You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA E.C PNEUMONIA

Oleh:
Diah Kartika., dr.

Pembimbing:
Hermawan Chrisdiono, dr,. Sp.P
Binti Khomsiyatin,. dr.

RSUD Kabupaten Kediri


2017

1
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G.P
Jenis kelamin : Laki- laki
Umur : 70 tahun
Status : Sudah menikah
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Banjaranyar, Gurah
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 27 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 27 Oktober 2017

1. Anamnesa
a) Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak dua
minggu SMRS.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat.
Sesak yang dirasakan pasien terus menerus dan semakin memberat jika dibawa
berbaring sehingga posisi pasien lebih nyaman jika duduk guna mengurangi
sesak. Sesak napas semakin memberat jika beraktifitas dan saat pasien batuk.
Pasien mengeluh batuk berdahak sejak 3 minggu yang lalu, berwarna kekuningan.
Batuk tidak berdarah. Pasien juga mengeluh demam yang dirasakan 3 hari SMRS.
Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Pasien sempat dirawat di RS. Siti Khadijah, namun keluhan sesak napas tidak
berkurang. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Pare.
Pasien menyangkal pernah menjalani pengobatan selama 6 bulan pasien juga
menyangkal pernah sering berkeringat pada malam hari, demam yang lama, dan
nafsu makan yang berkurang. Tidak ada riwayat merokok dan trauma pada dada.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal. Tidak ada keluhan BAK dan
BAB.

2
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Minum Obat TB : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Sakit Jantung : Disangkal
Riwayat Sakit Ginjal : Disangkal

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Sakit Jantung : Disangkal
Riwayat Sakit Ginjal : Disangkal

2. Pemeriksaan Fisik
a) Status Generalis
Kesan Umum : tampak lemah
Kesadaran : composmentis
Status gizi : baik
Vital sign :
- Tekanan darah : 120/80
- Nadi : 84 x/menit, regular
- Respiratory rate : 28 x/menit
- Suhu badan : 38,1 º C
b) Kepala :
- Konjungtiva anemis : -
- Sclera icterus :-
- Cyanosis : Tidak Ditemukan
- Dyspneu :+
c) Leher :
- Pembesaran Thyroid : Tidak Ditemukan
- Pembesaran KGB : Tidak Ditemukan
- Deviasi Trakea : Tidak Ditemukan

3
d) Thorax :

- Pulmo
I : Bentuk asimetris, gerak nafas tertinggal pada dada yang sakit
Retraksi supraklavikular-interkostal (+)
Penggunaan otot bantu napas (+)
P : Pergerakan dinding dada tidak simetris
kanan dan kiri, dada kiri tertinggal
Fremitus taktil dan vokal dada kiri menurun dibanding kanan
P : Lapangan paru kiri redup, lapangan paru kanan sonor
A : Vesikuler pada seluruh lapangan paru namun melemah pada
bagian dada sebelah kiri. Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

- Cor
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus kordis teraba di ICS V linea parasternal dextra
P : Batas jantung tidak jelas
A : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

e) Abdomen :
I : Datar, simetris, venektasi (-), inflamasi (-), scar (-)
A : Bising usus (+) normal
P : Timpani
P : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan epigastrium (-)

 Ekstremitas : Akral hangat + + Edema - -


+ + - -

CRT < 2 detik

3. Diagnosa Kerja
Efusi Pleura Sinistra e.c Pneumonia dd/ TB Paru + Hipokalemia

4
4. Planning
A. Planning diagnosa
- Cek lab: DL, Serum elektrolit, GDA, RFT, LFT

B. Planning terapi
O2 Masker 8 lpm
Nebul Combivent 3x/hari
Infus PZ 20 tpm
Inj. Santagesic 3x1 amp (iv)
Inj. Pumpisel 2x1 amp (iv)
Inj. Cefotaxime 2x1 gr (iv)
Drip kcl 1 fl dalam PZ 500 cc  10 tpm

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah Lengkap
Hb : 12.2 g/dl
Leukosit : 14700 /ml
Hematrokit : 33.0 %
Trombosit : 237000/ml
Eritrosit : 4.05 x 106/ml
MCV : 81.5 fl
MCH : 30.1 pg
MCHC : 37.0 g/dl
Lym % : 5.7%
Mon% : 7.2%
Neut% : 8.1%
Lym# : 0.8x103/ml
Mon# : 1.1x103/ml
Neut# : 12.8x103/ml

