You are on page 1of 31

A.

PENGERTIAN
Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau
prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang
mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.
Latar belakang sehingga screening ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
1. Banyaknya kejadain penomena gunung es (Ice Berg Phenomen)
2. sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan prompt
treatment
3. Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis
4. Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut
5. Penderita tanpa gjl mempunyai potensi untuk menularkan penyakit
B. TUJUAN DAN SASARN SCREENING
a. Tujuan
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap
orang- orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu
orang yang mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan
secara tuntas sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan
tidak menjadi sumber penularan penyakit.
3. Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
b. Sasaran
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
• Penyakit kronis
• Keadaan yg potensial/high risk
• Penyaringan yg dpt dilakukan scr:
• Infeksi Bakteri (Lepra, TBC dll.)
• Infeksi Virus (Hepatitis)
• Penyakit Non-Infeksi : (Hipertensi, Diabetes mellitus, Jantung Koroner, Ca
Serviks, Ca Prostat, Glaukoma)
• HIV-AIDS
C. TEMPAT DAN BEBERAPA PERTIMBANGAN DARI SCREENINNG
a) Tempat pelaksanaan
1. Lapangan
2. RSU
3. RS khusus
4. Pusat pelayanan khusus
b) Beberapa pertimbangan dalam screening
1. Biaya
2. Alat yang digunakan
3. Tes yg digunakan hrs cepat
4. Tes yg digunakan sesuai selera masy
5. Org2 yg terdiagnosa sbg pndrt hrs mendapatkan pengobatan
6. Hrs terdapat tes yg spesifik
7. Kelompok pnddk yg discreening diberi penjelasan
D. PROSES PELAKSANAAN SCEENING ADALAH
1. Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang
dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit.
• Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.
• Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2
2. Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik
• Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan.
• Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang
secara periodik).
Tebel cek Screening
Hasil tes Keadaan penderita Jumlah
Sakit Tidak sakit
+ a b a+b
- c d c+d
Jumlah a+c b+d N
Keterangan:
a = positif benar
b = Positif semu
c = negatif semu
d = negatif benar
N = a+b+c+d
E. VALIDITAS
Untuk mengetahui Validitasnya, maka digunakan indeks antara lain:
a) Sensitivitas
Sensitivitas (sensitivity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi
individu dengan tepat, dengan hasil tes positif dan benar sakit.
Sensitivitas = a/a+c
b) Spesifisitas
Spesifisitas (specificity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi
individu dengan tepat, dengan hasil negatif dan benar tidak sakit.
Spesivisitas = d/b+d
c) Positive Predictive Value (Ppv)
Persentase pasien yang menderita sakit dengan hasil test Positive.
PPV = a/a+b
d) Negative Predictive Value (Npv)
Persentase pasien yang tidak menderita sakit dengan hasil test negative.
NPV = d/c+d
Nilai perkiraan kecermatan:
1. Nilai Kecermatan (+) (Positive accuracy) : Proporsi jumlah yang sakit thd
semua hasil tes (+)
Rumus y = a / a+b
2. Nilai Kecermatan (-) (Negative accuracy) : Proporsi jumlah yang tdk sakit
thd semua hasil tes (-)
Rumus z = d / c+d
Selain nilai kecermatan, dpt juga dihitung nilai komlemennya yaitu :
1. False positive rate: Jumlah hasil tes (+) semua dibagi dgn jumlah seluruh
hsl tes (+)
Rumus b/ a + b atau 1 – y
2. False negative rate: Jumlah hasil tes (-) semua dibagi dgn jumlah seluruh
hsl tes (-)
Rumus c/ c + d atau 1 – z
Contoh:
Ditemukan 50 orang (+) menderita & 100 tdk menderita, dari hasil tes trdpt 45
org (+) benar, 10 org (+) semu, 5 org (-) semu dan 90 org (-) benar.
Hasil tes Keadaan penderita Jumlah
sakit Tdk sakit
+ 45 10 55
- 5 90 95
Jumah 50 100 150
Sensitifitas hasil tes; 45/50 = 90%
Spesifitas hasil tes; 90/100 = 90%
Nilai kecermatan (+); 45/55 = 82%
False positif rate; 10/55 = 18% (100-82 = 18)
False negatif rate; 5/95 = 5% (100-95 = 5)
F. RELIABILITAS
Pemeriksaan yg dilakukan berulang-ulang akan menghasilkan sesuatu yg
konsisten
Faktor yg mempngaruhi:
1. Variabilitas alat
2. Variasi subyek
3. Variasi pemeriksa
Cara mengurangi variasi:
1. Standarisasi alat
2. Latihan intensif para pemeriksa
3. Penerangan yang jelas kepada orang yang akan diperiksa
G. Yeild
Yeild adalah jumlah penyakit yang didiagnosa dan diobati sebagai hasil
penyaringan
Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Sensitifitas tes
2. Prevaensi penyakit yang tidak tampak
3. Screening yg tidak tampak
4. Kesadaran masyarakat
Referensi :
1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
2. Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta
3. Nasry, Nur dasar-dasar epidemiologi
4. Arsip mata kuliah FKM UNHAS 2006
Menjelaskan konsep dan prinsip –
prinsip epidemiologi Dian Husada
 Beranda
 Ukuran frekwensi penyakit Ratio, Proporsi, dan Ins...
 Ukuran frekwensi penyakit Prevalen
 Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
 SCREENING
SCREENING
SCREENING

DEFENISI

Screening adalah proses yang dimaksud untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit


yang tidak diketahui/tidak terdeteksi dengan menggunakan berbagai test/uji yang
dapat diterapkan secara tepat dalam sebuah skala yang benar

Screening atau penyaringan kasus (Uji Tapis) adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain
yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita
penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.

