESWL yang dinyatakan dalam
ribuan kilogram dan tire pressure ESWL diasumsi sama dengan 1,25 Mpa
(ICAO,1983).
1.7.3 Metode FAA
Perkerasan kaku untuk bandar udara terdiri dari slab beton yang diletakkan
di atas lapisan sub-base dari batu pecah atau yang distabilisasi di atas tanah
dasar yang dipadatkan. Sub-base tidak dibutuhkan pada kondisi tertentu. Pelat
beton harus mencegah meresapnya air genangan dan memberikan daya
dukung yang diperlukan untuk menerima beban pesawat udara. Sub-base
memberikan daya dukung yang mantap dan merata untuk perkerasan beton.
Perencanaan perkerasan didasarkan pada berat bruto (gross weight)
pesawat udara desain dan menggunakan berat keberangkatan maksimum
pesawat udara (maximum take off weight of the aircraft). Beban pesawat
udara diasumsikan 95 % gross weight dipikul oleh roda pendaratan utama
pesawat udara (main landing gear) dan 5 % dipikul oleh roda depan (nose
gear), (ICAO,1983). Untuk annual departure melebihi 25.000, total tebal
beton harus ditingkatkan berdasarkan Tabel II.5 di bawah ini.
Tabel. Tebal perkerasan untuk annual departure > 25.000

Tingkat Persen dari 25000


keberangkatan tebal departure (%)
tahunan
50.000 104
100.000 108
150.000 110
200.000 112
Sumber : ICAO Aerodrome Design Manual, 1983
Tipe dan geometri main landing gear pesawat udara menentukan
bagaimana beban pesawat udara didistribusikan pada perkerasan. Penyaluran
beban pesawat udara berupa gross weight pesawat udara tersebut tergantung
pada dimensi roda, tipe roda, konfigurasi roda, contact area roda dan tekanan
roda. Asumsi yang digunakan untuk berbagai tipe dan konfigurasi roda adalah
: Pertama, pesawat udara beroda ganda (dual wheel), jarak antara dual wheel
untuk pesawat udara ringan adalah 20 inci (0,51 m) (jarak antara pusat roda)
dan pesawat udara berat jaraknya antara pusat roda adalah 34 inci (0,86 m).
Kedua, Pesawat udara beroda tandem ganda (dual tandem), jarak antara roda
dual tandem untuk pesawat udara ringan adalah 20 inci (0,51 m) (jarak dual
tandem) dan jarak tandem 45 inci (1,14 m). Untuk pesawat udara berat, jarak
dual tandem 30 inci (0,76 m) dan jarak tandem 55 inci (1,40 m), untuk
pesawat udara berbadan lebar seperti B-747, DC-10, dan L-1011 diasumsikan
sama dengan pesawat udara berat.
Tekanan roda (tire pressure) pesawat udara bervariasi antara 75 – 200 psi
(0,52 – 1,38 MPa) tergantung pada konfigurasi roda dan gross weight pesawat
udara. Tire pressure sedikit berpengaruh pada tegangan perkerasan selama
gross weight pesawat udara meningkat, diasumsikan tekanan roda maksimum
200 psi (1,38 MPa) mungkin dilewati dengan aman jika parameter lain tidak
meningkat (ICAO, 1983) Faktor keamanan metoda FAA berbeda dengan
faktor kemanan metoda ICAO. Faktor keamanan metoda FAA ditunjukkan
pada Tabel berikut (Sumber : Yoder & Aerodrome, 1983)

Tabel. Faktor keamanan metoda FAA


Annual Equivalent Departure of Critical Aircraft Factor of Safety
1200 or less 1,75
1200 to 3000 1,85
3000 to 6000 1,90
Greater than 6000 2,00
Sumber : Yoder & Aerodrome, 1983

