You are on page 1of 13

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
No.RM : 42.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk Tgl : 13 September 2018
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Sabrang, Kec. Mojogedang, Kab. Karanganyar
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
Dokter Operator : dr. Heryu, Sp. OG
II. Anamnesa :
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma.
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan
c. P (Past Medical History)
Riwayat DM (-), hipertensi (+), sakit yang sama dan riwayat operasi (-)
d. L (Last Meal)
Pasien puasa 6 jam
e. E (Elicit History)
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke bangsal Teratai I
RSUD Karanganyar kiriman dari Ponek dengan keluhan nyeri perut,
terdapat benjolan, perdarahan dari jalan lahir di luar siklus menstruasi
sejak 3 hari SMRS.
III. Keluhan Utama : Nyeri pada perut
IV. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke ponek RSUD
Karanganyar dengan keluhan nyeri dan terdapat benjolan pada perut sejak 3
hari SMRS. Benjolan terasa nyeri dan menetap. Tidak ada keluhan BAB
maupun BAK.
Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), konstipasi (-), nyeri perut (+)
Urologi : BAK (+) dan BAB(+), panas (-)
Muskolo : Nyeri (-)
THT : Telinga berdenging (-), hiduh tersumbat (-), nyeri
menelan (-)
Mata : Anemis (-), ikterik (-), kacamata (-)

V. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat Alergi : disangkal
c. Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat Mondok : disangkal
e. Riwayat Hipertensi : diakui
f. Riwayat Diabetes : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal

VI. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

VII. Riwayat Operasi dan Anastesi


Disangkal
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign :
1) Tekanan darah : 170/90 mmHg
2) Frekuensi Nafas : 22x/ menit
3) Frekuensi Nadi : 84x/ menit
4) Suhu : 36,8o C
d. Kepala
Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), dipsneu (-), pernapasan
cuping hidung (-)
e. Leher
Retraksi supra sterna (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar
limfe (-)
f. Thorak
1) Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus dinding dada simetris, krepitasi –
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi
(-/-)
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Redup
Auskultasi: Bunyi jantung I & II murni reguler, Murmur (-),
Gallop (-)
g. Ekstremitas
Hangat, kering, merah odem (-), nyeri (-)

IX. Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
Darah Rutin Nilai Nilai normal Satuan
Hb 14.4 14.00 – 17.5 g/dL
Ht 42,7 40 – 52 Vol%
Leukosit 5.69 4.4 – 11.3 10^3/uL
Trombosit 255 H 150 – 362 mm3
Eritrosit 4.63 4.5 – 5.9 10^6/uL
MCV 92.2 H 82.0 – 92.0 fL
MCH 31.2 28 – 33 Pg
MCHC 33.8 32.0 – 37.0 g/dL
Gran 55.9 50-70,0 %
Limfosit 31.6 25,0 – 40,0 %
Monosit 4.6 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 7,6 H 0,5 – 5,0 %
Basofil 0.4 0,0 – 1,0 %
GDS 135 70 – 150 mg/dL
Creatinin 0,87 < 1.0 mg/dL
Ureum 22 10 – 50 mg/dL
HbsAg NR NR
2. Elektrokardiografi (EKG)
Normal Sinus Rhytm
3. Rontgent Thorax
Kesan : Cor dalam batas normal dan paru tak tampak kelainan
X. DIAGNOSIS
Cysta Ovarii
XI. TERAPI
Pro Operasi Kistektomi
XII. KONSUL ANASTESI
Seorang pasien perempuan usia 48 tahun datang ke ponek RSUD Karanganyar
dengan keluhan nyeri perut dan perdarahan dari jalan lahir dilar siklus
menstruasi dengan kista ovarii yang akan dilakukan tindakan kistektomi pada
tanggal 13 September 3018.
Hasil Laboratorium : Hb 14.4; AL: 5,69; GDS 135
Vital Sign : TD 160/90, Nadi 80x/menit, T 36,7oC
Derajat ASA : II
Rencana tindakan anastesi : Regional anastesi

