You are on page 1of 6

RESUME

ROLE PLAY

A. Skenario 1

1. Pengertian

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai


oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah
jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya
suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang
sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu
manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh
adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah
dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian (Ganong, 2002).

2. Etiologi

Penyebab dari syok anafilaktik dapat berupa obat-obatan golongan


antibiotik penisilin, ampisilin, cephalosporin, neomisin, tetrasiklin,
kloramphenikol, sulfonamide, kanamisin, serum anti tetanus, serum antidiphteri
dan anti rabies. Alergi terhadap gigitan serangga seperti lebah, semut, kuman-
kuman, insulin juga dapat memberikan reaksi anafilaktik (Laksana, 2015).

3. Gambaran Klinis
Anafilaksis dapat terjadi pada pasien yang telah dianestesi jika timbul
hipotensi atau bronkhospasme secara tiba-tiba, terutama jika hal tersebut terjadi
setelah pemberian suatu obat atau cairan (Laksana, 2015).
a. Pada kardiovaskuler dapat terjadi hipotensi dan kolaps kardiovaskuler,
takikardi, aritmia, henti jantung.
b. Pada sistem pernapasan dapat terjadi edema glottis, lidah dan saluran
napas dapat menyebabkan stridor atau obstruksi saluran napas,
bronkospasme.
c. Pada gastrointestinal dapat terjadi nyeri pada abdomen, diare atau muntah.
d. Kulit. Kemerahan, eritema, urtikaria.

4. Tata Laksana Perawatan

Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,
adalah:

a. Cek respon penderita, apakah mengalami penurunan kesadaran, kejang,


urtikaria.
b. Cek tekanan darah penderita, seringkali kejadi syok mengalami penurunan
tekanan darah yang drastis.
c. Segera baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, untuk memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah.
d. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong
dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung.
e. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1.000 untuk penderita
dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4
ug/menit.
f. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik.
g. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung
serta mengatasi asidosis laktat.
h. Jika pasien mengalami syok anafilaktik jangan langsung dikirim ke rumah
sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan,
maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal
mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi pasien
harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi
telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
i. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,
tetapi harus diawasi atau diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam.
Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3
kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
B. Skenario 2

1. Pengertian

Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata syn dan koptein
yang artinya memutuskan. Sehingga definisi sinkop adalah suatu gejala dengan
karakteristik klinik kehilangan kesadaran yang tiba-tiba dan bersifat sementara,
dan biasanya menyebabkan jatuh akibat tidak adekuatnya cerebral blood flow.
Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan bradikardi secara
mendadak sehingga menimbulkan hipotensi. Onsetnya relatif cepat dan terjadi
pemulihan spontan (Kamadjaja, 2010).

2. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya vasodepressor sinkop dapat


dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: faktor-faktor psikogenik dan non-
psikogenik. Faktor-faktor yang termasuk psikogenik adalah: rasa takut, tegang,
stres emosional, rasa nyeri hebat yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga
serta rasa ngeri melihat darah atau peralatan kedokteran seperti jarum suntik.
Faktor-faktor non-psikogenik meliputi: posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi
fisik yang jelek, dan lingkungan yang panas, lembab dan padat (Malamed, 2007).

3. Gejala Klinis

Manifestasi pada pasien sinkop bervariasi tergantung dari etiologinya.


Pada umumnya orang dengan sinkop akan mengalami gejala yang meliputi
pusing, penglihatan kabur, berkunang-kunang, berkeringat, dan pucat (Sudoyo,
2006).

4. Tata Laksana Perawatan

Penatalaksanaan sinkop di kedokteran gigi menurut Malamed (2007),


antara lain:
a. Cek respon pasien baik verbal maupun stimulasi sensorik motorik, pasien
dalam keadaan sinkop biasanya minim respon.
b. Aktivasi sistem kegawatdaruratan klinik kedokteran gigi dengan
memanggil bantuan staf klinik untuk membantu peran kegawatdaruratan
di klinik kedokteran gigi.
c. Setelah diketahui adanya gejala sebelum sinkop, hentikan semua prosedur
kedokteran gigi, dan posisikan pasien pada posisi supine dengan kaki
sedikit diangkat sampai lebih tinggi dari posisi kepala untuk pasien yang
tidak dalam kondisi hamil (posisi trendelenberg). Jika pasien dalam
kondisi hamil, miringkan pasien ke arah lateral kiri 15° agar nafas tidak
terhambat.
d. Penilaian CAB dapat dinilai adekuat.
1) Circulation
Lakukan pengecekan warna, denyut nadi dan tekanan darah.
Monitoring vital sign termasuk tekanan darah, denyut nadi, banyak
pernapasan permenit.
2) Airway
Inspeksi adakah tanda yang menunjukkan terjadinya obstruksi jalan
napas. Pada keadaan sinkop vasodepressor, hal utama yang dilakukan
adalah memeriksa nadi, jika nadi teraba kemudian bebaskan jalan nafas
dengan gerakan head tilt dan chin lift. Selanjutnya cek pernafasan
dengan look atau melihat pergerakan dada, listen atau suara pernafasan,
dan feel atau rasakan adanya hembusan pernafasan.
3) Breathing
Lihat apakah ada tanda-tanda bronkospasme yang mengancam atau
adanya gagal nafas. Administrasikan oksigen
e. Melonggarkan pakaian seperti dasi, kerah (dapat menurunkan aliran darah
ke otak), tali pinggang (dapat menurunkan aliran darah kembali ke kaki).
Bisa diusapkan pula handuk dingin pada kening pasien jika suhu tubuh
pasien hangat, dan sediakan pula selimut jika suhu tubuh pasien dingin.
f. Pemberian oksigen dapat menggunakan full-face mask atau dengan
memberikan aroma therapi di depan hidung pasien untuk mempercepat
pemulihan. Karena sinkop dapat terjadi berulang, meskipun belum terjadi
sinkop sebenarnya ada baiknya tindakan kedokteran gigi direschedule.
g. Setelah pasien sadar, lakukan monitoring vital sign termasuk tekanan
darah, denyut nadi, dan banyak pernapasan permenit.
h. Apabila pasien telah sadar, penting untuk menjaga dari tekanan.
Singkirkan semua alat untuk prosedur kedokteran gigi, dan usahakan
untuk mengajak berbicara pasien dan jangan terburu-buru mendudukkn
pasien guna mencegah sinkop berulang. Tunda prosedur kedokteran gigi
klinis yang akan dilakukan pada pasien. Setidaknya pasien diberikan
waktu 24 jam untuk pemulihan sebelum dilakukan tindakan ulang.

Refrensi:

Ganong W. F., 2002, Buku ajar fisiologi kedokteran, EGC: Jakarta.


Kamadjaja D. B., 2010, Vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi:
Bagaimana mencegah dan mengatasinya, Jurnal Persatuan Dokter Gigi
Indonesia, 59(1): 8-13.
Laksana E., 2015, Dehidrasi dan syok, CDK-228, 42(5): 391-394.
Malamed S. F., 2007, Medical emergencies in the dental office, 6th ed, Mosby co.
St.Louis. pp 139-146
Sudoyo A. R., 2006, Buku ajar ilmu penyakit dalam, FKUI, Jakarta.

You might also like