You are on page 1of 34

1

PENUGASAN SELEKSI MASUK PROGRAM STUDI PROFESI

RESUME

Dosen Pembimbing:

Drg. Christiana Cahyani P., M. Phill

Disusun Oleh:
Arief Budiman
G1G013046

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2018
1

A. Antibiotik

1. Gambaran Umum

Suatu zat dapat berguna sebagai antibiotik jika zat tersebut mampu

menghambat atau membunuh bakteri tanpa membahayakan manusia serta

dapat menembus membran sehingga dapat mencapai tempat bekteri tersebut

berada (Syarif, 2011). Menurut Priyanto (2008), berdasarkan kemampuan

membunuhnya antibiotik dibagi menjadi dua yaitu :

a. Narrow spectrum (Spektrum sempit)

Hanya efektif terhadap bakteri gram negatif atau bakteri gram positif saja.

Contoh antibiotik untuk bakteri kelompok gram positif adalah penicillin,

bacetiracin, clindamycin, erithromycin, incomycin dan novabiosin.

Sedangkan contoh untuk bakteri kelompok gram negatif adalah polimycin

dan streptomycin.

b. Board spectrum (Spektrum luas)

Efektif terhadap bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Contohnya

tetracycline, kloramfenikol, gentamisin, neomisin, dan spektomisin.

Menurut Priyanto (2008), berdasarkan sifatnya atau intensitasnya

antibiotik dibagi menjadi dua yaitu :

a. Bakteriostatik

Antibiotik jenis ini hanya menghentikan atau menekan pertumbuhan

bakteri tanpa membunuh bakterinya. Contohnya kloramfenikol,

eritomisin, klindamisin, sulfonamides, dan tetrasiklin.


2

b. Bakteriosidal

Antibiotik jenis ini dapat membunuh bakteri secara langsung. Contohnya

β-laktam, metronidasol, dan quinolon.

2. Klasifikasi Antibiotik

Klasifikasi antibiotik menurut Priyanto (2008), adalah:

a. Penghambat sintesis dinding sel

Dinding sel bakteri berfungsi melindungi membran sitoplasma

memelihara bentuk sel, dan mencegah lisis karena tekanan osmosis. Jika

dinding sel rusak atau tidak terbentuk maka sel akan lisis atau tidak dapat

membelah.

1) β-laktam

Semua bakteri yang masuk ke dalam golongan ini memiliki cincin β-

laktam dalam struktur kimianya yang menyebabkan bakteri tersebut

efektif. Jika cincin β-laktam rusak atau terbuka maka aktivitasnya akan

hilang. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah:

a) Penisilin dan derivatnya

Penisilin dibagi menjadi 3 kelompok yaitu penisilin alamiah yang

berasal dari jamur, penisilin hasil modifikasi, dan penisilin hasil

semi sintesis. Absorpsi penisilin ada yang kurang baik jika diberikan

secara oral karena ada yang dapat rusak oleh asam lambung.

Golongan ini relatif aman dan hanya berbahaya bagi orang yang

hipersensitif karena dapat menyebabkan syok anafilaktik. Contoh


3

dari golongan ini adalah penisilin G, penisilin V, methisilin,

cloksasilin, amoksilin, ampisilin, karbenisilin, dan tekarsilin.

b) Sefalosforin

Kelebihan golongan ini adalah intensitas efeknya lebih baik,

spektrum lebih luas, tahan terhadap asam lambung, dan relatif tidak

menimbulkan alergi. Contohnya adalah cefadroxil, cefamandol,

cefotaxim, dan cefepime.

2) Polipeptida

Golongan polipeptida hanya digunakan untuk pemakaian luar karena

absorpsi gastrointestinalnya buruk dan efek toksiknya besar. Ada 2

jenis golongan polipeptida yaitu vankomisin dan basitrasin.

Vankomisin toksik terhadap pendengeran sehingga dapat menyebabkan

tuli, sedangkan basitrasin dapat menyebabkan neprotoksik.

b. Penghambat sintesis protein

Sintesis protein bakteri terjadi pada ribosom yang terdiri dari 30S dan 50S.

Antibakteri golongan ini bekerja pada ribosom 30S atau 50S atau

keduanya. Terganggunya aktivitas ribosom dapat menyebabkan gangguan

transkripsi mRNA kedalam protein.

1) Aminoglikosida

Aminoglikosida berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal atau dapat

membunuh bakteri. Toksisitasnya sangat besar dan indeks terapinya

sempit sehingga golongan ini hanya digunakan untuk infeksi berat yang
4

belum diketahui penyebabnya. Contohnya adalah gentamisin dan

streptomisin.

2) Kloramfenikol

Kloramfenikol berspektrum luas, efektif untuk bekteri aerob dan

anaerob kecuali pseudomonas. Obat ini dapat menyebabkan anemia

aplastika, depresi sumsum tulang belakang, gangguan pernapasan,

mual, distensi, dan cyanosis.

3) Tetrasiklin

Tetrasiklin berspektrum luas dan harganya murah. Tetrasiklin efektif

terhadap infeksi gram negatif, positif, dan negatif fakultatif, serta

kuman anaerob. Selain itu tetrasiklin juga efektif terhadap infeksi

riketsia, klamidia, kolera, dan mikoplasma penyebab pneumonia.