5
b) Kimia klinik
Glukosa : 116 mg/dl
SGOT : 41.2 U/L
SGPT : 36.0 U/L
Ureum : 25 mg/dL
Creatinin : 12 mg/dL
c) Elektrolit
K : 2.3 mmol/l
Na : 127 mmol/l
Cl : 94 mmol/l

d) Ro Thorax (Pasien membawa hasil Rontgen tanggal 16 Oktober 2017)

Kesan: Efusi Pleura Sinistra


Pneumonia DD TBC

6
6. Follow Up
 Tanggal 28 Oktober 2017

S : Pasien mengeluh sesak (+)


O : GCS 456, KU lemah
TD : 120/80 mmHg Nadi : 84x/menit RR : 24 x/menit T : 36.30 C

- - -
Abdomen: soefl, bising usus normal, nyeri tekan - - -
- - -
Lab (28/10/2017); K: 2.1 mmol/l, N: 130 mmol/l, Cl: 94 mmol/l
A : Efusi Pleura (s) e.c Pneumonia dd/ TB Paru + Hipokalemia
P : Drip kcl 2 fl dalam PZ 500 cc  10 tpm
Terapi lain lanjut

 Tanggal 29 Oktober 2017

S : Sesak (+)
O : GCS 456, KU lemah
TD : 130/80 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 26 x/menit T : 36.00 C

- - -
- - -
Abdomen: soefl, bising usus normal, nyeri tekan
- - -

A : Efusi Pleura (s) e.c Pneumonia dd/ TB Paru + Hipokalemia


P : Terapi lanjut

7
 Tanggal 30 Oktober 2017

S : Sesak (+), batuk (+)


O : GCS 456
TD : 120/80 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 28 x/menit T : 36.00C

- - -
Abdomen: Soefl, bising usus normal, nyeri tekan
- - -
Lab (30/10/17); K: 3.5 mmol/l, Na: 131 mmol/l, Cl: 96 mmol/l
- - -

A : Efusi Pleura (s) e.c Pneumonia dd/ TB Paru


P : Drip kcl stop
Inj. Dexamethasone 3x1 amp iv
Inj. Furosemid Extra 1 amp iv
P.O Ambroxol 3x1 tab

8
TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA

Definisi
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
lain) disebut pneumonitis. (2)

Gambar 1. Penyakit Pneumonia

Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi
kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur
yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang
lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa
akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000
orang untuk kelompok usia 18-39.
9
Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000
orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia masuk rumah sakit
yang antara 5-10% diterima ke unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di
Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki episode
berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga
beresiko tinggi untuk pneumonia. (1)

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh
bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram Negatif. (2)

Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram Negatif
seperti: Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus
aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza. (7)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air),
Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus. (7)
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum. (7)

Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (7)

10
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)
Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,
demam, atau ISPA yang menurunkan sistem imunitas tubuh.
Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk
bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit.
Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia,
yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi
batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi
lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.
Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.
Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,
and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan
antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau
menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang
berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.
Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia.
Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/
lingkungan.
Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran
pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena
pneumonia, yaitu antara lain:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan sedatif atau
alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus (7)
11
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh
bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen
penyebab pneumonia bervariasi tergantung:
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (7)

Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada pneumonia selain diatas (4) adalah:

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut
umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram
negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis: tersering, Sifilis congenital
 pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan
CAP.
2. Usia > 2 – 12 bulan.
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A  tidak sering tetapi fatal. Pneumonia
dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1 – 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering
Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun (disebut pneumonia atipikal).

