You are on page 1of 2

Teknologi saat ini sudah ‘berkembang biak’ sangat pesat.

Teknologi yang ada di zaman postmodern


sekarang ini sudah sangat di luar daripada sesuatu yang biasa. Melalui teknologi yang ada kita bisa
mendapatkan beberapa manfaat, seperti contohnya kita mampu berinteraksi menggunakan sosial media
dengan sesama, kita mampu menemukan informasi-informasi yang dibutuhkan dan belum pernah kita
tahu sebelumnya.

Di era globalisasi ini jarak sejauh apapun dapat diakses dengan waktu tempuh yang sangat cepat, setiap
orang sudah tidak mempersalahkan jarak dan waktu dalam mengakses transportasi. Transportasi
menjadi sesuatu yang sangat penting di era globalisasi, semakin cepat diakses transportasi itu, maka
setiap orang akan lebih tertarik dan menjadikannya sebagai alat transportasi pokok. Seiring dengan
pertumbuhan kendaraan bermotor yang boleh dikatakan sudah ‘membludak’ hampir diseluruh wilayah
Indonesia, terutama di wilayah kota-kota besar. Kendaraan bermotor ini penyumbang kemacetan
terbesar. Oleh karena itu berbagai permasalahan timbul, dan pemerintah juga tidak hanya diam, berbagai
kebijakan diluncurkan, mualai dari menyediakan bus antar kota dengan jalur khusus seperti busway di
jakarta. Sama seperti pemerintah DKI Jakarta pemerintah Kota Bandung juga menyediakan angkutan
bus khusus dengan slogan ‘ayo naik bus’ nya yang diharapkan setiap orang tidak lagi mengendarai
kendaraan pribadinya, tetapi menggunakan kendaraan umum. Namun, lagi-lagi hal ini dirasa belum bisa
mengurai kemacetan. Oleh karena itu, disini akan dibahas alat transportasi dewasa ini yang dirasa
beberapa warga sebagai alternatif untuk menembus kemacetan yang sering terjadi. Yaitu dengan
munculnya berbagai macam ojek online seperti Go-Jek, Grab-Bike, Blu-Jek, dll. Dan disini akan dibahas
salah satu dari ojek online tersebut, yaitu Gojek.

Gojek adalah sebuah platform yang telah mengalami rekayasa sosial (social engineering) pada
transportasi umum, di mana kita (konsumen) dihubungkan dengan pelaku (tukang ojek) dengan bantuan
kepintaran smartphone dan GPS melalui sebuah aplikasi berbasis android. Bisa dibilang juga gojek
adalah e-commerce (perdagangan jasa elektronik).

Seiring berkembangnya zaman, menurut Bell (1973), masyarakat pascaindustri ditandai dengan
perubahan dari industri manufaktur menjadi industri jasa yang terpusat pada teknologi informasi. Hal ini
memberi suatu peran kunci kepada produksi dan perencanaan pengetahuan. Berdasarkan pandangan
ini, perubahan teknologi adalah kekuatan pendorong perubahan sosial ketika pertukaran informasi dan
produksi kultural mengganti industri berat di pusat gerak ekonomi.

Gojek merupakan representatif dari perkembangan teknologi saat ini, dengan kemajuan teknologi setiap
orang merasa termanjakan. Sebagai hasil dari teknologi gojek sendiri awalnya dirancang untuk
memudahkan konsumen (pengguna jasa transportasi) dimana di kota-kota besar seperti jakarta dan
sekitarnya transportasi merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, gojek hadir sendiri memberi solusi
dari berbagai macam kemacetan. Ini merupakan sesuatu yang menarik melihat fenomena saat ini di
Indonesia pengguna smartPhone yang menjadi pengguna terbanyak ke-5 di dunia, analis eMarketer
Monica Peart mengungkapkan bahwa maraknya kehadiran smartPhone dengan harga murah dan juga
layanan internet broadband yang meningkat di negara berkembang, seperti India dan Indonesia, akan
meningkatkan jumlah pengguna internet aktif secara berkala. Dengan demikian, setiap orang dapat
mengakses internet dan menjalankan aplikasi (dalam hal ini aplikasi go-jék) yang dapat digunakan untuk
mengakses jasa transportasi gojek online.