Contohnya adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oxitetrasiklin,

demekloksiklin, minoksiklin, dan doksisiklin. Absorpsi tertrasiklin

dapat terhambat dengan adanya makanan kecuali doksisiklin dan

minoksiklin.

4) Makrolid

Golongan makrolid memiliki struktur yang makro atau besar. Golongan

ini mudah diabsorbsi gastrointestinal tetapi penyerapannya dapat

terhambat jika terdapat makanan. Contohnya eritromisin, roksitromisin,

azitromisin, klaritromisin, dan spiramisin.


5

5) Klindamisin

Klindamisin dapat menembus hampir semua membran termasuk tulang

dan efektif terhadap bakteri anaerob. Contohnya adalah klindamisin

dan linkomisin.

c. Antagonis asam folat atau sulfonamid

Sulfonamid bekerja menghambat sintesis asam folat yang berguna untuk

sintesis DNA atau RNA. Contohnya sulfametoksazol, trimetorfin,

sulfasetamid, sulfadiazin, sulfapiridin, dan sulfasalazin.

d. Quinolon atau fluoroquinolon

Golongan ini relatif baru yang ada awalnya digunakan untuk antiinfeksi

saluran kemih. Selain itu juga efektif terhadap sigella, salmonela, E. coli,

atau campylobacter.
6

B. Analgetik

1. Gambaran Umum

Analgetik atau obat penghalang nyeri merupakan zat yang dapat mengurangi

atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran. Analgetik bekerja

dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit (Siswandono, 2008).

2. Klasifikasi Analgetik

Menurut Tjay dan Rahardja (2007), secara umum analgetik dibagi dalam dua

golongan, yaitu analgetik analgetik narkotik atau analgetik opioid dan non-

opioid atau integumental analgetik.

a. Analgetik opioid

Analgetik opioid memiliki daya menghilangkan nyeri yang kuat dengan

tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat dan dapat mengurangi

tingkat kesadaran serta menyebabkan adiktif. Analgetik opioid dapat

dibedakan menjadi tiga golongan utama berdasarkan sumber dan zat

kimianya, yaitu.

1) Golongan opioid semi sintesis, diturunkan dari rumus molekul morfin,

contohnya heroin, kodein, nalokson dan nalorfin.

2) Golongan morfin dan alkaloid ilmiah lainnya.

3) Golongan opioid sintesis, secara kimia tidak memiliki kaitan dengan

rumus molekul opioid, tetapi memiliki efek yang sama dengan opioid.
7

b. Analgetik non-opioid

Analgetik non-opioid dinamakan juga analgetik perifer, karena tidak

mempengaruhi Sistem Saraf Pusat dan tidak menurunkan kesadaran atau

mengakibatkan adiktif. Analgetik non-opioid meliputi asetaminofen dan

golongan nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs). Analgetik non-

opioid memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan

analgetik opioid. Berdasarkan beberapa penelitian NSAIDs lebih baik

dibandingkan opioid apabila dosisnya tepat (Becker, 2010). Menurut Kee

dan Hayes (1996), analgetik NSAIDs memiliki kelompok yaitu:

1) Salisilat, salah satu contohnya yaitu aspirin. Aspirin merupakan

penghambat prostaglandin yang mengurangi proses inflamasi. Aspirin

tidak boleh dipakai bersama-sama dengan NSAID, karena dapat

mengurangi kadar NSAID dalam darah dan efektifitasnya.

2) Derivat asam para klorobenzoat atau indol, contohnya indometasin dan

tolmetin. Obat ini biasa dipakai untuk rematik, gout dan osteoartritis.

3) Fanamat, contohnya meklofenamat sodium monohidrat dan asam

mefenamat.

4) Asam-asam fenilasetat, contohnya diklofenak sodium atau voltaren.

5) Oksikam, contohnya piroksikam atau feldelene.

6) Derivat pirazolon, contohnya fenilbutazon dan aminopirin.

7) Lain-lain, contohnya ketorlak atau toradol


8

3. Mekanisme Kerja Obat Analgetik

a. Mekanisme kerja Analgetik Opioid

Mekanisme kerja utamanya ialah menghambat enzim sikloogsigenase

dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja

analgetiknya dan efek sampingnya (Katzung, 1997). Efek depresi SSP

beberapa opioid dapat diperhebat dan diperpanjang oleh fenotiazin,

penghambat monoamine oksidase dan antidepresi trisiklik. Mekanisme

supreaditif ini tidak diketahui dengan tepat mungkin menyangkut

perubahan dalam kecepatan biotransformasi opioid yang berperan dalam

kerja opioid. Beberapa fenotiazin mengurangi jumlah opioid yang

diperlukan untuk menimbulkan tingkat analgesia tertentu. Tetapi efek

sedasi dan depresi napas akibat morfin akan diperberat oleh fenotiazin

tertentu dan selain itu ada efek hipotensi fenotiazin (Syarif, 2008).

b. Mekanisme Kerja Obat Analgetik Non-Opioid

Mekanisme kerja obat golongan NSAID adalah menghambat sintesis

prostaglandin (PG). Prostaglandin berperan pada nyeri yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin dapat

menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulus mekanik dan

kimiawi. Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim

siklooksigenase terhambat (Rang dkk, 2003).

