You are on page 1of 17

TUGAS II

PENDEKATAN SISTEM UNTUK PERENCANAAN


Tugas MataKuliah Perencanaan Transportasi

ANJELINA RULAN SARI

NPM 153410538

KELAS V C

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2017
DAFTAR ISI

Halaman

Pendekatan Sistem Untuk Perencanaan .............................................................. 1


1.1. Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi ( Transport Demand )
.............................................................................................................................. 3
1.2. Sistem Jaringan Transportasi ( Transport Supply )
.............................................................................................................................. 7
1.3. Sistem pergerakan (lalu lintas/Traffic)
............................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
PENDEKATAN SISTEM UNTUK PERENCANAAN
Sistem adalah gabungan beberapa komponen (objek) yang saling berkaitan
dalam satu tatanan struktur. Perubahan satu komponen dapat menyebabkan
perubahan komponen lainnya. Sistem transportasi juga merupakan suatu kelompok
elemen atau subsistem yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem
transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang integral
antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang
dari satu tempat ke tempat lain (Munawar, A., 2005:1). Maksud adanya sistem
transportasi adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan pergerakan penumpang
dan barang yang bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses pergerakan
tersebut.
Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan untuk perencanaan dan teknik
dimana suatu usaha dilakukan untuk menganalisa seluruh faktor yang berhubungan
dengan permasalahan yang ada. Sistem transportasi merupakan bentuk keterkaitan
antara penumpang/barang, sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dalam
kegiatan perpindahan orang dan barang yang tercakup dalam satu tatanan, baik
alamiah maupun rekayasa manusia. Maksud penyelenggaraan sistem transportasi
adalah mengkoordinasikan pergerakan barang/penumpang dengan mengatur
komponen-komponennya.
Dalam perencanaan sistem transportasi makro terdapat 4 ( empat ) subsistem
transportasi mikro ( kecil ) yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama
lainnya ( Tamin, 2000 ). Adapun keempat subsistem tersebut adalah :

1. Sistem kegiatan atau permintaan transportasi ( transport demand )


2. Sistem jaringan atau sarana dan prasarana transportasi ( transport suplly )
3. Sistem pergerakan lalu lintas ( traffic flow )
4. Sistem kelembagaan atau institusi ( institutional framework )
Gambar 1.1. Sistem Transportasi Makro

Sub sistem kegiatan merupakan sistem kegiatan tertentu yang


‘membangkitkan’ pergerakan ( traffic generation) dan dapat ‘menarik’ pergerakan
(traffiic attraction). Sistem ini berkaitan erat dengan pengaturan pola tata guna lahan
sebagai suatu unsur penting pembentuk pola kegiatan dalam kota atau daerah. Sistem
tersebut dapat merupakan suatu gabungan dari berbagai sistem pola kegiatan tata
guna tanah ( land use) seperti kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat
pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari, yang tidak dapat dipenuhi
oleh tata guna tanah bersangkutan. Besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut
sangat berkaitan dengan jenis/tipe dan intensitas kegiatan yang dilakukan.
Pergerakan tersebut, baik berupa pergerakan manusia dan/atau barang
membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda
transportasi tersebut dapat bergerak. Prasarana yang diperlukan merupakan sistem
mikro kedua yang biasa dikenal sebagai sistem jaringan, meliputi jaringan jalan raya,
kereta api, terminal bus, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut.
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan suatu
pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau
orang (pejalan kaki). Suatu sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah dan
sesuai dengan lingkungannya akan dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh
suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu-lintas yang baik.
Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar biasanya
ditimbulkan karena kebutuhan transportasi lebih besar dibandingkan prasarana
transportasi yang tersedia atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Perubahan
pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu
perubahan tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada
sistem jaringan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas
dan aksesbilitas dari sistem pergerakan tersebut.
Dari ketiga sub sistem tersebut, masih diperlukan sistem kelembagaan.
Sistem ini terdiri atas individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta
yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro. Di Indonesia sistem kelembagaan
yang berkaitan dengan transportasi adalah :
1. Sistem kegiatan: Bappenas, Bangdes, Pemda
2. Sistem Jarigan : Dep. Perhubungan, Bina Marga
3. Sistem Pergerakan : DLLAJR, Organda, Polantas.
Seluruh kebijaksanaan yang diambil oleh masing-masing kelembagaan harus
terkait dan terkoordinasi dengan baik dan tentunya dapat dilaksanaakan dengan
melalui penegakan peraturan (low inforcement) secara baik pula. Secara umum dapat
disebutkan, bahwa Pemerintah, Swasta dan Masyarakat harus ikut berperan dalam
mengatasi masalah transportasi, karena hal ini merupakan masalah bersama yang
memerlukan penanganan dan keterlibatan semua pihak.
1.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi ( Transport Demand )
Sistem kegiatan adalah sistem yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial,
ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini
membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan
setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya
pergerakan sangat terkait dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan.
Salah satu contoh dari sistem kegiatan adalah pergerakan orang yang berpergian
dari rumah ke kantor. Kegiatan ini memerlukan sistem jaringan agar orang dapat
mencapai tempat yang dituju. Sistem jaringan yang biasanya digunakan adalah
berupa jaringan jalan raya, kereta api, terminal, bus, bandara dan pelabuhan laut.
Sistem kegiatan terkait dengan tata guna lahan yang meliputi; permukiman, pusat
pendidikan, perbelanjaan, perkantoran dan lain-lain. Masing-masing tata guna lahan
tersebut, akan menghasilkan pola kegiatan berupa pergerakan orang maupun barang.
Besarnya pergerakan yang terjadi dipengaruhi oleh jenis kegiatan. Adapun model
pergerakan yang dimaksud adalah :
A. Bangkitan Perjalanan ( Trip Generation )
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan
jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah
pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan ( Tamin, 2000 ).
Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 1.2 Bangkitan Perjalanan ( Tamin, 2000 )