Uji tapis bukan untuk mendiagnosis tapi untuk menentukan apakah yang
bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang didiagnosisnya positif
dilakukan pengobatan intensif agar tidak menular

Screening pada umumnya bukan merupakan uji diagnostik dan oleh karenanya
memerlukan penelitian (follow-up) yang cepat dan pengobatan yang tepat pula.

TUJUAN SCREENING :

Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-
orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu orang yang
mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (Population at risk).

Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara


tuntas sehingga tidak membahayakan dirinya atau lingkungan dan tidak menjadi
sumber penularan penyakit.

SASARAN
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :

Infeksi Bakteri (Lepra, TBC dll.)

Infeksi Virus (Hepatitis)

Penyakit Non-Infeksi : (Hipertensi, Diabetes Mellitus, Jantung Koroner, Ca Serviks,


Ca Prostat, Glaukoma)

HIV-AIDS

PROSES PENYARINGAN
Proses pelaksanaan sceening adalah :

Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap


mempunyai resiko tinggi menderita penyakit.

Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.

Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2

2. Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik

Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan.

Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang secara
periodik).

PRINSIF PELAKSANAAN
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan:

Dengan cepat dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut

Tidak mahal

Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan

Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa.

MACAM SCREENING
a. Penyaringan Massal (Mass Screening)
b. Penyaringan Multiple
c. Penyaringan yang Ditargetkan
d. Penyaringan Oportunistik
KRITERIA UNTUK MELAKSANAKAN SCREENING
1. Sifat Penyakit
* Serius
* Prevalensi tinggi pada tahap praklinik
* Priode yang panjang diantara tanda-tanda pertama sampai timbulnya penyakit
2. Uji Diagnostik
* Sensitif dan Spesifik
* Sederhana dan murah
* Aman dan dapat diterima
* Reliable
* Fasilitas adekwat
3. Diagnosis dan Pengobatan
* Efektif dan dapat diterima
* Pengobatan yang aman telah tersedia.

Agar hasil pengukuran dari penyaringan /screening itu valid, maka harus diukur
dengan menggunakan sensitivitas & spesifitas.

SENSITIVITAS
Sensitivitas (sensitivity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengan hasil tes positif dan benar sakit.
Sensitivitas = a/a+c

SPESIFISITAS
Spesifisitas (specificity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengan hasil negatif dan benar tidak sakit.
Spesivisitas = d/b+d

POSITIVE PREDICTIVE VALUE (PPV)


Persentase pasien yang menderita sakit dengan hasil test Positive.
PPV = a/a+b

NEGATIVE PREDICTIVE VALUE (NPV)


Persentase pasien yang tidak menderita sakit dengan hasil test negative.
NPV = d/c+d

KRITERIA EVALUASI
A. Validitas : merupakan tes awal baik untuk memberikan indikasi individu mana
yang benar sakit dan mana yang tidak sakit. Doa komponen validitas adalah
sensitivitas dan spesifitas
B. Reliabilitas : adalah bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil
yang konsisten
C. Yiel : merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari
uji tapis.
Beberapa Pertimbangan Pelaksanaan Uji Tapis:

1.

Kondisi penyakit yang akan diskrining harus merupakan masalah kesehatan


masyarakat yang sangat penting

2.

Harus ada cara pengobatan/ pengawasan untuk penderita yang ditemukan dalam
penyaringan

3.

Fasilitas untuk diagnostik dan pengobatan tersedia

4.

Harus dikenal stadium simtomatik dini & masa laten

Harus ada cara pemeriksaan (test) yang cocok

Pemeriksan yang dilakukan harus tidak berbahaya dan dapat diterima masyarakat

Pemeriksaan skrining memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan spesivitas

Sifat perjalanan penyakit diketahui dengan pasti

Ada standar yang disepakati tentang mereka yang menderita penyakit

Biaya yang digunakan seimbang dengan resiko biaya bila tanpa screening

Penemuan kasus harus merupakan program berlanjut

Alat yang digunakan, waktu, aplikable, dapat dipertanggung jawabkan serta


penderita mendapat pengobatan dengan alat untuk diagnosis yang tepat.

Semoga bermanfaat dan menambah wawasan anda tentang epidemiologi,


khususnya screening.. semoga Allah selalu menyertai kita dengan nitan yang benar
dan baik..
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Beranda
Langganan: Postingan (Atom)
PENGIKUT
ARSIP BLOG
 ▼ 2011 Desember just for funtugas bing tikus templeJuni
SKRINING DAN DIAGNOSIS”

Definisi Skrining

Screening is the application of a screening regimen aimed at diagnosing latent cases


of illness. The screening regimen always starts with an initial test to identify
individuals with a high enough probability of latent illness to warrant one or more
further tests, and so on, until a final diagnosis of latent illness is reached.

Skrining merupakan cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui
tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara
orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita
penyakit.

