Professional Documents
Culture Documents
Tentang Screning
Tentang Screning
PENGERTIAN
Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau
prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang
mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.
Latar belakang sehingga screening ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
1. Banyaknya kejadain penomena gunung es (Ice Berg Phenomen)
2. sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan prompt
treatment
3. Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis
4. Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut
5. Penderita tanpa gjl mempunyai potensi untuk menularkan penyakit
B. TUJUAN DAN SASARN SCREENING
a. Tujuan
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap
orang- orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu
orang yang mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan
secara tuntas sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan
tidak menjadi sumber penularan penyakit.
3. Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
b. Sasaran
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
• Penyakit kronis
• Keadaan yg potensial/high risk
• Penyaringan yg dpt dilakukan scr:
• Infeksi Bakteri (Lepra, TBC dll.)
• Infeksi Virus (Hepatitis)
• Penyakit Non-Infeksi : (Hipertensi, Diabetes mellitus, Jantung Koroner, Ca
Serviks, Ca Prostat, Glaukoma)
• HIV-AIDS
C. TEMPAT DAN BEBERAPA PERTIMBANGAN DARI SCREENINNG
a) Tempat pelaksanaan
1. Lapangan
2. RSU
3. RS khusus
4. Pusat pelayanan khusus
b) Beberapa pertimbangan dalam screening
1. Biaya
2. Alat yang digunakan
3. Tes yg digunakan hrs cepat
4. Tes yg digunakan sesuai selera masy
5. Org2 yg terdiagnosa sbg pndrt hrs mendapatkan pengobatan
6. Hrs terdapat tes yg spesifik
7. Kelompok pnddk yg discreening diberi penjelasan
D. PROSES PELAKSANAAN SCEENING ADALAH
1. Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang
dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit.
• Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.
• Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2
2. Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik
• Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan.
• Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang
secara periodik).
Tebel cek Screening
Hasil tes Keadaan penderita Jumlah
Sakit Tidak sakit
+ a b a+b
- c d c+d
Jumlah a+c b+d N
Keterangan:
a = positif benar
b = Positif semu
c = negatif semu
d = negatif benar
N = a+b+c+d
E. VALIDITAS
Untuk mengetahui Validitasnya, maka digunakan indeks antara lain:
a) Sensitivitas
Sensitivitas (sensitivity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi
individu dengan tepat, dengan hasil tes positif dan benar sakit.
Sensitivitas = a/a+c
b) Spesifisitas
Spesifisitas (specificity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi
individu dengan tepat, dengan hasil negatif dan benar tidak sakit.
Spesivisitas = d/b+d
c) Positive Predictive Value (Ppv)
Persentase pasien yang menderita sakit dengan hasil test Positive.
PPV = a/a+b
d) Negative Predictive Value (Npv)
Persentase pasien yang tidak menderita sakit dengan hasil test negative.
NPV = d/c+d
Nilai perkiraan kecermatan:
1. Nilai Kecermatan (+) (Positive accuracy) : Proporsi jumlah yang sakit thd
semua hasil tes (+)
Rumus y = a / a+b
2. Nilai Kecermatan (-) (Negative accuracy) : Proporsi jumlah yang tdk sakit
thd semua hasil tes (-)
Rumus z = d / c+d
Selain nilai kecermatan, dpt juga dihitung nilai komlemennya yaitu :
1. False positive rate: Jumlah hasil tes (+) semua dibagi dgn jumlah seluruh
hsl tes (+)
Rumus b/ a + b atau 1 – y
2. False negative rate: Jumlah hasil tes (-) semua dibagi dgn jumlah seluruh
hsl tes (-)
Rumus c/ c + d atau 1 – z
Contoh:
Ditemukan 50 orang (+) menderita & 100 tdk menderita, dari hasil tes trdpt 45
org (+) benar, 10 org (+) semu, 5 org (-) semu dan 90 org (-) benar.
