You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom pramenstruasi ( Premenstrual Syndrome, PMS) ditandai oleh gejala
fisik dan psikologis yang khas serta perubahan tingkah laku yang mengganggu
hubungan interpersonal dan kualitas hidup wanita. Dengan perhitungan kasar,
sindrom ini terjadi pada 75-80% wanita di dunia pada usia reproduksi. Karena
tidak ada pemeriksaan pasti, diagnosis dibuat berdasarkan gejala harian yang tidak
disebabkan penyakit lain. Penyebab PMS masih belum pasti tetapi sangat
berhubungan dengan respon tubuh terhadap fluktuasi hormon selama siklus
menstruasi (Zaafrane, 2007). Berdasarkan European Medicines Agency (2009), 5-
8% wanita dengan sindrom PMS dapat menjadi Premenstrual Disphoric Disorder
(PDD), yang berarti mengalami gangguan jiwa dan mengganggu aktivitas sehari-
hari. Berdasarkan studi PMS yang meneliti pada berbagai 14 kultur di 10 negara
ditemukan prevalensi tinggi di negara-negara barat (71-73%) dan jauh lebih rendah
di negara-negara non-barat (23-34%) (WHO, 2007). Sedangkan prevalensi PMS
menurut Dean (2006) pada orang barat, yaitu sebanyak 85%. Pre menstrual
syndrome gejala fisik, psikologis dan perilaku yang menyusahkan yang tidak
disebabkan oleh penyakit organik, yang secara teratur berulang selama fase siklus
yang banyak mengalami regresi atau menghilang selama waktu haid yang tersisa.
Gejala PMS sangat bervariasi antara satu perempuan dengan perempuan lainnya.
Gejala PMS biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari sebelum
menstruasi, meskipun beberapa perempuan terkadang mengalami gejala-gejala
tersebut sampai siklus menstruasi berakhir. Meskipun tidak ada tes untuk
membuktikan keberadaan PMS, namun bagi perempuan yang pernah
mengalaminya bahkan dan menderita karenanya tahu bahwa PMS itu nyata. Oleh
karenanya beberapa penelitian tentang pre menstrual syndrome sangat diperlukan
untuk mengatasi pre menstrual syndrome.

1. Rumusan Masalah
2. Apa Pengertian premenstruasi sindrom
3. Apa Penyebab Terjadi premenstruasi sindrom
4. Apa saja Tanda Gejala premenstruasi sindrom
5. Kejadian dan jumlah premenstruasi sindrom itu terjadi
6. Cara Pencegahan premenstruasi sindrom
7. Cara Penanganan premenstruasi sindrom
1. Tujuan
2. Mengetahui dan Memahami Pengertian premenstruasi sindrom
3. Mengetahui dan Memahami Penyebab premenstruasi sindrom
4. Mengetahui dan Memahami Tanda dan premenstruasi sindrom
5. Mengetahui dan Memahami Kejadian dan jumlah Terjadi premenstruasi
sindrom
6. Mengetahui dan Memahami Cara Pencegahan premenstruasi sindrom
7. Mengetahui dan Memahami Cara Penanganan premenstruasi sindrom
BAB II
PEMBAHASAN

DEFENISI
Sindrom pramenstruasi adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi
yang terkait dengan siklus menstruasi perempuan. Sekitar 80-95% perempuan pada
usia melahirkan mengalami gejala-gejala premenstruasi yang dapat mengganggu
beberapa aspek dalam kehidupannya. Gejala tersebut dapat diperkirakan dan
biasanya terjadi secara regular pada dua minggu periode sebelum menstruasi. Hal
ini dapat hilang begitu dimulainya pendarahan, namun dapat pula berlanjut
setelahnya (Joseph & Nugroho, 2010).