Menjadi sebuah hal yang penting mengetahui bagaimana transmisi sebuah penyakit
dan berkembang serta menyediakankan pelayanan kesehatan yang tepat dan efektif.
Tantangannya adalah membedakan orang-orang yang berada pada populasi antara
yang sakit dan tidak sakit. Screening test tidak dimaksudkan untuk mendiagnosa
penyakit. Namun jika hasil screening tes positif, maka dilakukan pemeriksaan
(diagnosis) yang lebih lanjut untuk menentukan apakah yang bersangkutan betul sakit
atau tidak.

Tujuan screening dan diagnosis

1. Screening

Untuk mengidentifikasi penyakit pada komunitas awal, sehingga memungkinkan


intervensi lebih awal dan manajemen dengan harapan untuk mengurangi angka
kematian dan penderitaan dari penyakit.
2. Dignosis

 Ditegakkan setelah skrining.


 Membedakan secara tepat apakah benar terdiagnosis sakit atau tidak
 Pencegahan komplikasi dari penyakit yang diderita.

Contoh screening untuk beberap jenis kanker:

 Pap smear untuk mendeteksi lesi prakanker dan berpotensi mencegah kanker
servik.
 Mamografi untuk mendeteksi kanker payudara
 Kolonoskopi untuk mendeteksi kankera kolorekta
 Dermatologis centang untuk mendeteksi melanoma
 Radiografi bitewing secara rutin diambil pada pemeriksaan gigi dan digunakan
untuk layar untuk karies interproksimal gigi.

Sensitivitas dan spesifisitas

1. Sensitivitas

Salah satu kriteria dalam tes skrining adalah akurat dan realibilitas. Akurat
menunjukkan sejauh mana hasil skrining/penapisan sesuai dengan kenyataannya.
Sedangkan reliabilitas berhubungan dengan standardisasi perangkat pengujian atau
test konfirmasi. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi alat
pengukuran, jika pengukuran dilakukan berulang kali, hasil yang diperoleh tidak jauh
berbeda.

Sensitivitas adalah proporsi orang yang benar-benar sakit dalam populasi yang juga
diidentifikasi sebagai orang sakit oleh tes skrining. Sensitivitas adalah
kemungkingkinan kasus terdiagnosa dengan benar atau probabilitas setiap kasus yang
ada teridentifikasi dengan uji skrining.

Sensitivitas digambarkan sebagai persentase orang dengan penyakit dengan hasiltest


positif juga. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan standar (gold standar),
Sensitivitas adalah proporsi subjek yang positif menurut standar emas yang
diidentifikasi sebagai positif oleh alat ukur.

2. Spesifisitas
Sedangkan spesifisitas adalah proporsi orang yang benar-benar tidak sakit dan tidak
sakit pula saat diidentifikasi dengan tes skrining. Ini adalah ukuran dari kemungkinan
benar mengidentifikasi orang tidak sakit dengan tes skrining. Spesifisitas merupakan
ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah tes skrining mengklasifikasikan orang
yang tidak sakit sebagai orang benar benar yang tidak memiliki penyakit pada
kenyataanya.

Sensitivitas digambarkan sebagai persentase orang tanpa penyakit yang secara test
negatif. Jika dibandingkan dengan alat ukur standar, Spesifisitas adalah proporsi
subjek yang negatif menurut standar emas yang diidentifikasi sebagai negatif oleh alat
ukur.

Sumber : Gordis, Epidemiology; hal. 91

3. False negative dan false positif dalam skrining

Sensitivitas rendah berarti bahwa tes akan melewatkan banyak individu yang memiliki
penyakit ini, sedangkan spesifisitas yang rendah menunjukkan bahwa tes akan
menempatkan banyak orang dalam kelompok yang berpenyakit meskipun mereka
tidak memiliki penyakit. Dalam jargon epidemiologi dikatakan bahwa suatu skrining
dengan sesisitivitas yang rendah akan meningkatkan beberapa jumlah ‘false negatif’
sedangkan jika suatu skrining memiliki spesifisitas yang rendah akan menghasilkan
banyak ‘false positif’.

4. Validitas prediktif (prediktif positif dan prediktif negative)

Validitas prediktif (predictive validity, prognostic validity) merujuk kepada


kesesuaian antara hasil pengukuran alat ukur sekarang dan hasil pengukuran standar
emas di masa mendatang. Nilai prediktif positif adalah proporsi pasien yang benar
benar positif (true positive) di antara keseluruhan penderita yang menunjukkan hasil
tes konfirmasi positif. Nilai ini menjelaskan kita seberapa besar kemungkinan hasil tes
positif menunjukkan adanya penyakit.

Nilai Prediktif Negatif adalah persentase dari semua pasien yang benar-benar
negative(sehat/true negative) diantara semua pasien yang menunjukkan hasil tes
negatif. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan standar emas, nilai prediktif positif
adalah probabilitas subjek yang diidentifikasi positif oleh alat ukur benar-benar akan
positif menurut standar emas di kemudian hari. Sedangkan, nilai prediktif negatif
adalah probabilitas subjek yang diidentifikasi negatif oleh alat ukur akan benar-benar
negatif menurut standar emas di kemudian hari.
Beberapa pertimbangan pelaksanaan screening

Secara teori uji skrining tampak sangat sederhana, tetapi dalam praktiknya tidak
demikian karena harus memperhatikan berbagaia faktor sebaai bahan pertimbangan
sebelum dilaksanakannya.

1. Biaya

Uji skrining membutuhkan biaya yang banyak karena mencakup sebuah populasi atau
kelompok masyakarat. Sehingga harus mempertimbangkan cost effectiveness sebelum
dialakukan sebuah skrining secara massal.

2. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan haruslah alat yang dapat diguanakan oleh petugas lapangan atau
rumah sakit. Alat yang digunakan harus sensitive sehingga dapat mengurangi hasil tes
false negative.

 Tes yang digunakan harus cepat agar diketahui hasilnya dan tidak menunggu
terlalu lama
 Tes skrining tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, hal
ini untuk meningkatakn partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tes skrining
 Selain alat skrining, menjadi persiapan penting juga adalah alat diagnosis setelah
dinyatakan tru positif dan dibutuhkan untuk tes lebih lanjut.

 Beberapa kekurangan ketika melakukan skrining dan kemungkinan buruk di


masyarakat sebagai akibat dalam skrining adalah;
 Penyaringan melibatkan biaya dan penggunaan sumber daya medis pada sebagian
besar orang yang tidak membutuhkan pengobatan.
 Dampak buruk dari prosedur penyaringan (misalnya stres dan kecemasan,
ketidaknyamanan, paparan radiasi, paparan kimia).
 Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh hasil skrining positif palsu.
 Tidak Perlu investigasi dan pengobatan hasil positif palsu. Sehingga bisa stres dan
kecemasan yang disebabkan oleh memperpanjang pengetahuan tentang penyakit
tanpa peningkatan hasil.
 Rasa aman palsu yang disebabkan oleh negatif palsu.
Referensi

1. Gordis, Leon 1934. Epidemiology—Fifth edition. Canada: Elsevier Saunders.


2. Budiarto, Eko. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit buku kedokteran,
EGC.
3. Brestoff, Jonathan 2013. Epidemiology: Principle and practice guidelines. USA :
Springer Science.
4. http://metopidfkmunsri.blogspot.com/2014/10/definisi-dan-prinsip-
pelaksanaan.html, diakses 18 September 2016
5. blogspot.com/2014/10/sensitivitas-dan-spesifisitas.html, diakases 18 September
2016

1. Mammogram

Kanker payudara adalah pembunuh nomor satu wanita di dunia.


Skrining kanker harus dimulai pada usia 20 tahun. American Cancer
Society menyarankan agar wanita berusia 40-an untuk menjalani
skrining setiap tahun.

2. Pap smear

Pap smear harus rutin dilakukan sejak usia 21 atau tiga tahun pertama
setelah menjalani hubungan seks. Skrining ini dilakukan untuk
mendeteksi kanker rahim.

3. Kolonoskopi

Kanker usus besar juga menjadi penyebab utama kematian pada


wanita, di samping kanker payudara dan serviks. Kanker kolondimulai
dengan pertumbuhan polip pada usus besar. Setelah berkembang,
polip dapat menyebar ke organ lain. Skrining dianjurkan untuk wanita
berusia 50-an.
4. Pemeriksaan kepadatan tulang

Wanita lebih rentan terkena osteoporosis dibanding pria. Kondisi tulang


akan menjadi lemah dan rapuh. Wanita berusia 50-an atau yang sudah
melewati fase menopause, disarankan untuk melakukan pemeriksaan
kepadatan tulang. X-ray atau DEXA (energi absorptiometri X-ray Dual)
merupakan jenis skrining, yang dapat mengukur kepadatan mineral
tulang.

6. Pemeriksaan tekanan darah

Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi


disarankan untuk lebih sering melakukan pemeriksaan ini. Dimulai pada
usia 18 tahun, setiap wanita wajib melakukan pemeriksaan tekanan
darah, rutin setiap dua tahun.

6. Pemeriksaan tingkat kolesterol

Semua wanita wajib melakukan pemeriksaan tingkat kolesterolsetiap


empat sampai lima tahun sekali (setelah mencapai usia 20). Wanita
dengan tingkat kolesterol tinggi rentan terkena penyakit jantung.
Nining Tunggal Blog
Senin, 28 Desember 2009

SCREENING
SCREENING

Skrining adalah usaha untuk mengindentifikasi suatu penyakit atau kelainan yang
secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang
dapat digunakan secara cepat membedakan orang-orang yang kelihatan sehat, benar – benar
sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan.

Test skrining dapat dilakukan dengan cara :

1. Pertanyaan/kuesioner
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. X-ray, termasuk diagnostic imaging

Jenis penyakit yang tepat untuk skrining :

1. Merupakan penyakit yang serius


2. Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan setelah gejala
muncul
3. Prevalensi penyakit pre klinik harus tinggi pada populasi yang diskrining

Syarat – syarat skrining :

1. Penyakit harus merupakan masalah kesehatan yang penting


2. Harus ada cara pengobatan yang efektif
3. Tersedia fasilitas pengobatan dan diagnosis
4. Diketahui stadium prepatogenesis dan pathogenesis
5. Test harus cocok, hanya mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dapat diterima
oleh masyarakat
6. Telah dimengerti riwayat alamiah penyakit
7. Harus ada Policy yang jelas
8. Biaya harus seimbang, biaya skrining harus sesuai dengan hilangnya konsekuaensi
kesehatan

Jenis skrining :
1. Mass Skrining
2. Selective skrining
3. Single Disease Skrining
4. Case finding skrining
5. Multiphasic skrining

Kombinasi test Skrining :