Hasil tes Keadaan penderita Jumlah
sakit Tdk sakit
+ 45 10 55
- 5 90 95
Jumah 50 100 150
Sensitifitas hasil tes; 45/50 = 90%
Spesifitas hasil tes; 90/100 = 90%
Nilai kecermatan (+); 45/55 = 82%
False positif rate; 10/55 = 18% (100-82 = 18)
False negatif rate; 5/95 = 5% (100-95 = 5)
F. RELIABILITAS
Pemeriksaan yg dilakukan berulang-ulang akan menghasilkan sesuatu yg
konsisten
Faktor yg mempngaruhi:
1. Variabilitas alat
2. Variasi subyek
3. Variasi pemeriksa
Cara mengurangi variasi:
1. Standarisasi alat
2. Latihan intensif para pemeriksa
3. Penerangan yang jelas kepada orang yang akan diperiksa
G. Yeild
Yeild adalah jumlah penyakit yang didiagnosa dan diobati sebagai hasil
penyaringan
Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Sensitifitas tes
2. Prevaensi penyakit yang tidak tampak
3. Screening yg tidak tampak
4. Kesadaran masyarakat
Referensi :
1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
2. Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta
3. Nasry, Nur dasar-dasar epidemiologi
4. Arsip mata kuliah FKM UNHAS 2006
Menjelaskan konsep dan prinsip –
prinsip epidemiologi Dian Husada
Beranda
Ukuran frekwensi penyakit Ratio, Proporsi, dan Ins...
Ukuran frekwensi penyakit Prevalen
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
SCREENING
SCREENING
SCREENING
DEFENISI
Screening atau penyaringan kasus (Uji Tapis) adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain
yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita
penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.
Uji tapis bukan untuk mendiagnosis tapi untuk menentukan apakah yang
bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang didiagnosisnya positif
dilakukan pengobatan intensif agar tidak menular
Screening pada umumnya bukan merupakan uji diagnostik dan oleh karenanya
memerlukan penelitian (follow-up) yang cepat dan pengobatan yang tepat pula.
TUJUAN SCREENING :
Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-
orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu orang yang
mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).
SASARAN
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
HIV-AIDS
PROSES PENYARINGAN
Proses pelaksanaan sceening adalah :
Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang secara
periodik).
PRINSIF PELAKSANAAN
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan:
Tidak mahal
MACAM SCREENING
a. Penyaringan Massal (Mass Screening)
b. Penyaringan Multiple
c. Penyaringan yang Ditargetkan
d. Penyaringan Oportunistik
KRITERIA UNTUK MELAKSANAKAN SCREENING
1. Sifat Penyakit
* Serius
* Prevalensi tinggi pada tahap praklinik
* Priode yang panjang diantara tanda-tanda pertama sampai timbulnya penyakit
2. Uji Diagnostik
* Sensitif dan Spesifik
* Sederhana dan murah
* Aman dan dapat diterima
* Reliable
* Fasilitas adekwat
3. Diagnosis dan Pengobatan
* Efektif dan dapat diterima
* Pengobatan yang aman telah tersedia.
Agar hasil pengukuran dari penyaringan /screening itu valid, maka harus diukur
dengan menggunakan sensitivitas & spesifitas.
SENSITIVITAS
Sensitivitas (sensitivity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengan hasil tes positif dan benar sakit.
Sensitivitas = a/a+c
SPESIFISITAS
Spesifisitas (specificity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengan hasil negatif dan benar tidak sakit.
Spesivisitas = d/b+d
KRITERIA EVALUASI
A. Validitas : merupakan tes awal baik untuk memberikan indikasi individu mana
yang benar sakit dan mana yang tidak sakit. Doa komponen validitas adalah
sensitivitas dan spesifitas
B. Reliabilitas : adalah bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil
yang konsisten
C. Yiel : merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari
uji tapis.
Beberapa Pertimbangan Pelaksanaan Uji Tapis:
1.
2.
Harus ada cara pengobatan/ pengawasan untuk penderita yang ditemukan dalam
penyaringan
3.
4.
Pemeriksan yang dilakukan harus tidak berbahaya dan dapat diterima masyarakat
Biaya yang digunakan seimbang dengan resiko biaya bila tanpa screening
Definisi Skrining
Skrining merupakan cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui
tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara
orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita
penyakit.
Menjadi sebuah hal yang penting mengetahui bagaimana transmisi sebuah penyakit
dan berkembang serta menyediakankan pelayanan kesehatan yang tepat dan efektif.
Tantangannya adalah membedakan orang-orang yang berada pada populasi antara
yang sakit dan tidak sakit. Screening test tidak dimaksudkan untuk mendiagnosa
penyakit. Namun jika hasil screening tes positif, maka dilakukan pemeriksaan
(diagnosis) yang lebih lanjut untuk menentukan apakah yang bersangkutan betul sakit
atau tidak.