Sindrom premenstruasi adalah sakit, cepat tersinggung, dan mudah marah tanpa
alasan yang jelas sering dirasakan oleh beberapa perempuan pada hari-hari
menjelang menstruasi. Hal ini sering dianggap biasa oleh masyarakat. Namun, jika
kondisi ini dibiarkan, dampaknya akan menganggu aktivitas sehari-hari,
menganggu hubungan dengan orang-orang terdekat, bahkan sampai ada yang ingin
bunuh diri, bila kondisi tersebut berlangsung selama tiga kali siklus menstruasi
berturut-turut, bisa jadi merupakan gejala sindrom premenstruasi, Jika dibiarkan
maka akan menimbulkan gangguan yang lebih parah, yang disebut dengan disforia
pramenstruasi (PMDD).

Etiologi dari sindrom premenstruasi belum diketahui. Para peneliti beranggapan


bahwa sindrom premenstruasi adalah akibat dari faktor hormonal, psikologis, dan
nutrisi (Baradero dkk, 2006)
ETIOLOGI

Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori


menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara
hormon estrogen dan progesteron. Hal ini karena hormon esterogen yang
berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang
diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem
pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel.
Kemungkinan lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan,
masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita (Joseph & Nugroho,
2010).

Penyebab yang pasti dari sindrom premenstruasi belum diketahui. Namun dapat
dimungkinkan berhubungan dengan faktor-faktor hormonal, genetik, sosial,
perilaku, biologi dan psikis.

1. Faktor Hormonal
Faktor hormonal yakni terjadi ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan
progesteron berhubungan dengan sindrom premenstruasi. Kadar hormon estrogen
sangat berlebih dan melebihi batas normal sedangkan kadar progesteron menurun.
Selain faktor hormonal, sindrom premenstruasi berhubungan dengan gangguan
perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami
penderita. Sindrom premenstruasi biasanya lebih mudah terjadi pada perempuan
yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi (Saryono &
Sejati, 2009).
2. Faktor Kimia
Faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya sindrom premenstruasi.
Bahan-bahan kimia tertentu di dalam otak seperti serotonin, berubah-ubah selama
siklus menstruasi. Serotonin adalah suatu neurotransmiter yang merupakan suatu
bahan kimia yang terlibat dalam pengiriman pesan sepanjang saraf di dalam otak,
tulang belakang dan seluruh tubuh. Serotonin sangat mempengaruhi suasana hati.
Aktivitas serotonin berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan,
kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, impulsif, dan agresif.
Rendahnya kadar dan aktivitas serotonin ditemukan pada perempuan yang
mengeluh sindrom premenstruasi (Saryono & Sejati, 2009)

3. Faktor Genetik
Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat penting, yaitu insidensi
sindrom premenstruasi dua kali lebih tinggi pada kembar satu telur (monozigot)
dibanding kembar dua telur (Saryono dan Sejati, 2009). Sindrom premenstruasi
lebih rentan diderita oleh perempuan dengan riwayat sindrom premenstruasi pada
anggota keluarga perepuan lainnya (ibu kandung dan saudari kandungnya). Ibu
yang memiliki riwayat menderita sindrom premenstruasi secara bermakna
berpeluang lebih besar memiliki putri yang kelak menderita sindrom premenstruasi
(dengan peluang 70%) dibandingkan populasi umum (peluang 37%). Hal yang
sama juga ditunjukkan antar-saudari kembar monozigot (yang berpeluang
mendapat sindrom premenstruasi pada kedua individu 93%) dibandingkan antar-
saudari kembar dizigot (berpeluang 44%) atau bukan saudari kembar (Suparman &
Sentosa, 2011).
4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis, yaitu stress sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian
sindrom premenstruasi. Gejala-gejala sindrom premenstruasi akan semakin
menghebat jika di dalam diri seorang perempuan terus menerus mengalami
tekanan (Saryono & Sejati, 2009).

