You are on page 1of 25

BAB 1

PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoseluler. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati
kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas
Selain itu juga diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi :
1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4)
kardiak, dan 5) metabolic, keturunan, dan terkait obat.
Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian
di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis
yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus,
sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok
virus bukan B dan C.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama Penderita : Tn. Ali Abubakar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl lahir : 12 September 1948/ 69 tahun
Alamat : Jalan Letda A Rozak, Sukarami
No. Rekam Medis : 14-13-87
Tanggal Masuk : 30 Agustus 2018
DPJP : Dr. Imam Suprianto, Sp. PD-KGEH

2.2 ANAMNESIS
ANAMNESIS : Alloanamnesis
KELUHAN UTAMA : Dada terasa sesak nafas
+ Sejak 2 minggu yang lalu SMRS, os mengeluh dada terasa sesak nafas
disertai perut membesar. Demam tidak ada, batuk tidak ada, mual ada, muntah
tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, nafsu makan turun, berat badan menurun,
buang air kecil sedikit warna kuning seperti biasa, buang air besar ada warna
seperti dempul tidak ada, kehitaman tidak ada. Os datang k RS Swasta dan
dirawat selama 1 minggu lalu pulang kondisi membaik.
+ Sejak 1 minggu yang lalu SMRS, os mengeluh dada terasa sesak disertai
perut yang semakin membesar. Os tampak seperti mengantuk. Os lalu datang ke
ED RS Siloam Sriwijaya.

Riwayat penyakit dahulu :


- Riwayat dirawat di Rumah Sakit ada 2 minggu yang lalu
- Riwayat menderita hepatitis B (-)
- Riwayat mengkonsumsi obat herbal (+)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes melitus disangkal

2
- Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat pribadi :
- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat minum alkohol disangkal
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)

2.3 PEMERIKSAAN FISIS


- Status Pasien : Sakit sedang/kesan gizi kurang/somnolen
- Tanda vital :
• Tekanan darah : 140/80 mmHg
• Nadi : 84 x /menit, reguler, kuat
• Pernapasan : 28x/menit
• Suhu : 36,6oc (axilla)
Kepala
 Ekspresi : Biasa
 Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
 Deformitas : Tidak ada
 Rambut : Hitam, lurus, alopesia

Mata
 Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
 Gerakan : Dalam batas normal
 Tekanan bola mata : Dalam batas normal
 Kelopak mata : Edema palpebral (-)
 Konjungtiva : Anemis (+/+)
 Sklera : Ikterus (+/+)
 Kornea : Jernih
 Pupil :Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm

Telinga

3
 Tophi : (-)
 Pendengaran : Dalam batas normal
 Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
 Perdarahan : (-)
 Sekret : (-)
Mulut
 Bibir : Pucat (-), Kering (-)
 Gigi geligi : Caries (-)
 Gusi : Perdarahan gusi (-)
 Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
 Faring : Hiperemis (-)
 Lidah : Kotor (-), tremor (-),
hiperemis (-)
Leher
 Kelenjar getah bening : Tidakada
pembesaran
 Kelenjar gondok : Tidak ada
pembesaran
 JVP : 5-2 cm H2O
 Pembuluh darah : Dalam batas normal
 Kaku kuduk : (-)
 Tumor : (-)

Thoraks
-Inspeksi
 Bentuk : Normochest, simetris kiri dan
kanan, spider nevi (+)
 Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
 Buah dada : Ginekomasti (-)
 Sela iga : Dalam batas normal

4
 Lain-lain : (-)
Paru
 Palpasi : Fremitus raba simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
 Perkusi :Batas paru hepar ICS VI kanan
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
 Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler
Ronchi +/+, Wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan di linea parasternalis dextra, batas jantung kiri di linea
midclavicularis sinistra ICS V, batas jantung atas ICS II)
 Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan(-)
Abdomen
 Inspeksi : Cembung, tampak membesar ikut gerak napas,
caput medusa (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (+) Hepar tidak teraba, lien (-)
 Perkusi : Redup, ascites (+).
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.

Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
 Superior : Akral hangat
 Edema : +/+ tungkai
 Eritem Palmaris : (-)

5
2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 12,1 x103/Ul 4 - 12 x 103/uL
RBC 4,4 x106/Ul 4 -6,2 x 106/Ul
HGB 10,7 g/dL 13 - 16 g/Dl
DARAH HCT 33,7 % 40 – 50 %
RUTIN MCV 75,1 fl 80– 100 pl
MCH 24,0 pg 27 - 34 pg
MCHC 31,9 g/dl 31 - 36 g/dl
PLT 147x103/Ul 150 - 400 x 103/uL
LED 25 mm 0.0 - 15,0
LYMPH 13,3 % 20,0 – 40,0
MONO 9,6 % 2,00 – 8,00
EOS 2,2 % 1,00 – 3,00
BASO 0,2 % 0,00 – 0,10