1. Screening
Pap smear untuk mendeteksi lesi prakanker dan berpotensi mencegah kanker
servik.
Mamografi untuk mendeteksi kanker payudara
Kolonoskopi untuk mendeteksi kankera kolorekta
Dermatologis centang untuk mendeteksi melanoma
Radiografi bitewing secara rutin diambil pada pemeriksaan gigi dan digunakan
untuk layar untuk karies interproksimal gigi.
1. Sensitivitas
Salah satu kriteria dalam tes skrining adalah akurat dan realibilitas. Akurat
menunjukkan sejauh mana hasil skrining/penapisan sesuai dengan kenyataannya.
Sedangkan reliabilitas berhubungan dengan standardisasi perangkat pengujian atau
test konfirmasi. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi alat
pengukuran, jika pengukuran dilakukan berulang kali, hasil yang diperoleh tidak jauh
berbeda.
Sensitivitas adalah proporsi orang yang benar-benar sakit dalam populasi yang juga
diidentifikasi sebagai orang sakit oleh tes skrining. Sensitivitas adalah
kemungkingkinan kasus terdiagnosa dengan benar atau probabilitas setiap kasus yang
ada teridentifikasi dengan uji skrining.
2. Spesifisitas
Sedangkan spesifisitas adalah proporsi orang yang benar-benar tidak sakit dan tidak
sakit pula saat diidentifikasi dengan tes skrining. Ini adalah ukuran dari kemungkinan
benar mengidentifikasi orang tidak sakit dengan tes skrining. Spesifisitas merupakan
ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah tes skrining mengklasifikasikan orang
yang tidak sakit sebagai orang benar benar yang tidak memiliki penyakit pada
kenyataanya.
Sensitivitas digambarkan sebagai persentase orang tanpa penyakit yang secara test
negatif. Jika dibandingkan dengan alat ukur standar, Spesifisitas adalah proporsi
subjek yang negatif menurut standar emas yang diidentifikasi sebagai negatif oleh alat
ukur.
Sensitivitas rendah berarti bahwa tes akan melewatkan banyak individu yang memiliki
penyakit ini, sedangkan spesifisitas yang rendah menunjukkan bahwa tes akan
menempatkan banyak orang dalam kelompok yang berpenyakit meskipun mereka
tidak memiliki penyakit. Dalam jargon epidemiologi dikatakan bahwa suatu skrining
dengan sesisitivitas yang rendah akan meningkatkan beberapa jumlah ‘false negatif’
sedangkan jika suatu skrining memiliki spesifisitas yang rendah akan menghasilkan
banyak ‘false positif’.
Nilai Prediktif Negatif adalah persentase dari semua pasien yang benar-benar
negative(sehat/true negative) diantara semua pasien yang menunjukkan hasil tes
negatif. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan standar emas, nilai prediktif positif
adalah probabilitas subjek yang diidentifikasi positif oleh alat ukur benar-benar akan
positif menurut standar emas di kemudian hari. Sedangkan, nilai prediktif negatif
adalah probabilitas subjek yang diidentifikasi negatif oleh alat ukur akan benar-benar
negatif menurut standar emas di kemudian hari.
Beberapa pertimbangan pelaksanaan screening
Secara teori uji skrining tampak sangat sederhana, tetapi dalam praktiknya tidak
demikian karena harus memperhatikan berbagaia faktor sebaai bahan pertimbangan
sebelum dilaksanakannya.
1. Biaya
Uji skrining membutuhkan biaya yang banyak karena mencakup sebuah populasi atau
kelompok masyakarat. Sehingga harus mempertimbangkan cost effectiveness sebelum
dialakukan sebuah skrining secara massal.
Alat yang digunakan haruslah alat yang dapat diguanakan oleh petugas lapangan atau
rumah sakit. Alat yang digunakan harus sensitive sehingga dapat mengurangi hasil tes
false negative.
Tes yang digunakan harus cepat agar diketahui hasilnya dan tidak menunggu
terlalu lama
Tes skrining tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, hal
ini untuk meningkatakn partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tes skrining
Selain alat skrining, menjadi persiapan penting juga adalah alat diagnosis setelah
dinyatakan tru positif dan dibutuhkan untuk tes lebih lanjut.
