You are on page 1of 4

DEFINISI

Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi
berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya
akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi
yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan
secara bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.1
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan memberikan
imunoglobulin.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada
suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa
sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel
memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup
memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya
namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang
sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk
antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.
Vaksinasi mempunyai keuntungan :
Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang
daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara almiah.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang diubah (
dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang,
tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin diberikan kepada manusia maka akan
menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional, upaya pencegahan
penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh kembang anak dapat dilakukan
dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian
yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Pencegahan sekunder
adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau
meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun mental. Pencegahan tersier adalah membatasi
berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup
mandiri tanpa bantuan orang lain.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian sebanyak 2,5 juta
balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Radang paru yang
disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat utama (716.000 kematian), diikuti penyakit
campak (525.000 kematian), rotavirus (diare), Haemophilus influenza tipe B, pertusis dan tetanus.
Dari jumlah semua kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi dinegara-negara sedang
berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).1
WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui vaksinasi akan
dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam hal ini bisa tercapai bila lebih dari
> 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit tersebut.1
TUJUAN
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi juga mencakup
wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur (calon mempelai). Pada anak-anak,
imunisasi diberikan dimulai sejak bayi dibawah umur 1 tahun (0 – 11 bulan) sampai anak sekolah
dasar (kelas 1 – kelas 6).

RESPON IMUN
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu : 1)
mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut juga komponen nonadaptif atau innate artinya tidak
ditujukan hanya untuk satu macam antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme
pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen,
terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya. Hal ini
disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan
nonspesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan
terangsang. Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan
oleh sel makrofag ( APC = antigen presenting cel ) Pada sel T untuk antigen TD ( T dependent )
sedangkan antigen TI ( T independent ) akan langsung diperoleh oleh sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas humoral.
Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi
adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut imunoglobulin ( Ig ) yang dapat
dipindahkan secara pasif kepada individu yang lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda
dengan imunitas selular hanya dapat dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan
organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.

Proses imun terdiri dari dua fase :


 Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen ( APC = antigen
presenting cells ), sel limfosit B, limfosit T.
 Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor

KEBERHASILAN IMUNISASI
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta
kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi
maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi
spesifik campak masih tinggi akan membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air
susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA
terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada
penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio
sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat
pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang
atau sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu
2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi
makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang.
Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang
dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan
lupa memberikan imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat
imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan
defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan
vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup
karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada
individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan
mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan
limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar
globulin normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat
antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis
antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons
terhadap vaksin atau toksoid berkurang.

You might also like