1. Skrining Paralel
Positif, bila individu member hasil positif untuk test yang manapun ( Salah satu atau
kedua tes skrining). Misalnya pada skrining ca mammae dengan pemeriksaan fisik
dan mammografi, sudah disebut positif jika pemeriksaan fisik saja + atau
mammografi saja yang +.
2. Skrining series / bertahap
a. Skrining tahap I
Lebih murah, tidak terlalu invasive atau tidak terlalu mengganggu
b. Skrining tahap II
Skrining tahap II dilakukan pada mereka yang positif pada pemeriksaan tahap I,
diharapkan dapat mengurangi positif palsu.
Kriteria penyakit yang sesuai untuk dilakukan skrining :
1. Penyakit harus ada dipopulasi
2. Penyakit merupakan masalah morbiditas dan atau mortalitasnya tinggi di
masyarakat
3. Deteksi dini dan intervensi harus dapat memperbaiki outcome (Anonymus,2009)
A. Skrining pada Kanker Payudara
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel pada
payudara. Munculnya sel kanker tersebut terjadi sebagai hasil dari mutasi atau perubahan
yang tidak normal pada gen yang bertanggungjawab menjaga pertumbuhan sel dan
menjaganya tetap normal (sehat). Gen di dalam setiap inti sel, yang bertindak sebagai
“ruang kontrol” dari masing-masing sel. Biasanya, sel dalam tubuh kita berganti sendiri
secara teratur. Proses pertumbuhan sel: sel sehat baru mengambil alih sel lama. Tapi
seiring waktu, mutasi bisa “menghidupkan” beberapa gen dan “mematikan” bagian lain
dalam sel. Sel yang berubah tersebut memiliki kemampuan untuk berpisah dan tanpa
kontrol memproduksi lebih banyak sel-sel seperti itu dan membentuk tumor.

Istilah “kanker payudara” merujuk kepada suatu tumor ganas (malignan) yang
berkembang dari sel-sel di payudara. Kanker payudara biasanya dimulai pada sel di
lobules, kelenjar yang memproduksi susu, atau pada duktus saluran kelenjar susu, saluran
yang menghubungkan lobulus ke ‘puting susu’. Jarang terjadi, kanker payudara mulai
pada jaringan stromal, termasuk jaringan lemak dan jaringan ikat dari payudara.
Seiring dengan waktu, sel-sel kanker dapat menyebar ke jaringan payudara sehat
membuat jalan masuk ke kelenjar getah bening di ketiak, suatu organ kecil yang
menyaring benda asing dalam tubuh. Jika sel kanker telah meluas ke kelenjar getah
bening, maka ini menjadi jalan ke bagian lain dari tubuh.

Kanker payudara selalu disebabkan oleh abnormalitas/gangguan pada gen(suatu


“kesalahan” dalam bahan genetik). Hanya 5-10% dari kanker diwarisi dari ibu atau ayah.
Kira-kira 90% dari kanker payudara adalah karena abnormalitas genetik yang terjadi
sebagai hasil dari proses ketuaan dan lainnya.

Meskipun ada langkah-langkah yang dapat dilakukan setiap orang untuk


membantu tubuh tetap sehat seperti makan diet seimbang, tidak merokok dan alkohol,
serta latihan secara teratur, kita tidak akan pernah bisa menjamin bahwa kita akan
terhindar dari penyakit ini.

Insiden kejadian

Insidens kanker payudara pada perempuan di Amerika Serikat adalah 1 banding 8


(sekitar 13%). Pada 2008, sekitar 182.460 kasus baru kanker payudara invasif diharapkan
dapat didiagnosis pada perempuan di Amerika Serikat, bersama dengan 67.770 kasus baru
kanker payudara non-invasif (in situ). Kira-kira 1.990 kasus baru kanker payudara invasif
akan didiagnosis pada pria pada 2008. Kurang dari 1% dari semua kasus baru kanker
payudara terjadi pada laki-laki. Dari 2001 hingga 2004, tingkat insiden kanker payudara di
AS turun 3,5% per tahun. Satu teori adalah bahwa penurunan ini disebabkan karena
berkurangnya penggunaan terapi penggantian hormon/terapi sulih
hormon (HRT/ Hormone Replacement Therapy).

Kira-kira 40.480 perempuan di AS diperkirakan meninggal pada 2008 akibat


kanker payudara, meskipun angka kematian telah turun sejak tahun 1990. Ini merupakan
hasil dari kemajuan pengobatan, deteksi dini, dan meningkatnya kesadaran. Untuk
perempuan di Amerika Serikat, angka kematian akibat kanker payudara lebih tinggi
daripada kanker paru-paru. Selain kanker kulit, kanker payudara adalah yang paling sering
didiagnosis kanker pada perempuan di AS. Lebih dari 1 dalam 4 penderita kanker adalah
kanker payudara.

Dibandingkan dengan perempuan Amerika keturunan afrika, perempuan kulit


putih sedikit lebih besar untuk menjadi kanker payudara, tapi kemungkinan akan mati
lebih kurang. Salah satu alasan adalah bahwa perempuan keturunan afrika cenderung
memiliki tumor yang lebih agresif. Perempuan dari latar belakang etnis lainnya -Asia,
Hispanic, dan lainnya- memiliki risiko lebih rendah dalam perkembangan kematian akibat
kanker payudara dibandingkan dengan kulit putih dan Afro-american. Pada 2008, terdapat
sekitar 2,5 juta perempuan di AS yang selamat dari kanker payudara.