1. Mammogram
2. Pap smear
Pap smear harus rutin dilakukan sejak usia 21 atau tiga tahun pertama
setelah menjalani hubungan seks. Skrining ini dilakukan untuk
mendeteksi kanker rahim.
3. Kolonoskopi
SCREENING
SCREENING
Skrining adalah usaha untuk mengindentifikasi suatu penyakit atau kelainan yang
secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang
dapat digunakan secara cepat membedakan orang-orang yang kelihatan sehat, benar – benar
sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan.
1. Pertanyaan/kuesioner
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. X-ray, termasuk diagnostic imaging
Jenis skrining :
1. Mass Skrining
2. Selective skrining
3. Single Disease Skrining
4. Case finding skrining
5. Multiphasic skrining
1. Skrining Paralel
Positif, bila individu member hasil positif untuk test yang manapun ( Salah satu atau
kedua tes skrining). Misalnya pada skrining ca mammae dengan pemeriksaan fisik
dan mammografi, sudah disebut positif jika pemeriksaan fisik saja + atau
mammografi saja yang +.
2. Skrining series / bertahap
a. Skrining tahap I
Lebih murah, tidak terlalu invasive atau tidak terlalu mengganggu
b. Skrining tahap II
Skrining tahap II dilakukan pada mereka yang positif pada pemeriksaan tahap I,
diharapkan dapat mengurangi positif palsu.
Kriteria penyakit yang sesuai untuk dilakukan skrining :
1. Penyakit harus ada dipopulasi
2. Penyakit merupakan masalah morbiditas dan atau mortalitasnya tinggi di
masyarakat
3. Deteksi dini dan intervensi harus dapat memperbaiki outcome (Anonymus,2009)
A. Skrining pada Kanker Payudara
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel pada
payudara. Munculnya sel kanker tersebut terjadi sebagai hasil dari mutasi atau perubahan
yang tidak normal pada gen yang bertanggungjawab menjaga pertumbuhan sel dan
menjaganya tetap normal (sehat). Gen di dalam setiap inti sel, yang bertindak sebagai
“ruang kontrol” dari masing-masing sel. Biasanya, sel dalam tubuh kita berganti sendiri
secara teratur. Proses pertumbuhan sel: sel sehat baru mengambil alih sel lama. Tapi
seiring waktu, mutasi bisa “menghidupkan” beberapa gen dan “mematikan” bagian lain
dalam sel. Sel yang berubah tersebut memiliki kemampuan untuk berpisah dan tanpa
kontrol memproduksi lebih banyak sel-sel seperti itu dan membentuk tumor.
Istilah “kanker payudara” merujuk kepada suatu tumor ganas (malignan) yang
berkembang dari sel-sel di payudara. Kanker payudara biasanya dimulai pada sel di
lobules, kelenjar yang memproduksi susu, atau pada duktus saluran kelenjar susu, saluran
yang menghubungkan lobulus ke ‘puting susu’. Jarang terjadi, kanker payudara mulai
pada jaringan stromal, termasuk jaringan lemak dan jaringan ikat dari payudara.
Seiring dengan waktu, sel-sel kanker dapat menyebar ke jaringan payudara sehat
membuat jalan masuk ke kelenjar getah bening di ketiak, suatu organ kecil yang
menyaring benda asing dalam tubuh. Jika sel kanker telah meluas ke kelenjar getah
bening, maka ini menjadi jalan ke bagian lain dari tubuh.
Insiden kejadian
Resiko kanker payudara dari seorang perempuan kira-kira dua kali lipat jika dia
memiliki turunan pertama (ibu, saudara perempuan, anak perempuan) yang telah
didiagnosis dengan kanker payudara. Sekitar 20-30% perempuan dengan diagnosis kanker
payudara memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara. Kira-kira 5-10% dari kanker
payudara disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan dari satu ibu atau ayah. Mutasi
dari gen BRCA1 dan BRCA2 adalah yang paling sering. Perempuan dengan mutasi ini
memiliki resiko terkena kanker payudara sampai 80%, dan mereka sering didiagnosis pada
usia muda (sebelum usia 50). Meningkatkan resiko kanker ‘ovarium’ juga dikaitkan
dengan mutasi gen ini. Laki-laki dengan mutasi BRCA1 memiliki 1% risiko
perkembangan menjadi kanker payudara pada usia 70 dan 6% apabila mereka memiliki
mutasi BRCA2.
