Professional Documents
Culture Documents
Tujuan: Melakukan penanganan awal dalam rangka life saving pasien sesak nafas.
Bahan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
bahasan:
Cara Diskusi Presentasi E-mail Pos
membahas: dan diskusi
DaftarPustaka:
1. Kabo, Peter, editor. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskula rsecara Rasional.
Jakarta: FKUI; 2010
Hasilpembelajaran:
1. Penanganan awal dan life saving kasus Acute coronary syndrome
2. Edukasi pasien mengenai Acute coronary syndrome
1. Subyektif:
nyeri dada dirasakan seperti rasa terbakar dan tertimpa benda berat menjalar ke bahu
kiri, nyeri berlangsung kira-kira lebih dari 10 menit dan tidak hilang dengan istrahat.
Nyeri timbul saat pasien beraktifivitas. .
Dialami sejak 1 hari dan memberat beberapa saat sebelum masuk rumah sakit.
Batuk (+),sesak (+), lemas (+), bengkak kedua kaki (-), mual (+) muntah (-),
Demam (-)
BAK : kesan normal
BAB : kesan normal
2. Obyektif:
a. Status Generalis :
SakitSedang/GiziKurang/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 60 kg
- TB : 165 cm
b. Status Vitalis :
- T= 140/80 mmHg
- N= 80 x/menit
- P= 26 x/menit(Thoracoabdominal)
- S= 36,5 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getah bening (-),
- DVS = R+3 cmH2O
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas(-)
- P= Nyeritekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonorki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler,bunyi tambahan (-),weezing(-), ronkhi (-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relative
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularis sinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- I= Datar, ikut gerak napas.
- A= Peristaltik (+) kesan normal.
- P= Massa tumor (-), nyeritekan (-), hepar (tidak teraba), lien (tidak
teraba)
- P= Timpani (+), acites (-)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)
3. Assesment:
Berdasarkan anamnesis, Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan nyeri dada
dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu dan memberat beberapa saat sebelum masuk RS.
Nyeri dada disertai sesak, nyeri seperti rasa terbakar dan tertimpa benda berat berlangsung ±
10 menit dan tidak berkurang dengan istrahat. Hal ini merupakan tanda khas yang biasa
didapatkan dari anamnesis untuk pasien ACS. Selain itu pasien juga memiliki riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes mellitus yang tidak berobat teratur bisa menjadi faktor
predisposisi untuk ACS
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom koroner
akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada penyakit arteri koroner.
Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau erosi karena
serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan penyumbatan parsial ataupun
total pada pembuluh darah. Berdasarkan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan
marker biokimia jantung, maka Acute Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-
segment elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial
infarction (NSTEMI), serta unstable angina pectoris.
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan
arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi
sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel,
migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons
inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis. Beberapa faktor risiko koroner turut berperan
dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan
merokok. Faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya
menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam
terjadinya proses aterosklerosis.
Riwayat perjalanan nyeri dada sangat penting untuk membedakan ACS dengan
sejumlah penyakit lainnya. Gejalanya berupa gejala khas angina, yaitu nyeri dada
tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk,
ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir. Nyeri tidak
sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat serta dapat dicetus oleh
serangkaian faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Nyeri juga bisa terjadi pada daerah-daerah yang independen dari nyeri dada. pasien dengan
NSTE-ACS juga bisa timbul dengan diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, atau sinkop.
Dyspnea saat aktivitas adalah yang paling umum saat angina equivalent tanpa gejala nyeri.
Faktor-faktor resiko lain yang harus menjadi pertimbangan adalah probabilitas usia yang
lebih tua, jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga positif CAD, dan adanya penyakit arteri
perifer, diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, MI sebelumnya, dan revaskularisasi koroner
sebelumnya. Meskipun pasien yang lebih tua (≥75 tahun) dan perempuan biasanya hadir
dengan gejala khas ACS, namun frekuensi presentasi atipikal meningkat pada kelompok-
kelompok ini serta pada pasien dengan diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal, dan
demensia. Gejala atipikal, termasuk nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, nyeri pleuritik,
dan meningkatkan dyspnea dengan tidak adanya nyeri dada harus meningkatkan kepedulian
terhadap ACS. Gejala lain termasuk masalah kejiwaan (misalnya, gangguan somatoform,
serangan panik, gangguan kecemasan).
Tatalaksana
Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun
saat di rumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih
ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis)
atau intervensi percutaneus coronary intervention (PCI). Berdasarkan rekomendasi
AHA/ACC tahun 2013, sangat ditekankan waktu efektif reperfusi terapi.
Tatalaksana ACS dibagi atas:
1. Prehospital
Monitoring dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi
Berikan Aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan morfin jika
diperlukan
Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi
Lakukan pemberitahuan ke Rumah sakit untuk persiapan penerimaan pasien
dengan STEMI
2. Hospital
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
Pasang intravena
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
Lengkapi check list fibrinolitik, cek kontraindikasi
Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan darah
Pemeriksaan sinar X (<30 menit setelah pasien sampai IGD)
Berikan Aspirin 160-325 mg dikunyah
Nitrogliserin sublingual
Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang
3. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan STEMI
tahap awal karena fase inilah yang menentukan progresivitas perburukan area infark. Bagi
pasien dengan manifestasi klinis STEMI <12 jam dengan ST elevasi persisten atau
adanya LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka Percutaneous Coronary
Intervention (PCI) primer atau terapi reperfusi secara farmakologi harus dilakukan
sesegera mungkin. Penanganan reperfusi STEMI dalam 24 jam pertama sebelum pasien
tiba di rumah sakit. Terapi PCI primer diindikasikan dilakukan dalam dua jam pertama
terhitung jarak pertama sekali pasien mendapatkan terapi (first medical contact). Dalam
dua jam pertama tersebut terapi reperfusi dengan PCI primer lebih diutamakan dibandingkan
dengan terapi dengan menggunakan fibrinolisis. Sebelum dilakukan PCI primer maka
dianjurkan pemberian dual antiplatelet therapy (DAPT) meliputi aspirin dan adenosine
diphosphate (ADP).
4. Terapi Non-reperfusi
Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melibihi 12 jam.
Obat-obat yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin, clopidogrel, serta
agen antithrombin seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux harus diberikan sesegera
mungkin.
Plan:
EKG
Darah Rutin
Lab : GDS, CKN, CK-MB
Foto Thoraks
Diagnosis:
Chest pain e.c acute coronary syndrome
Penatalaksanaan:
O2 3 L/ mnt via nasal kanul
IVFD RL 12tpm
ISDN 5 mg 3x1 / sublingual
Furosemide 1 amp/8jam/iv
CPG 75mg 1 x 1
Aspilet 80mg 1 x 1
Amlodipine 5mg 1 x 1
Diet rendah garam
dr.Nur Inzana Dewi Octavia dr. Halida Hasan dr. Amiruddin Damis