Professional Documents
Culture Documents
sistemik kronik dan progresif dimana sendi merupakan target utama selain organ lain,
sehingga mengakibatkan kerusakan dan deformitas sendi, bahkan disabilitas dan
kematian. Walaupun etiologi yang sebenarnya belum dapat diketahui dengan pasti,
ada beberapa faktor yang diperkirakan berperan dalam timbulnya penyakit ini seperti
kompleks histokompatibilitas utama kelas ll dan faktor infeksi seperti virus Epstein
Barr [EBV].1
PENDEKATAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis :
2. Pemeriksaan Fisik :
Dalam keadaan dini AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic rheumatism
yaitu timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul antara 3-5 hari dan
diselingi masa remisi sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang
khas. AR awal juga dapat bermanifestasi sebagai pauciarticufar rheumatism
yaitu gejala oligoartikuler yang melibatkan 4 persendian atau kurang. Kedua
gambaran ini seringkali menyulitkan dalam menegakkan diagnosis AR dalam
masa dini.
Patofisiologi
Paparan antigen akan memicu pembentukan antibodi oleh sel B. Pada pasien
rheumatoid arthritis ditemukan antibodi yang dikenal dengan Rheumatoid Factor
(RF). Rheumatoid Factor mengaktifkan komplemen kemudian memicu kemotaksis,
fagositosis dan pelepasan sitokin oleh sel mononuklear sehingga dapat
+
mempresentasikan antigen kepada sel T CD4 . Sitokin yang dilepaskan merupakan
sitokin proinflamasi dan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis seperti
+
TNF-α, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel T CD4 akan memicu sel-sel inflamasi datang ke
area yang mengalami inflamasi. Makrofag akan melepaskan prostaglandin dan
sitotoksin yang akan memperparah inflamasi. Protein vasoaktif seperti histamin dan
kinin juga dilepaskan yang menyebabkan edema, eritema, nyeri dan terasa panas.
Selain itu, aktivasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga dapat menstimulasi
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) sehingga terjadi peningkatan
vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial penderita RA. Inflamasi kronis yang
dialami pasien rheumatoid arthritis menyebabkan membran sinovial mengalami
proliferasi berlebih yang dikenal dengan pannus. Pannus akan menginvasi kartilago
dan permukaan tulang yang menyebabkan erosi tulang dan akhirnya kerusakan sendi
Pemeriksaan Penunjang :
Darah perifer lengkap: anemia, trombositosis
Rheumatoid Factor [RF], anti-cyclic citrullinated peptide antibodies
(ACPA/anti-CCP/anti-CMV)
Laju endap darah atau C-reactive protein {CRP] meningkat
Fungsi hati, fungsi ginjal
Analisis cairan sendi [peningkatan leukosit > 2.000/n1m3 ].
Pemeriksaan radiologi [foto polo/sUSG Doppler]: gambaran dini berupa
pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan
erosl pada bare area tulang.
Biopsi sinovium/nodul reumatoid.
Kriteria ini ditunjukan untuk klasifikasi pasien baru. Pasien dengan penyakit yang
lama termasuk yang penyakit tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan) yang
kembali dan mungkin kriterianya dapat terpenuhi seiring berjalannya waktu.
Terkenanya sendi adalah adanya bengkak atau nyeri sendi pada pemeriksaan yang
dapat didukung oleh adanya bukti sinovitis secara pencitraan. Sendi DIP, CMC I, dan
MTP I tidak termasuk dalam kriteria. Penggolongan
kategori yang tertinggi yang dapat dimungkinkan. Sendi besar adalah bahu, siku,
lutut, pangkal paha dan pergelangan kaki. Sendi kecil adalah MCP, PIP, MTP II-V,
IP ibu jari dan pergelangan tangan. Hasil laboratorium negatif adalah nilai yang
kurang atau sama dengan batas atas ambang batas normal; positif rendah adalah nilai
yang lebih tinggi dari batas atas normal tapi sama atau kurang dari 3 kali nilai
tersebut; positif tinggi adalah nilai yang lebih tinggi dari 3 kali batas atas. Jika RF
hanya diketahui positif atau negatif, maka positif harus dianggap sebagai positif
rendah
Lamanya sakit adalah keluhan pasien tentang lamanya keluhan atau tanda sinovitis
(nyeri, bengkak atau nyeri pada perabaan)
DIAGNOSIS BANDING
Lupus eritematosus sistemik, gout, osteoartritis, spondiloartropati seronegatif,
sindrom Sjogren2'°
TATALAKSANA
1. Nonfarmakologis
Edukasi, proteksi sendi pada stadium akut, foot orthotic/splint [jika perlu],
terapi spa, latihan fisik (dynamic strength training) 30 menit setiap Iatihan 2-3
kali seminggu dengan intensitas sedang. suplemen minyak ikan, suplemen
asam Iemak esensial.1
Terapi non-farmakologi untuk rheumatoid arthritis meliputi latihan, istirahat,
pengurangan berat badan dan pembedahan.3
(1). Latihan
Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sangat membantu
mengurangi rasa sakit dan kelelahan pada pasien rheumatoid arthritis serta
meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan gerak. Tiga jenis olahraga yang
disarankan adalah latihan rentang gerak, latihan penguatan dan latihan daya
tahan (aerobik). Aerobik air adalah pilihan yang sangat baik karena dapat
meningkatkan jangkauan gerak dan daya tahan, juga dapat menjaga berat
badan dari sendi-sendi tubuh bagian bawah .
(2). Istirahat
Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi non-
farmakologi RA. Istirahat dapat menyembuhkan stres dari sendi yang
mengalami peradangan dan mencegah kerusakan sendi yang lebih parah.
Tetapi terlalu banyak istirahat (berdiam diri) juga dapat menyebabkan
imobilitas, sehingga dapat menurunkan rentang gerak dan menimbulkan atrofi
otot. Pasien hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam diri terlalu
lama. Dalam kondisi yang mengharuskan pasien duduk lama, pasien mungkin
dapat beristirahat sejenak setiap jam, berjalan-jalan sambil meregangkan dan
melenturkan sendi.
2. Farmakologi
Disease modifying anti rheumatic drugs [DMARD] konvensional:
MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin,
leflunomid, azatioprin, siklosporin
Agen biologik: infliksimab, etanersep, tocilizumab, golimumab,
adalimumab – Glukokortikoid
OAINS: non-selektif atau selektif COX-2
3. Terapi Bedah
Dilakukan bila terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi
yang ekstensif, nyeri persisten pada sinovitis yang terlokalisasi, keterbatasan
gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, kompresi saraf dan
adanya ruptur tendon“
KOMPLIKASI
Anemia, komplikasi kardiak, gangguan mata, pembentukan fistula,
peningkatan infeksi, deformitas sendi tangan, deformitas sendi lain,
komplikasi pernapasan, nodul reumatoid, vaskulitis, komplikasi
pleuroparenkimal primer dan sekunder, komplikasi akibat pengobatan.“
Osteoporosis lebih sering terjadi pada penderita AR yang berkaitan dengan
aktivitas penyakit AR dan pemakaian glukokortikoid, sehingga perlu terapi
terhadap pencegahan osteoporosis dan patah tulang
Prognosis