Bangkitan pergerakan bertujuan untuk mendapatkan jumlah pergerakan


yang masuk di suatu zona ( Trip Attraction ) dan yang meninggalkan suatu
zona ( Trip Production ). Kedua hal tersebut dianalisis secara terpisah. Jadi
tujuan perencanaan bangkitan adalah untuk mengetahui besarnya bangkitan
pada masa sekarang yang kemudian dapat digunakan untuk memprediksi
pergerakan dimasa yang akan datang.

A. Distribusi Perjalanan ( Trip Distribution )


Distribusi perjalanan terjadi karena suatu tata guna lahan tidak dapat
memenuhi kebutuhan penduduknya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pemisah
jarak yang dapat menimbulkan hambatan perjalanan ( trip impedance ) berupa
nilai jarak, biaya dan waktu.
B. Pemilihan Moda ( Moda Choise )
Pemilihan moda dipengaruhi oleh tingkat pelayanan angkutan umum yang
meliputi : tarif, rute, kenyamanan, keamanan dan sebagainya.
C. Pemilihan Rute Perjalanan ( Rute Choice )
Pemilihan rute merupakan model yang menggambarkan dasar pemilihan
rute dari daerah asal ke tujuan. Pemilihan rute dipengaruhi oleh tingkat
pelayanan ruas-ruas jalan pada rute yang dilalui dan biaya operasional
kendaraan yang dikeluarkan.
Pendekatan terhadap sistem kegiatan ini sebenarnya sangat banyak macam dan
faktornya, namun jika dikaitkan pada aspek pola tata guna tanah dalam suatu kota.
Maka transportasi penduduk dapat diperpendek melalui suatu penataan tata guna
lahan yang memungkinkan percampuran, sehingga masyarakat tidak harus
melakukan perjalanan jarak jauh untuk berbagai maksud dan tujuan seperti bekerja,
belajar, belanja, rekreasi, dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan dengan
pembangunan unit permukiman yang tidak saja dilengkapi dengan berbagai fasilitas
sosial seperti pendidikan, perbelanjaan, kesehatan, rekreasi dan sebagainya, tetapi
juga berdekatan dengan lokasi tempat kerja (lokasi perkantoran, industri, dan lain-
lain). Konsep ini akan memberikan suatu bentuk unit-unit permukiman yang mandiri.
Dalam skala kota, unit-unit mandiri tersebut akan menimbulkan kota dengan
pusat majemuk. Kota dengan pusat-pusat yang majemuk ini memungkinkan
pengurangan perjalanan jarak jauh, dimana penghuni unit mandiri telah tercukupi
dengan fasilitas sosial ekonomi dalam jarak jangkauan yang dekat. Kota-kota dengan
multi pusat tersebut juga memungkinkan pelayanan angkutan umum serta pelayanan
umum lainnya lebih efisien. Konsep-konsep ini sebenarnya telah diterapkan dalam
perencanaan kota-kota di Indonesia yang tertuang dalam bentuk RTRW, RUTRK,
RDTRK, RTRK dan lain-lain, mulai dari tingkat SWP,BWK, Blok, sub blok, sampai
hirarki pelayanan yang lebih kecil. Perencanaan ini telah memperhatikan hirarki
pelayanan umum yang tentunya dengan memperhatikan faktor kegiatan pergerakan
penduduknya secara minimal pula.
Contohnya untuk wilayah DKI Jakarta, dmana dengan jumlah penduduk yang
tinggan dan kebutuhan akan transportasi yang tinggi juga maka peran kota-kota di
luar Jakarta (Botabek) sangat menentukan kondisi transportasi di Jakarta karena akan
adanya arus yang sangat besar dari wilayah-wilayah itu ke pusat kota Jakarta pada
tahun 2005. Pusat kota (Central Bussines District) akan menjadi tempat yang kurang
tidak nyaman lagi untuk tempat tinggal karena faktor mahal, bising dan lain-lain,
sehingga banyak penduduk yang tinggal luar kota (sub urban) dan menjadi
commuter. Banyaknya penduduk yang berperilaku seperti ini (commuter) di Jakarta,
mengakibatkan beban arus lalu-lintas jalan raya sebagai alternatif utama (disamping
kereta api yang jumlahnya relatif kecil) menjadi sangat padat dan panjang.
Sebenarnya secara teoritis hal ini bisa dikurangi bila implementation rencana-rencana
kota yang telah ada dapat dilaksanakan dengan baik, namun hal ini memang tidak
bisa dipungkiri bahwa kondisi kota yang ada memang telah rumit sehingga rencana-
rencana kota tersebut seringkali terbentur pada permasalahan sosial, budaya, low
