Professional Documents
Culture Documents
CLP Bab 1 Bab 2
CLP Bab 1 Bab 2
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Labiopalatosisis (Cleft Lip and Cleft Palate) merupakan suatu kelainan
yang dapat terjadi pada daerah mulut, Palatosis (Sumbing palatum), dan Labiosis
(sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringan linak (struktur tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio. (A. Aziz, 2006).
Cleft Lip Palate bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh
gagalnya prosesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embrionik. Palatum sumbing adalah fisura garis tengah pada
palatum yang terjadi karena kegagalan dua sisi untuk menyatu selama
perkembangan embrionik ( Wong, 2003:514).
1.2 Klasifikasi
1. Unilateral Incomplete
Merupakan salah satu jenis bibir sumbing, dimana celah pada bibir hanya
terdapat pada salah satu bagian bibir saja, dan celah tersebut tidak membesar
sampai ke bagian hidung.
2. Unilateral Complete
Merupakan suatu jenis dari bibir sumbing, dimana celah pada bibir
membesar dan mencapai bagian hidung. Namun demikian, celah pada bibir hanya
terdapat pada satu bibir saja.
3. Bilateral Complete
Merupakan salah satu jenis bibir sumbing yang parah dan sangat
mengganggu. Celah pada bibir sudah melebar mencapai bagian hidung, dan juga
celah terbentuk pada kedua sisi bibir ( HaloSehat.com ).
1.3 Etiologi
Etiologi pada bibir sumbing dan celah palatum terdiri atas banyak faktor,
genetika dan banyak faktor lingkungan dapat terlibat. Orang tua yang memiliki
riwayat keluarga yang mengalami sumbing berisiko lebih tinggi untuk memiliki
bayi yang mengalami sumbing. Faktor lingkungan menyebabkan bayi berisiko
lebih tinggi untuk mengalami sumbing, yaitu pajan terhadap asap rokok, alkohol,
1
obat terlarang, medikasi, atau obat herbal pada awal kehamilan. Bibir sumbing
dan atau celah palatum dapat menjadi bagian dari sejumlah sindrom (Axton,
2013:88).
1.4 Patofosiologi
Proses terjadinya Labiopalatosisis ini terjadi ketika kehamilan trimester
ke-1 dimana terjadinya gangguan oleh karena berbagai penyakit seperti virus.
Pada trimester pertama terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ
tubuh dan saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan
lunak dan atau tulang selama fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medial dan
maksilaris maka dapat mengalami labiosis (sumbing bibir), dan proses penyatuan
tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan
penyatuan pada susunan palate selama masa kehamilan 7-12 minggu maka dapat
mengakibatkan sumbing pada palatum (palatosis). (A. Aziz, 2006).
Bibir sumbing terjadi saat prosesus nasal dan prosesus maksilaris tidak
bersatu selama perkembangan embrionik. Bibir sumbing dapat di deteksi pada
masa prenatal melalui ultrasound yang dilakukan saat gestasi 13-16 minggu.
Celah palatum terjadi saat dua lapisan palatal gagal bersatu. Derajat
deformitas bervariasi dari hanya melibatkan uvula sampai meluas ke palatum
mole dan palatum durum, atau ke dalam rongga hidung (Axton,2013:88).
Perkembangan sumbing terjadi pada awal kehamilan ( bibir pada usia
gestasi 5 hingga 6 minggu; langit-langit pada usia kehamilan 7 hingga 9 minggu )
ketika baik bibir maupun langit-langit tidak menyatu.
Sumbing dapat bersifat unilateral ( sisi kiri lebih sering terkena ) atau
bilateral dan baik bibir maupun langit-langit dapat terkena, atau keduanya (Kyle,
2014:167).
2
3. Adanya celah pada bibir
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palate lunak, dan keras dan atau
foramen incisive
3. Distorsi hidung
4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
1.8 Komplikasi
3
Komplikasi yang berkaitan dengan bibir sumbing dan celah palatum
meliputi otitis media berulang, kehilangan pendengaran, pengeroposan gigi,
pergeseran arkus maksiala, malposisi gigi, dan defek bicara (Axton, 2013: 89).