Metoda perencanaan menurut FAA memperhitungkan umur rencana


(design life) selama 20 tahun tanpa pemeliharaan yang berarti, apabila tidak
ada perubahan jenis pesawat udara yang harus dilayani. Kurva perencanaan
perkerasan yang dibuat oleh FAA berdasarkan analisa pembebanan di interior
slab beton, analisanya menggunakan teori Watergaard.
Langkah-langkah perencanaan metoda FAA sebagai berikut : Membuat
forecast annual departure pesawat udara yang harus dilayani oleh perkerasan,
menentukan main gear type untuk setiap jenis pesawat udara, menentukan
pesawat udara desain dengan prosedur : Perkirakan harga k dari subgrade,
atau subbase bila tersedia. Tentukan flexural strength beton, gunakan data-
data : flexural strength, harga k, MTOW dan ramalan annual departure,
sebagai bahan untuk menentukan tebal perkerasan yang diperoleh dari kurva
desain yang sesuai dengan masing-masing tipe pesawat udara. Kurva desain
ini digunakan untuk area yang dilalui pesawat udara melintasi joint dengan
kecepatan rendah seperti pada ujung runway, holding bay, taxiway dan apron.
Bandingkan ketebalan yang diperoleh untuk setiap pesawat udara dengan
ramalan lalu lintas. Pesawat udara desain adalah yang menghasilkan
perkerasan yang paling tebal. Hitung annual departure pesawat udara desain,
kemudian menghitung total equivalent annual departure pada persamaan 2.13.
Gunakan nilai : flexural strength, nilai k, MTOW pesawat udara desain dan
total equivalent annual departure, sebagai data untuk menghitung perkerasan
kaku dengan kurva desain yang sesuai.
1.7.4 Metode PCA
Metoda perencanaan yang dibuat oleh PCA untuk merencanakan
perkerasan kaku. didasarkan pada “konsep kelelahan (fatigue)”. Metoda PCA
juga digunakan untuk evaluasi kapasitas struktural ketebalan perkerasan kaku
yang telah ditentukan. Flexural stress yang digunakan dalam prosedur
perencanaan PCA adalah tegangan yang terjadi di interior slab beton.
Kurva rencana untuk berbagai tipe pesawat udara telah dibuat oleh PCA
dan karena dasar pemikiran analisanya sama dengan FAA, maka bisa
digunakan kurva-kurva dari FAA (Yoder, 1975). PCA telah membuat
“program komputer” untuk kurva desain manual yang tidak tersedia pada jenis
pesawat udara tertentu. Salah satu data penting yang harus ada dalam
merencanakan perkerasan kaku adalah annual departure dan MTOW pesawat
udara, sehingga bisa ditentukan working stress yang diijinkan pada kurva
desain. Working stress adalah perbandingan modulus of rupture beton
umur 90 hari dengan safety factor.
𝑀𝑅 90
Working stress =
𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟

Safety factor yang digunakan metoda PCA dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini (Yoder, 1975).
Tabel. Faktor keamanan metoda PCA

Daerah perkerasan Angka keamanan


Kritis : apron, taxiway, ujung landasan 1,7 – 2,0
sampai jarak 300 m , lantai hangar
Non kritis : landasan bagian tengah, shoulder 1,4 – 1,7

PCA menggunakan konsep kelelahan (fatigue) pada lalu lintas pesawat


udara campuran (mix traffic) yang harus dilayani perkerasan. Untuk melihat
apakah beton mengalami kerusakan akibat beban repetisi, harus ditentukan
dulu stress ratio-nya. Pengujian fatigue pada beton menunjukkan, jika stress
rasio < 0,51 maka beton itu dapat menerima beban repetisi sampai
pengulangan yang tak terhingga. Akan tetapi bila stress ratio meningkat,
beban repetisi ijin akan berkurang.
Load repetition factor memperlihatkan pengaruh distribusi lateral lalu lintas
pesawat udara, pada runway dan taxiway. Load repetition factor dinyatakan
dengan coverage pada persamaan 2.15 (Yoder, 1975).
0,7𝑤𝑁
𝐶=𝐷×
12𝑇
Dimana :
C = Coverages
D = Number of operations at full load
N = Jumlah roda untuk satu main gear
w = Lebar kontak area pada satu roda (in)
T = Lebar lalu lintas (ft)
Nilai load repetition factor untuk beberapa tipe pesawat udara menggunakan
persamaan 2.15 ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel. Load repetition factor untuk beberapa pesawat udara

Load Repetition Factor


Pesawat Taxiway Landasan
 = 24 in  = 48 in  = 96 in  = 192 in
DC 3 0.12 0.07 0.05 0.03
B-727 0.41 0.23 0.13 0.09
DC 8 dan B 707 0.83 0.46 0.25 0.17
B-747 0.58 0.38 0.33 0.28
C5A 0.74 0.61 0.37 0.25
B-2707 0.52 0.39 0.22 0.16
Concorder 0.83 0.44 0.23 0.15
DC-10-10 dan 0.57 0.40 0.22 0.12
L1011
Future 1.33 0.84 0.44 0.24
Sumber : Yoder E.J. dan Witczak M.W. (1975)
Stress Ratio dihitung dengan persamaan rumus sebagai berikut :
Stress Ratio = Flexural stress / MR rencana
MR rencana = MR 90 {1-(v / 100)}
Dimana :
MR 90 = modulus of rupture beton umur 90 hari, psi
V = koefisien variasi yang bergantung pada control pengecoran beton
Tabel. Variasi kekuatan beton