inforcement, pendanaan dan lain-lain.
Kebijaksanaan yang diambil pada prinsipnya harus mengacu pada pengurangan
jarak pergerakan penduduk baik ke tempat kerja maupun dalam pemenuhuan
kebutuhan hidupnya. Kebijaksanaan ini dapat berupa pengembangan kota-kota satelit
sebagai kota yang benar-benar mandiri (tidak bergantung pada Jakarta) yang
dilengkapi hinian dengan berbagai sarana dan fasilitas bagi penduduknya serta
mampu menyediakan lapangan dan tempat kerja bagi penduduknya. Konsep ini
memang telah cukup baik, namun dalam implementation masih banyak kekurangan
karena pusat-pusat pertumbuhan baru seperti ini masih terpaku penyediaan sarana
tempat tinggal serta penyediaan fasilitas yang lengkap tanpa memperhatikan
penyediaan lapangan kerja bagi para penghuninya. Hal ini tentunya menjadikan kota-
kota satelit ini hanya sebagai tempat tinggal para pekerja di Central Bussiness
Dictrict di Jakarta. Kondisi ini menjadikan sebagian besar kota-kota (disebut)
mandiri ternyata masih memberikan kontribusi yang besar terhadap kepadatan lalu-
lintas.
Konsep lain yang cukup menarik dalam kaitan dengan sistem kegiatan ini adalah
intensification dan mix use planning dalam penggunaan lahan seperti konsep
superblock, redevelopment, urban renewal dan lain-lain. Konsep pembangunan yang
terpadu antara hunian, tempat bekerja, fasilitas kebutuhan skala lokal ini bila dapat
diterapkan dengan baik juga akan mampu mengurangi jumlah pergerakan penduduk,
karena untuk kegiatan-kegiatan dalam skala kebutuhan lokal akan dapat di penuhi di
lokasi setempat. Konsep ini diarahkan untuk dapat mengurangi arus pergerakan
penduduk keluar dari blok. Namun dalam implementation banyak kendala dan fungsi
yang tidak dapat bekerja seperti yang diharapkan. Banyak superblok tersebut hanya
menyediakan sarana hunian untuk kelas atas atau (middle up) sehingga penduduk
yang berpenghasilan rendah dan bekerja di lokasi tersebut tidak mampu menjangkau.
Selain itu karena konsep ini masih bersifat partial, maka fasilitas-fasilitas yang
seharusnya hanya diarahkan untuk penduduk setempat ternyata mempunyai power
attraction yang kuat bagi penduduk sekitanya. Hal ini tentunya menjadikan
pergerakan antar atau keluar masuk ke blok tersebut menjadi sangat besar dan padat
dan tidak sesuai dengan konsep awalnya.
Pengaturan tata guna lahan di Jakarta ini memang menjadi suatu permasalahan
yang sangat sulit dan rumit mengingat pertumbuhan dan perkembangan nilai lahan
yang sedemikian tinggi serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi pula.
Pengaturan ini sudah diarahkan, baik dalam Jakarta 1965-1985 Master Plan,
maupun Jakarta 1985-2005 Structure Plan, namun implementasi-nya masih
seringkali berubah dan tidak sesuai karena adanya berbagai kebutuhan dan kendala.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebijaksanaan tata guna lahan yang baik
belum tentu dapat mendukung pemecahan masalah transportasi, karena masih
ditentukan oleh implementasi-nya yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang dianggap lebih penting dan mendesak dari penataan guna lahan itu sendiri.
Selain itu, pemecahan tata guna lahan ini sebenarnya bersifat preventive dalam
mencegah kemacetan atau kepadatan lalu lintas. Pemecahan masalah transportasi
melalui penataan ini memerlukan jangka waktu yang lama dan melibatkan peran
serta aktif masyarakat luas, sehingga tidak dapat secara langsung mengatasi
persoalan kemacetan atau kepadatan yang telah terjadi.
Konsep dalam sistem kegiatan ini sebenarnya bukan hanya terbatas pada konsep
kedekatan pergerakan melalui pengaturan tata guna lahan saja, namun dapat pula
dikembangkan melalui penggunaan kemajuan sistem teknologi yang mampu
mengurangi kebutuhan pergerakan manusia seperti alat-alat telekomunikasi atau
internet yang memungkinkan sesorang berbelanja hanya dari rumah atau pengiriman
