You are on page 1of 13

HUBUNGAN KEBIASAAN PEMBERIAN MP-ASI (BUBUR SARING) TERHADAP

STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


NARMADA KABUPATEN LOMBOK BARAT

PUBLIKASI ILMIAH

Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran


Universitas Mataram

Oleh
Nama : Inayah
NIM : H1A013030

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2017
HUBUNGAN KEBIASAAN PEMBERIAN MP-ASI (BUBUR SARING) TERHADAP
STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
NARMADA KABUPATEN LOMBOK BARAT
Inayah, Lina Nurbaiti, Ida Lestari Harahap

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram


e-mail : inayah.mid99@gmail.com

Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Jumlah tabel :5
HUBUNGAN KEBIASAAN PEMBERIAN MP-ASI (BUBUR SARING)
TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS NARMADA KABUPATEN LOMBOK BARAT
Inayah, Lina Nurbaiti, Ida Lestari Harahap

ABSTRAK
Latar belakang: Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang diberikan
pada usia 6-24 bulan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi. Rendahnya pemberian makanan
tambahan yang tepat sesuai umur bayi menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan
balita. Kekurangan gizi merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada bayi dan
balita.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kebiasaan (jenis, frekuensi, porsi, tekstur, ketepatan
waktu) pemberian MP-ASI (Bubur Saring) terhadap status gizi bayi usia 6-12 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat.
Metode: Jenis penelitian ini bersifat analitik korelasi yang menggambarkan hubungan kebiasaan
pemberian MP ASI dengan status gizi bayi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 51 responden.
Hasil: Profil status gizi subjek penelitian menunjukkan bahwa 49 bayi (96,1 %) memiliki gizi
baik menurut BB/U, 47 bayi (92,2 %) memiliki gizi normal menurut PB/U, dan 49 bayi (96,1 %)
memiliki gizi gizi normal menurut BB/PB. Hasil uji spearman pada variabel frekuensi, dan porsi
pemberian MP-ASI diperoleh nilai signifikasi >0,05, dan hasil uji chi-square pada variabel
ketepatan waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI diperoleh nilai p ≥0,05, sehingga tidak
didapatkan adanya hubungan antara kebiasaan (jenis, frekuensi, porsi, tekstur, ketepatan waktu)
pemberian MP-ASI terhadap status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Narmada Kabupaten Lombok Barat.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara
kebiasaan pemberian MP-ASI (Bubur Saring) terhadap status gizi bayi usia 6-12 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat.
Kata kunci: MP-ASI, Bubur Saring, Bayi dan Status Gizi.
THE RELATIONSHIP OF FEEDING BREASTMILK’S
COMPLEMENTARY FOOD (STRAIN PORRIDGE) TO THE
NUTRITIONAL STATUS AMONG INFANTS AGED 6-12 MONTHS IN
THE REGION ARE OF PUSKESMAS NARMADA, WEST LOMBOK
Inayah, Lina Nurbaiti, Ida Lestari Harahap
ABSTRACT
Background: Breastmilk’s complementary food is food or drink that is given at the age of 6-24
months to fulfill the nutritional needs in infants. In appropriate complementary food feeding of
the baby is a trigger of poor nutritional status among infants and toddlers. Malnutrition is a major
factor that cause death in infants and toddlers.
Objective: To determine the relationship between feeding breastmilk’s complementary food
(strain porridge) practice (type, frequency, portions, texture, timing) and nutritional status of
infants aged 6-12 months in the regional area of Puskesmas Narmada, West Lombok.
Methods: This study was an analytic study describing the relationship between feeding
breastmilk’s complementary food practice and the nutritional status of infants. This study used
cross sectional design. The number of samples in this study were 51 respondents aged 6-12
month.
Results: The nutritional status profile of the subjects showed that 49 infants (96.1%) are well-
nourished according to weight/age measurement. According to height/age measurement, 47
infants (92.2%) had normal nutritional status. According to weight/height measurement, 49
infants (96.1%) had normal nutritional status. The result of spearman test between nutritional
status with frequencies and portion size of feeding breastmilk complementary foods was not
significant (p > 0.05). Similarly, the chi-square test’s results showed no significant correlation