Kontrol Pengecoran Koefisien Variasi (%)


Sangat bagus < 10
Bagus 10 – 15
Lumayan 15 – 20
Jelek > 20
Sumber : Yoder E.J. dan Witczak M.W. (1975)
Slab beton yang digunakan perkerasan kaku adalah bervariasi, slab beton yang
pendek berkisar antara 20-25 ft (6,1–7,6 m) tanpa pembesian. Variasi panjang
slab beton dapat dilihat pada Tabel berikut. (Yoder, 1975).
Tabel. Joint Spacing

Beton sederhana Beton bertulang


Metoda Tebal Beton Memanjang Melintang Memanjang Melintang
(in) (ft)
(ft) (ft) (ft)
FAA ≤9 12,5 15 - -

9 – 12 20 20 - -

≥ 12 25 25 - -
PCA ≤ 12 12,5 max 15-20 12,5 max 30-40
12 – 15
Channelized 12,5 max 25-30 12,5 max 50
traffic
> 15 dan 12-15
Nonchannelize Varies 25-30 Varies 50
d traffic
Sumber : Yoder E.J. dan Witczak M.W. (1975)

Perbedaan Metoda ICAO dengan FAA dan PCA diberikan di Tabel di bawah
ini.
Tabel. Perbedaan Metoda ICAO, PCA dan FAA

ICAO FAA PCA


Perhitungan beban -Berdasarkan annual - Berdasarkan annual - Berdasarkan
lalu lintas pesawat departure ekivalen departure ekivalen konsep fatigue
udara
Tegangan pada - Working stress - Flexural strength - Working stress
kurva desain
Desain perkerasan - Manual - Manual - Manual
- Program PDILB - Program PDILB
Faktor Keamanan Kritis : 1,36 Kritis : 1,75 - 2,0 Kritis : 1,7-2,0
Non kritis :1,4-1,7

A. Salah satu spesifikasi teknik pesawat yang akan Ditinjau


Boeing 747-400
Spesifikasi Teknis Pesawat B-747-400

KARAKTERISTIK SATUAN MODEL B-747-400


Pounds 910000
Maximum Take Off Weight
Kilograms 412770
Pounds 564000
Maximum Landing Weight
Kilograms 256000
Pounds 365800
Operating Weight Empty
Kilograms 166100
Zero Full Weight Pounds 526000
Kilograms 238800
Runway Lenght Pounds 11000
Meters 3353
feet 231
Length
meters 70,66
feet 211
Wingspan
meters 64,44
feet 63
Height
meters 19,41
feet 84
Wheelbase
meters 25,60
Tire pressure psi 205
Payload 362-490
Boeing 737-300

Spesifikasi teknis Pesawat B-737-300

KARAKTERISTIK SATUAN MODEL B-737-300


Pounds 138500
Maximum Take Off Wight
Kilograms 62823
Pounds 124500
Maximum Take Landing
Kilograms 56470
Pounds 114000
Maximum Landing Weight
Kilograms 51720
Maximum Zero Fuel Pounds 105000
Weight Kilograms 47625
Pounds 72100
Operating Empty Weight
Kilograms 32704
feet 109,53
Length
meters 33,40
feet 94,75
Wingspan
meters 28,88
feet 36,50
Height
meters 11,13
feet 40,83
Wheelbase
meters 12,45
Maximum Cruising Speed km/h 933
crews 6
Maximum Seat Capacity
pax 124
Engines CFM56 Engines
Pounds 35600
Maximum Paylod
Kilograms 16150
Pounds 32030
Maximum Fuel Capacity
Kilograms 14520
Take-off field length (S/L at feet 7500
30 C) meters 2286
Tire pressure psi 166
feet 4700
Landing field length
meters 1433