Kira-kira 90% dari kanker payudara adalah bukan herediter, tetapi abnormalitas
genetik yang terjadi sebagai proses aging/penuaan dan gaya hidup pada umumnya. Yang
paling penting, faktor risiko untuk kanker payudara adalah jenis kelamin (perempuan)
dan usia (semakin tua).
Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data
terakhir menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan
angka ke 2 tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim.
Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor
resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena
pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan
struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
2. Masa reproduksi yang relatif panjang.
3. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun.
4. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun)
5. Wanita yang belum mempunyai anak Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen
relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.
6. Kehamilan dan menyusui Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat
menyusui.
7. Wanita gemuk. Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun
pula.
8. Preparat hormon estrogen Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun.
9. Faktor genetic. Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar
pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara
(Agung,2009)
Pencegahan primer
Pencegahan pada tahap ini merupakan yang sangat dianjurkan dan menjadi
salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui
upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan
melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan sekunder
Pencegahan Tertier
a. Stage 0: tahap sel Kanker payudara tetap di dalam kelenjar payudara, tanpa invasi
ke dalam jaringan payudara normal yang berdekatan.
b. Stage I: adalah 2 cm atau kurang dan batas yang jelas (Kelenjar getah bening
normal).
c. Stage IIA: tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker ditemukan di
Kelenjar getah bening ketiak, ATAU tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan
telah menyebar ke Kelenjar getah bening ketiak/aksiller, ATAU tumor yang lebih
besar dari 2 tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke Kelenjar
getah bening ketiak.
d. Stage IIB: tumor yang lebih besar dari 2 cm, namun tidak ada yang lebih besar dari
5 cm dan telah menyebar ke Kelenjar getah bening yg berhubungan dgn ketiak,
ATAU tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi belum menyebar ke Kelenjar getah
bening ketiak.
e. Stage IIIA: tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di Kelenjar
getah bening ketiak yang melekat bersama atau dengan struktur lainnya, atau
kanker ditemukan di Kelenjar getah bening di dekat tulang dada, ATAU tumor
dengan ukuran berapapun dimana kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak, terjadi pelekatan dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di
Kelenjar getah bening di dekat tulang dada.
f. Stage IIIB: tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke dinding dada
dan/atau kulit payudara dan mngkin telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak yang berlengketan dengan struktur lainnya, atau kanker mungkin telah
menyebar ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada.
g. Stage IIIC: ada atau tidak tanda kanker di payudara atau mugkin telah menyebar ke
dinding dada dan/atau kulit payudara dan kanker telah menyebar ke kelenjar getah
bening baik di atas atau di bawah tulang belakang dan kanker mungkin telah
menyebar ke Kelenjar getah bening ketiak atau ke Kelenjar getah bening di dekat
tulang dada.
h. Stage IV: kanker telah menyebar atau metastase ke bagian lain dari tubuh.
(Alhamsyah,2009)
Kanker serviks atau juga disebut kanker leher rahim merupakan jenis kanker
kedua yang paling banyak diderita wanita di dunia yang berusia di atas 15 tahun.
Berdasarkan survey tahun 2001, di Indonesia, ditemukan penderita baru yang mengidap
kanker leher rahim berjumlah 2429 atau 25,91% dari seluruh penderita kanker.
Penyebab kanker leher rahim yaitu virus HPV (Human Papiloma Virus) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang semua wanita,
khususnya wanita yang aktif secara seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk
mencegah infeksi HPV khususnya tipe 16 dan tipe 18 yang diperkirakan menjadi
penyebab 70% kasus kanker serviks di Asia.
Faktor risiko yang potensial menyebabkan terjadinya kanker leher rahim adalah
Seringkali gejala kanker leher rahim pada stadium dini tidak menunjukkan gejala
atau tanda yang khas. Sedangkan jika telah timbul gejala diantaranya keputihan,
perdarahan setelah hubungan intim suami istri, perdarahan spontan setelah masa
menopause (masa tidak haid lagi), keluar cairan kekuningan yang berbau busuk atau
bercampur darah, nyeri panggul, atau tidak dapat buang air kecil, maka kemungkinan
besar penyakit telah masuk stadium lanjut.