between nutritional status with feeding practice (type, frequency, portion size, texture, timing) (p
≥ 0.05) of breast milk complementary food among infants aged 6-12 months in Puskesmas
Narmada West Lombok regency.
Conclusion: This research showed that there was no significant relationship between the feeding
practice of breast milk complementary foods (strain porridge) and the nutritional status among
infants aged 6-12 months old in the regional area of Puskesmas Narmada, West Lombok.
Keywords: The breast milk complementary foods, strain foods, infants nutritional status.
PENDAHULUAN
Gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Gizi sangat bermanfaat untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ tubuh. Selain itu gizi juga dapat membantu dalam aktifitas
sehari-hari karena gizi sebagai sumber tenaga, sumber zat pembangun dan pengatur dalam
tubuh11. Makanan yang bergizi dibutuhkan bayi untuk proses tumbuh kembangnya sehingga
makanan sehari-hari yang dikonsumsi bayi harus diperhatikan kelengkapan unsur-unsur gizinya9.
Sampai saat ini masalah gizi pada balita masih merupakan tantangan yang harus diatasi
dengan serius, diantaranya adalah masalah gizi kurang, gizi buruk serta balita pendek. Masalah
gizi pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya ketersediaan pangan, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan
kesehatan1. Kekurangan gizi merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada bayi
dan balita. Rendahnya pemberian makanan tambahan yang tepat sesuai umur bayi juga menjadi
salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Data WHO menyebutkan bahwa 51 %
angka kematian anak balita disebabkan oleh Pneumonia, Diare, Campak dan Malaria, serta
lebih dari separuh kematian tersebut (54 %) erat hubungannya dengan status gizi10.
Menurut Riskesdas dalam Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2015),
berdasarkan Berat Badan/Umur (BB/U) prevalensi status gizi buruk pada tahun 2007 sebesar 5,4
%, pada tahun 2010 sebesar 4,9 %, dan pada tahun 2013 sebesar 5,7 %. Prevalensi gizi kurang
pada tahun 2007 sebesar 13,0 %, pada tahun 2010 sebesar 13,0 %, dan pada tahun 2013 sebesar
13,9 %. Berdasarkan Panjang Badan/Umur (PB/U), prevalensi gizi sangat pendek pada tahun
2007 sebesar 18,8 %, pada tahun 2010 sebesar 18,5 %, dan pada 2013 sebesar 18,0 %. Prevalensi
gizi pendek pada tahun 2007 sebesar 18,0 %, pada tahun 2010 sebesar 17,1 %, dan pada tahun
2013 sebesar 19,2 %. Berdasarkan Berat Badan/Panjang Badan (BB/PB), prevalensi gizi kurus
pada tahun 2007 sebesar 7,4 %, pada tahun 2010 sebesar 7,3 %, dan pada tahun 2013 sebesar 6,8
%. Prevalensi gizi gemuk pada tahun 2007 sebesar 12,2 %, pada tahun 2010 sebesar 14,0 %, dan
pada tahun 2013 sebesar 11,9 %6.
Dilihat dari prevalensi gizi kurang dari 33 provinsi di Indonesia, ada 18 provinsi yang
masih memiliki prevalensi gizi kurang di atas angka prevalensi nasional. Dari 18 provinsi
tersebut, Nusa Tenggara Barat menempati urutan pertama yaitu sebesar 30,5 persen7.
Nusa Tenggara Barat terbagi dalam beberapa kota dan kabupaten, salah satunya yaitu
Kabupaten Lombok Barat. Kasus balita gizi buruk di Kabupaten Lombok Barat mengalami
peningkatan yaitu dari 128 menjadi 189 kasus pada tahun 20112. Pada tahun 2014, kasus gizi
buruk pada kabupaten Lombok Barat yaitu sebanyak 92 kasus3. Pada tahun 2014, kasus balita
gizi buruk pada kecamatan Narmada di wilayah kerja puskemas Narmada sebanyak 5 orang yang
terdiri dari 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan2.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
kebiasaan pemberian MP-ASI (bubur saring) terhadap status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi dengan metode cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat yaitu di
desa 1) Tanah Beak, 2) Dasan Tereng, 3) Krama Jaya, 4) Badraen, dan 5) Gerimax Indah.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan. Sampel
penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap
mewakili populasi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: Ibu yang mempunyai bayi yang
berusia 6-12 bulan, Ibu yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok
Barat, bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed consent, bayi
yang mempunyai KMS, bayi yang menerima ASI eksklusif, bayi lahir cukup bulan. Kriteria
eksklusi pada penelitian ini adalah bayi dengan BBLR, bayi yang mengalami kelainan kongenital