Gojek yang kehadirannya dewasa ini menjadi tranding topic di beberapa daerah, telah menunjukkan
eksistensinya. Ini tidak luput dari berbagai masalah yang dihadapi oleh para pengemudi gojek (bikers)
yang menuai berbagai masalah mulai dari gaptek di dalam mengoperasikan aplikasi sampai dengan
ancaman teror dari sesama tukang ojek (dalam hal ini oknum tukang ojek konvensional). Dan hal ini
merupakan representatif dari apa yang pernah diungkapkan oleh kritikus Gorz (1982) yang memberi
ucapan ‘selamat tinggal’ kepada setiap kelas pekerja manual, dalam hal ini yaitu (tukang ojek
konvensional). Argumen utama Gorz adalah bahwa dalam konteks otomatisasi dan ekonomi
pascaindustri, teknologi baru telah mengubah pola pekerjaan dalam masyarakat, menggeser sebagian
besar penduduk dari kerja manual kelas pekerja dan identitas kelas yang terkait dengannya. Disini gojek
telah menggeser keeksistensian ojek pangkalan (konvensional), oleh karena itu terjadilah gesekan
diantara sesama tukang ojek ini. Dengan nada yang sama dengan Gorz, Touranine (1971) menempatkan
kendali informasi dan pengetahuan pada pusat konfilik sosial baru. Walhasil, yang menjadi kelas
dominan adalah kelompok yang mampu mengakses dan mengontrol infromasi. Dari pandangan tersebut
sudah semakin jelas bahwa kehadiran gojek sudah menjadi ‘ancaman’ bagi para ojek pangkalan
(konvensional). Karena dengan berbagai keterbatasan teknologi dan informasi ojek pangkalan telah
kalah bersaing dengan gojek. Gojek selaku kelas dominan yang sekarang sudah mampu mengakses dan
mengontrol informasi tersebut.

Gojek merupakan ojek online pertama di Indonesia, yang mempelopori dari berbagai macam ojek online
lainnya. Disamping keeksistensian gojek munculah para pesaing yang memanfaatkan keeksistensian
gojek, seperti grab-bike dan blu-jek hal ini merupakan sesuatu yang lumrah didalam dunia bisnis. Para
penyedia jasa transportasi ojek online ini bersaing didalam memanjakan konsumennya, mulai dari
fasilitas seperti helm, jaket, diskon tarif, sampai dengan jasa pembelian dan pengiriman barang. Hal itu
dirancang sedemikian rupa untuk menarik para konsumen agar memakai jasa ojek online.

Hadirnya gojek sedikitnya telah membantu pemerintah dalam hal penyedia lapangan pekerjaan. Tidak
hanya dari kalangan kelas biasa yang melamar ingin menjadi karyawan dan pengemudi gojek banyak
dari kalangan kelas sarjana yang berlomba agar mendapatkan tempat sebagai karyawan gojek. Hal ini
merupakan sesuatu yang menarik diamana disaat susahnya mencari pekerjaan gojek hadir dan
menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Bell, struktur kelas baru sangat terkait dengan semakin
pentingnya pengetahuan dan keterampilan teknis pada masyarakat pascaindustri. Jadi, ‘kelas utama
dalam masyarakat baru yang tengah muncul adalah kelas profesional yang didasarkan pada
pengetahuan ketimbang kekayaan’ (Bell, 1973).

Namun, disamping keeksistensiannya, gojek juga sampai saat ini belum memiliki status legal sebagai
kendaraan umum yang beroperasi sebagai angkutan penumpang. Berdasarkan UU Nomor 22/2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa sepeda motor sejatinya bukan sarana
angkutan penumpang. Hal ini jelas telah melanggar aturan berlalulintas. Perlu adanya ketanggapan
pemerintah melalui kepolisian dan dinas perhubungan dalam hal ini. Jangan sampai ada sesuatu yang
ilegal beroperasi sebagai angkutan umum apalagi milik swasta yang sudah jelas tidak dikenai pajak
beroperasi sbg angkutan umum, dan hal ini akan merugikan negara.

Dan akhirnya semua kembali kepada setiap orang didalam memilah dan memilih kendaraan
transportasinya. Memang di zaman postmodern ini alat transportasi dengan menggunakan teknologi
informasi akan mendominasi daripada yang masih konvensional, dikarenakan keterbatasannya. Namun,
kita juga harus bijak didalam menganggapi dan menggunakan berbagai macam jasa taransportasi ini.
Sekiranya, kita masih bisa menggunakan alat transportasi umum yang disediakan pemerintah kenapa
tidak. Setidaknya kita sudah mendukung kebijakan pemerintah dan ikut serta untuk tidak menciptakan
kemacetan. Dan untuk permasalahan antar tukang ojek konvensional dan gojek online ini harus
diseslesaikan secepatnya jangan sampai ada gesekan terus menerus yang pada akhirnya akan
mencitpakan keadaan yang tidak kondusif.

You might also like