You are on page 1of 3

2.

Bagaimana bila pasien tanpa SPV, dan asien meminta hasil visum dengan tujuan untuk dilaporkan ke
kantor polisi ?

Dalam praktek sehari-hari, korban perlukaan akan langsung ke dokter baru kemudian
dilaporkan ke penyidik. Hal ini membawa kemungkinan bahwa surat permintaan visum et
repertum korban luka akan datang terlambat dibandingkan dengan pemeriksaan
korbannya. Sepanjang keterlambatan ini masih cukup beralasan dan dapat diterima maka
keterlambatan ini tidak boleh dianggap sebagai hambatan pembuatan visum et repertum.
Sebagai contoh, adanya kesulitan komunikasi dan sarana perhubungan, overmacht (berat
lawan) dan noodtoestand (darurat).
Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat permintaan visum et repertum harus
mengacu kepada perlukaan akibat tindak pidana tertentu yang tterjadi pada waktu dan
tempat tertentu. Surat permintaan visum et repertum pada korban hidup bukanlah surat
yang meminta pemeriksaan, melainkan surat yang meminta keterangan ahli tentang hasil
pemeriksaan medis.
Adanya keharusan membuat visum et repertum pada korban hidup tidak berarti bahwa
korban tersebut, dalam hal ini adalah pasien, untuk tidak dapat menolak sesuatu
pemeriksaan. Korban hidup adalah juga pasien sehingga mempunyai hak sebagai pasien.
Apabila pemeriksaan ini sebenarnya perlu menurut dokter pemeriksa sedangkan pasien
menolaknya, maka hendaknya dokter meminta pernyataan tertulis singkat penolakan
tersebut dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin dilakukan, agar
mencatatnya di dalam catatan medis.
Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke fasilitas pelayanan kesehatan
tanpa membawa Surat Permintaan Visum (SPV) tidak boleh ditolak untuk dilakukan
pemeriksaan. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar dan hasilnya dicatat dalam
rekam medis. Visum et Repertum baru dibuat apabila surat permintaan visum telah
disampaikan ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan

3. bagaimana bila pemeriksaan diatas spv datang setelah 1 bulan kemudian, dan dokter
pemeriksanya meninggal dunia. Jelaskan !

Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang menandatangani
visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut (dokter pemeriksa).Dalam
hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang menandatangani
visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban.
Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan
atas korban yang masih berkaitandengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat (diluar kota) atau sudah tidak
bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka visum et repertum ditandatangani oleh dokter
penanggung jawab pelayanan forensik klinik yang ditunjuk oleh Rumah Sakit atau oleh
Direktur Rumah Sakit tersebut.
4. Bagaimana bila pasien ini diterima di RS Tipe C dalam keadaan meninggal ? Jelaskan !

Pada tingkat pelayanan sekunder, tenaga kedokteran forensik yang tersedia beserta
jumlah minimalnya antara lain satu dokter spesialis kedokteran forensik sebagai
koordinator, dua dokter umum terlatih forensik, dua perawat, dua tenaga keteknisan
forensik, satu dokter spesialis bidang lain yang terkait dengan kedokteran forensik, dan
satu tenaga dari bidang lain yang dapat menunjang pengembangan pelayanan kedokteran
forensik.

Jika dilihat dari konteks sarana dan prasarana, pada tingkat pelayanan sekunder, Instalasi
Kedokteran Forensik harus memiliki fasilitas antara lain Front Office (administrasi), Back
Office (ruang dokter), Kamar Jenazah, dan Laboratorium Forensik yang mencakup
Laboratorium Autopsi (wet lab), Laboratorium Patologi Forensik, Laboratorium
Toksikologi Forensik, Ruang Medikolegal, Ruang Klinik Forensik, dan Ruang Tenaga
Teknis.8

Pelayanan mencakup :
1. Pelayanan patologi forensik
Pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban mati yang dikirim oleh penyidik ke
Rumah Sakit atau Puskesmas dan bantuan pelayanan pemeriksaan bedah mayat klinis
terhadap mayat pasien sesuai permintaan pihak yang berkepentingan, pada tingkat
pelayanan sekunder hal ini mencakup juga pemeriksaan autopsi forensik.
2. Pelayanan forensik klinik
Pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban hidup yang dikirim ke Rumah Sakit
atau Puskesmas dan pelayanan pemeriksaan pada pasien dalam rangka pembuatan
Visum et Repertum, surat keterangan, atau lainnya.
3. Pelayanan laboratorium forensik sederhana
a. Pemeriksaan Darah
b. Cairan Mani
c. Rambut
d. Air Liur
e. Penentuan Pengguna Narkoba (Kualitatif)
4. Pelayanan konsultasi medikolegal terbatas dan surat keterangan kematian
5. Pelayanan kamar jenazah ( penanganan jenazah infeksius, embalming)

6. Pelayanan identifikasi orang hilang

You might also like