Enzim siklooksigenase terdapat 2 tipe yaiu COX-1 dan COX-2 sehingga

golongan obat NSAIDs dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan mekanisme

kerjanya yaitu NSAIDs selektif COX-2 dan non-selektif. Enzim COX-1


9

diekspresikan pada sebagian besar jaringan dan berfungsi dalam

melindungi mukosa lambung. Pada inhibitor COX-1 akan berisiko besar

terjadi gangguan gastrointestinal. Sedangkan COX-2 diekpresikan di

dalam otak dan ginjal serta diinduksi pada daerah inflamasi. Secara

teoritis, COX-2 spesifik bersifat antiinflamasi tanpa membahayakan

saluran gastrointestinal (Stringer, 2009).


10

C. Antiviral

1. Gambaran Umum

Virus adalah organisme yang hanya memiliki satu asam nukleat

(DNA/RNA) yang dikelilingi oleh lapisan protein. Infeksi virus dapat ditangani

dengan vaksinasi, kemoterapi, maupun antibodi (Neal, 2006). Virus bereplikasi

sendiri dalam beberapa tahap. Antiviral bertujuan untuk mencegah replikasi

virus dengan menghambat tahap-tahap replikasi sehingga virus terhambat

bereproduksi (Kee dan Hayes, 1996).

Vaksinasi digunakan untuk mencegah dan mengontrol penyebaran virus.

Kemoterapi digunakan untuk mengobati gejala-gejala penyakit yang disebabkan

oleh virus dan berusaha menghilangkan virus dari dalam tubuh. Antibodi adalah

stimulasi mekanisme resistensi alami hospes untuk mempersingkat durasi

penyakit. Menurut Neal, 2006), berdasarkan cara kerjanya antiviral dibagi

menjadi tiga yaitu:

a. Menghentikan virus memasuki hospes

1) Amantadin

Bekerja dengan cara menghambat protein M2 transmembran yang

penting untuk pelepasan selubung virus influenza A. Spektrum luas dan

biasa digunakan sebagai vaksin influenza (Neal, 2006).

2) Zanamivir

Zanamivir secara spesifik menghambat neuraminidase influenza A dan

B sehingga virus sulit terlepas dari sel yang terinfeksi. Obat ini dapat
11

mengurangi gejala jika diberikan dalam 48 jam sejak dimulainya gejala

(Neal, 2006).

3) Imunoglobulin

Imunoglobulin manusia mengandung antibodi spesifik yang dapat

melawan antigen superfisial virus dan dapat menggaggu masuknya

virus kedalam sel hospes. Imunoglobulin normal dapat digunakan

sementara untuk melawan hepatitis A, campak, dan rubela (Neal, 2006).

b. Menghambat sintesis asam nukleat

1) Asiklovir

Virus herpes simpleks atau virus varisela zoster mengandung timidin

kinase yang dapat mengubah asiklovir menjadi bentuk monofosfat.

Monofosfat mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes hingga

menjadi asikloguanosin trifosfat yang dapat menghambat polimerase

dan sintesis DNA virus. Asiklovir dapat diberikan secara oral atau

parenteral dan efektif melawan virus herpes (Neal, 2006).

2) Gansiklovir

Gansiklovir harus diberikan secara intravena karena toksisitasnya

neutropenia, hanya dapat digunakan untuk mengobati infeksi virus

sitomegalo, kurang disarankan jika ingin digunakan pada penderita

immunocompromised (Neal, 2006).

3) Zidovudin

Zidovudin bekerja dengan cara menghambat transkriptase reversa HIV

dan digunakan secara oral pada terapi AIDS. Contoh inhibitor


12

transkriptase reversa nukleosida (NRTI) adalah stavudin, didanosin,

zalsitabin. Contoh inhibitor transkriptase reversa nonnukleosida

(NNRTI) adalah nevirapin dan evavirenz yang bekerja dengan cara

mendenaturasi transkriptase reversa (Neal, 2006).

4) Inhibitor protease

Inhibitor protease bekerja dengan cara menranslansi mRNA menjadi

poliprotein inert. Poliprotein diubah menjadi protein matur yang

esensial oleh suatu protase yang spesifik virus HIV (Neal, 2006).

2. Penggolongan antivirus

Obat antivirus terdapat dalam dua bagian besar yaitu anti non-retrovirus

dan anti retrovirus. Klasifikasi obat antivirus adalah sebagai berikut :

a. Anti non-retrovirus

1) Antivirus untuk Herpes

Obat anti virus yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan

antimetabolit yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel

hospes atau virus untuk membentuk senyawa yang dapat menghambat

DNA polimerase virus. Obat antivirus untuk herpes adalah asiklovir,

ansiklovir, famsiklovir, foskarnet, trifuridin, valaksiklovir (Katzung,

2010).

2) Antivirus untuk influenza

Antivirus ini bertujuan untuk pengobatan pada saluran pernapasan

termasuk influenza tipe A & B dan virus sinsitial pernapasan (RSV).