Fokker 100

Spesifikasi Teknis Pesawat Fokker 100

MODEL Fokker
KARAKTERISTIK SATUAN 100
Maximum Take Landing Pounds 99500
Kilograms 44680
Maximum Take Off Pounds 101000
Weight Kilograms 45810
Maximum Landing Pounds 88000
Weight Kilograms 39915
Maximum Zero Fuel Pounds 81000
Weight Kilograms 36740
Operating Empty Pounds 54103
Weight Kilograms 24541
feet 116,52
Length
meters 35,54
feet 92,03
Wingspan
meters 28,08
feet 27,87
Height
meters 8,50
feet 45,93
Wheelbase
meters 14,01
Range n miles 2100
Kilometers 3889
Maximum Cruising
Speed km/h 845
crews 2
Maximum Seat Capacity
pax 100-107
Engines Two RollsRoyce Tay Mk 65015
Pounds 26973
Maximum Paylod
Kilograms 12235
Pounds 23300
Maximum Fuel Capacity
Kilograms 10568
Maximum Pax Range Km 2898
nm 1610
Take-off field length at feet 7500
MTOW, ISA, S/L (Flaps 15 0 ) meters 2286
Take-off field length MTOW, feet 4700
ISA, S/L (Flaps 35 C 0 ) meters 1433
Fokker-50

Spesifikasi Tenik Pesawat Fokker-50

KARAKTERISTIK SATUAN MODEL F-50


Pounds 45900
Maximum Take Off Weight kilogram 20820
Maximum Landing Weight kilogram 19731
Maximum Zero Fuel
Weight kilogram 18144
Operating Empty Weight kilogram 12383
Length meters 25,19
Wingspan meters 29,00
Height meters 8,60
Wheelbase meters 9,74
Seat Capacity pax 58
Pratt & Whitney Canada PW 120 B
Engines
Turboprop
Maximum Payload kilogram 5760
Maximum Fuel Weight kilogram 4123
Maximum Operating
Altitude feet 7620
Take-Off Field Length at meter
890
MTOW,ISA, S/L (Flaps 15)
Take-Off Field Length at
meter 1017
MTOW,ISA, S/L (Flaps 35)

Cassa 212

Spesifikasi Teknik Pesawat Cassa 212

KARAKTERISTIK SATUAN MODEL C-212


Length meters 16,15
Wingspan meters 20,28
Height meters 6,60
Wheelbase meters 5,46

B. Perhitungan Panjang landas pacu


1. Jenis Pesawat Rencana : B. 747-400
2. Temperatur Rata-rata : 33 0 C = 88 0 F
3. Kemiringan Memanjang Landasan : 0,89%
4. Panjang Landasan Pacu : 60 x 4000 m
5. Maximum Take Off Weight (MTOW) : 910.000 lbs
C. Lebar landas pacu
Lebar rencana runway aktual pada Bandar Udara Internasional
Soekarno - Hatta adalah 60 m, dimana untuk jenis pesawat B.747-400
jarak antara roda pesawat adalah 11 m dengan bentang pesawat 59,66 m.
Maka jenis pesawat B.747-400 dapat mendarat di Bandar Udara
Internasional Soekarno – Hatta.
D. Tebal perkerasan landas pacu
Sebagai dasar perencanaan maka diambil nilai data persentase
CBR labor subgrade yaitu sebesar 7,50 % untuk beban rencana yaitu
pesawat B.747-400 dan di dapat data pesawat rencana adalah sebagai
berikut :
1. Jenis Pesawat : B 747-400
2. Tipe main gear : Dual Tandem Wheel Gear
3. Beban yang bekerja pada roda : 136.080 kg / 2 = 68.040 kg
4. Tekanan pada roda (Pe) : 204 psi = 1,406 Mpa (1 Mpa = 145
Psi)
5. Distribusi main gear : 95 %
6. Jumlah roda pada satu main gear : 16

Dengan menyerdehanakan perhitungan digunakan “Faktor Material


Equivalent”, yang dikeluarkan oleh AASHTO . Dan dimana rumus yang
digunakan dari US Corps Of Engineers yang didapat secara empiris
dengan dasarnya tetap CBR sebagai berikut ;

1 1
𝑇 = (8,71. log 𝑅 + 5,43)√𝑃. ( − )
1,8. 𝐶𝐵𝑅 450. 𝑆

Dimana ;

T = Tebal perkerasan total diatas Subgrade (mm)

R = Jumlah ESWL yang bekerja (beban repitisi)


S = Tekanan roda ban (Mpa)

P = ESWL (kg)

Perhitungan:

Dik: R = 3012

S = 1,4065 Mpa

P = 136.080 kg / 2 = 68.040 kg

1 1
𝑇 = (8,71 log 3012 + 5,43)√68,040 ( − )
8,1 × 7,5 450 × 1,4065

𝑇 = 34,48 × 31,81 = 1097,089 mm ≈ 1100 mm

Dengan nilai CBR Subgrade 7,50 % didapat tebal total perkerasan


43,30 inch (110 cm).

