You are on page 1of 6

A.

Pengantar
Artikel yang saya buat mengenai hutan pesisir yang biasa dikenal
dengan hutan mangrove. Terlebih dahulu mengetahui pengertian hutan
mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau dan dipengaruhi oleh pasang-
surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung
dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat
dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Bakau merupakan nama
lokal dari salah satu tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu
Rhizopora sp, dan hutan mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk
mangrove forest.
Luas hutan pesisir di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar,
merupakan terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha)
dan Australia (0,97 ha). Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total
luas mangrove di dunia. Namun sebagian kondisinya kritis.
Area hutan mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi
merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia. Hutan mangrove juga berperan sebagai tempat hidup jenis
udang dan ikan.
Sekitar 39 jenis ditemukan tumbuh di Indonesia yang menjadikan hutan
mangrove sebagai yang paling kaya jenis di Samudra Hindia dan Pasifik total
jenis keseluruhan yang telah diketahui yaitu 202 spesies.
Ekosistem hutan mangrove sangat rapuh dan mudah rusak. Kerusakan bisa
saja disebabkan oleh tindakan manusia secara langsung, seperti memotong,
membongkar. Juga sebagai akibat yang tidak langsung seperti perubahan air,
pencemaran air, karena adanya erosi, pencemaran minyak dan sebagainya. Oleh
karena itu, hutan mangrove yang bertindak sebagai tempat berlangsungnya proses-
proses ekologis dan pendukung kehidupan hendaknya dapat terhindar dari unsur-unsur
yang merusak tersebut.
B. Isi
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang
unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan
atau pulau-pulau kecil, dan potensi sumber daya alam yang sangat potensial.
Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi
sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam
mempertahankan, melestarikan dan mengelolaannya.
Ekosistem pohon mangrove memiliki fungsi meliputi agar menjaga
garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari bahaya erosi laut dan
abrasi, menahan badai atau angin kencang dari laut, menahan hasil proses
penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru,
mempercepat perluasan lahan, menjadi wilayah penyagga serta berfungsi
menjadi air laut menjadi air tawar dan mengolah bahan limbah beracun
penghasil O2 dan penyerap CO2.
Sedangkan untuk fungsi secara biologis meliputi tempat pembenihan
ikan, udang, tempat pemijahan dan habitat beberapa biota air, tempat
bersarangnya burung, menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber
makanan penting bagi plankton, sehingga sangat penting bagi keberlangsungan
rantai-rantai makanan.
Kerusakan hutan mangrove tiap tahun semakin meningkat dikarenakan
kehadiran tambak masyarakat yang tiap tahunnya bertambah jumlah serta
luasnya dimana kehadiran pohon mangrove dianggap dapat mengganggu hasil
panen dari tambak sehingga mengakibatkan penebangan hutan mangrove.
Masyarakat sudah mengetahui dan memahami manfaat hutan mangrove,
walaupun masih ada pula sebagian masyarakat yang tetap melakukan
penebangan pohon mangrove yang dimanfaatkan sebagai keperluan kayu
bakar, bahan baku rumah yang akan mereka buat, dan bahan baku untuk
membuat arang disebabkan karena kondisi ekonomi mereka yang tidak bisa
membeli minyak tanah atau tabung gas karena harga mahal, serta akses untuk
mengambil kayu bakar dari hutan mangrove sangat mudah dekat dengan rumah
mereka dibandingkan dengan pemukiman lainnya sehingga mudah terjadi
kerusakan.
Akibat pemanfaatan yang tidak terkendali, menyebabkan terjadinya
kerusakan hutan mangrove. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya
kemampuan fisik hutan mangrove untuk menahan terjadinya abrasi. Ini
kemudian berpengaruh langsung terhadap arah dan kecepatan air laut yang
akan langsung menghantam pantai. Ketika akar pohon mangrove mati, air
pantai akan lebih ringan dari biasanya sehingga ia dapat lebih keras dan lebih
cepat menghantam pantai sehingga proses yang demikian turut memperbesar
kemungkinan terjadinya abrasi.
Kerusakan hutan mangrove dapat mengurangi populasi burung kuntul
dan burung-burung lainnya yang tinggal di pohon mangrove, sehingga jumlah
mereka terus turun dari tahun ke tahun. karena disebabkan perubahan hutan
mangrove yang jadi sumber pangan burung pantai.
Kerusakan mangrove yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab, maka sangat banyak menimbulkan kerugian, secara
ekonomi kerusakan hutan bakau membuat ratusan nelayan tidak bisa
mendapatkan ikan di daerah hutan bakau lagi, seperti tangkapan kerang,
kepiting dan udang berkurang drastis.
Dari segi ekologi dan lingkungan, hilangnya kawasan hutan ini
menyebabkan berkurang pula nutrien yang memberi asupan pada biota laut
lainnya. Perputaran bahan-bahan organik seperti karbon, nitrogen, sulfur tidak
berjalan dengan sempurna. Hilangnya vegetasi hutan ini menyebabkan
beberapa spesies ikan, kerang dan udang terganggu daur hidupnya, serta tidak
mendapatkan tempat untuk berkembang biak dan pembuangan sampah
sembarangan di sungai menyebabkan sampah tersebut tersinggah di pohon
mangrove yang akan membuat ekosistem dapat terganggu serta menyebabkan