13

Obat antivirus untuk influenza adalah amantadine, rimantadin, inhibitor

neuraminidase, dan ribavirin.

3) Antivirus untuk HBV dan HCV

Antivirus yang termasuk golongan antivirus ini adalah lamivudine,

adefovir, interferon, entekavir.

b. Anti retrovirus

1) Nucloside Reverse Transcriptase Inhhibitor (NRTI)

Obat yang termasuk golongan antivirus ini adalah zidovudin, stavudin,

lamivudine, zalsitabin, emtrisitabin, dan abakavir.

2) Nucleotide Reverse Transcriptase Inhhibitor (NtRTI)

Obat yang termasuk golongan antivirus ini adalah tenofovir disoproksil.

3) Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)

Obat yang termasuk golongan antivirus ini adalah nevirapin, delavirdin,

dan efavirenz.

4) Protease Inhibitor

Protease Inhibitor bekerja dengan cara berikatan secara reversible

dengan situs aktif HIV – protease. HIV-protease sangat penting untuk

infektivitas virus dan pelepasan poliprotein virus.

5) Viral Entry Inhibitor

Obat yang termasuk golongan antivirus ini adalah enfuvirtid (Katzung,

2013).
14

D. Anti jamur

1. Gambaran Umum

Obat antijamur merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan

organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan dan ragi,

atau obat yang digunakan untuk menghilangkan jamur (Katzung, 2010).

2. Mekanisme Infeksi Jamur

Kulit pada keadaan normal memiliki daya tahan yang baik terhadap kuman

dan jamur karena adanya lapisan pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang

memelihara suatu keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung

tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora

dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi. Terutama pada kulit yang

lembab. Penularan terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis

bersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di

tanah, debu dan juga di udara (Kee dan Hayes 1996).

Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan

menggunakan serpihan kulit sebagai makanan. Enzim-enzim yang diproduksi

fungi dapat menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu

peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah dengan

batas-batas yang jelas dan menimbulkan rasa gatal-gatal lokal maupun sistemik

(Kee dan Hayes 1996).


15

3. Mekanisme Kerja Obat Antijamur

Mekanisme kerja obat antijamur dibagi menjadi 2 yaitu secara sistemik

dan topikal.

a. Obat jamur secara Sistemik

1) Golongan Azole

Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis

ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan

integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim

sitokrom P 450, C-14-α-demethylase yang bertanggung jawab merubah

lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur

menjadi permeabel dan terjadi penghancuran jamur (Ashley dkk.,

2006). Kelompok azole dapat dibagi menjadi dua kelompok

berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol. Kelompok imidazol

(ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen dan

kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan

posakonazol) mengandung tiga nitrogen (Onyewu, 2007).

2) Golongan Alilamin

Obat antijamur yang termasuk kedalam salah satu golongan Alilamin

adalah Terbinafin. Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum

luas yang efektif terhadap dermatofit yang bersifat fungisidal dan

fungistatik untuk Candida albican, s tetapi bersifat fungisidal terhadap

Candida parapsilosis. Terbinafin juga efektif terhadap Aspergillosis


16

sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Sporothrix

schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds (Onyewu, 2007).

3) Golongan Polien

Nistatin merupakan antibotik yang paling sering digunakan sebagai

antijamur. Untuk pengobatan kandidiasis oral, nistatin diberikan tablet

nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari

100.000 unit/ml yang diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi

baru lahir 1 ml, infant 2 ml dan dewasa 5 ml (Onyewu, 2007).

b. Golongan obat antijamur topikal

1) Golongan Azole

Klotrimazol, ekonazol, mikonazol, sulkonazol, terkonazol,

tiookonazol, dan sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan

dermatifitosis, kandidiasis oral, kutaneus dan genital.

2) Golongan Alilamin

Naftifin, terbinafin, dan butenafin dapat digunakan untuk pengobatan

dermatofitosis dan kandidiasis.

3) Golongan Polien

Pengobatan kandidiasis kulit dapat digunakan nistatin topikal pada kulit

atau membran mukosa atau vagina. Untuk pengobatan kandidiasis

vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria (100.000 setiap

unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari (Onyewu, 2007).


17

E. GIC

1. Gambaran Umum

Glass Ionomer Cement (GIC) merupakan salah satu jenis bahan yang

biasanya digunakan dalam kedokteran gigi sebagai bahan tumpatan dan semen

perekat. Bahan ini berdasarkan pada reaksi bubuk kaca silikat dan asam

polialkenoat yang merupakan tambahan dari golongan dental semen berbasis air

dan terdiri dari silicate cement, zinc phospate cement dan zinc polycarboxylate

cement (Sherwood, 2010).

Komposisi GIC terdiri dari powder dan liquid. Bahan pembentuk powder

antar lain alumina yang berfungsi untuk meningkatkan kekeraasan dan kekuatan

kompresi, kalsium fluorida yang berfungsi untuk menambah kekuatan dan

mengatur pelepasan fluor, silika berfungsi untuk transparasi, fluoride berfungsi

meningkatkan translusen, kekuatan dan memperpanjang waktu kerja, stronsium

berfungsi sebagai pengatur radioopasitas (Anusavice dkk., 2013). Bahan

pembentuk liquid antara lain polifosfat 40-55% yang untuk memperpanjang

waktu kerja dan melekat pada struktur gigi tanpa perlakuan khusus, tartaric acid 5-

15% berfungsi meningkatkan waktu kerja, kekuatan, dan memperlambat setting

time, oksida logam berfungsi untuk mempercepat setting time (Anusavice dkk.,

2013).