atau cacat bawaan sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan, dan bayi kembar. Penelitian ini
telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Universitas Mataram.
Variabel pada penelitian ini adalah status gizi bayi (variabel terikat), kebiasaan pemberian
MP-ASI (variabel bebas).
Analisis data statistik pada penelitian ini menggunakan software SPSS 16.0. Pada
penelitian ini menggunakan uji chi square dan uji spearman.
HASIL PENELITIAN
Analisis Bivariat
Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/U
Berdasarkan Tabel 5.12 dapat dilihat bahwa berdasarkan uji statistic menggunakan
Spearman diperoleh nilai signifikasi >0,05 pada frekuensi, dan porsi pemberian MP-ASI dan
dapat dilihat pada tabel 5.13, 5.14, dan 5.15 hasil uji statistik menggunakan chi-square
diperoleh nilai p value sebesar masing-masing 0,710, 0,668, 0,250 (p ≥0,05) pada ketepatan
waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI yang menunjukkan bahwa tidak didapatkan adanya
hubungan antara frekuensi, porsi, ketepatan waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI dengan
status gizi bayi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) pada bayi usia 6-12 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Narmada.
Berdasarkan data Tabel 5.13 dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 5
responden termasuk dalam kategori pemberian MP-ASI terlalu dini dengan status gizi baik
sebanyak 4 orang (80,0%) dan 1 orang (20,0%) dengan status gizi kurang. Sebanyak 45
responden termasuk dalam kategori pemberian MP-ASI yang tepat waktu dengan status gizi
lebih adalah 1 orang (2,2%), status gizi baik sebanyak 42 orang (93,3%) dan sebanyak 2 orang
(4,4%) dengan status gizi kurang, sedangkan 1 responden termasuk dalam kategori pemberian
MP-ASI terlambat dengan status gizi baik adalah 1 orang (100 %).
Berdasarkan Tabel 5.14 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 33
responden yang memberikan nasi tim yaitu yang termasuk dalam status gizi kurang sebanyak 1
(3,0%) orang, termasuk dalam status gizi baik sebanyak 31 (93,9%) orang, dan termasuk dalam
status gizi lebih sebanyak 1 (3,0%) orang. Responden yang memberikan bubur saring adalah
sebanyak 16 orang yaitu yang termasuk dalam status gizi lebih sebanyak 2 (12,5%) orang, dan
termasuk dalam status gizi baik sebanyak 14 (87,5%) orang. Responden yang memberikan bubur
susu sebanyak 2 (100%) orang yang termasuk dalam status gizi baik.
Berdasarkan Tabel 5.15 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 2
(100%) responden yang memberikan tekstur yang encer yaitu yang termasuk dalam status gizi
baik. Pemberian dengan tekstur lembut adalah sebanyak 17 orang yaitu 3 (17,6%) orang yang
termasuk dalam status gizi lebih, dan sebanyak 14 (82,4%) orang yang termasuk dalam status
gizi baik. Pemberian dengan tekstur kental sebanyak 20 orang yaitu sebanyak 1 (5,0 %) orang
termasuk dalam status gizi kurang, dan sebanyak 19 (95,0 %) orang yang termasuk dalam status
gizi baik. Pemberian dengan tekstur padat sebanyak 12 (100%) orang yang termasuk dalam
status gizi baik.
Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Berdasarkan PB/U
Berdasarkan Tabel 5.16 dapat dilihat bahwa berdasarkan uji statistic menggunakan
Spearman diperoleh nilai signifikasi >0,05 pada frekuensi, dan porsi pemberian MP-ASI dan
dapat dilihat pada tabel 5.17, 5.18, dan 5.19 hasil uji statistik menggunakan chi-square
diperoleh nilai p value sebesar masing-masing 0.076, 0.589, 0,484 (p ≥0,05) pada ketepatan
waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI yang menunjukkan bahwa tidak didapatkan adanya
hubungan antara frekuensi, porsi, ketepatan waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI dengan
status gizi bayi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada bayi usia 6-12 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Narmada.
Berdasarkan data Tabel 5.17 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 5
responden termasuk dalam kategori pemberian MP-ASI terlalu dini dengan status gizi pendek
adalah 1 orang (20,0%) dan sebanyak 4 orang (80,0%) dengan status gizi normal. Sebanyak 45
responden termasuk dalam kategori pemberian MP-ASI yang tepat dengan status gizi sangat
pendek sebanyak 3 orang (6,7%), status gizi pendek sebanyak 4 orang (8,9%) dan sebanyak 38
orang (84,4%) dengan status gizi normal, sedangkan 1 responden termasuk dalam kategori