Resiko kanker payudara dari seorang perempuan kira-kira dua kali lipat jika dia
memiliki turunan pertama (ibu, saudara perempuan, anak perempuan) yang telah
didiagnosis dengan kanker payudara. Sekitar 20-30% perempuan dengan diagnosis kanker
payudara memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara. Kira-kira 5-10% dari kanker
payudara disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan dari satu ibu atau ayah. Mutasi
dari gen BRCA1 dan BRCA2 adalah yang paling sering. Perempuan dengan mutasi ini
memiliki resiko terkena kanker payudara sampai 80%, dan mereka sering didiagnosis pada
usia muda (sebelum usia 50). Meningkatkan resiko kanker ‘ovarium’ juga dikaitkan
dengan mutasi gen ini. Laki-laki dengan mutasi BRCA1 memiliki 1% risiko
perkembangan menjadi kanker payudara pada usia 70 dan 6% apabila mereka memiliki
mutasi BRCA2.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di


dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung
dan kanker hati. Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan
bahwa urutan lima besar kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar
getah bening, kulit dan kanker nasofaring.

Kira-kira 90% dari kanker payudara adalah bukan herediter, tetapi abnormalitas
genetik yang terjadi sebagai proses aging/penuaan dan gaya hidup pada umumnya. Yang
paling penting, faktor risiko untuk kanker payudara adalah jenis kelamin (perempuan)
dan usia (semakin tua).

Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data
terakhir menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan
angka ke 2 tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim.

Tanda- tanda atau Gejala Kanker Payudara

Pada awalnya, kanker payudara mungkin tidak menimbulkan gejala apapun.


Benjolan mungkin terlalu kecil sehingga menyebabkan perubahan apapun yang tidak biasa
untuk dilihat sendiri. Seringkali daerah abnormal tersebut ditemukan pada screening
mammogram (x-ray/foto rontgen pada payudara), yang mengarah ke pemeriksaan lebih
lanjut.

Dalam beberapa kasus, tanda pertama ‘kanker payudara’ adalah


berupa benjolanatau massa di payudara anda atau yang ditemukan pada pemeriksaan
dokter. Benjolan yang terasa sakit, keras, dan tidak rata lebih cenderung menjadi kanker.
Tetapi kadang-kadang kanker dapat tidak keras dan bulat. Sehingga penting diperiksa oleh
dokter.(Alhamsyah,2009)

Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor
resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena
pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan
struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
2. Masa reproduksi yang relatif panjang.
3. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun.
4. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun)
5. Wanita yang belum mempunyai anak Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen
relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.
6. Kehamilan dan menyusui Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat
menyusui.
7. Wanita gemuk. Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun
pula.
8. Preparat hormon estrogen Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun.
9. Faktor genetic. Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar
pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara
(Agung,2009)
Pencegahan primer

Pencegahan pada tahap ini merupakan yang sangat dianjurkan dan menjadi
salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui
upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan
melaksanakan pola hidup sehat.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk


terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal
merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan
dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami
perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari
semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi
pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara.
Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa
pertimbangan antara lain: Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan
melakukan cancer risk assessement survey.

Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif


menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai
dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan
hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan
pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap
ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan
kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan diberikan hanya
berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan aiternatif
(Suryantoro,2009).

Cara Skrining Ca Mamae

1. Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)


Pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) harus menjadi bagian dari kesehatan rutin
bulanan dan jika mengalami perubahan pada payudara harus segera memeriksakan
diri ke Dokter. Jika anda lebih dari 40 tahun atau memiliki resiko tinggi untuk
penyakit ini, anda juga harus melakukan pemeriksaan mammografi tahunan dan
pemeriksaan fisik oleh dokter. Semakin dini kanker payudara ditemukan dan
didiagnosis semakin baik kesempatan kita untuk mengobatinya. Proses diagnosa dapat
berminggu-minggu dan melibatkan berbagai jenis tes.
2. Pemeriksaan Mammografi

Pemeriksaan mammografi tahunan hasilnya disebut mammogram- diberikan


secara rutin untuk orang-orang yang sehat dan tidak diduga mengalami kanker
payudara. Tujuannya adalah untuk menemukan kanker payudara sedini mungkin
sebelum gejala kanker berkembang dan biasanya lebih mudah untuk ditangani.
(Alhamsyah,2009)

