You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional
pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan
masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula
pembangunan kita. Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah
mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks,
dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan
yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun

(1). Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh
anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak
dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic
Obstructive Pulmonary Disease

(2,3). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan

(4,5). Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering
disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi

(3). Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 %
dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri,
NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka
morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia
berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas
pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita
pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan (6).

1. ii Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan
tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi
dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA
2. (6), namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi
seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas. 1.2
Tujuan Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA). 1.3 Rumusan Masalah Bagaimana proses asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)? 1.4
Manfaat 1. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan ISPA
3. 3. ii BAB II PEMBAHASAN I. PENGERTIAN ISPA ISPA merupakan infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Saluran pernapasan meliputi organ mulai
dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus,
ruang telinga tengah dan selaput paru. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan
saluran pernapasan bagian bawah. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan bersifat
ringan, misalnya batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Namun demikian jangan dianggap enteng, bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
antibiotik dapat menyebabkan anak menderita pneumoni yang dapat berujung pada
kematian. Menurut Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA, penyakit ISPA dibagi
menjadi dua golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia
dibedakan atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak
berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. ISPA dapat ditularkan
melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan
terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik,
menempati bagian yang cukup besar pada area pediatri. Infeksi saluran pernapasan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. II. KLASIFIKASI Program Pemberantasan
ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut : 1. Pneumonia berat: ditandai
secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). 2. Pneumonia:
ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. 3. Bukan pneumonia: ditandai secara
klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa
napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan
umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi
penyakit yaitu : a. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat
dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
4. 4. ii b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat. c. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu : d. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu
adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas
(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta). e.
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih. f. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. III. ETIOLOGI Infeksi saluran pernafasan
akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh
berbagai etiologi.Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri
penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk.,
2004). Bakteri tersebut, di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri ini menyerang
anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke
musim hujan (PD PERSI, 2002). Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain
golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan
virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari
sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas.Untuk
virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran
pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.Pada bayi dan anak-anak, virus-virus
influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian
atas daripada saluran nafas bagian bawah. (Siregar dan Maulany, 95). IV.
PATOFISIOLOGI Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan
Chernick, 1983).
5. 5. ii Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick,
1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.Akibat infeksi
virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang
menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan
pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa
sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel
dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG
pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari uraian di
atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 
Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa- apa  Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah.
6. 6. ii  Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.  Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia. V. MANIFESTASI KLINIS a) Tanda-tanda ISPA Tanda-tanda bahaya dapat
dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.  Tanda-tanda klinis :
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir
dan wheezing. b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest. c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang,
sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. d. Pada hal umum adalah : letih
dan berkeringat banyak.  Tanda-tanda laboratoris : a. Hypoxemia, b. Hypercapnia dan
c. Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik). d. Tanda-tanda bahaya pada anak
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur
kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun,
stridor, Wheezing, demam dan dingin. b) Gejala ISPA · Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut : 1. Batuk 2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis) 3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir
atau ingus dari hidung 4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC
7. 7. ii · Gejala dari ISPA Sedang Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1.
Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2
bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun
: frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau
lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun. 2. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan
termometer) 3. Tenggorokan berwarna merah 4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit
menyerupai bercak campak 5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) · Gejala dari ISPA Berat
Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau
ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1. Bibir atau kulit
membiru 2. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun 3. Pernafasan berbunyi seperti
mengorok dan anak tampak gelisah 4. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas 5.
Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba 6. Tenggorokan berwarna
merah VI. PENATALAKSANAAN a) Pencegahan  Pencegahan dapat dilakukan
dengan: a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. b. Immunisasi. c. Menjaga kebersihan
perorangan dan lingkungan. d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. b)
Pengobatan dan perawatan  Prinsip perawatan ISPA antara lain: a. Menigkatkan
istirahat minimal 8 jam perhari b. Meningkatkan makanan bergizi c. Bila demam beri
kompres dan banyak minum d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang
hidung dengan sapu tangan yang bersih e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian
yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
8. 8. ii f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek  Pengobatan antara lain: · Mengatasi panas (demam) dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). ·
Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari. VII. KOMPLIKASI Penyakit ini sebenarnya merupakan self
limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. a.
Sinusitis paranasal Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan
anak kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala
bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi
pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah
dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung,
nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat
unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang
faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi
sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik. b. Penutupan
tuba eusthachii Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi
(hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri
bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat
diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Karena
bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga
menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu
dikonsul kebagian THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam
diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan
9. 9. ii selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi
otitis media perforata (OMP). Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan
anak adalah :  Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran
sekret.  Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi
juga merintangi penyaluran sekret.  Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi
telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat
(meningitis). c. Penyebaran infeksi Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah
bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula
terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta. VIII Faktor Yang
Mempengaruhi Penyakit ISPA a. Agent Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang
paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis
simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal
sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling
sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
b. Manusia 1. Umur Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia
dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan
dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun
imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit. 2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. 3. Status Gizi Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-
anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi
yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat
memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
10. 10. ii 4. Berat Badan Lahir Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu
berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka
kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun
pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi
pada bayi baru lahir. 5. Status ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses
tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri
dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan
kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim,
Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi
bayi dari infeksi. 6. Status Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi
seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit
infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan
penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak. c.
Lingkungan 1. Kelembaban Ruangan Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas
Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban
ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi,
diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya
kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali. 2. Suhu Ruangan Salah satu syarat fisiologis
rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan
rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat.
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya
ISPA pada balita sebesar 4 kali. 3. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi.
Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. 4. Kepadatan Hunian Rumah Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera
Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada
anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah
yang tidak padat. Berdasarkan hasil
11. 11. ii penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko
terjadinya ISPA sebesar 9 kali. 5. Penggunaan Anti Nyamuk Penggunaan Anti nyamuk
sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran
pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru- paru sehingga
mempermudah timbulnya gangguan pernafasan. 6. Bahan Bakar Untuk Memasak Bahan
bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara
menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar
nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan
penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian. 7. Keberadaan Perokok Rokok
bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari
4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida
(CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif
pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk. 8. Status
Ekonomi dan Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan
bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah
besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih
banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi
1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu
yang status ekonominya rendah. IX Cara Penularan Penyakit ISPA Penularan penyakit
ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam
tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air
Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi
tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang
penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab
12. 12. ii B.
13. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISPA
14. 1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
15. a) Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi
16. b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia c) Nyeri akut b.d
inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil d) Resiko tinggi tinggi penularan
infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun) 2.
INTERVENSI DAN RASIONAL 1) Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi Tujuan :
Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 50 Intervensi Rasionalisasi Observasi tanda –
tanda vital Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya Anjurkan pada klien/keluarga umtuk melakukan kompres dingin
(air biasa) pada kepala / axial. Degan menberikan kompres maka aakan terjadi proses
konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara Anjurkan klien untuk
menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari
katun Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
menyerap keringat. Atur sirkulasi udara. Penyedian udara bersih Anjurkan klien untuk
minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hr. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan
tubuh meningkat. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur selama fase febris penyakit
Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas Kolaborasi dengan dokter : ·
Dalm pemberian therapy, obat antimicrobial · Antipiretika Untuk mengontrol infeksi
pernapasan Menurunkan panas 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d
anoreksia Tujuan: · Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB
normal. · Klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan. · Tidak menunujukan tanda
malnutrisi. Intervensi Rasional Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap
hari Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori menyusun tujuan berat badan, dan
17. 13. ii evaluasi keadekuatan rencana nutrisi Berikan makan porsi kecil tapi sering dan
dalam keadaan hangat Untuk menjamin nutrisi adekuat/ meningkatkan kalori total
Berikan oral sering, buang secret berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu dan
ciptakan lingkungan bersih dan menyenangkan. Nafsu makan dapat dirangsang pada
situasi rileks, bersih dan menyenangkan. Tingkatkan tirai baring. Untuk mengurangi
kebutuhahan metabolic Kolaborasi: · Konsul ahli gizi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan klien Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau
kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal 3) Nyeri akut b.d inflamasi pada
membran mukosa faring dan tonsil Tujuan : Nyeri berkurang / terkontrol Intervensi
Rasional Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10), factor
memperburuk atau meredakan lokasinya, lamanya, dan karakteristiknya. Identifikasi
karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting
untuk memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang
diberikan. Anjurkan klien untuk menghindari allergen / iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap,rokok Mengurangi bertambah beratnya penyakit Dan
mengistirahatkan/meminimalkan berbicara bila suara serak Peningkatan sirkulasi pada
daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan Kolaborasi Berikan obat sesuai
indikasi · Steroid oral, iv, & inhalasi · Analgesic · Kortikosteroid digunakan untuk
mencegah reaksi alergi / menghambat pengeluaran histamine dalam inflamadi pernapasan
· Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri
18. 14. ii 4) Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun) Tujuan : tidak terjadi penularan dan tidak terjadi
komplikasi Intervensi Rasional Batasi pengunjung sesuai indikasi Menurunkan potensial
terpajan pada penyakit infeksius Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktifitas
Menurunkan konsumsi /kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki pertahanan klien
terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. Tutup mulut dan hidung jika hendak
bersin, jika ditutup dengan tisu buang segera ketempat sampah Mencegah penyebaran
pathogen melalui cairan Daya tahan tubuh, terutama anak usia dibawah 2 tahun, lansia
dan penderita penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti
oksidan jika kondisi tubuh menurun / asupan makanan berkurang Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi Kolaborasi
Pemberian obat sesuai hasil kultur Dapat diberikan untuk organisme khusus yang
teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas / atau di berikan secara profilatik karena
resiko tinggi C. CONTOH KASUS Keluarga Tn.N terdiri dari dari istri dan dua orang
anak. Anak pertamanya berusia 7 tahun dan anak keduanya berusia 4 tahun. Anak kedua
Tn.N bernama Selly, sudah 5 hari yang lalu selly mengeluh sekujur tubuhnya demam,
sering menggigil, batuk berdahak dengan lendir berwarna kehijauan, susah nafas, nyeri
dada, nafsu makan berkurang. Saat dipaksa memakan makanan lunak, Selly tetap
memuntahkannya dan merasakan mual pada perutnya. Selly juga mengalami diare.
Menurut pernyataan dari keluarga, Selly tidak mendapatkan imunisasi yang lengkap,
disekitar lingkungan rumahnya terdapat banyak pabrik dan rumahnya kurang mencukupi
ventilasinya. Keluarganya menganggap Selly hanya sakit flu biasa dan gejala asma biasa.
Namun sudah 5 hari tidak kunjung sembuh, lalu keluarga membawanya ke klinik. Hasil
pemeriksaan diketahui bahwa Selly menderita Pneumonia, frekuensi pernafasan > 40
x/menit, suhu tubuh mencapai 39,5o C. Dokter pun menyarankan agar Selly rawat inap di
RS untuk ditangani lebih lanjut.
19. 15. ii PENGKAJIAN 1. Indentitas klien Nama : An. I Umur : 1 Tahun 7 Bulan Jenis
kelamin : perempuan 2. Riwayat keperawatan a. Riwayat kesehatan sekarang : Klien
mengalami gejala asma biasa sudah 5hari tidak kunjung sembuh, demam, menggigil,
pilek, anoreksia, batuk berdahak dengan lendir berwarna kehijauan, susah bernafas, nyeri