5. Faktor Gaya Hidup


Faktor gaya hidup dalam diri perempuan terhadap pengaturan pola makan juga
memegang peranan yang tidak kalah penting. Makan terlalu banyak atau terlalu
sedikit, sangat berperan terhadap gejala-gejala sindrom premenstruasi. Makanan
terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi cairan, dan membuat tubuh
bengkak. Terlalu banyak mengkonsumsi minuman beralkohol dan minuman-
minuman berkafein dapat mengganggu suasana hati dan melemahkan tenaga
(Saryono & Sejati, 2009)

Gejala premenstruasi sindrom


Menurut Abraham dikutip Joseph dan Nugroho (2010), tipe dan gejalanya
sindrom premenstruasi bermacam-macam. Ahli kandungan dan kebidanan dari
Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi sindrom premenstruasi menurut
gejalanya yakni sindrom premenstruasi tipe A, H, C, dan D. 80% gangguan
sindrom premenstruasi tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%. Tipe C 40%, dan tipe
D 20%. Penjelasan tipe tersebut sebagai berikut:

1. Sindrom premenstruasi tipe A


Sindrom premenstruasi tipe A (Anxiety) ditandai dengan gejala seperti cemas,
sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa perempuan mengalami
depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid.
Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron:
Hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron.
Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi
beberapa penelitian mengatakan, penderita sindrom premenstruasi tipe A
sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau
membatasi minum kopi.
2. Sindrom premenstruasi tipe H
Sindrom premenstruasi tipe H (Hyperhydration) memiliki gejala edema
(pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, nyeri perut/disminore,
pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi.
Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan diluar sel
(ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian
obat diuretika untuk mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya
gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet
makanan serta membatasi minum sehari-hari.
3. Sindrom premenstruasi tipe C
Sindrom premenstruasi tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin
mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat
sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula
dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung
berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul
karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap
makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan,
tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium
4. Sindrom premenstruasi Tipe D
Sindrom premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depresi,
ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan
kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau
mencoba bunuh diri. Biasanya sindrom premenstruasi tipe D berlangsung
bersamaan dengan sindrom premenstruasi tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh
tipe sindrom premenstruasi benar-benar murni tipe D. Sindrom premenstruasi tipe
D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana
hormon progesteron dalam siklus menstruasi terlalu tinggi dibandingkan dengan
hormon estrogen. Kombinasi sindrom premenstruasi tipe D dan tipe A dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine,
penyerapan dan penyimpanan timbal ditubuh, atau kekurangan magnesium dan
vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung
vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan sindrom
premenstruasi tipe D yang terjadi bersamaan dengan sindrom premenstruasi tipe A.
Saryono dan Sejati (2009), salah satu gejala sindrom premenstruasi yaitu
permasalahan pada kulit:

1) Hot flashes (kulit wajah, leher, dada tampak merah dan terasa terbakar)
2) Kelainan kulit (misalnya jerawat dan neurodermatitis)

3) Sariawan
1. Kejadian dan jumlah premenstruasi sindrom itu terjadi (kasus)
Populasi wanita berolahraga dari yayasan kesehatan, kebugaran dan olahraga
victory Group Yogyakarta cabang kridosono yang memenuhi kriteria sebanyak 31
orang. Populasi wanita yang tidak berolahraga berasal dari mahasiswi PSIK FK
UGM dengan jumlah responden yang sama yaitu 31 orang. Aktivitas olahraga
padamahasiswa PSIK FK UGM terkateghori kurang baik.

Analisis yang digunakn untuk mengetahui perbeaan kejadian sindrom


premenstruasi pada wanita yang berolahraga dan tidak berolahraga.

HASIL PENETILIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik subyek penelitian


Dalam penelitian ini, usia responden di batasi 17-35 tahun. Hal ini di karenakan
sindrom ini dapaty di alami oleh wanita yang berusia 15-44 tahun,akan tetapi
wanita yang berusia 35-44 tahun lebih sedikit mengalaminya di bandingkan wanita
yang lebih muda. Pada penelitian lain di kemukakanbahwa wanita mengalai
sindrom pramenstruasi berusia 17-38tahun.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa usia responden dari kelompok wanita yang
berolahraga lebih bervariasi di banding pada kelompok wanita yang tidak
berolahraga. Kelompok wanita yang berolahraga berusia 17-35 tahun dengan jmlah
terbanyak berada pada usia 22-26 tahun serta 27-31 tahun, masing masing
berjumlah 11 0rang (35,5%). Pada wanita tidk berolahraga sebagian besar ber
usia 17-21 tahun(71%). Perbedaan keragaman usia ini di sebabkan karena pada
kelompok wanita yang berolahraga berasal dari berbagai kalangan. Berbeda pada
kelompok wanita yang tidak berolahraga yang hanya berasal dari kalangan
mahasiswa saja.