XIII. LAPORAN ANASTESI


Nama : Ny. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun
No RM : 42.xx.xx
Diagnosa pra bedah : Kista ovarii
A. Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Puasa ≥ 6 jam
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Premedikasi : - Granisetron 3mg iv
- Ranitidin 50 mg iv
4. Cairan : Kristaloid  Fimahaes 500 ml
5. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
kedalaman Anestesi, cairan, dan perdarahan.
6. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih sadar (recovery room).
7. Transfusi sebelumnya : tidak pernah transfusi darah
B. Tindakan Anestesi
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
c. Pemeriksaan tanda-tanda vital
d. Lama puasa ≥ 6 jam
e. Cek obat dan alat anestesi
f. Posisi terlentang
C. Teknik Anestesi
1. Menyiapkan pasien di atas meja operasi dengan posisi duduk miring
ke kanan dan membungkuk.
2. Menentukan tempat tusukan dari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung, yaitu
L4 atau L4-L5.
Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau L4-5.
3. Mensterilkan tempat tusukan dengan povidon iodine dan alkohol.
4. Dilakukan penyuntikan jarum spinal 27G di tempat penusukan pada
bidang medial dengan sudut 10-30% terhadap bidang horizontal
kearah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,
lapisan durameter, dan lapisan subarachnoid. Stilet kemudian
dicabut, sehingga cairan serebrospinal akan keluar. Obat anastetik
(Bupivacaine 20mg/4ml) yang telah disiapkan disuntikkan ke dalam
ruang subarachnoid.
5. Menempatkan kembali pasien dalam posisi supine (terlentang) dan
pasien ditanya apakah kedua tungkai mengalami parastesi dan sulit
untuk digerakkan dan ditanyakan apa ada keluhan mual-muntah,
nyeri kepala, dan sesak napas.
6. Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas
normal.

D. POST-OPERASI
Setelah operasi selesai dipindahkan ke ruang pemulihan atau
recovery room. Pasien masih sadar dan ada refleks setelah operasi. Pantau
tanda-tanda vital pasien per 5 menit. Pasien diperbolehkan pindah ruang
(keluar dari recovery room) bila Bromage Score < 2.

Instruksi Pasca Anestesi


Pasien dirawat di ruang pindah dalam posisi supine. Setelah
pemulihan pasca anestesi pasien dirawat di bangsal sesuai dengan bagian
operator. Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruangan Wijaya
Kusuma.
 Kontrol vital sign jika TD < 100 mmHg, infus dipercepat.
 Bila muntah diberikan granisetron dan bila kesakitan diberikan
analgesik seperti ketorolac. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke
bagian anestesi.
 Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh diberi
makan dan minum secara bertahap.
 Infus RL 20 tpm
 Lain – lain
- Antibiotik
- Analgesik
- Monitor vital sign
E. Bromage Score
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Bromage
< 2 (dua).
Kriteria Nilai
1. Gerakan penuh dari tungkai 0
2. Mampu ekstensi tungkai 1
3. Mampu fleksi lutut 2
4. Mampu fleksi pergelangan kaki 3

Sedangkan pasien pada jam ke 1 per 15 menit, didapatkan skor


akhir 0. Skor 0 didapatkan dari pasien dapat menggerakkan penuh
tungkainya.
Dengan skor 0 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang
recovery ke ruang Wijaya Kusuma yaitu bangsal di RSUD Karanganyar
sebelum dapat pulang ke rumah. Pasien keluar ruang recovery dengan
keadaan umum baik dan sadar, tanpa menggunakan alat bantu
pernapasan, dan vital sign dalam keadaan normal.
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Pre OP Herniorepair didapatkan dari anamnesis dan hasil