Mammografi adalah suatu pemeriksaan untuk mammae (payudara) dengan


menggunakan sinar x-ray dosis rendah. Dipakai untuk mendeteksi dini tumor
payudara pada wanita, tanpa disertai keluhan atau yang disertai keluhan. Keluhan
seperti adanya benjolan pada payudara, cairan yang tidak normal keluar dari puting
payudara atau adanya nyeri pada payudara (sebelum atau sesudah menstruasi - untuk
menyingkirkan bahwa nyeri yang ditimbulkan bukan dikarenakan sindroma pre
menstrual). Skrining mamografi biasanya direkomendasi untuk setiap wanita diatas 40
tahun atau dibawah usia 40 tahun jika mempunyai faktor resiko terkena kanker
payudara
Yang harus diperhatikan pada saat melakukan mamografi :
1. Jangan memakai deodorant pada ketiak, talk / bedak pada ketiak atau payudara dan
sekitarnya. Karena dapat mengaburkan hasil pemeriksaan, berupa spots / bintik
Kalsium
2. Beritahu semua keluhan / gejala yang dirasakan pada ahli yang melakukan
mamografi 3. Tanyakan dengan jelas apa yang didapat dari hasil pemeriksaan
mamografi 4. Jangan memakai perhiasan atau baju diatas pinggang, Pasien akan
mengenakan pakaian khusus yang telah disediakan
Keuntungan Mammografi :
1. Pemeriksaan mamografi tergantung pada operator / ahli yang melakukan
pemeriksaan. Apakah bisa mendeteksi tumor payudara yang kecil tergantung dari
kemampuan operator. Idealnya yang melakukan pemeriksaan mamografi adalah
dokter yang sebelumnya telah melakukan pemeriksaan terhadap payudara pasien
sehingga hasilnya lebih akurat.
2. Jika pemeriksaan mamografi di lakukan oleh yang benar-benar ahli, maka
mamografi dapat mendeteksi adanya jenis tumor ductal carcinoma in situ (DCIS) -
jenis tumor yang paling tidak membahayakan , yang pada pemeriksaan fisik tidak
akan bisa terdeteksi.
Kerugian Pada waktu melakukan mamografi :
1. Jangan memakai deodorant pada ketiak, talk / bedak pada ketiak atau payudara dan
sekitarnya. Karena dapat mengaburkan hasil pemeriksaan, berupa spots / bintik
Kalsium
2. Beritahu semua keluhan / gejala yang dirasakan pada ahli yang melakukan
mamografi
3. Tanyakan dengan jelas apa yang didapat dari hasil pemeriksaan mamografi
4. Jangan memakai perhiasan atau baju diatas pinggang, Pasien akan mengenakan
pakaian khusus yang telah disediakan
5. Tidak boleh dilakukan jika hamil
6. Banyak yang mengalami false positive, artinya pada pemeriksaan mamografi
hasilnya positif (berarti pasien yang bersangkutan mengidap kanker), ternyata
pada pemeriksaan lanjutan yaitu biopsi (pemeriksaan dengan mengambil sedikit
jaringan tersangka kanker untuk diperiksa di Lab.Patologi Anatomi) hasilnya
negatif (pasien yang bersangkutan tadi tidak mengidap kanker payudara). Biopsi
ini adalah pemeriksaan invasif yang termasuk gold standard untuk pemeriksaan
tumor payudara (dilakukan dengan jalan melakukan tindakan / operasi) Kejadian
false positif (hasil mamografi positif kanker tapi ternyata pada akhirnya tidak
terbukti ganas), pada usia 40 - 49 tahun sebesar 30 % , sedangkan diatas usia 50
tahun, sebanyak 25 % . (sumber : American College of Radiology)
7. Tidak semua kanker payudara dapat tervisualisasi dengan baik lewat pemeriksaan
Mamografi
8. Pemeriksaan mamografi dilakukan dengan cara menekan payudara. Untuk sebagian
pasien, penekanan payudara dirasa sesuatu yang tidak menyenangkan bahkan
menyakitkan terutama bagi mereka yang sebelumnya mempunyai gejala nyeri
pada payudara.
9. Hati-hati bagi pengguna payudara implant. Bagi wanita yang telah menjalani
operasi implant payudara terbuat dari silikon, maka jaringan payudara yang
abnormal bisa tidak terdeteksi kalau jaringan implant tadi di letakkan diatas / di
permukaan jaringan payudara tersangka kanker. Bahkan dengan metode menekan
payudara pada pemeriksaan mamografi ini dapat mengakibatkan ruptur / pecahnya
implant payudara yang terbuat dari silikon. Sehingga bagi wanita pemakai
implant, harap memberitahu sebelumnya kepada operator yang melakukan
mamografi. Akhirnya, mengingat keterbatasan dari pemeriksaan mamografi ini
maka tidak setiap wanita wajib melakukan mamografi.

MAMOGRAFI DILAKUKAN BILA ADA INDIKASI, sebagai berikut :


1. Skrining pada wanita yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk mendapat kanker
payudara
2. Jika massa / benjolan yang teraba pada payudara tidak jelas.
3. Jika dokter meraba adanya benjolan pada kelenjar getah bening aksila (ketiak) dan
supra klavikula (diatas tulang klavikula / leher) walaupun tidak disertai terabanya
massa / benjolan pada payudara
4. Untuk usia 40 - 50 tahun dilakukan 2 tahun sekali, sedangkan lebih dari 50 tahun
dilakukan setahun sekali (Nawasasi,2006)
Stage atau Stadium/Tahap Kanker Payudara