ELEKTROLIT Hasil Nilai Rujukan Satuan


Natrium 143 136-145 mmol/L
Kalium 5,1 3.5-5.1 mmol/L
Klorida 107 97-111 mmol/L

IMUNOSEROLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan


HbsAg (Rapid) Negatif Negatif
Anti HCV (Rapid) Negatif Negatif

KIMIA DARAH HASIL NILAI SATUAN


RUJUKAN
SGOT 68 <40 U/L
SGPT 37 <41 U/L
Glukosa sewaktu 106 <140 mg/dl

6
Ureum 113 16-48 mg/dl
Kreatinin 1,32 0,51-0,95 mg/dl
Albumin 2,3 3.5-5.0 mg/dl
Globulin 4,3 2.8-3.1 mg/dl

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Hasil USG Abdomen: Tidak Ada

2.6 DIAGNOSA
Sirosis Hepatis dengan Ensepalopati

2.7 PENATALAKSANAAN AWAL


Terapi
- O2 2-4 lpm
- Diet Hati dan Diet Lunak
- IVFD Asering 20 tpm
- Spironolakton 100 mg/ bolus IV
- Lasix 1 x 1 amp IV
- Hepamax 1 x 1 amp IV
- Kanamicin 3 x 500 mg IV
- Lactulax syr 3 x 1 C
Plan :
- Drip Albumin 3 flash
- Cek elektrolit dan albumin
- Parasintesis Abdomen 4-6 Liter

2.8 PROGNOSIS
- Ad Functionam : Dubia ad Malam
- Ad Sanationam : Dubia ad Malam
- Ad Vitam : Dubia ad Malam
-

7
2.9 FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
31/08/2018 S: P:
TD :120/80 Pucat, lemas, badan tampak kuning, nyeri  Diet Hati dan Diet lunak
N : 96 perut (+),mual (-), muntah (-), nafsu makan  IVFD Asering 20 tpm
P :26 menurun (+). Sesak napas (+), batuk (-).  Spironolakton 100 mg/ bolus
S : 36,5 Demam (-), mata kuning (-). Riwayat HbsAg IV
LP : 108 (-)  Lasix 1 x 1 amp IV
cm BAK : terpasang katheter 18”  Hepamax 1 x 1 amp IV
O : Sakit sedang, somnolen  Kanamicin 3 x 500 mg IV
 TD : 120/80 mmHg  Lactulax syr 3 x 1 C
 N : 96x/menit  Drip Albumin 3 flash
 P : 26x/menit
 S : 36,5 ⁰C
 An (+), Ik (+) Monitoring
 JVP 5+2 cmH2O Albumin
 BP : Vesikuler
BT : Rh +/+, wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT (-)
 Abd : cembung membesar, peristaltik
(+) asicites, spider nevi
 Eks : Akral hangat, edema (+/+),
eritem Palmaris (-)
A:
- Sirosis Hepatis dgn Ensepalopati

01/09/2018 S: P:
TD: 120/70 Pasien tampak lemas, sesak nafas, nyeri perut,  Diet Hati dan Diet lunak
N :80 perut membesar, kulit tubuh tampak kuning.  IVFD Asering 20 tpm
P : 26 BAK : terpasang katheter 18”  Spironolakton 100 mg/ bolus

8
S :36,5 O : Sakit Sedang/ Somnolen IV
LP : 108  TD: 120/70 mmHg  Lasix 1 x 1 amp IV
cm N: 80 x/i  Hepamax 1 x 1 amp IV
P: 26 x/i  Kanamicin 3 x 500 mg IV
S: 36,4 ⁰C  Lactulax syr 3 x 1 C
 An (+), Ik (+)  R/ parasintesis abdomen 4-6
 JVP 5+2 cmH2O L
 BP : Vesikuler
BT : Rh +/+, wh-/- Rencana :
 BJ : I/II murni regular, BT (-) Drip Albumin 3 flash
 Abd : peristaltik (+) kesan normal, Parasintesis Abdomen
ascites (+).
 Eks : Akral hangat, edema (+/+), Monitoring :
eritema Palmaris (-) -Monitoring elektrolit dan
Lab : albumin
Albumin : 2.8 g/ dL

A:
- Sirosis Hepatis dengan Ensepalopati
02/11/2015 S: P:
TD :110/70 Pasien tampak lemas, sesak nafas, nyeri perut,  Diet Hati dan Diet lunak
N : 88 kaki bengkak, kulit tampak kuning, perut  IVFD Asering 20 tpm
P : 24 membesar.  Spironolakton 100 mg/ bolus
S : 36,5
O : Sakit sedang/ Somnolen IV
LP : 103
 TD : 110/70 mmHg  Lasix 1 x 1 amp IV
 N : 88x/menit  Hepamax 1 x 1 amp IV
 P : 24x/menit  Kanamicin 3 x 500 mg IV
 S : 36,5 ⁰C  Lactulax syr 3 x 1 C
 An (+), Ik (+)  Post Parasintesis Abdomen
 JVP 5-2 cmH2O 4000 cc

9
 BP : Vesikuler
BT : Rh +/+, wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT (-)
 Abd : peristaltik (+) kesan normal,
ascites
 Eks : Akral hangat, edema (+/+)

Lab :
 Na : 148
 Kl : 3.8
 Clor : 107
 Albumin : 3.3 g/dl

A:
- Sirosis Hepatis dengan Ensepalopati

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.