dada, riwayat penyakit pernapasan, dan diare. b. Riwayat kesehatan masa lalu : Sering
mengalami batuk pilek yang tidak kunjung sembuh. 3. Koping keluarga Koping keluarga
dalam menghadapi masalah efektif. 4. Riwayat tumbuh kembang a. BB lahir abnormal b.
Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal d. Sakit
kehamilan tidak keluar mekonium 5. Riwayat social Anak tidak mengalami gangguan
dalam hubungan sosial dengan lingkungan sekitar dan aktif bermain dengan teman
sebayanya. 6. Pemeriksaan fisik a. Tanda fisik: sekujur tubuh demam, sering menggigil,
batuk berdahak dengan lendir berwarna kehijauan, susah nafas, nyeri dada, nafsu makan
berkurang, mual, diare b. Faktor perkembangan: sesuai dengan masa pertumbuhan dan
perkembangannya c. Pengetahuan pasien/keluarga: belum begitu mengetahui tentang
penyakit pernafasan serta tindakan yang akan dilakukan. No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi 1 Napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan
meningkatnya suplai oksigen ke · Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat
mengeluarkan sekret dengan mudah. · Ciptakan dan · Membantu dalam memberikan
posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan Pola napas klien kembali efektif
20. 16. ii paru-paru. pertahankan jalan nafas yang bebas. · Anjurkan pada keluarga untuk
membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat. · Berikan O2 dan
nebulizer sesuai dengan instruksi dokter. · Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter
(bronchodilato r) · Observasi tand a vital,adanya cyanosis,serta pola kedalaman dalam
pernafasan. sekret dengan mudah. · Menciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
· Menganjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta
menyerap keringat. · Membantu dalam pemberian O2 dan nebulizer sesuai dengan
instruksi dokter. · Membantu dalam pemberian obat sesuai dengan instruksi dokter
(bronchodilator) · Mengobservasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman
dalam pernafasan.
21. 17. ii BAB III PENUTUP 3. Kesimpulan Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang
banyak diderita bayi dan anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena
pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda
bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA
diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter,
para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka,
kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional. 3.2. Saran Karena
yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping
itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan
dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus
ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
22. 18. ii DAFTAR PUSTAKA  http://endryjuliyanto.blogspot.com/2012/02/infeksi-
saluran-pernafasan-akut-ispa.html  http://dokterkecil.wordpress.com/2011/03/31/ispa-
infeksi-saluran-pernapasan-akut/  http://chapung-vierche.blogspot.com/2011/11/askep-
ispa.html  http://sunuykayai.blogspot.com/2012/06/pengertian-ispa.html  http://ners-
binahusada.blogspot.com/2011/12/askep-ispa-infeksi-saluran- pernafasan.html 
http://naulicatsadeingesh.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-pada-ispa-
anak.html
23. 19. ii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa
karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya kami bias menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas dari dosen. Makalah ini membahas tentang
“ INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT”, semoga dengan makalah yang kami
susun ini kita sebagai mahasiswa Akper Pemda Muna dapat menambah dan memperluas
pengetahuan kita. Kami mengetahui makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari
sempurna, maka dari itu kami masih mengharapkan kritik dan saran dari bapak/ibu selaku
dosen-dosen pembimbing kami serta temen-temen sekalian, karena kritik dan saran itu
dapat membangun kami dari yang salah menjadi benar. Semoga makalah yang kami
susun ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita, akhir kata kami mengucapkan terima
kasih. Raha, Februari 2014 Penyusun
24. 20. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
……………………………………….....…........ i DAFTAR ISI
………………………………………………………...... ii BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang ……………………………….. ………....................... 1 B.
Tujuan..................................................................................................... 2 C. Rumusan
masalah................................................................................... 2 D.
mafaat................................................................................................... 2 BAB II
PEMBAHASAN I. Pengertian ispa................................................................................... 3
Ii. Klasifikasi.................................................................................... 3 Iii.
Etiologi.......................................................................................... 4 Iv.
Patofisiologi................................................................................... 4 V. Manifestasi
klinis................................................................................... 6 Vi.
Penatalaksanaan................................................................................... 7 Vii.
Komplikasi................................................................................... 8 Viii faktor yang
mempengaruhi penyakit ispa...................................... 9 Ix cara penularan penyakit
ispa..................................................................... 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
………………………………….........……….................... 17 B.
Saran....................................................................................................... 17 DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... 18
25. 21. ii MAKALAH ISPA DISUSUN OLEH : NAMA : WA ODE GUSNAWATI KADIR
NIM : 11.11.941 TINGKAT : II. A
26. 22. ii AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN MUNA 2014

Recommended


Office 365 for Educators

Online Course - LinkedIn Learning


Academic Research Foundations: Quantitative

Online Course - LinkedIn Learning


Information Literacy

Online Course - LinkedIn Learning


Gaya hidup sihat

Fazilah Seliman

PJK2102W

Revathi Muthukaunder

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA


Septian Muna Barakati

Kti hikmat AKBID YKN RAHA

Septian Muna Barakati

Kti niski astria AKBID YKN RAHA

Septian Muna Barakati


Kti ikra AKBID YKN RAHA

Septian Muna Barakati

Kti sartiawati AKBID YKN RAHA

Septian Muna Barakati

 English
 Español
 Português
 Français
 Deutsch

 About
 Dev & API
 Blog
 Terms
 Privacy
 Copyright
 Support





LinkedIn Corporation © 2018

You might also like