uang atau pelayanan banking tanpa harus datang ke kantornya. Dengan konsep ini
maka kebutuhan dari manusia juga akan berkurang, sehingga kepadatan lalu lintas
juga dapat dikurangi.
1.2 Sistem Jaringan Transportasi ( Transport Supply )
Pergerakan manusia atau barang memerlukan sarana atau prasarana
transportasi. Perangkat keras ( hardware ) sebagai sarana transportasi yang
diperlukan adalah jaringan jalan yang telah ditetapkan pada masing-masing ruas
jalan antara lain; bahu jalan, lebar jalan, tempat parkir, trotoar, tempat
penyebrangan, halte dan terminal angkutan umum. Sedangkan perangkat lunak (
software ) sebagai sarana yang diperlukan adalah undang-undang dan peraturan
lalu lintas yang terkait dengan lalu lintas. Keberadaan sarana transportasi
didukung oleh adanya moda transportasi berupa kendaraan roda dua, roda empat,
bus dan armada angkutan umum. Perangkat penunjang lainnya adalah median,
lampu lalu lintas, marka serta rambu jalan.
Sistem jaringan adalah sistem yang berfungsi untuk mendukung pergerakan
manusia dan atau barang, moda ini berupa moda transportasi (sarana) dan media
(prasarana) tempat moda tersebut bergerak. Prasarana transportasi ini dikenal
dengan sistem jaringan yang meliputi jaringan jalan raya, kereta api, terminal, bus,
bandara dan pelabuhan laut.
Contoh dari sistem jaringan adalah jaringan jalan dan moda yang ada pada
jaringan jalan tersebut. Untuk jaringan jalan, kita ambil contoh Jalan Gatot
Subroto yang merupakan salah satu jalan-raya yang terletak di Kota Denpasar.
Jalan Gatot Subroto disini adalah sebagai media (prasarana) sedangkan kendaraan
yang melalui Jalan Gatot Subroto baik itu sepeda motor, mobil, dan moda lainnya
adalah sebagai moda transportasi (sarana).
Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Ciri utama permaslahan prasarana
adalah prasarana tersebut harus digunakan untuk melayani pergerakan kapanpun
dan dimanapun, karena jika tidak akan kehilangan manfaatnya. Contoh
permasalahannya :
1. Ketidakseimbangan antara jumlah pergerakan dan prasarana yang
tersedia diwilayah perkotaan. Misalnya pada bandara di Pontianak
yaitu Supadio, parasarana yang tersedia sangat minim atau terbatas
sedangkan jumlah penumpang yang ingin menggunakan jasanya sangat
banyak apalagi pada harihari raya seperti arus mudik lebaran
2. Tidak tersedianya prasarana yang memadai untuk membuka dan
mengembangkan wilayah di daerah pedalaman. Contohnya seperti
disebagian besar desa-desa maupun kampung kampung pedalaman
jalannya masih tidak memadai. Kebanyakan masih berupa Lumpur atau
tanah kuning. Selain itu kapasitas jalannya tidak memadai. Oleh karena
itu akan menghambat pembangunan atau pengembangan diwilayah
tersebut.
3. Tidak berkembangnya prasarana di Indonesia mempengaruhi efisiensi
waktu perjalanan tempuh. Contohnya seperti kereta api. Kereta api di
Negara-negara maju seperti Negara Jepang sudah menggunakan kereta
api listrik sedangkan di Indonesia masih menggunakan rel kereta api
yang sederhana. Akan lebih efisien waktu perjalanan kita apabila
menggunakan kereta api listrik dibandingkan kereta api yang sederhana
serta keamanannya lebih terjamin. Tidak hanya kereta api, prasarana-
prasarana lainnya juga.
4. Adanya prasarana-prasarana transportasi yang tidak terawat. Hal ini
akan berdampak kecelakaan. Contohnya rel kereta api yang sudah
berkarat dan rapuh akan berbahaya apabila di lalui lagi.
5. Minim tersedianya tanda-tanda lalu lintas jalan raya sehingga
berdampak kecelakaan lalu lintas. Tanda-tanda yang di maksud
misalnya tanda tikungan tajam, tanda di larang parkir, tanda jangan
mengebut dan sebgainya. Memang kalau dilihat sekilas merupakan hal
yang sepele tapi akan berakibat fatal apabila tidak diperhatikan.
Contohnya misalnya kita menyetir ke tempat yang jauh perjalanannya
yang belum pernah kita lewati sebelumnya. Akan berbahaya apabila
tidak ada tanda-tanda lalu lintas.