12
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia (pneumonia
(8)
atipikal) terbanyak. Ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan resiko infeksi
oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas (4) seperti dibawah ini:

Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. (2)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (2)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru.
13
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur
(50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). (2)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia. (2)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran
napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama. (2)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. (3)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (3)

14
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula. (3)

Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (2)
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (2)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan. Di bawah ini gambar foto radiologi pada pneumonia lobaris:

15
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Di bawah ini gambar foto thorax
bronkopneumonia:

c. Pneumonia interstisial (2)

Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi:
 Evaluasi faktor predisposisi :
 PPOK : H. Influenza
 Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
 kejang / tidak sadar : aspirasi gram negatif, anaerob
 Penurunan imunitas : gram negatif
 Kecanduan obat bius : staphylococcus

16
 Bedakan lokasi infeksi
 PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
 Rumah jompo
 PN : Staphylococcus aureus
 Usia pasien
 Bayi : virus
 Muda : M. Pneumoniae
 Dewasa : S. Pneumoniae
 Awitan
 Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
 Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi (2)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan
meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami perbaikan
klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4 – 12
minggu.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
17
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik (2)

Dibawah ini beberapa kriteria diagnostik pneumonia nosokomial menurut CDC:

Diagnosa Banding
1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organisme M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih
dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan menetap
pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD
lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi
pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang diturunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit
bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius. (4)

18
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran pernapasan,
sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat
keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan
oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma. (9)

Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (2)

Pengobatan Pneumonia dibagi menjadi dua antara lain :


a. Pneumoni Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan tanpa
adanya faktor pengubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi gram negatif, resiko
infeksi P. Aeruginosa-RPA).
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru dengan
atau tanpa adanya faktor pengubah.
Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung-paru dan tidak
ada faktor pengubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU (a. Tanpa resiko persisten P. Aeruginosa-RPA
dan b. Dengan resiko).

19
b. Pneumonia Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang tidak
disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini pada semua
tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik spektrum terbatas :

20
Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :

Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada faktor resiko
resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada resiko maka
diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil bakteriologik
dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.

Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi. (2)
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.
Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita yang
termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor risiko).
Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding
dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube (atau drainage secara
bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan. (1)
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut dengan
abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang terkadang
membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnya.

21
Bakteremia: Bakteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke
peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar
dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain. (1)
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia, pada
beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3% penderita yang dirawat di rumah sakit
dan kurang dari 1% penderita yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau
komplikasinya. (1)

22
EFUSI PLEURA
Definisi
Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebihan dalam rongga pleura baik transudat
maupun eksudat (Davey, 2005). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk
penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price, 2005). Efusi pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses
penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai
15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di
Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Bila di negara-
negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan,
dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia
TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura
maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak
mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab,
tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.

Etiologi
Menurut jenis cairan yang terakumulasi efusi pleura dapat dibedakan menjadi :
1. Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh).
Penyakit yang menyertai transudat :
1. Gagal jantung kiri.
2. Sindrom nefrotik.
3. Obstruksi vena kava superior
4. Asites pada serosis hati
5. Sindrom meig’s (asites dengan tumor ovarium).

23
2. Eksudat (ekstravasasi cairan kedalam jaringan). Cairan ini dapat terjadi karena adanya:
1. Infeksi
2. Neoplasma/tumor
3. Infark paru
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amoeba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

Tanda dan Gejala


1. Sesak napas, merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Mengindikasikan efusi
luas, namun biasanya <500ml.
2. Nyeri dada pleuritik (pneumonia), biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tajam atau
menusuk, terutama saat inspirasi dalam.
3. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak.
4. Batuk, biasanya nonproduktif.
5. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, panas tinggi
(kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, dan banyak sputum.
6. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang signifikan.
7. Dispneu bervariasi.
8. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
9. Ruang intercostalis menonjol (efusi yang berat).
10. Fremitus vokal dan raba berkurang.
11. Suara napas berkurang di atas efusi pleura.

24
Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir
ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter per hari.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura,
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatis karena tekanan osmotic koloid yang
menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar
langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi cairan ini juga
mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali
atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. (Guytondan Hall , 1997)

25
Clinical Pathways

26
Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
4. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.
5. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.

Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Pungsi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu pungsi ditujukan pula untuk
melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada
alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan
keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin
sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.

27
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka
akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3. Penggunaan obat-obatan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif,
pneumonia, sirosis).

28
Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. (4)
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan kejadian
sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP
yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan
faktor pengubah yang ada pada pasien. (4)
2. Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian
biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp. (4).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with community-
acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730-54.
2. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
3. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The Mc Graw-Hill
Companies In North America.
4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK UI.
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2002.
6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
7. Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumoia di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
8. Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
9. Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau. Pekanbaru.
http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-dewasa/.

30

You might also like