2. Tipe-tipe GIC

Menurut Bakar (2012), GIC memiliki beberapa tipe, yaitu:


18

a. Tipe 1 Luting cement

GIC tipe 1 biasa digunakan untuk merekatkan crown, inlay, dan bridge.

GIC tipe 1 memiliki sifat fluor relase, translusen, dan waktu setting time

yang cepat.

b. Tipe 2 Restorasi

GIC tipe 2 yang biasa digunakan untuk menumpat kavitas. GIC tipe 2

memiliki 2 jenis yakni, GIC tipe 2.1 dan 2.2. GIC tipe 2.1 lebih baik

digunakan pada tumpatan gigi anterior sedangkan GIC tipe 2.2 digunakan

untuk gigi posterior karena sifatnya yang lebih kuat, tahan terhadap

kehlangan air.

c. Tipe 3 Lining atau Base

GIC tipe 3 biasa digunakan sebagai lining untuk melindungi kamar pulpa

dan dapat juga digunakan untuk base terhadap resin komposit.

d. Tipe 4 Fissure sealent

GIC tipe 4 biasa digunakan untuk pengaplikasian fissure sealent pada anak

kecil.

e. Tipe 5 Orthodontic cement

GIC tipe 5 dapat digunakan sebagai perekat bracket orthodontik.

f. Tipe 6 Core build up

g. Tipe 7 Floride release

h. Tipe 8 ART

i. Tipe 9 Decidui restoration


19

3. Keunggulan GIC

Menurut Bakar (2012), keunggulan dari bahan restorasi GIC antara lain:

a. Mempunyai kekuatan kompresi yang tinggi.

b. Bersifat adhesi.

c. Tidak iritatif.

d. Mengandung fluor sehingga mampu melepaskan bahan fluor untuk

mencegah karies lebih lanjut.

e. Mempunyai sifat penyebaran panas yang sedikit.

f. Daya larut yang rendah.

g. Bersifat translusent atau tembus cahaya.

h. Perlekatan bahan ini secara fisika dan kimiawi terhadap jaringan dentin

dan email.

4. Indikasi Penggunaan GIC

Menurut Bakar (2012), indikasi penggunaan bahan restorasi GIC adalah:

a. Restorasi pada lesi erosi atau abrasi tanpa preparasi kavitas

b. Penutupan atau penumpatan pit dan fisura oklusal

c. Restorasi gigi desidui

d. Restorasi lesi karies kelas V

e. Restorasi lesi karies kelas III, diutamakan yang pembukaannya dari lingual

atau palatal belum melibatkan bagian labial.


20

F. Sistem Ettsa-Bonding dan Bahan Restorasi Komposit

1. Gambaran Umum Etsa

Etsa merupakan bahan yang termengandung asam fosfat 30-50% dengan

bentuk gel atau cair. Etsa biasa digunakan pada permukaan kavitas di enamel atau

di dentin. Kegunaan etsa untuk membuka enamel rods, membuka tubuli dentin,

membentuk mikroporositas, dan membuang smear layer. Pengaplikasian etsa

pada enamel selama 20 detik sedangkan pada dentin selama 15 detik (Dostalova

dan Seydlova, 2010).

Pengaplikasian etsa tidak boleh terlalu kering karena enamel atau dentin

menjadi dehidrasi sehingga akan mempersulit perlekatan bonding. Namun jika

terlalu basah akan menghambat perlekatan ikatan bonding dengan kolagen dentin

sehingga komposit tidak akan menempel dengan baik. Pengeringan etsa yang baik

adalah hingga keadaan moist tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering

(Narayanan, 2010).

2. Gambaran Umum Bonding

Menurut Garg dan Grag (2008), pemberian bonding terdapat dua jenis

antara lain:

a. Bonding enamel

Perlekatan polimer resin yang mengalir ke dalam mikroporositas

membentuk resin tag, terjadi ikatan mekanis sehingga didapatkan retensi

mikromekanikal (micromechanical interlocking).


21

b. Bonding dentin

Perlekatan bahan komposit melalui pemakaian chemical coupling agent.

Viskositas yang rendah dapat membasahi permukaan sehingga

meningkatkan energi permukaan. Pengaplikasian light cure setelah

aplikasi bonding pada enamel dan dentin. Pengaplikasian bonding pada

dentin dilakukan selama 10 detik kemudian disinari selama 20 detik.

3. Gambaran Umum Komposit

Resin komposit adalah salah satu bahan tumpatan sewarna dengan gigi

yang memiliki nilai estetis yang tinggi dibandingkan dengan bahan tumpatan

warna gigi lainnya. Resin komposit merupakan polimer yang mengeras melalui

proses polimerisasi. Resin komposit terdiri dari gabungan dua atau lebih bahan

yang berbeda dengan sifat-sifat yang unggul sehingga akan menghasilkan sifat

yang lebih baik dari pada bahan itu sendiri (Anusavice dkk., 2013). Resin

komposit terdiri atas 4 komponen utama yaitu partikel bahan pengisi anorganik

(filler), bahan coupling (silane), sistem aktivator-inisiator, inhibitor dan

stabilizer (Craig, 2004).