3.2 Klasifikasi dan etiologi


Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar
nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular ( besar nodul kurang dari 3 mm) atau
campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan secara
etiologis dan morfologis menjadi : 1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis
(pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolic, keturunan, dan terkait
obat.
Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian
di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis
yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus,
sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok
virus bukan B dan C.

11
Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin
kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis
akibat alkohol.

Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit hati kronik


Penyakit Infeksi
 Bruselosis. Toksoplasmosis
 Ekinokokus, Skistosomiasis
 Hepatitis Virus (Hep B, Hep C, Hep D, Sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
 Defisiensi 𝛼 1-antitripsin
 Sindrom Fanconi
 Penyakit Gaucher
 Penyakit simpanan glikogen
 Hemokromatosis
 Intoleransi fruktosa herediter
 Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
 Alkohol
 Amiodaron
 Arsenik
 Obstruksi bilier
 Penyakit perlemakan hati non alkoholik
 Sirosis bilier primer
 Kolangitis sclerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak terbukti
 Penyakit usus inflamasi kronik
 Fibrosis kistik
 Pintas jejunoileal
 Sarkoidosis

12
3.3 Patologi dan pathogenesis
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatka oleh cedera hati lainnya.Tiga lesi
utama akibat induksi alcohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik,2). Hepatitis
alkoholik, dan 3) Sirosis alkoholik.
Perlemakan hati alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosis teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosis ke
membran sel.
Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat
berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah
periportal dan perisentral timbul septa jarinagn ikat seperti jarring yang akhirnya
menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini
mengelililngi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami
regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel hati yang
terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolism asetaldehid
etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan
cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (missal daerah
perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil ; 3). Formasi acetal-dehyde-protein
adducts ; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme
etanol.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan

13
lebar. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya
peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai
peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses
degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan perubahan proses keseimbangan.
Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus ( misal:
hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik). maka sel stelata akan menjadi sel yang
membentuk kolagen, jika proses berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan
hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan
oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan disini.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental
yaitu kegagalan parenkim hati dan hipertensi porta. Tekanan sistem portal lebih
dari 10 mmHg (Normal 5-10 mmHg). Manifestasi dari gejala dan tanda tanda
klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan
fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan
pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi
jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta
merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan
peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat
melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi
berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal
dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena
portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin,
angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan
produksi vasodilator (seperti nitrat oksida).
Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga
oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan
akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri
splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan
cardiac output dan penurunan resistensi vascular sistemik.

14
3.4 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-
gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut
badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula
disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Temuan klinis dari sirosis meliputi :
- Spider angioma maspiderangiomata (atau spider telangiektasi) suatu lesi
vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini seringditemukan
di bahu, muka, dan lengan atas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil,
malnutrisi berat bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya
ukurannya kecil.
- Eritema Palmaris: warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Berkaitan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda
ini tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis
rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
- Perubahan kuku-kuku Muchrcheberupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanisme belum diketahui tapi diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
- Jari gadalebih sering ditemukan pada sirosis bilier

15
- Kontraktur Dupuytern akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur
fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien
diabetesmellitus, distorsi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alcohol.
- Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstedion.
- Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Menonjol
pada sirosis alkoholik dan hemokromatosis.
- Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar,normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
- Splenomegalisering ditemukanpada sirosis nonalkoholik, pembesaran ini
karena kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
- Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbunemia. Caput medusa juga sebagai akibat dari hipertensi porta.
- Fetor hepatikum,bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang
berat.
- Ikterus,pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin gelap
seperti air teh.
- Asterixis-bilateraltetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari
tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai:
- Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
- Batu hepar vesika velea akibat hemolysis
- Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.

16
3.5 Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena
gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampat dengan adanya komplikasi.