Sindrom premenstruasi di alami oleh wanita usia produktif. Serangan dan gejala
dapat meningkat selama periode wanita tersebut mengalami perubahan hormonal
drastis, seperti pubertas,setelahkehamilan,penghentian pemakaian alat kontrasepsi
oral,atau bahkan setelah periode menstruasi yang tidak teratur. Hal tersebut sangat
mungkin terjadi pada wanita berusi dalam rentang 17-35tahun. Krakteristik usia
responden dapat dilihat pada tabel 1.

1. Kejadian Sindrom Premenstruasi


Dari hasil penelitian didapatkan data yang memperlihatkan perbedaan kejadian
sindrom premenstruasi pada kedua kelompok .populasi.

Hasil dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik Usia Responden (n=62)


Umur Responden Berolahraga Responden tidak Berolahraga

(Tahun) Frekuensi presentase (%) frekuensi presentase (%)

17-21 7 22,6 22 71

22-26 11 35,5 9 29

27-31 11 35,5 0 0

32-35 2 6,4 0 0

Tabel 2.2 Sindrom Pramenstruasi Pada Wanita yang Berolahraga dan Tidak
Olahraga
` PMS Tidak PMS Total
Olahraga 9 22 31

Tidak Olahraga 24 7 31

Total 33 29 62

Dari tabel 2 terlihat bahwa kejadian sindrom pramenstruasi pada wanita yang tidak
berolah raga lebih tinggi di banding pada wanita yang berolah raga. Pada wanita
yang yang tidak olahraga kejadian sindrom ramenstruasi dilami oleh 24 wanita
sedangkan pada wanita yang olahraga hanya dialami oleh 9 wanita.

1. Cara Pencegahan premenstruasi sindrom


Berikut ini beberapa tips untuk mencegah PSM:

1. Makan banyak serat


Jika tubuh mendapatkan serat yang cukup (30-35 gram), tubuh akan membuat
buang air besar menjadi teratur. Kelebihan estrogen dalam tubuh itu bisa ikut
terbuang bersama feses. Ingat, kandungan estrogen yang tinggi merupakan
penyebab utama PMS. Contoh makanan yang bisa dikonsumsi: beras, sayur, buah.
Hindari makan daging karena mengandung lemak jenuh yang bisa memperburuk
gejala PMS.

2. Hindari kelebihan gula


Makanan manis dan karbohidrat olahan seperti roti putih dan pasta bisa
menghambat eksresi estrogen dalam tubuh. Makan makanan ini bisa
mengakibatkan penumpukan ekstrogen. Wanita dengan kadar gula yang tinggi
cenderung memiliki gejala PMS lebih sering daripada mereka yang tidak.

3. Kurangi kafein
Hindari teh dan kopi yang mengandung kafein, apalagi jika mengalami gangguan
tidur atau nyeri payudara.

4. Makan kedelai
Kedelai mengandung phytoestrogen yang mengikat estrogen sehingga bisa
menyeimbangkan kadar estrogen. Mengkonsumsi tahu dan tempe baik untuk
mengurangi gejala PMS.

5. Kurangi cemilan asin


Garam bisa membuat perut merasa kembung karena bisa membuat tekanan pada
ginjal. Jika ginjal bekerja dengan berat, itu akan menghambatnya mengeluarkan
cairan.

6. Tambah vitamin B6
Vitamin B6 baik karena termasuk diuretik sehingga membantu mengurangi air
dalam tubuh melalui air seni. Makanan yang mengandung vitamin B6 antara lain
polong-polongan, ikan, biji-bijian, kubis, kembang kol, telur, rumput laut.

7. Tambah magnesuium dan kalsium


Wanita PMS memiliki kadar magnesium yang lebih rendah. Akibatnya, mereka
mengalami sakit kepala, kelelahan, lekas marah, sakit dan nyeri. Magnesium bisa
diperoleh dari biji labu, beras, rumput laut, seafood, dan tahu. Sedangkan, kalsium
bisa diperoleh dari sarden dan ikan salmon.