1. Gangguan Bicara
2. Aspirasi
3. Distress Pernapasan (Suriadi, 2001: 167).
4
1.9 WOC
5
6
BAB II
2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnese
1. Usia
CLP atau bibir sumbing merupakan kelainan kongenital. Bibir sumbing
dan celah palatum merupakan anomali wajah yang paling umum terjadi, yaitu
sekitar 1 dari 700 kelahiran di Amerika Serikat (Axton, 2013:88).
2. Jenis Kelamin
Bibir sumbing, disertai atau tidak disertai celah palatum, paling sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Celah palatum yang
terisolasi terjadi lebih sering pada anak perempuan (Axton, 2013:88).
3. Keluhan Utama
Gangguan bicara dan masalah perkembangan gigi. Bayi dengan celah
palatum dengan atau tidak disertai bibir sumbing, biasanya mengalami kesulitan
pemberian makan, dan lebih rentan terhadap infeksi telinga (Axton,2013:88)
7. Riwayat Psikososial
7
Dengan fungsi interaksi sosial yang berkurang, akan secara otomatis
berpengaruh terhadap kondisi psikologis. Pasien akan mengalami denial atau
penolakan dari dunia sosial ( HaloSehat.com ).
2.1.2 ADL
No Diagnosa Keperawatan
1 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defek
fisik
2 Risiko tinggi perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan bayi
dengan defek fisik yang sangat terlihat.
8
No Diagnosa Keperawatan
1 Risiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, disfungsi menelan
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan makan setelah prosedur pembedahan
3 Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
2.4.1 Praoperatif
Intervensi Keperawatan/Rasional
9
9) Bila menggunakan alat tanpa puting ( misalnya; dot breck, spuit asepto ),
letakkan formula di belakang lidah dan atur aliran sesuai penelana bayi
R/ untuk mempermudah menelan, dan untuk mencegah aspirasi
10) Sendawakan dengan sering
R/ bayi cenderung untuk menelan banyak udara
11) Dorong ibu untuk mulai menyusui bayi segera mungkin
R/ agar mengenal teknik menyusui sebelum pulang
12) Observasi berat badan
R/ untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi
2.4.2 Pascaoperatif
Intervensi Keperawatan/Rasional
10
R/ untuk mencegah trauma pada sisi operasi
2) Pertahankan alat pelindung bibir (BS)
R/ untuk melindungi garis jahitan
3) Gunakan teknik pemberian makan non traumatik
R/ untuk meminimalkan risiko trauma.
4) Restrein siku
R/ untuk mencegah akses ke sisi operasi
5) Gunakan jaket restrein pada bayi yang lebih besar
R/ untuk mencegahnya agar tidak berguling dan menggaruk wajah.
6) Hindari menempatkan objek di dalam mulut setelah perbaikan PS (kateter
penghisap, spatel lidah, sedotan, sendok kecil)
R/ untuk mencegah trauma pada sisi operasi
7) Jaga agar bayi tidak menangis dengan keras dan terus-menerus
R/ karena dapat menyebabkan tegangan pada jahitan
8) Bersihkan garis jahitan dengan perlahan setelah memberi makan dan jika
perlu sesuai instruksi dokter (BS)
R/ karena inflamasi atau infeksi akan mempengaruhi penyembuhan dan
efek kosmetik dari perbaikan pembedahan
9) Ajari tentang pembersihan dan prosedur restrein, khususnya bila bayi akan
dipulangkan sebelum jahitan dilepas
R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pulang
Intervensi Keperawatan/Rasional
11
8) Bantu dalam menyusui, bila metode ini dipilih
9) Ajarkan teknik pemberian makan dan penghisapan pada keluarga
R/ untuk menjamin perawatan di rumah optimal
Intervensi Keperawatan/Rasional
BAB III
PENUTUP
12
3.1 Kesimpulan
Etiologi pada bibir sumbing dan celah palatum terdiri atas banyak
faktor, genetika dan banyak faktor lingkungan dapat terlibat. Orang tua
yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami sumbing berisiko lebih
tinggi untuk memiliki bayi yang mengalami sumbing. Faktor lingkungan
menyebabkan bayi berisiko lebih tinggi untuk mengalami sumbing, yaitu
pajan terhadap asap rokok, alkohol, obat terlarang, medikasi, atau obat
herbal pada awal kehamilan. Bibir sumbing dan atau celah palatum dapat
menjadi bagian dari sejumlah sindrom.
13
DAFTAR PUSTAKA
Sharon Axton & Terry Fugate. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC.
14