Contoh studi kasus di wilayah DKI Jakarta dimana dengan jumlah penduduk
yang tinggal dan kebutuhan akan transportasi yang meningkat menyebabkan
kebutuhan antara transportasi dan kebutuhan tata guna lahan lainnya berpengaruh
sehingga untuk pendekatan yang hanya berorientasi pada pembangunan jaringan
jalan (supply side) tidak mungkin memecahkan masalah transportasi yang ada.
Strategi pengembangan suatu bagian wilayah kota dengan mengadopsi secara
langsung konsep pusat pertumbuhan hampir selalu didapatkan pada dokumen-
dokumen perencanaan kota di Indonesia, baik itu RUTR Kota RTDR suatu bagian
atau wilayah kota serta dokumen lainnya.
Untuk maksud pemerataan perkembangan perkotaan, pengembangan sub-pusat
kegiatan kota sering dilakukan dengan memberikan program peningkatan
aksesbilitas antar kawasan pusat kota dengan sub-pusatnya. Alternatif program
peningkatan yang banyak diterapkan pada kota-kota di Indonesia (termasuk Jakarta)
lebih dipilih pengembangan jaringan jalan raya. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan murah (perbatasan biaya) mudah (penguasaan teknologi konstruksi)
dan cepat (penyelesaian konstruksi) dibandingkan dengan pengembangan jalan baja
atau rel.
J. Michael Thompson mengistilahkan pendekatan tersebut sebagai low cost
strategy (lihat diagram 1.3), yaitu peningkatan aksesbilitas kawasan perkotan dengan
titik berat pada pengembangan jalan raya yang relatif murah dan mudah
dibandingkan dengan pengembangan jalan baja atau rel.
Gambar 1.3