Pap smear bukan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, hanya sebagai tes
skrining untuk memperingatkan dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan sel abnormal dipilih secara hati-hati untuk
mengirim pesan spesifik kepada dokter anda tentang resiko yang ada. Berikut
beberapa istilah yang mungkin digunakan dokter dan kemungkinan langkah yang
dapat diambil selanjutnya:
a. Normal
Tes negatif (tidak ada sel abnormal terdeteksi). Tidak perlu pengobatan atau tes lebih
lanjut sampai Pap smear dan pemeriksaan panggul selanjutnya.
Hasil Tes
Pap smear bukan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, hanya sebagai tes
skrining untuk memperingatkan dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan sel abnormal dipilih secara hati-hati untuk mengirim
pesan spesifik kepada dokter anda tentang resiko yang ada. Berikut beberapa istilah yang
mungkin digunakan dokter dan kemungkinan langkah yang dapat diambil selanjutnya:
a. Normal
Tes negatif (tidak ada sel abnormal terdeteksi). Tidak perlu pengobatan atau
tes lebih lanjut sampai Pap smear dan pemeriksaan panggul selanjutnya.
2. Pemeriksaan visual dengan Asam Asetat (IVA) yaitu pemeriksaan leher rahim dengan
cara melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam
asetat 3-5 %. Bila setelah pulasan asam asetat 3-5% ada perubahan warna, yaitu
tampak bercak putih yang disebut dengan aceto white ephitelum, maka kemungkinan
ada kelainan pada tahap pra kanker.
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan untuk analisis IVA, Yaitu :
a. IVA Negatif = Serviks normal
b. IVA Positif = Serviks dengan radang (Servisitis) atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
c. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white ephitelum).
d. IVA Kanker serviks.
3. Pemeriksaan visual dengan Asam asetat dan pembesaran ginekoskopi (IVAB)
4. Pemeriksaan test molekuler DNA HPV (Human papiloma virus)
Telah dibuktikan bahwa lebih 90 % kondiloma servik, NIS dan kanker serviks
mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan tiap tipe HPV mempunyai
hubungan patologi yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV resiko
rendahjarang ditemukan karsinoma yang invasive kecuali karsinoma verukosa.
Sementara itu tipe 16,18, 31 dan 45 tergolong HPV resiko tinggi. HPV typing
dilakukan dengan hibridasi DNA.
5. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-
15 x, untuk menampilkan porsio diulas lebih dulu dengan asam asetat 3-5%.Pada
Porsio dengan kelainan(Infeksi HPV / INS) terlihat bercak putih atau perubahan
corakan pembuluh darah.
Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, namun ketersedaiaan alat ini
terbatas karena mahal. Oleh karena itu alat ini lebih sering digunakan pada prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil test Pap abnormal.l
6. Servikografi
Pemeriksaan kelainan diporsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah
dipulas dengan 3-5% asam asetat yang dapat diperiksa oleh bidan. Hasil pemeriksaan
dikirimkan ke ahli ginekologi (yang bersertifikat untuk menilai)
7. Pap Net dengan Komputerisasi
Pada dasarnya pemeriksaan pap net berdasarkan pemeriksaan slide test pap. Bedanya
untuk mengidentifikasi sel abnormal dilakukan secara komputerisasi. Slide hasil test
pap yang mengandung sel abnormal dapat dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi.
Pusat komputerisasi pap net adalah di New York, Amsterdam dan hongkong. Saat ini
jaringan pap net yang ada di Indonesia dikirim ke Hongkong(Nuranna, 2001)
Saat ini telah ditemukan cara terbaru pencegahan kanker serviks yaitu dengan
vaksinasi. Vaksin ini berpotensi lebih dari 70% untuk mencegah kanker serviks.
Vaksin akan meningkatkan kemampuan sistem kekebalan, untuk mengenali dan
menghancurkan virus ketika masuk dalam tubuh. Vaksinasi sebaiknya dilakukan sejak
masa remaja, yaitu sejak usia 10 tahun, dengan jadual vaksinasi pada bulan 0, 1, dan
6. Karena pada usia tersebut telah memasuki masa reproduksi dan anak belum
terkontaminasi oleh virus HPV, sehingga diharapkan dengan vaksinasi, tingkat
kekebalan yang didapat akan lebih tinggi dibandingkan pada usia dewasa.untuk itu,
vaksinasi bersama skrinning serta usaha mengurangi factor risiko, diharapkan dapat
mengurangi risiko terkena kanker leher rahim. Idealnya sebelum vaksinasi pada
wanita yang telah melakukan hubungan seksual harus dilakukan pemeriksaan
terhadap infeksi human papiloma virus.