pemberian MP-ASI terlambat dengan status gizi pendek sebanyak 1 orang (100 %).
Berdasarkan Tabel 5.18 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden,sebanyak 33
responden yang memberikan nasi tim yaitu yang termasuk dalam status gizi sangat pendek
sebanyak 1 (3,0%) orang, termasuk dalam status gizi pendek sebanyak 5 (15,2%) orang, dan
termasuk dalam status gizi normal sebanyak 27 (81,8%) orang. Responden yang memberikan
bubur saring sebanyak 16 orang yaitu yang termasuk dalam status gizi sangat pendek sebanyak
2 (12,5%) orang, termasuk dalam status gizi pendek sebanyak 1 (6,2%) orang, dan yang
termasuk dalam status gizi normal sebanyak 13 (81,2%) orang. Responden yang memberikan
bubur susu sebanyak 2 (100%) orang yang termasuk dalam status gizi baik.
Berdasarkan Tabel 5.19 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 2
responden yang memberikan tekstur yang encer yaitu yang termasuk dalam status gizi pendek
sebanyak 1 (50,0%) orang dan termasuk dalam gizi normal sebanyak 1 (50,0%) orang.
Pemberian dengan tekstur lembut sebanyak 16 orang yaitu sebanyak 2 (12,5%) orang yang
termasuk dalam status gizi sangat pendek, sebanyak 1 (6,2%) orang yang termasuk dalam status
gizi pendek, dan sebanyak 13 (81,2%) orang yang termasuk dalam status gizi normal. Pemberian
dengan tekstur kental sebanyak 20 orang yaitu sebanyak 1 (5,0%) orang termasuk dalam status
gizi sangat pendek, sebanyak 2 (10,0%) orang yang termasuk dalam status gizi pendek, dan
sebanyak 17 (85,0%) orang yang termasuk dalam status gizi normal. Pemberian dengan tekstur
padat sebanyak 13 orang yaitu sebanyak 2 (15,4%) orang termasuk dalam status gizi pendek dan
sebanyak 11 (84,6%) orang yang termasuk dalam status gizi normal.
Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/PB
Berdasarkan Tabel 5.20 dapat dilihat bahwa berdasarkan uji statistic menggunakan
Spearman diperoleh nilai signifikasi >0,05 pada frekuensi, dan porsi pemberian MP-ASI dan
dapat dilihat pada tabel 5.21, 5.22, dan 5.23 hasil uji statistik menggunakan chi-square
diperoleh nilai p value sebesar masing-masing 0.710, 0.668, 0.780 (p ≥0,05) pada ketepatan
waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI yang menunjukkan bahwa tidak didapatkan adanya
hubungan antara frekuensi, porsi, ketepatan waktu, jenis dan tekstur pemberian MP-ASI dengan
status gizi bayi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) pada bayi usia 6-12 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Narmada.
Berdasarkan data Tabel 5.21 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 5
responden termasuk dalam kategori pemberian MP-ASI terlalu dini dengan status gizi kurus
adalah 1 orang (20,0%) dan sebanyak 4 orang (80,0%) dengan status gizi normal. Sebanyak 47
responden termasuk dalam kategori pemberian MP-ASI yang tepat dengan status gizi sangat
kurus adalah 1 orang (2,2%), sebanyak 2 orang (4,4%) dengan status gizi kurus, dan dengan
status gizi normal sebanyak 42 orang (93,3%), sedangkan 1 responden termasuk dalam kategori
pemberian MP-ASI terlambat dengan status gizi normal adalah 1 orang (100%).
Berdasarkan Tabel 5.22 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 33
responden yang memberikan nasi tim yaitu yang termasuk dalam status gizi sangat kurus
sebanyak 1 (3,0%) orang, termasuk dalam status gizi kurus sebanyak 1 (3,0%) orang, dan
termasuk dalam status gizi normal sebanyak 31 (93,9%) orang. Responden yang memberikan
bubur saring sebanyak 16 orang yaitu yang termasuk dalam status gizi kurus sebanyak 2
(12,5%) orang, dan termasuk dalam status gizi normal sebanyak 14 (87,5%) orang. Responden
yang memberikan bubur susu sebanyak 2 (100%) orang yang termasuk dalam status gizi normal.
Berdasarkan Tabel 5.23 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, sebanyak 2
(100%) responden yang memberikan tekstur encer yang termasuk dalam status gizi normal.
Pemberian dengan tekstur lembut sebanyak 16 orang yaitu sebanyak 1 (6,2%) orang termasuk
dalam status gizi kurus, dan sebanyak 15 (93,8%) orang yang termasuk dalam status gizi normal.
Pemberian dengan tekstur kental sebanyak 20 orang yaitu sebanyak 1 (5,0%) orang termasuk
dalam status gizi sangat kurus, sebanyak 2 (10,0%) orang yang termasuk dalam status gizi kurus,
dan sebanyak 17 (85,0%) orang yang termasuk dalam status gizi normal. Pemberian dengan
tekstur padat sebanyak 13 (100%) orang yang termasuk dalam status gizi normal.