22

G. Bahan Sterilisasi Saluran Akar

Menurut Bakar (2013), beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai

sterilisasi saluran akar antaralain:

1. Chlorphenolkamfermentol (ChKM)

ChKM memiliki antibakteri spektrum luas dan masa aktif selama 1 hari.

ChKM dapat mematikan berbagai mikroorganisme yang berada dalam

saluran akar dan memiliki daya iritasi yang kecil.

2. Kalsium Hidroksida (CaOH)

Berpengaruh dalam melumerkan jaringan pulpa yang nekrotik. Masa

aktifnya selama 7-14 hari.

3. Chresophen

Chresophen baik digunakan untuk kasus dengan permulaan

periodontitis apikalis akut yang dapat terjadi pada kondisi

overinstrumentasi. Masa aktifnya sekitar 3-5 hari. Biasa digunakan

pada gigi dengan periodontitis, apikalis akut akibat tumpatan yang

overhanging.

4. Eugenol

Eugenol bersifat sebagai penghalang impuls saraf interdental. Eugenol

merupakan golongan minyak esensial. Masa aktifnya selama 3 hari.

Bahan ini sifatnya sedatif dan pemakaian setelah pulpektomi, sebagai

bagian dari sealer saluran akar, sebagai campuran dari tumpatan

sementara.
23

5. Formokresol
Formokresol merupakan desinfektan yang kuat dan efektif terhadap

bakteri aerob dan anaerob yang biasanya berada di saluran akar.

Formokresol biasanya digunakan pada gigi non vital, berfungsi untuk

mematikan gigi, dan dapat menyebabkan nekrosisi pulpa. Indikasi

penggunaan formokresol untuk perawatan pulpektomi


24

H. BAHAN CETAK

1. Gambaran Umum

Material untuk mencatat atau mereproduksi bentuk dan hubungan gigi

geligi dan jaringan rongga mulut (Imawati, 2009). Bahan cetak merupakan

bahan yang digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut,

sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya. Model gigi tersebut

digunakan oleh dokter gigi sebagai model studi maupun sebagai model kerja.

Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk

membuat tiruan dari jaringan intraoral dan ekstraoral harus memenuhi kriteria

sebagai berikut. Pertama, bahan tersebut harus cukup air untuk beradaptasi

dengan jaringan mulut serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak

yang menghantar bahan cetak ke mulut. Kedua, selama di mulut bahan tersebut

harus berubah (mengeras) menjadi bahan padat menyerupai karet dalam waktu

tertentu, idealnya waktu pengerasan total harus kurang dari tujuh menit.

Akhirnya cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika

dikeluarkan dari mulut, dan dimensi bahan harus tetap stabil sehingga bahan cor

dapat dituang (Anusavice dkk., 2013).

2. Syarat Bahan Cetak

Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat tiruan

negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya.

Model gigi tersebut digunakan oleh dokter gigi sebagai model studi maupun

sebagai model kerja. Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang
25

digunakan untuk membuat tiruan dari jaringan oral dan ekstraoral harus

memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

a. Bahan tersebut harus cukup cair untuk beradaptasi dengan jaringan mulut

serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak yang

menghantar bahan cetak ke dalam mulut

b. Bahan tersebut harus berubah atau mengeras menjadi padat menyerupai

karet dalam waktu tertentu selama di dalam mulut, idealnya waktu

pengerasan total kurang dari tujuh menit

c. Cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika dikeluarkan

dari mulut dan dimensi bahan harus tetap stabil sehingga bahan cor dapat

dituang (Anusavice dkk., 2013).

3. Klasifikasi Bahan Cetak

Bahan cetak dapat dikelompokkan menurut sifat mekanisnya. Ada dua

jenis bahan cetak, yaitu:

a. Bahan Cetak Elastis

Bahan cetak elastis dapat secara akurat memproduksi baik struktur keras

maupun lunak dari rongga mulut, termasuk undercut dan celah

interproksimal. Meskipun bahan ini dapat dipakai untuk mencetak pasien

tanpa gigi, kebanyakan dibuat untuk model cor untuk gigi tiruan sebagian

cekat atau lepasan serta untuk unit restorasi tunggal (Anusavice dkk.,

2013). Bahan cetak elastis dibagi lagi menjadi dua, yaitu:


26

1) Hidrokoloid

Bahan cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi

dasarnya berupa koloid yang direaksikan dengan air. Koloid merupakan

kombinasi dari wujud benda apapun, terkecuali bentuk gas. Semua

penghambur koloid disebut sol. Bahan cetak hidrokoloid dibagi lagi

menjadi dua, yaitu (Anusavice dkk., 2013)

a) Irreversibel

Bahan cetak hidrokoloid irreversibel dapat dicontohkan dengan

alginat. Bahan ini disebut irreversibel, sebab bahan ini tidak dapat

kembali menjadi wujud dasarnya setelah bereaksi membentuk wujud

sol. Bahan ini memiliki kelebihan dibandingkan bahan cetak lainnya,

yakni proses manipulasinya yang mudah, nyaman bagi pasien, dan

relatif tidak mahal karena tidak memerlukan banyak peralatan

(Anusavice dkk., 2013).