1. Cara Penanganan premenstruasi sindrom


Untuk mengatasi sindrom premenstruasi, biasanya dokter memberikan pengobatan
diuretik untuk mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan
tangan. Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8-10
hari sebelum menstruasi untuk mengimbangi kelebihan relatif esterogen.
Pemberian hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap
dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen (Joseph & Nugroho,
2010).

Hal-hal yang perlu dilakukan saat mengalami sindrom premenstruasi (Joseph &
Nugroho, 2010).

1. Mengurangi makanan beragam, berupa tepung, gula, kafein, dan coklat.


2. Meningkatkan makanan tinggi kalsium dan vitamin C seminggu sebelum
menstruasi.
3. Konsumsi makanan berserat dan banyak minum air putih.
4. Jika darah yang keluar banyak, memperbanyak makanan yang mengandung
zat besi.

Menurut Rayburn (2001) dikutip Hasan (2011), terapi sindrom premenstruasi


dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Terapi simtomatik
Untuk menghilangkan gejala-gejala antara lain dengan diuretik untuk mengobati
kembung, anti depresan dan anti ansietas untuk menghilangkan cemas dan depresi,
bromokriptin untuk menghilangkan bengkak dan nyeri pada payudara dan anti
prostaglandin untuk mengatasi nyeri payudara, nyeri sendi dan nyeri
muskuloskeletal.

1. Terapi spesifik
Untuk mengobati etiologi yang diperkirakan sebagai penyebab dari sindrom
premenstruasi antara lain dengan progesteron alamiah untuk mengatasi defisiensi
progesteron dan pemberian vitamin B6.

1. Terapi ablasi
bertujuan untuk mengatasi sindrom premenstruasi dengan cara menghentikan
menstruasi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Premenstrual syndrome (PMS) merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai
satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang
sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid
berhenti (Wiknjosastro, 2005).

Premenstrual syndrome (PMS) adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti ;


rasa cemas, depresi, suasana hati yang tidak stabil, kelelahan, pertambahan berat
badan, pembengkakan, sakit pada payudara, kejang dan nyeri punggung yang dapat
timbul sekitar 7-10 hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid
timbul (Bardosono, 2006).

Premenstrual syndrome adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum haid dan
menghilang setelah haid keluar (Paath, 2004).

Saran
Diharapkan wanita terutama yang beresiko tinggi terkena Premenstrual syndrome
(PMS) tersebut memahami dan mengerti mengenai penyakit Premenstrual
syndrome (PMS) tersebut sehingga bisa dilakukan penanganan lebih awal dan
menghindar terjadinya kegawatan. Wanita yang tidak beresiko juga menghindari
terjangkitnya infeksi penyakit ini.

Perawat atau bidan harus memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan yang
berkualitas untuk menghindari angka kesakitan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume
3,Jakarta:EGC..

2. Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek


Klinik. Jakarta: EGC.

3. Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit.Vol 2.Edisi 6.Jakarta:EGC.

4. Andrews Gilly.2010.Buku Ajar Kesehatan


Reproduksi Wanita.edisi 2,Jakarta: EGC.

5. Universitas Gadjah Mada.Jurnal Ilmu keperawatan.yogyakarta: Program


studi ilmu keperawatan Fakultas Kedokteran
Report this ad
Report this ad
Bagikan ini:

 Twitter
 Facebook
 Google

Materi

Navigasi tulisan
← AskebKu
Tinggalkan Balasan

Cari
Cari untuk:
S S R K J S M

1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31
Mei 2015

ARSIP
 Mei 2015

KATEGORI
 Materi

STATISTIK BLOG
 2.874 hit

PROFILKU
franciscaretno
Apa Adanya
Tampilkan Profil Lengkap →
Report this ad
BUAT SITUS WEB ATAU BLOG GRATIS DI WORDPRESS.COM. TEMA:
HEMINGWAY REWRITTEN OLEH ANDERS NORÉN .
Tutup dan terima
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini,
Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
 Ikuti

You might also like