Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
secara sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut
efeknya terhadap kadar glukosa darah.
Kadar glukosa darah biasanya meningkat setelah makan, kemudian
menurun secara perlahan mencapai kadar pada waktu puasa yang biasanya
ditandai dengan munculnya rasa lapar. Indeks glikemik pangan yang tinggi juga
berkaitan dengan peningkatan kebutuhan insulin.3 Pankreas memproduksi hormon
insulin dan glukagon untuk menjaga kadar glukosa darah tetap dalam keadaan
normal. Keadaan hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) terjadi bila kadar
glukosa darah melebihi 160 mg / 100 ml darah, sedangkan hipoglikemia (kadar
glukosa darah rendah) terjadi bila kadar glukosa darah lebihrendah dari 60 mg /
100 ml darah.
Respon gula darah setelah mengonsumsi bahan pangan berkarbohidrat
dinyatakan dengan IG. Parameter ini didefinisikan sebagai luasan dibawah kurva
perubahan gula darah (respon glisemik) selama 2 jam setelah mengonsumsi 50
gram karbohidrat dari produk pangan yang diuji, kemudian dibandingkan dengan
luasan kurva referensi dari glukosa atau roti dari terigu halus (whitebread).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumus indeks
glikemik yang digunakan adalah:
Indeks glikemik =
Luas daerah dibawah kurva respons glukosa darah tubuh
setelah 2 jam terhadap makanan X 100%
Luas daearah di bawah kurva respons gglukosa darah tubuh
setelah 2 jam terhadap glukosa murni
2
Sebaliknya, pada IG rendah, difase akhir gula darah masih lebih tinggi dari
awalnya dan ini mengurangi resiko hipoglikemia dan tidak menggugah rasa lapar.
Secara umum, pangan IG rendah dicirikan dengan kaya serat dan rendah
karbohidrat sehingga lambat untuk dicerna, misalnya, kedelai, apel, jeruk, dan
anggur. Pangan IG tinggi kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat, pati atau
glukosa tinggi, kadar serat rendah buah yang terlalu matang, makanan yang
dimasak terlalu lama dan bertekstur halus.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui indeks glikemik yang terdapat pada bahan makanan.
2. Untuk mengetahui aturan makanan pada pasien yang mengalami gangguan
metabolik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2. Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara 55-
140 mg/dl. Kadar glukosa darah minimum sebesar 40-60 mg/dL yang diperlukan
untuk menyediakan energi bagi susunan saraf pusat sebagai sumber energi utama.
Kadar gula darah normal pada saat puasa (nuchter) yaitu 80-110 mg/dl dan setelah
makan yaitu 110-160 gr/dl.10
Hormon yang berperan meningkatkan kadar glukosa darah adalah hormon
adrenalin. Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan pancreas.
Sedangkan hormone yang berperan dalam menurunkan kadar glukoa darah adalah
hormon insulin. Hormone insulin yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah
glukosa yang terkandung di dalam darah. Hormon insulin dihasilkan oleh kelenjar
lengerhans pada pancreas.11
Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kenaikan glukosa darah setelah
makan. Daya cerna pati, interaksi antara pati dan protein, jumlah dan jenis lemak,
gula, dan serat, kehadiran komponen lain terutama yang mengikat pati, dan bentuk
dari makanan tersebut, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kenaikan gula darah.
5
tubuh) yaitu dengan indeks glikemik. Dikenal ada tiga kelompok yaitu pangan
dengan IG rendah, sedang dan tinggi seperti tabel 1.
6
Sup tomat kaleng 38
Jus apel tanpa pemanis 40
Mie 40
Kacang polong kaleng 42
Persik 42
Bubur 42
Jeruk 44
Macaroni 45
Anggur hijau 46
Jus jeruk 46
Kacang polong 48
Wortel rebus 49
Coklat susu 49
Buah kiwi 52
Keripik 54
Pisang 55
Jagung Manis 55
7
Croissant 67
Gandum giling 67
Roti gandum 69
8
amilopektin tinggi. Sebaliknya bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi
daripada amilosa, respon gula darah lebih tinggi.1 Selain itu serat kasar dapat
mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran
pencernaan. Hal ini memperlambat lewatnya makanan pada saluran pencernaan
dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian proses pencernaan menjadi
lambat dan akhirnya respon gula darah menjadi lebih rendah.
Faktor yang memengaruhi tingkat IG diantaranya adalah 5
a. Tingkat Kematangan pada Buah
Tingkat kematangan pada buah dapat memengaruhi nilai IG. Saat buah
matang maka sebagian besar kandungan patinya telah berubah menjadi gula. Pada
dasarnya pati memiliki nilai IG lebih tinggi dari pada gula buah sehingga semakin
matang buah maka nilai IGnya akan semakin menurun.
b. Bentuk Fisik Makanan
Mengubah ukuran partikel makanan dapat memengaruhi nilai IG. Semakin
kecil ukuran partikel, maka semakin luas permukaan partikel sehingga
memudahkan degradasi oleh enzim. Jadi semakin kecil partikel maka IG semakin
tinggi. Contohnya potongan kentang jika diubah manjadi pure kentang maka nilai
IG nya dapat naik 25%.
c. Variasi Jenis Makanan (Tipe atau Jenis, Proses, dan Pengolahan)
Tipe atau jenis makanan dapat memengaruhi IG. Beras yang memiliki
jenis bermacam-macam memiliki nilai IG yang bermacam-macam pula. Metode
pemrosesan makanan dapat mengubah granula patinya. Mencacah,
menghancurkan, menekan, dan melumatkan makanan dapat merusak granula pati.