Di Indonesia (Jakarta) strategi seperti ini perlu dipertimbangkan lagi karena


strategi seperti ini justru sudah mulai dirasakan banyak menimbulkan sisi negatif.
Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya rangsang
tertinggi terhadap tumbuhnya kegiatan lain di sekitarnya dibandingkan jalan baja
atau rel kereta api. Peningkatan aksesbilitas yang sebelumnya dimaksudkan untuk
mengembangkan kawasan di sekitar sub-pusat seringkali tidak optimal.
Perkembangan yang ada justru terjadi pada sekitar jaringan jalan tersebut,
selanjutnya dapat diduga bahwa pada ruas jalan tersebut akan muncul masalah
transportasi serta masalah-masalah penggunaan lahan.
Dampak lain sebagai akibat pengembangan sub-pusat kegiatan perkotaan
dengan strategi peningkatan aksesbilitas jalan raya seringkali mengabaikan aspek
jarak. Penempatan sub-pusat kegiatan yang terlalu dekat dengan pusat utama dengan
mengabaikan faktor pertumbuhan kegiatan yang pesat, pada akhirnya justru
menjadikan kawasan kota menjadi semakin besar tanpa diimbangi oleh adanya
pengembangan prasarana transportasi yang memadai. Keadaan selanjutnya adalah
inefisiensi dalam pertumbuhan kota yang menimbulkan masalah serta dampak ikutan
lainnya seperti kebisingan, kelestarian lingkungan perkotaan, aspek estetika kota,
peningkatan budaya dan masalah lainnya.
Strategi pengembangan sistem transportasi di Jakarta dengan memberikan titik
berat terhadap pengembangan transportasi jalan raya mungkin merupakan strategi
yang dapat dikatakan tergesa-gesa atau masih terlalu dini. Barangkali yang menjadi
pertimbangan utama adalah semakin mendesaknya kebutuhan layanan angkutan,
mengingat captive demand memang tinggi serta adanya gejala yang membudaya
pada sebagian masyarakat yang mengarah pada penggunaan angkutan jalan raya.
Pengembangan alternaif sarana transportasi lain khususnya jalan baja atau rel justru
seolah-olah dianaktirikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditutupnya jalan kereta
api khususnya di wilayah perkotaan yang berdasarkan sejarahnya memiliki sarana
angkutan kereta api seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan lain-
lain.
Strategi pengembangan transportasi di beberapa kota di luar negeri justru
memperlihatkan strategi yang berimbang terhadap berbagai jenis moda angkutan
umum, khususnya pengembangan angkutan jalan baja atau rel (lihat diagram 1.4).

Gambar 1.4
Hal terpenting yang terjadi di Jakarta adalah hubungan antar pusat kegiatan dan
antara pusat kegiatan dengan sub-pusat lainnya serta kawasan pemukiman tidak
dititikberatkan pada angkutan kereta api. Hubungan antar kota-kota satelit atau
mandiri dilakukan dengan jalur rel kereta api sedangkan untuk pergerakan internal
dapat menggunakan pergerakan jalan raya dengan beberapa konsep pendukung
seperti konsep terminal terpadu dimana beberapa bentuk sistem jaringan mempunyai
terminal yang terpadu dalan suatu atap, sehingga perpindangan penumpang dapat
lebih mudah dan cepat. Kunci utama dari strategi ini adalah pemanfaatan angkutan
kereta api baik jaringan bawah tanah (subway) maupun melayang diatas tanah
(elevated). Sistem bawah tanah diterapkan pada pusat-pusat kota dengan harga tanah
yang sudah sangat tinggi, biaya konstruksi untuk subway ini dapat dianggap layak
bila sama dengan harga tanah yang harus dibebaskan untuk jalur di atas tanah. Untuk
daerah-daerah di luar CBD, alternatif kereta layang atau di atas permukaan tanah
masih dinilai lebih layak bila dikaitkan dengan harga lahannya.

Pertimbangan utama mengacu pada sifat dari angkutan jalan baja yang relatif
tidak merangsang pertumbuhan lain di sekitarnya. Melalui strategi ini pengembangan
kota dapat diarahkan serta pola pergerakan yang terjadi dapat dilayani angkutan
kereta api. Arahan pengembangan di Jakarta lebih ditekankan pada pembangunan
jaringan jalan raya (tol) yang sebenarnya dari analisis yang telah dilakukan di atas
tidak akan mampu mengikuti perkembangan kebutuhan sarana transportasi bila tidak
didukung dengan sistem jaringan yang lain, terutama jaringan kereta api.
Sebenarnya straregi ini telah mulai dirintis untuk dikembangkan di Jakarta
melalui penggunaan kereta api cepat dengan pilot project jalur Blok M - Kota.
Bahkan saat ini telah mulai dirintis kereta api melayang di atas tanah tanah (light
railway transportation).
Masalah utama dalam pengembangan strategi ini di Jakarta adalah besarnya
biaya investasi yang harus ditanamkan serta aspek teknologi tinggi yang diperlukan.
Namun dengan melihat besarnya peran strategi ini yang dapat disumbangkan dalam
memecahkan masalah transportasi tentunya menjadi alternatif terbaik yang harus
ditempuh. Masalah pendanaan pembangunan dapat dipecahkan dengan melibatkan
pihak investor dan dan bila perlu dengan penggunaan sistem subsidi atau kompensasi
sebagai usaha mengatasi kendala ini.