pencemaran air.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah abrasi pantai seperti
pohon mangrove biasa ditanam di garis pantai yang sekaligus menjadi
pembatas daerah yang berair dengan daerah pantai yang berpasir. Ketika pohon
ini tumbuh dan berkembang, akarnya akan semakin kuat sehingga dapat
menahan gelombang dan arus laut agar tidak sampai menghancurkan bebatuan
pasir di daerah pantai kemudian mengikisnya sedikit demi sedikit.
Berbagai alternatif pengelolaan dapat dilakukan terhadap hutan
mangrove yang ada. Masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam usaha penanaman
kembali pohon mangrove. Masyarakat dapat dilibatkan dalam hal pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, dan memanfaatkan lahan mangrove sesuai dengan
kebutuhan hidup, kemampuan dan pandangannya atau persepsi terhadap hutan
mangrove. Usaha ini dapat memberikan pelajaran kepada masyarakat, selain
juga memberi peluang kerja. Dengan berbagai bentuk pemanfaatan yang ada,
menyebabkan terjadinya perbedaan dalam perolehan pendapatan dari usaha
mengelola hutan mangrove tersebut.
Berdasarkan kenyataan ini perlu adanya upaya rehabilitasi hutan
mangrove, sekaligus meningkatkan sumber daya manusia agar pengetahuan
dan partisipasi masyarakat sehingga upaya pelestarian fungsi hutan mangrove
dapat meningkat, mengatur tata ruang wilayah pesisir pantai sekitar kawasan
hutan mangrove, memberikan Penegakan hukum yang adil agar masyarakat
bisa patuh terhadap hukum yang berlaku agar dapat mengurangi kerusakan
hutan mangrove. Terutama Partisipasi masyarakat agar upaya yang dilakukan
antar masyarakat yang berada di daerah sekitar hutan mangrove dapat
mengelola serta mempertahankan ekosistem dari hutan mangrove secara terus-
menerus. Kegiatan ini harus mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan
hidup.
C. Kesimpulan
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang
unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan
atau pulau-pulau kecil, dan potensi sumber daya alam yang sangat potensial.
Aktivitas masyarakat yang mempengaruhi terjadinya kerusakan hutan
tiap tahun dikarenakan kehadiran tambak masyarakat yang tiap tahunnya
bertambah jumlah serta luasnya dimana kehadiran pohon mangrove dianggap
dapat mengganggu hasil panen dari tambak sehingga mengakibatkan
penebangan hutan mangrove. Ada pula sebagian masyarakat dimanfaatkan
sebagai keperluan kayu bakar, bahan baku rumah yang akan mereka buat, dan
bahan baku untuk membuat arang disebabkan karena kondisi ekonomi mereka
yang tidak bisa membeli minyak tanah atau tabung gas karena harga mahal,
serta akses untuk mengambil kayu bakar dari hutan mangrove sangat mudah
dekat dengan rumah mereka dibandingkan dengan pemukiman lainnya
sehingga mudah terjadi kerusakan. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya
kemampuan fisik hutan mangrove untuk menahan terjadinya abrasi ini
kemudian berpengaruh langsung terhadap arah dan kecepatan air laut yang
akan langsung menghantam pesisir pantai.
Pengelolaan dapat dilakukan terhadap hutan mangrove yang ada, peran
masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam usaha penanaman kembali pohon
mangrove. Masyarakat dapat dilibatkan dalam hal pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, dan memanfaatkan lahan mangrove sesuai dengan kebutuhan
hidup, kemampuan dan pandangannya atau persepsi terhadap hutan mangrove
serta Peran pemerintah membantu memprogram dan perencanaan ide dalam
memperbaiki kerusakan hutan mangrove bersama masyarakat.
D. Rekomendasi
Sebaiknya perlu adanya pendekatan yang lebih melibatkan tokoh
masyarakat setempat oleh pemerintah, lembaga,swata maupun akademisi agar
proses pemberian informasi bisa lebih diterima masyarakat sehingga muncul
kemauan untuk melindungi ekosistem mangrove yang ada, dan mau untuk
menjaga kelestariannya secara mandiri dan sadar. Informasi yang diberi terkait
tentang pentingnya kawasan mangrove baik dari segi ekologis.
Sebaiknya pemerintah melakukan pengaturan kembali tata ruang
wilayah pesisir meliputi pemukiman, vegetasi, dll. wilayah pantai dapat diatur
dan sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai berupa wisata alam
atau bentuk lainnya, kemudian pemerintah melakukan evaluasi terhadap
kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan. Agar peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk
menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab. sehingga
kegiatan tersebut dapat berjalan secara berkelanjutan tidak hanya untuk
mengurangi dan menanggulangi kerusakan lingkungan yang terjadi, tetapi juga
dapat bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Daftar Pustaka
Azis R. dkk, (2017), “Kondisi Fisik Tanah Hutan Mangrove di Desa Dolago,
Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong”, Warta Rimba,
ISSN: 2579-6267, vol. 5, Nomor 1, hal: 37-42.

Bengen, G.D. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat


Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. (1999). Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme.
Bogor.

Novianty R., (2011), “Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem


Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang”, Jurnal Akuatika, vol.1,
no.1, hal: 1-9.

Murdiyanto, B. (2003). Mengenal, Memelihara, dan Melestarikan Ekosisitem


Bakau. Direktotat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.

You might also like