Material cetak alginat cukup cair sehingga dapat mencetak cukup

detail permukaan. Selama waktu kerja tidak ada perubahan

viskositas. Selama setting, Sebaiknya cetakan alginat tidak

digerakkan. Elastisitas cukup baik, maka dapat melewati undercuts.

Alginat dapat robek bila undercuts terlalu besar. Stabilitas dimensi

kurang baik, karena terjadi evaporasi. Kompatibilitas dengan gips

baik.

Keakuratan cetakan alginat tidak mampu mereproduksi detail yang

halus yang dapat diperoleh dengan cetakan elastromerik lainnya.


27

Kekasaran permukaan cetakan dapat menyebabkan distorsi pada tepi

gigi yang dipreparasi (Anusavice dkk., 2013).

b) Reversibel

Bahan reversibel dipengaruhi oleh suhu, sehingga bahan ini dapat

kembali ke bentuk semula. Bahan ini leleh pada temperatur 70-

1000C, sedangkan pada temperatur 37-500 C, bahan ini dapat

menjadi gel, contohnya adalah agar. Agar merupakan salah satu jenis

koloid hidrofilik organik yang diesktrak dari rumput laut jenis

tertentu. Terdapat dalam konsentrasi 8-15%, bergantung pada sifat

bahan yang dimaksud. Kandungan utamanya adalah air (>80%).

Untuk memperkuat gel, biasanya ditambah sedikit boraks. Namun

sayangnya boraks merupakan salah satu jenis retarder terbaik untuk

pengerasan gypsum (Combe, 1992). Sifat-sifat agar antara lain:

cukup cair untuk dapat mencetak detil permukaan, mudah terjadi

sineresis dan imbibisi sehingga harus segera diisi gips,

kompatibilitas tergantung komposisi, dapat dipakai berulang-ulang

dan disterilisasi.

b. Elastomer

Elastomer merupakan jenis bahan cetak elastis lain diluar bahan cetak

hidrokoloid. Suatu bahan cetak elastomer terdiri atas molekul atau polimer

besar yang diikat oleh sejumlah kecil ikatan. Ikatan tersebut mengikat

rantai polimer yang melingkar pada titik tertentu untuk membentuk jalinan

tiga dimensi yang sering disebut sebagai gel. Pada keadaan ideal,
28

peregangan menyebabkan rantai polimer membuka lingkaran hanya

sampai batas tertentu yang dapat kembali ke keadaan semula, yaitu rantai

kembali melingkar pada keadaan berikatan ketika diangkat. Banyaknya

ikatan silang menentukan kekakuan dan sifat elastis bahan tersebut.

Elastomer dibagi menjadi tiga, yaitu polysulfide, silikon, dan polyether

(Anusavice dkk., 2013).

c. Bahan Cetak Non Elastis

Bahan cetak non elastis memiliki sifat keras dan tidak dapat dikeluarkan

melalui undercut tanpa mematahkan atau mengubah bentuk cetakan.

Bahan cetak tidak elastis ini digunakan untuk semua cetakan sebelum

ditemukannya cetakan agar. Meskipun bahan tersebut sudah tidak dipakai

lagi untuk pasien bergigi, bahan tidak elastis ini memiliki keunggulan

dalam pembuatan cetakan untuk pasien tak bergigi. Sebenarnya bahan

cetak zinc oxide eugenol dan plaster of paris disebut bahan cetak

mukostatik karena bahan tersebut tidak menekan jaringan selama

perlekatan cetakan (Anusavice dkk., 2013). Bahan cetak non elastis dibagi

menjadi dua, yaitu:

1) Irreversibel, contohnya dari bahan cetak jenis irreversibel adalah

plaster of paris dan zinc oxide eugenol.

2) Reversibel, contohnya dari yang reversibel ialah malam wax dan

compound.
29

I. Nervus

1. Nervus Maksilaris

Nervus maksilaris merupakan nervus yang menginervasi maksila dan

bagian-bagian yang berkaitan seperti gigi geligi, palpebra inferior, periosteum,

membran mukosa, labium oris superior, sinus maksila, sisi lateral cavum nasi,

dan memberikan beberapa inervasi pada regio tonsila palatina. Menurut

Purwanto (2013), percabangan dari nervus ini adalah:

a. Cabang pertama

Dua nervus sphenopalatinus yang pendek ke ganglion sphenopalatina atau

ganglion meckeliensis. Ganglion ini terletak tepat di bawah nervus

maksilaris di dalam fossa sphenopalatina. Ganglion ini mengeluarkan

percabangan pterygoideus, n. pharyngeus, n. palatinus minor, n. palatinus

medius, n. palatinus mayus, n. nasopalatinus, dan n. nasalis superior.

b. Cabang kedua

Nervus alveolaris superior posterior bercabang-cabang pada jaringan

lunak anterior ganglion meckeliensis, tepat sebelum n. maksilaris masuk

ke dalam fissura orbitalis inferior. Saraf ini menginervasi semua akar gigi

molar ketiga, kedua, dan kedua akar gigi molar pertama atas.

c. Cabang ketiga

Nervus alveolaris superior medius bercabangan pada setengah perjalanan

dari canalis infraorbital, kemudian menyusuri ke bawah pada dinding

lateral sinus maksila. Nervus ini menginervasi gigi premolar pertama dan

kedua dan akar mesiobukal gigi molar pertama atas.