PEMBAHASAN
Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/U
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa jenis pemberian MP-ASI yang banyak diberikan
yaitu nasi tim, hal ini diakibatkan karena usia bayi yang paling banyak dalam penelitian ini yaitu
bayi usia 9-12 bulan sehingga jenis MP-ASI yang diberikan sudah sesuai. Porsi MP-ASI yang
diberikan pada bayi sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan asupan makanan pada
bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Vita dan Abas (2003) yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jenis makanan terhadap status gizi anak.
Ibu yang memberikan bubur beras atau bubur formula kepada anak sebagai MP-ASI, namun
masih ditemukan banyak anak yang status gizinya tidak baik, hal ini juga disebabakan oleh
karena jumlah MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai8. Penelitian ini tidak sesuai
dengan penelitian Sakti (2013) bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi anak usia 6-23 bulan berdasarkan kategori BB/U8.
Hasil penelitian menunjukkan jenis dan tekstur pemberian MP-ASI tidak berhubungan
dengan status gizi anak. Hal ini dikarenakan dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada faktor
lain yang dapat mempengaruhi status gizi yaitu jumlah pemberian MP-ASI yang masih kurang
cukup8.
Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Berdasarkan PB/U
Pada penelitian ini, frekuensi pemberian MP-ASI yang paling banyak yaitu 3 kali sehari
dan hal ini sesuai dengan frekuensi pemberian MP-ASI pada bayi usia 9 sampai 12 bulan
sehingga frekuensi pemberiaan MP-ASI sudah cukup. Usia pemberian MP-ASI pertama kali
pada penelitian ini sudah tepat yaitu pada usia 6 bulan sehingga tidak terdapat hubungan antara
waktu memulai pemberian MP-ASI dengan status gizi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Khasanah, dkk (2016) di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul
bahwa waktu memulai pemberian MP-ASI berhubungan secara signifikan dengan kejadian
stunting dan memiliki resiko 2,8 kali menjadi stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan
Sedayu. Hal ini disebabkan karena banyak ibu-ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini atau
terlalu terlambat4.
Pengenalan MP-ASI kurang dari 6 bulan menyebabkan status gizi kurang pada balita.
Sejalan dengan penelitian Rohmani (2010), yang menyatakan tingkat keeratan hubungan antara
usia pertama pemberian MP-ASI dengan status gizi pada indek BB/U dan TB/U lemah, dengan
arah hubungan yang positif, artinya semakin dini usia pemberian MP-ASI status gizi anak
semakin buruk.
Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/PB
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa jenis pemberian MP-ASI yang banyak diberikan
yaitu nasi tim, hal ini diakibatkan karena usia yang paling banyak dalam penelitian ini yaitu bayi
usia 9-12 bulan sehingga jenis dan tekstur MP-ASI yang diberikan sudah sesuai. Hasil penelitian
ini didukung oleh penelitian Lestari, dkk (2012) bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis MP-ASI dengan status gizi (indeks BB/TB) anak usia 1-3 tahun di kota Padang.
Hubungan tersebut menunjukkan status gizi anak tidak hanya dipengaruhi dari jenis MP-ASI,
tetapi juga oleh frekuensi dan cara pemberian makanan yang baik5.
Jika dilihat dari ketepatan waktu pemberian, penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
Lestari (2012) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pemberian MP-ASI dengan
status gizi (indeks BB/TB) anak usia 1-3 tahun di kota Padang. Hubungan tersebut menunjukkan
jika anak diberi MP-ASI sesuai jadwal akan menghasilkan tumbuh kembang anak yang lebih
baik daripada anak yang diberi MP-ASI dini5.