1.3 Sistem pergerakan (lalu lintas/Traffic)


Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan suatu
pergerakan manusia/kendaraan, sistem ini disebut dengan sistem pergerakan.
Sistem pergerakan berperan penting dalam menampung pergerakan penduduk/
orang dan/ atau barang agar tercipta pergerakan yang lancar, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi kembali sistem sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada,
dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas.
Contoh dari sistem pergerakan adalah Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas). Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi
sungai, danau, dan penyeberangan, transportasi laut serta transportasi pipa, yang
masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling
berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk
suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi
melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara
dinamis. Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien
dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan
internasional.
Sistem Pergerakan Lalu Lintas Mengatur teknik dan manajemen lalu lintas
(jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lbih baik (jangka pendek dan
menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang). Aman, cepat, nyaman,
murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika pergeakan
tersebut diatur dengan baik. Contoh permasalahannya :

1. Tidak seimbangnya kapasitas jalan untuk pengguna motor dan mobil.


Misalnya di jalan A.yani, sudah ada pembagian kapasitas jalan untuk
motor dan mobil. Tetapi kapasitas untuk motor sangat sedikit sehingga hal
ini akan mengakibatkan ketidaksabaran pengguna motor untuk menerobos
jalur mobil yang intinya adalah ketidakdisiplinan dengan aturan lalu lintas.
Pihak yang berwajib tidak memperhitungkan bahwa jumlah kendaraan
beroda dua lebih banyak daripada yang beroda empat.
2. Contoh lainnya adalah Angkutan umum. Angkutan umum dengan
seenaknya berhenti ditepi jalan tanpa menghiraukan pengguna jalan di
belakangnya, hal ini akan berakibat terjadinya kecelakaan. Harusnya
pergerakan untuk angkutan umum harus diatur sedemikian sehingga lalu
lintas berjalan dengan baik.
3. Permasalahan yang lain adalah angkutan umum yang tidak memadai di
kotakota besar. Contohnya becak, delman. Secara tidak langsung jenis
angkutan umum ini mengakibatkan pemborosan kapasitas jalan dan
pergerakan menjadi lemah. Pemborosan kapasitas jalan ini terjadi karena
ukuran angkutan ini tidak seimbang dengan kapsitas jalan sedangkan
pergerakan lalu lintas menjadi lemah terjadi karena jenis angkutan ini
jalannya lambat sehingga membuat efisiensi waktu perjalanan menjadi
lama.
4. Sistem prasarana yang rusak dapat mengakibatkan pergerakan lalu lintas
menjadi macet. Contohnya di Pontianak adalah pada jalan Purnama
dulunya. Jalan yang berbatu dan berlubang dapat mengakibatkan macet
sehingga mengakibatkan pemborosan waktu perjalanan.
5. Contoh lainnya adalah pada pedesaan. Keterisolasian daerah akan
mengakibatkan pergerakan yang minim sehingga perkembangan menjadi
lambat. Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan perbedaan
DAFTAR PUSTAKA
Wibawa, Bayu A. 1996. Tata Guna Lahan Dan Transportasi Dalam Pembangunan
Berkelanjutan Di Jakarta. Program Pasca Sarjana Magister. Teknik Arsitektur,
Universitas Diponegoro.

Juniardy, Ferry. 2008. Contoh Permasalahan Sistem Transportasi Mikro. Fakultas


Teknik. Universitas TanjungPura, Pontianak

http://erepo.unud.ac.id/8258/3/b960dfa3fe6dc69a96dfc68a211e95a0.pdf

http://eprints.undip.ac.id/34186/5/1670_chapter_II.pdf

https://dokumen.tips/documents/transportasi-mikro.html

http://frets-geo.blogspot.co.id/2012/04/sistem-jaringan-transportasi.html

https://prezi.com/czgmvi8wwqyf/untitled-prezi/

You might also like