Gambaran Laboratoris
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan labolatorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase,alkali
fosfatase,gamma glutamil transpeptidase,bilirubin,albumin,dan waktu protombin.
- Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil
piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST biasanya
lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase
normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis.
- Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas
normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan
konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik.
- Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa
meningkat pada sirosis hati yang lanjut.
- Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan
mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara
itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat

17
sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid
yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin.
- Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi
faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan
jaringan hati.
- Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan
ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
- Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga
biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia
normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer.
Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia,
dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya
hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
- Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,
dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan,
walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat
bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat
dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada
tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular,
dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa di lihat ada tidaknya
ascites, splenomegali, thrombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada
tidaknya karsinoma hati pada sirosis.
- Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal.
- Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya.

18
3.6 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati,
akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:

Ensepalopati Hepatikum
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan
dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam
usus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-
bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.Unsur-unsur
ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.Beberapa dari unsur-unsur ini,
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak.Biasanya,
unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana
mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi
dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy.Tidur
waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang
normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic
encephalopathy.Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan
untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori,
kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan.Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri akibat
disfungsia hati yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan
sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat
keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif
yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan
koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolism energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar

19
darah otak. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak ini akan memudahkan
masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam
lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine,
dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).

Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh
hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat
diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun
pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20%
untuk setiap episodenya.
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah
dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal
dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan
lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam
kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana
saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah
jarang.Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname
karena perdarahanyang secara aktif dari varices-varices kerongkongan
mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial
peritonitis.

Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)


Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi

20
bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara
hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya.
Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel
polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang
positif.

Sindrom Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus. Diagnosis
sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari
40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang
dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5
Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Sindrom ini merupakan kejadian yang jarang terjadi.

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis.Kalori diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di
antaranya : alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya

21
Sedangkan pengobatan pada sirosis dekompensata
a. Asites
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam
3. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obat diuretik. Pemberian diuretik
Spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema
kaki, 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.Bilamana pemberian Spironolakton
tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40
mg/hari.Pemberian furosemide bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/hari.Kombinasi diuretik spironolakton dan
furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites pada
sebagian besar pasien.
4. Parasentesis abdomen dilakukan bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites
refrakter).Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Asites yang
sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi
abdomen dan atau kesulitan bernafas karena keterbatasan diafragma.
Parasentesis (Large Volume Paracentesis = LVP)dapat dilakukan hingga 4-6
liter. Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah TIPS (Transjugular
Intravenous Portosystemic Shunting) atau transplantasi hati.

b. Ensefalopati Hepatik
Pada pasien Ensefalopati Hepatik dimulai dengan diit rendah protein
(dikurangi sampai 0,5 gr/kg BB/hari) dan laktulosa.Laktulosa membantu pasien
untuk mengeluarkan amonia, sehingga pasien buang air besar dua sampai tiga kali
sehari. Neomisin atau metronidazol bisa digunakan untuk mengurangi bakteri
usus penghasil amonia.
c. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

22
d. Peritonitis Bakterial Spontan (SBP)
Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksisilin, atau aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
dan air.
f. Transplantasi hati
Bila sirosis telah semakin berlanjut, transplantasi hati tampaknya menjadi
satu-satunya pilihan pengobatan

3.8 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child
dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964
sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt. Pugh
kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai
pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi.
Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu
protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah. Sistem klasifikasi
Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada tabel 3. Sistem klasifikasi Child- Turcotte
Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap
lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan
kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child Pugh C
adalah 45%.1

23
Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
SKOR

1 2 3
Bilirubin serum
Mmol/l < 34 34-50 >50
Mg/dl 2 2-3 >3
Albumin serum (gr/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Ascites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/Ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
(Derajat I-II) (Derajat III/IV)
PT <1.7 1.7-2.3 >2.3

Life span

Kategori Skor 1 tahun 2 tahun

A 5-6 100% 85%

B 7-9 81% 57%

C 10-15 45% 35%

Penilaian prognosis terbaru adalah Model for End Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

24
Daftar Pustaka

1. Lindseth, NG. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Price, AS.
Wilson, ML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1.
Jakarta : EGC. 472-85; 2006.
2. In: Kumar V, Cotran S, Robbins L. Buku Ajar Patologi. Edisi ketujuh.
Jakarta: EGC; 2007.
3. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.P 668-673
4. Daniel, M. Thomas. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam Edisi 13
Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808; 1999.
5. Maryani, Sri Sutadi. 2003. Sirosis Hepatitis Fakultas KedokteranBagian
Ilmu Penyakit DalamUniversitas Sumatera Utara. [serial online]
15September 2014. Available from :
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf.
6. Widjaja, Felix F. Sirosis Hepatis. Journal of Department of Internal Medicine,
Faculty of Medicine Universitas Indonesia/ Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta. J Indosn Med Assoc, Volum: 61,14September 2014. Availablefrom :
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile
7. Karina. Sirosis Hepatis. Article of Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang. 14September 2014.
Availablefrom : http://. eprints.undip.ac.id/22681/1/Karina.pdf

25

You might also like