1 1
𝑇 = (8,71 log 3012 + 5,43)√68,040 ( − )
8,1 × 20 450 × 1,4065

𝑇 = 34,48 × 17,67 = 609,2 mm ≈ 610 mm

T = 61 cm (tebal total Perkerasan) dan dengan nilai CBR Subbase 20 %

didapat tebal perkerasan 24 inchi (61 cm).

Maka tebal lapisan Sub Base Coarse = 43,3 inchi – 24 inchi = 19,3 inchi

= 19,3 inchi = 49 cm.

Selanjutnya ambil untuk tebal permukaan

 Surface Coarse : 8 cm
 Base Coarse : 49 cm
 Subbase Coarse : 53 cm (61cm – 8 cm)
Pada umumnya landasan pacu memiliki lapisan aspal "hotmix" dengan
identifikasi angka derajat dan arah yang dituliskan dengan huruf, serta
garis garis yang mirip dengan "zebra cross" pada ujung ujungnya yang
semakin berkurang jumlah garisnya bila menuju ke tengah landasan yang
menunjukkan saat saat pesawat harus touch down (roda roda menyentuh
landasan saat mendarat) serta take off (melandas).

Pada landasan-landasan tertentu ujung ujung landasan yang digunakan


untuk tuch down atau take off digunakan lapisan beton bukan aspal,
dimana untuk menghindari melelehnya aspal pada saat pesawat take off
dengan kekuatan mesin penuh.

Aspal yang digunakan yang terbaik adalah aspal alam, dan yang
terbaik diguanakan adalah aspal yang dihasilkan dari negara Trinidad dan
Tobago, jadi tidak menggunakan aspal hasil olahan minyak bumi, yang
mudah mencair/melunak akibat panas matahari, tekanan dan panas yang
ditimbulkan dari semburan gas buang mesin pesawat. Pada bagian bawah
lapisan aspal digunakan lapisan batu kali bukan batu koral seperti halnya
penggunaan pengaspalan jalan raya. Landasan pacu dibuat dengan
perhitungan teknis tertentu sehinga permukaannya tetap kering sekalipun
pada musim hujan dan mencegah tergenangnya landasan yang
mengakibatkan pesawat mengalami aqua planning terutama saat mendarat
yang sangat membahayakan. Pada tepi kanan dan kiri serta ujung ujung
landas pacu diberi lampu lampu dan tiang-tiang navigasi yang digunakan.