Pemeriksaan PAP SMEAR /IVA dapat dilakukan di berbagai tempat, seperti : rumah
sakit, rumah bersalin, pusat atau klinik deteksi dini kanker, praktek dokter spesialis
kandungan, puskesmas, praktek dokter umum dan bidan yang telah mempunyai
peralatan untuk melakukan pemeriksaan PAP SMEAR. (Dwiyanti,2009)
American cancer society merekomendasikan papsmear pertama sekitar 3 tahun
setelah hubungan seksual pertama atau setelah usia 21 tahun. Setelah usia 21 tahun
petunjuknya sebagai berikut :
Anda dapat menghentikan Pap smear jika anda memiliki hasil 3 tes
Lebih dari 70 normal secara berurutan dan Pap smear anda normal selama 10 tahun
a. Riwayat aktivitas sexsual pada saat remaja, terutama jika berganti - ganti pasangan
b. Saat ini memiliki pasangan yang multiple
c. Riwayat penyakit menular sexsual
d. Riwayat keluarga dengan kanker servik
e. Diagnosis kanker servik atau pap smear menunjukkan gejala prakanker
f. Infeksi Human papiloma virus (HPV)
g. Perokok
h. Infeksi HIV
i. Terpapar dietilstilbestrol sebelum lahir
j. Sistem imun yang lemah karena beberapa factor seperti transplantasi organ, kemoterapi
atau penggunaan kortikosteroid kronis(Nuranna,2001)
Skrining pada kanker ovarium tidak ada, Sedang dikembangkan penelitian mengenai
skrining tes untuk kanker ovarium,antara lain:
a. Pemeriksaan pelvis
b. USG pelvis
c. Tumor marker : CA 125
D. Skrining pada Kanker Endometrium
Kanker Rahim (uterus) atau yang sebenarnya adalah kanker jaringan
endometrium adalah kanker yang sering terjadi di endometrium, tempat dimana
janin tumbuh, sering terjadi pada wanita usia 60-70 tahun.
Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka kejadian
tertinggi, terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika
terdapat sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker
endometrium.
Tabel 1. Stadium klinik karsinoma endometrium (FIGO 1971)7
Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada korpus
Stadium IA Panjang kavum uteri <8 cm
Stadium IB Panjang kavum uteri > 8 cm
Stadium II Karsinoma mengenai korpus dan servik
Stadium III Karsinoma meluas keluar uterus tetapi
belum keluar dari panggul kecil
Stadium IV Karsinoma meluas keluar dari panggul
kecil atau sudah mengenai mukosa
kandung kemih atau rektum
(Suheimi,2007)
Faktor resiko terjadinya kanker rahim:
a. Lanjut usia
b. Kegemukan (termasuk contohnya pada penderita Diabetes)
c. Menstruasi pertama di usia dini, Menopause yang terlambat.
d. Belum pernah hamil
e. Stimulasi estrogen berlebihan (dari dalam tubuh sendiri atau berasal dari
luar tubuh)
f. Riwayat kanker keluarga (berhubungan dengan kanker usus besar - Lynch
Syndrome)
Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa kadar estrogen sangat memainkan
peran dalam perkembangan kanker rahim. Selama kehamilan, produksi hormon estrogen
meningkat dengan diiringi peningkatan hormon progesteron juga. Wanita
dengan produksi estrogen yang tinggi tanpa diimbangi dengan peningkatan
produksi progesteron dapat meningkatkan faktor resiko terjadi kanker rahim
/ endometrium.
Tanda dan gejalanya:
a. Perdarahan setelah menopause
b. Siklus menstruasi yang tidak teratur
c. Perdarahan diantara periode menstruasi
d. Tercium bau yang tidak biasanya (amis) dari vagina
e. Stadium lanjut : nyeri pinggang, nyeri pada saat buang air kecil dan
hubungan seksual serta nyeri perdarahan pada saat buang air besar.
DAFTAR PUSTAKA