KESIMPULAN
Tidak ada hubungan kebiasaan pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi usia 6-12
bulan di wilayah kerja Puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Lombok
Barat. Available at
:http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2014/5201_
NTB_Kab_Lombok_Barat_2014.pdf
3. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2015. Nusa Tenggara Barat Dalam
Data. Badan Pusat Statistik Povinsi Nusa Tenggara Barat. Available at:
http://bappeda.ntbprov.go.id/wp-content/uploads/2015/12/DDD_2015-10112015-final-
OK..pdf
4. Khasanah D. P., dkk. 2016. Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. Jurnal
Gizi dan Dietetik Indonesia : Jogyakarta. Available at :
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND/article/view/335
5. Lestari, M.U., Lubis, G., 13& Pertiwi, D. (2014). Hubungan Pemberian Makanan
Pendamping Asi (MP-ASI) dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun di Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Available at:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/83. [Accessed 15 Agustus 2016].
6. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI, 2015. Situasi Kesehatan Anak Balita
di Indonesia. Jakarta. Available at: http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-
publikasi-pusdatin-info-datin.html
7. Riset Kesehatan Dasar, 2010. Status Gizi.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. Available at:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Januari%202015/RISKESDAS
%202010.pdf.
8. Sakti R.E. et al., 2013. Hubungan Pola Pemberian (MP-ASI) dengan Status Gizi Anak
Usia 6-23 Bulan di Wilayah Pesisir Kecematan Tallo Kota Makassar Tahun 2013.
Makassar. Available at:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5480/JURNAL_MKMI_%20RI
SKY%20EKA%20SAKTI%20(K21109274).pdf?sequence=1
9. Sulistyoningsih H., 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu : Yogyakarta
10. Wargiana, et al., 2013.Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi Bayi Umur
0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rowotengah Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka
Kesehatan. Available at:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=134558&val=5039
11. Yogi ED., 2014. Pengaruh Pola Pemberian ASI dan Pola Makanan Pendamping ASI
Terhadap Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan. Jurnal Delima Harapan. Available at:
http://akbidharapanmulya.ac.id/atm/konten/editor/samples/jurnal/file_jurnal/t_21.pdf

You might also like