30

d. Cabang keempat

Nervus alveolaris superior anterior bercabangan di dalam canalis

infraorbital kurang-lebih 5 mm di belakang foramen infraorbital tepat

sebelum percabangan dari n. infraorbital keluar dari foramen infraorbital.

Nervus ini kemudian menginervasi gigi geligi insisivus sentral, lateral, dan

kaninus, membran mukosa labial, periosteum dan alveolus pada salah satu

sisi.

2. Nervus Mandibularis

Nervus mandibularis merupakan cabang terbesar yang keluar dari

ganglion gasseri. Saraf keluar dari kranium melalui foramen ovale dan

bercabang menjadi 3 percabangan. Menurut Purwanto (2013), percabangan n.

mandibularis sebagai berikut:

a. Cabang pertama

Nervus buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale. Nervus

menyusuri di antara kedua caput m. pterygoideus eksternus, menyilang

ramus kemudian masuk ke pipi melalui m. buccinator di bukal molar

ketiga atas. Percabangannya menuju membran mukosa bukal dan

mukoperiosteum di sebelah lateral gigi geligi molar atas dan bawah.

b. Cabang kedua

Nervus lingualis berjalan ke anterior menuju garis median. Nervus

berjalan ke bawah, superficial dari m. pterygoideus internus hingga ke

lingual apeks gigi molar ketiga bawah. Pada titik ini nervus masuk ke
31

dalam basis lidah melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga

anterior lidah, mengeluarkan percabangan untuk menginervasi

mukoperiosteum dan membran mukosa lingual.

c. Cabang ketiga

Nervus alveolaris inferior adalah percabang terbesar dari n. mandibularis.

n. Alveolaris inferior berada di balik m. pterygoideus eksternus, di sebelah

posterior dan di bagian luar n. lingualis. Bersama dengan arteria alveolaris

inferior nervus menyusur di dalam canalis mandibularis dan mengeluarkan

percabangan untuk menginervasi gigi geligi mandibula. Percabangan dari

n. alveolaris inferior adalah: a. N. mylohyoideus, b. Rami dentalis brevis,

c. Rami mentalis, d. Rami insisivus.


DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, K.J., Shen, C., Rawls, H.R., 2013, Phillips' Science of Dental Materials,

Elsevier, St. Louis.

Ashley, E.S.D., Lewis, R., Lewis J.S., Martin, C., Andes, D., 2006, Pharmacology

of systemic antifungal agents, Clinical Infectious Disease 43:28-39.

Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, Quantum Sinergis Media, Yogyakarta.

Becker, D.E., 2010, Pain management: part 1: managing acute and postoperative

dental pain, Anesthesia Progress, American Dental Society of

Anesthesiology 57(2) 67-79.

Combe, E.C., 1992, Sari Dental Material, J Balai pustaka, Jakarta.

Craig, R,G., 2004, Restorative Dental Materials, 11th ed, Mosby: London, UK.

Dostalova, T., Seydlova, M., 2010, Dentistry and Oral Disease for Medical Student,

GRADA, Praha.

Garg, N., Grag, A., 2008, Review of Endodontics and Operative Denstistry,

JAYPEE Brothers Medical Publisher, New Delhi.

Irnawati, D., 2009, Material Cetak, FKG UGM, Yogyakarta.

Katzung, B.G., 1997, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV, EGC, Jakarta.

Katzung, B.G., 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed X, EGC, Jakarta.

Kee, J.L., Hayes, E.R., 1996, Farmakologi: pendekatan proses keperawatan, EGC,

Jakarta.

Narayanan, L.L., 2010, Essentials of Operative Dentistry, JAYPEE Brothers

Medical Publisher, New Delhi.

Neal, M.J., 2006, Farmakologi Medis, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.


Onyewu C., Heitman J., 2007. Unique Applications of Novel Antifungal Drug

Combinations, Anti-Infective Agents in Medicinal Chemistry, 6(1): 3-15.

Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan

Edisi II, Leskonfi, Depok

Purwanto, 2013, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, EGC, Jakarta.

Rang, H,P., Dale, M.M., Ritter, J.M., Moore, P.K., 2003, Pharmacology 5th Ed,

Churchill Livingstone, United Kingdom.

Sherwood, I.A., 2010, Essentials of Operative Dentistry, Jaypee, New Delhi.

Siswandono, 2008, Kimia Medisinal Edisi 2, Arilangga Universitay Press,

Surabaya.

Stringer, J.L., 2009, Konsep Dasar Farmakologi, EGC, Jakarta.

Syarif, A., 2008, Farmakologi dan Terapi, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.

Tjay, T.H., Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya, PT Gramedia, Jakarta.

You might also like