pemeriksaan penunjang untuk mengetahui keadaan umum pasien dan memastikan
apakah operasi dapat dilakukan.
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologis, angka mortalitas 16%). Pada pasien ini dilakukan regional anestesi.
Pemilihan anestesi regional sebagai teknik anestesi pada pasien ini berdasarkan
pertimbangan bahwa pasien akan menjalani operasi herniorepair sehingga pasien
memerlukan blockade pada regio abdomen bawah untuk mempermudah operator
dalam melakukan operasi. Teknik ini umumnya sederhana, cukup efektif, dan
mudah digunakan.
Pada pasien ini diberikan obat premedikasi berupa inj. Granisetron, inj.
Ranitidine. Granisetron dan ranitidine diberikan untuk profilaksis dari PONV
(post operatif nausea vomiting). Granisetron digunakan sebagai anti emetik dan
untuk mengurangi sekresi kelenjar. Pemilihan granisetron dikarenakan obat ini
mempunyai efek menstimulasi asetilkolin pada otot polos saluran cerna,
meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian bawah, mempercepat pengosongan
lambung dan menurunkan volume cairan lambung sehingga efek-efek ini akan
meminimalisir terjadinya pnemonia aspirasi. Granisetron juga mempunyai efek
analgesik pada kondisi-kondisi yang berhubungan dengan spasme otot polos
(seperti kolik bilier atau ureter, kram uterus, dll). Selain itu Granisetron juga
berefek memblok receptor Dopamine pada chemoreceptor triggerzone pada sistem
saraf pusat sehingga sangat berguna untuk pencegahan muntah pasca operasi.
Pemilihan ranitidin dikarenakan obat ini mempunyai fungsi sebagai anti reseptor
H2 sehingga dapat mengurangi produksi asam lambung yang nantinya dapat
mengurangi risiko pnemonia aspirasi.
Setelah itu, pasien diposisikan duduk agak membungkuk dengan kaki
lurus dan rapat untuk mengekspose area lumbal yang akan dilakukan anestesi.
Setelah memberi tanda pada L3-4 atau L4-5, kemudian tempat tusukan
ditentukan. Setelah itu, area tersebut disterilkan dengan betadin atau alkohol.
Anestetik local dengan Bupivacaine 20mg/4ml diberikan pada tempat tusukan.
Teknik anestesi regional pada pasien ini dengan menggunakan jarum 27 G
dan dibantu dengan introducer (penuntun jarum). Setelah introduser disuntikkan
sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian jarum spinal berikut
mandrinnya dimasukkan ke lubang jarum tersebut. Setelah resistensi menghilang,
mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor. Setelah terjadi barbotage, yaitu
keluarnya cairan serebrospinal tanpa disertai keluarnya darah, maka pasang
semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya utuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Pada pasien ini diberikan obat anestesi bupivacaine dikarenakan toksisitas
bupivacaine lebih rendah dibandingkan lidocain. Walaupun onset kerja
bupivacaine lebih lama (10-15 menit) dibandingkan lidocain (5-10 menit) tetapi
durasi kerjanya lebih lama yaitu sekitar (1,5-8 jam) dibandingkan lidocain (1-2
jam). Meskipun demikian, perlu diwaspadai efek samping hipotensi akibat
pemakaian obat ini.
Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk
membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama
perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik
membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus
menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena
FIMAHES atau apat diberikan cairan Tutofusin
Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor
Bromage. Bila pasien tenang dan Bromage Score < 2, pasien dapat dipindahkan
ke bangsal. Pada kasus ini Bromage Score yang didapatkan adalah 0 (pasien dapat
menggerakkan penuh tungkainya sehingga layak untuk dipindahkan ke bangsal.
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang laki-laki usia 62 tahun dengan Hernia Inguinalis Lateralis


sinistra irreponibel dan dilakukan operasi herniorepair, herniolaparotomi, dan
omentektomi pada tanggal 23 Mei 2018. Tindakan anestesi yang dilakukan adalah
anestesi regional dengan blok subarachnoid. Hal ini dipilih karena keadaan pasien
sesuai dengan indikasi anestesi regional.
Evaluasi pre operasi pada pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan
kelainan lain yang menjadi kontraindikasi dilakukannya anestesi regional.
Berdasarkan klasifikasi status fisik pasien pra-anestesi menurut American
Society of Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II. Di ruang
pemulihan (recovery room) vital sign pasien dalam batas normal dan nilai
Bromage Score yang didapat adalah 0 sehingga pasien dapat dipindahkan ke
bangsal.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Himendra, A. 2004. Teori Anestesiologi:Yayasan Pustaka Wina:Bandung.


Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. Anaesthesia And Intensive

Care Medicine 9:4. Diunduh dari:

http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-

anaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf

Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R.2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
ketiga. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). 2007. Kapita Selekta

Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius – FK UI.

Muhiman, Roesli Thaib, Sunatrio, Dahlan. 1998. ANESTESIOLOGI , Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.

Rawis, Claudia G., 2015. Pola Hernia Inguinalis Lateralis di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Agustus 2012 – Juli 2014. Jurnal e-Clinic (eCl).
Vol. 3, No. 2, pp. 695-699.
Sjamsuhidayat, R & Jong, D W., 2010. Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi 3. Jakarta:
EGC. 523-538.
Soenarjo dan Heru D. J., 2010. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang:
Semarang.

You might also like