You are on page 1of 5

ETIOLOGI

1. Intoleransi Makanan atau Obat

Intoleransi makanan merupakan penyebab dari dispepsia. pada kondisi akut, dispepsia
mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan yang terlalu cepat, makan makanan
berlemak, makan saat keadaan stress, atau minum alcohol atau kopi terlalu banyak.

Selain makakan, banyak juga obat-obatan yang menyebabkan dyspepsia, seperti aspirin,
NSAID, antibiotic (metronidazol, makrolid), obat diabetes (metformin, penghambat alfa
glukosidase, analog amylin, antagonis reseptor GLP-1), obat antihipertensi (ACE inhibitor,
angiotensin reseptor bloker), agen penurun kolesterol (niasin, fibrat), obat-obat neuropsikiatrik
(penghambat kolinestraseàdonepezil, rivastigmine), SSRIs (fluoxetine, sertraline), penghambat
serotonin-norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson (agonis dopamine,
monoamine oxidase (MAO-B) inhibitor), kortikosteroid, estrogen, digoxin, zat besi, dan opioids.

2. Dyspepsia Fungsional

Dispepsia fungsional Ini adalah penyebab utama dyspepsia kronik. Pada 3-4 dari 10
pasien tidak ditemukan kelainan organik setelah di evaluasi. Gejala mungkin timbul dari
interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas visceral aferen, pengosongan lambung
yang terlambat atau sistem akomodasi makanan yang terganggu, atau stress psikososial.
Walaupun jinak, gejala ini bisa menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan apabila tidak
ditangani dengan tepat.

3. Disfungsi Lumen dari Traktus Gastrointestinal

Dispepsia juga dapat terjadi akibat disfungsi lumen saluran cerna. keadaan keadaan
berikut ini dapat menyebabkan disfungsi lumen saluran cerna: Ulkus peptik terjadi pada 5-15%
pasien dyspepsia. Gastro Esofageal Refluks Desease (GERD) terjadi pada 20% pasien dengan
dyspepsia, walaupun tanpa rasa terbakar di dada. Kanker lambung atau esophagus teridentifikasi
pada 0.25-1% tapi ini sangat jarang pada orang di bawah 55 tahun dengan dyspepsia yang tidak
berkomplikasi. Penyebab lainnya termasuk gastroparesis (terutama pada DM), intoleransi laktosa
atau kondisi malabsorpsi, dan infeksi parasit (Giardia, Strongyloides, Anisakis).

4. Infeksi Helicobacter pylori

Helicobacter pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini
disebabkan ammonia dan cystotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini.

Walaupun infeksi lambung kronis karena H. pylori adalah penyebab utama dari penyakit
ulkus peptic, infeksi ini bukan penyebab pada dyspepsia yang tidak ada penyakit ulkus
peptiknya. Prevalensi dari H. pylori berhubungan dengan gastritis kronik pada pasien dengan
dyspepsia tanpa penyakit ulkus peptic sekitar 20-50%, sama pada sebagian besar populasi.
5. Penyakit Pankreas

Karsinoma pancreas dan pancreatitis kronik sering bergejala dispepsi.

6. Penyakit Saluran Empedu

Nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan atas karena kolelitiasis atau
koledokolitiasis harus dibedakan dari dyspepsia.

7. Kondisi Lainnya

DM, penyakit tiroid , peyakit ginjal kronik, iskemik miokard, keganasan intraabdomen,
volvulus gaster atau hernia paraesofageal, dan kehamilan kadang-kadang disertai dyspepsia.

Faktor resiko :

 Umur dan jenis kelamin : sering terjadi pada usia 30-50 tahun dan sering diderita oleh
perempuan daripada laki-laki (2:1).
 Stress dan factor psikososial : berperan dalam kelainan fungsional saluran cerna yang
menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi. Dyspepsia non seluler sebagai suatu
kelainan fungsional dapat dipengaruhi emosi (dyspepsia nervosa).
 Gaya hidup : pengonsumsi rokok, alcohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah
yang banyak, dan makan-makanan yang asam, konsumsi steroid dan OAINS.
 Lingkungan : sering terjadi pada penduduk yang sosioekonomi yang rendah dan banyak
terjadi pada Negara yang sedang berkembang.

PATOFISIOLOGI

Pada dyspepsia fungsional sesuai dengan kriteria tidak adanya kelainan organic pada saluran
cerna bagian atas maka teorinya pun sangat bervariasi. Hipotesis asam lambung menjelaskan
bahwa peningkatan asam lambung atau peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam
lambung bertanggung jawab untuk terjadinya keluhan dyspepsia. Hipotesis disfungsi motorik
seperti refluks gastroesofageal, gastroparesis, dismotilitas usus halus dan diskenesia bilier
menyebabkan keluhan dyspepsia. Berbagai neurotransmitter dan hormone polipeptida terlibat
dalam regularitas motilitas lambung.

 Sekresi Asam Lambung

Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan
rasa tidak enak di perut. Pada kasus dyspepsia fungsional dengan infeksi H.pylori akan
meningkatkan sekresi gastrin sehingga massa sel parietal lebih banyak memproduksi asam
lambung.

 Infeksi Helicobacter pylori

Helicobacter pylori pada dyspepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna
dengan populasi H.pylori pada kelompok orang normal.

 Motilitas dan Abnormalitas Akomodasi Lambung

Hipotesis ini paling menonjol pada gangguan saluran cerna fungsional dimana tidak
didapatkan temuan lesi organic structural. Aktivitas elektrik otot polos usus pada garis besarnya
terdiri atas aktivitas pada waktu puasa atau tidak ada makanan dalam lambung dan aktivitas
postptandial. Motor migrating complex (MMC) adalah aktivitas elektrik yang klasik pada fase
puasa yang banyak dikaitkan dengan pathogenesis berbagai gangguan saluran cerna fungsional.
Dismotilitas saluran cerna merupakan keadaan yang kompleks yang melibatkan aktivitas elektrik
otot polos, perubahan tekanan intralumen usus dan proses pasase isi usus.

 Persepsi Viseral

Penderita dyspepsia fungsional mempunyai persepsi viseral yang abnormal atau meningkat.
Ada hipersensitivitas bulbus duodenis terhadap asam. Instilasi asam pada duodenum
menimbulkan penurunan tekanan dalam duodenum secara bermakna dan menimbulkan rasa mual
pada kelompok dyspepsia fungsional serta hal ini tidak terjadi pada kelompok control.

 Gangguan relaksasi fundus


Akomodasi lambung saat makanan masuk adalah adanya relaksasi fundus dan korpus gaster.
Dilaporkan 40% mengalami penurunan kapasitas relaksasi fundus dan bermanifestasi keluhan
cepat kenyang.

PENCEGAHAN

Pencegahan primer : untuk mencegah timbulnya faktor resiko sindrom dispepsia.


 Modifikasi pola hidup
 Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih
 Mengurangi makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta
merokok.
Penecegahan sekunder
 Melakukan diagnosis dini
Melakukan pengobatan segera

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed. 4, Interna
Publishing. Jakarta.
Abdullah,Murdani.,Jeffri Gunawan.2012. Dispepsia.CDK-197.Vol.39. No 9: 647-651.

Purnamasari, Lisa. 2017. Faktor Resiko,Klasifikasi, dan Terapi Sindrom Dispepsia. CDK-259. Vol 44. No 12:
870-873.

You might also like