Setelah menjadi ukuran lebih kecil maka lebih mudah dicerna sehingga IGnya
lebih tinggi. Selama pengolahan atau pemasakan IG juga dapat berubah. Air dan
panas dapat membesarkan ukuran granula pati sehingga dapat tergelatinisasi
penuh. Hal ini membuat IGnya meningkat.
d. Kadar amilosa dan amilopektin
Amilosa adalah polimer gula sederhana tidak bercabang sedangkan
amilopektin adalah polimer gula sederhana bercabang. Amilosa memiliki struktur
lebih kuat dibanding amilopektin sehingga lebih sulit dicerna. Penelitian
9
menunjukkan kadar gula darah lebih rendah ketika mengonsumsi makanan tinggi
amilosa dibandingkan tinggi.8
e. Keasaman dan kekuatan osmotik
Dalam buah diketahui jika semakin tinggi keasaman dan kekuatan
osmotiknya maka nilai IGnya semakin rendah. Menambah cuka ke makanan juga
dapat menurunkan IGnya karena keasaman ini akan memperlambat pengosongan
lambung.
f. Kadar serat makanan
Serat dalam makanan akan memperlambat proses pencernaannya sehingga
nilai IG akan cenderung lebih rendah.
g. Kadar lemak dan protein makanan
Makanan dengan lemak dan protein tinggi akan memperlambat
pengosongan lambung, secara otomatis pencernaannya pun akan melambat.
Sehingga nilai IGnya cenderung rendah.
h. Anti gizi
Anti gizi dalam makanan (biji-bijian) akan memperlambat pencernaan
karbohidratnya sehingga IG pangannya pun akan menurun
10
pangan campuran. IG pangan campuran ini didapat dari total perhitungan indeks
glikemik tiap makanan dikalikan dengan persen sumbangan karbohidrat dalam
makanan tersebut. 1 Contoh perhitungan indeks glikemik pangan campuran adalah
seperti tabel 2 :
Tabel 2
Jenis Pangan KH (g) % KH Total IG Sumbangan
IG
1 gls susu 7 13,21 27 3.57
5 kpg biscuit 32 60,38 69 41.66
1 ptg papaya 14 26,42 56 14.79
Total 53 100.0 IG Campuran = 60.02
Dari contoh diatas dapat dilihat jika IG pangan campuran terletak antara
IG pangan tertinggi dan IG pangan terendah dari pangan tunggal penyusunnya.
Jadi salah satu cara untuk menurunkan nilai IG pangan campuran adalah dengan
memakan makanan yang bervariasi.
11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Indeks glikemik adalah ukuran seberapa besar efek suatu makanan yang
mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar gula darah setelah
makan.
2. Makanan dengan indeks glikemik tinggi adalah makanan yang cepat
dicerna dan diserap sehingga kadar gula darah akan meningkat dengan
cepat secara signifikan.
3. Glukosa murni memiliki indeks glikemik 100 dan semua makanan lain
diukur relatif terhadapnya.
4. Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 – 69 (sedang), dan
55 ke bawah (rendah).
5. Makanan yang mengandung 40% dai total asupan kalori berasal dari
karbohidrat.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Rimbawan dan Albiner Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Bogor : Penebar
Swadaya.
2. Damayanti, D. 2013. Sembuh Total DIABETES, ASAM URAT, HIPERTENSI
Tanpa Obat.Yogyakarta:Pinang Merah Publisher.
3. Willet, Walter. 2002. Nutritional Epidemology Oxford University Press: New
York.
4. Wolever, TMS (2006). The Glycaemic Index - A Physiological Classification of
Dietary Carbohydrate. Oxfordshire: Cabi International Publishing.
5. Dwi hantoro adhi.2012. Skripsi : Asupan Zat Gizi Makro, Serat, Indeks Glikemik
Pangan Hubungannya Dengan Persen Lemak Tubuh Pada Polisi Laki – Laki
Kabupaten Purworejo Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Studi Gizi. Depok.
6. Jenkins, David J.A. dkk. (2002). Glycemic index: over view of implication in
health and disease. American Journal of Clinical Nutrition, 76, 266S-273S.
7. Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
8. Miller J.B. 1996. The GI Factor: The GI Solution. Hodder and Stoughton. Hodder
Headline Australia Pty Limited.
9. Marsono, Y. 2002. Indeks glikemik umbiumbian. Buletin Agritech. 22:13-16.
Fakultas Teknologi Pertanian UGM.Yogyakarta.
10. Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI.
11. Wardlaw, G.M. 1999. Protein. In Perspectives in nutrition. The McGraw-Hill.
San Francisco
13