E. Metoda perhitungan dengan cara FAA


1) Menentukan Beban Roda Pesawat W1 dan W2
Beban roda pesawat rencana (W1) dan pesawat campuran
(W2), Beban roda yang didapat sebagai berikut :
a) Pesawat rencana dipilih B-747-400
W1 = MTOW pesawat rencana × 95% × 1/N
1
𝑊1 = 910000 × 95% × = 54031,25 lbs
16
b) Pesawat campuran
• Cassa-212
W2 = MTOW pesawat rencana × 95% × 1/N
1
𝑊2 = 16975 × 95% × = 8063,13 lbs
2
• Fokker 50
1
𝑊2 = 45900 × 95% × = 10901,25 lbs
4
• Fokker 100
1
𝑊2 = 101000 × 95% × = 23987,5 lbs
4
• B. 737 – 300
1
𝑊2 = 1385000 × 95% × = 32893,75 lbs
4
2) Menetukan EAD (R1)
EAD pesawat rencana (R1) didapat dengan menggunakan
persamaan 3.7. Hitungan EAD pesawat rencana (R1) untuk semua
pesawat campuran (R2) adalah sebagai berikut:
a. Equivalen Annual Departure pesawat rencana B-747-400 (R1),
untuk pesawat campuran B-747-400 (R2 = 725) adalah sebagai
berikut :
1⁄
𝑊2 2
log 𝑅1 = (log 𝑅2) ( )
𝑊1
1⁄
54031,25 2
log 𝑅1 = (log 725) ( )
54031,25
𝑙𝑜𝑔𝑅1 = 2,86 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑅1 = 102,86 = 725
b. Equivalen Annual Departure pesawat rencana B-747-400 (R1),
untuk pesawat campuran Cassa 212 (R2 = 8.063,13 ) adalah
sebagai berikut :
1⁄
8063,13 2
log 𝑅1 = (log 6325) ( )
54031,25
𝑙𝑜𝑔𝑅1 = 1,4686 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑅1 = 101,4686 = 27,34
c. Equivalen Annual Departure pesawat rencana B-747-400 (R1),
untuk pesawat campuran Fokker 50 (R2 = 10.901,25) adalah
sebagai berikut :
1⁄
10901,25 2
log 𝑅1 = (log 4165) ( )
54031,25
𝑙𝑜𝑔𝑅1 = 1,6258 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑅1 = 101,6258 = 42,25
d. Equivalen Annual Departure pesawat rencana B-747-400 (R1),
untuk pesawat campuran Fokker 100 (R2 = 23.987,5) adalah
sebagai berikut :
1⁄
23987,5 2
log 𝑅1 = (log 5876) ( )
54031,25
𝑙𝑜𝑔𝑅1 = 2,511 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑅1 = 102,511 = 324,34
e. Equivalen Annual Departure pesawat rencana B-747-400 (R1),
untuk pesawat campuran B-737-300 (R2 = 32.893,75) adalah
sebagai berikut :
1⁄
32893,75 2
log 𝑅1 = (log 7232) ( )
54031,25
𝑙𝑜𝑔𝑅1 = 3,011 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑅1 = 103,011 = 1025,65
Berikut ini Kesimpulan EAD pesawat rencana dengan semua pesawat
campuran :
1. R2 dihitung dengan mengkonversikan tipe roda pendaratannya keroda
pesawat rencana yaitu Dual Tandem Wheel Gear. Faktor Konversinya
seperti pada tabel, karena faktor konversi dari Dual Tandem Wheel
Gear ke single wheel adalah 0,5 contoh pesawat rencana C-212
dengan Forecast Annual Departure 12.650 × 0,5 = 6.325
2. W2 (Wheel Load) dihitung dengan menganggap 95 % ditumpu oleh
roda pendaratan utama, Dual Tandem Wheel Gear mempunyai 16 roda
maka : W2 = berat take off pesawat campuran (MTOW) × 0,95× 1/6
3. W1 (wheel load pesawat rencana) (MTOW maks B-747-400 =
910.000 Lbs) yaitu : W1 = 910.000 × 0,95 × 1/16 = 54.031,25 Lbs
4. R1 (Equivalent Annual Departure Pesawat Rencana) dihitung dengan
rumus Log R1 = Log R2 ( w2 / w1) ½
 Jadi Eqivalen Annual Departure dari Pesawat Rencana adalah
2.187,69 agar perencanaan tebal perkerasan yang didapat lebih
aman dan untuk jangka mm. waktu cukup lama maka diambil
R1 = 6.000
5. Menentukan Tebal Perkerasan
CBR untuk landasan pacu adalah :
Subgrade : 7,50 %
Annual Departure : 6.000
Tipe Roda Pendaratan : Dual Tandem Wheel Gear
MTOW maks B.747-400 : 910.000 lbs = 412.770 kg

K
e
Tebal Surface Coarse = 4 inchi = 10 cm
s
i Tebal Base Coarse = 16,8 inchi = 43 cm

m Tebal Subbase Coarse = 21,55 inchi = 55 cm


p
Tebal total struktur perkerasan = 43,3 inchi = 108 cm
u
lan Perencanaan.

Jadi total tebal perkerasannya adalah 109,98 cm, untuk lebih


jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. Susunan Lapisan Perkerasan Bandar Udara Karel Sadsuitubun


Metode FAA (Hasil Analisa)

Critical Area Runway Edge Strip Shoulder And Overrun


Lapisan
T (cm) 0.9 T (cm) 0.7 T (cm)
Surface Coarse 10 9 7
Base Coarse 43 39 30
Subbase Coarse 55 50 39
Total ∑ = 108 98 76

Gambar Potongan.

Potongan I

Potongan II

Gambar Penampang melintang landasan pacu


2. Rencana operasional
Pembangunan fasilitas bandara bertujuan menarik pesawat-pesawat narrow body, seperti
Boeing 737, mendarat di bandara Karel Sadsuitbun
3. Rencana konstruksi
a. Menghitung volume pekejaan
b. Menghitung kapasitas tenaga kerja
c. Alat dan bahan yang dipergunakan
d. Jadwal perencanaan kerja
e. Menghitung RAB
Untuk mengetahui bagaimana manajemen yang dipakai, saya menggunakan
bantuan program MS Project untuk memfasilitasi pengaturan Biaya, Waktu, dan Mutu

You might also like