a. Stage 0: tahap sel Kanker payudara tetap di dalam kelenjar payudara, tanpa invasi
ke dalam jaringan payudara normal yang berdekatan.
b. Stage I: adalah 2 cm atau kurang dan batas yang jelas (Kelenjar getah bening
normal).
c. Stage IIA: tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker ditemukan di
Kelenjar getah bening ketiak, ATAU tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan
telah menyebar ke Kelenjar getah bening ketiak/aksiller, ATAU tumor yang lebih
besar dari 2 tapi tidak lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke Kelenjar
getah bening ketiak.
d. Stage IIB: tumor yang lebih besar dari 2 cm, namun tidak ada yang lebih besar dari
5 cm dan telah menyebar ke Kelenjar getah bening yg berhubungan dgn ketiak,
ATAU tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi belum menyebar ke Kelenjar getah
bening ketiak.
e. Stage IIIA: tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di Kelenjar
getah bening ketiak yang melekat bersama atau dengan struktur lainnya, atau
kanker ditemukan di Kelenjar getah bening di dekat tulang dada, ATAU tumor
dengan ukuran berapapun dimana kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak, terjadi pelekatan dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di
Kelenjar getah bening di dekat tulang dada.
f. Stage IIIB: tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke dinding dada
dan/atau kulit payudara dan mngkin telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak yang berlengketan dengan struktur lainnya, atau kanker mungkin telah
menyebar ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada.
g. Stage IIIC: ada atau tidak tanda kanker di payudara atau mugkin telah menyebar ke
dinding dada dan/atau kulit payudara dan kanker telah menyebar ke kelenjar getah
bening baik di atas atau di bawah tulang belakang dan kanker mungkin telah
menyebar ke Kelenjar getah bening ketiak atau ke Kelenjar getah bening di dekat
tulang dada.
h. Stage IV: kanker telah menyebar atau metastase ke bagian lain dari tubuh.
(Alhamsyah,2009)

B. Skrining Pada Kanker Serviks


Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia baik di
antara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker.
Kejadiannya hampir 27% di antara penyakit kanker di Indonesia. Namun demikian
lebih dari 70% penderita datang memeriksakan diri dalam stadium lanjut, sehingga
banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati (Nasir,2009)

Kanker serviks atau juga disebut kanker leher rahim merupakan jenis kanker
kedua yang paling banyak diderita wanita di dunia yang berusia di atas 15 tahun.
Berdasarkan survey tahun 2001, di Indonesia, ditemukan penderita baru yang mengidap
kanker leher rahim berjumlah 2429 atau 25,91% dari seluruh penderita kanker.

Penyebab kanker leher rahim yaitu virus HPV (Human Papiloma Virus) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang semua wanita,
khususnya wanita yang aktif secara seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk
mencegah infeksi HPV khususnya tipe 16 dan tipe 18 yang diperkirakan menjadi
penyebab 70% kasus kanker serviks di Asia.
Faktor risiko yang potensial menyebabkan terjadinya kanker leher rahim adalah

a. Melakukan hubungan seks pada usia muda,


b. sering berganti-ganti pasangan
c. sering menderita infeksi di daerah kelamin terutama virus HPV ( Human Papilloma
Virus),
d. melahirkan banyak anak,
e. Kebiasaan merokok (risiko 2x lebih besar).
f. Juga kekurangan vitamin A, C, dan E.

Seringkali gejala kanker leher rahim pada stadium dini tidak menunjukkan gejala
atau tanda yang khas. Sedangkan jika telah timbul gejala diantaranya keputihan,
perdarahan setelah hubungan intim suami istri, perdarahan spontan setelah masa
menopause (masa tidak haid lagi), keluar cairan kekuningan yang berbau busuk atau
bercampur darah, nyeri panggul, atau tidak dapat buang air kecil, maka kemungkinan
besar penyakit telah masuk stadium lanjut.

Maka sebaiknya wanita terutama yang telah menikah segera melakukan


pemeriksaan dini atau dikenal dengan pemeriksaan SKRINNING, yaitu dengan
1. Pemeriksaan pap smear . Pemeriksaan pap smear ini dilakukan dengan cepat, tidak
sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Pemeriksaan pap
smear dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid atau sesudah petunjuk dokter,
minimal setahun sekali. Pemeriksaan pap smear dilakukan di atas meja periksa
kandungan oleh dokter atau bidan yang sudah dilatih, dengan menggunakan alat untuk
membantu membuka kelamin wanita. Ujung leher diusap dengan spatula untuk
mengambil cairan yang mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini
kemudian diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikrosop. Apabila hasil pemeriksaan
positif (terdapat sel-sel yang tidak normal), harus segera dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli kandungan( Diyanti,2009)
Pap smear, disebut juga tes Pap adalah prosedur sederhana untuk mengambil
sel serviks anda (bagian bawah, ujung dari uterus). Dinamai sesuai dengan
penemunya, George Papanicolaou, MD. Pap smear tidak hanya efektif untuk
mendeteksi kanker serviks tapi juga perubahan sel serviks yang dicurigai dapat
menimbulkan kanker. Deteksi dini sel ini merupakan langkah awal menghindari
timbulnya kanker serviks.

Pap smear bukan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, hanya sebagai tes
skrining untuk memperingatkan dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan sel abnormal dipilih secara hati-hati untuk
mengirim pesan spesifik kepada dokter anda tentang resiko yang ada. Berikut
beberapa istilah yang mungkin digunakan dokter dan kemungkinan langkah yang
dapat diambil selanjutnya:

a. Normal
Tes negatif (tidak ada sel abnormal terdeteksi). Tidak perlu pengobatan atau tes lebih
lanjut sampai Pap smear dan pemeriksaan panggul selanjutnya.

b. Sel bersisik atipikal tidak terdeterminasi signifikan (Atypical squamous cells


of undetermined significance)
Sel bersisik tipis dan datar, tumbuh di permukaan serviks yang sehat. Pada
kasus ini, Pap smear mengungkap adanya sedikit sel bersisik abnormal, namun
perubahan ini belum jelas memperlihatkan apakah ada sel prakanker. Dengan tes
berbasis cairan, dokter anda dapat menganalisa ulang sampel untuk mengetahui
adanya virus yang dapat menimbulkan kanker, seperti HPV. Jika tidak ada virus, sel
abnormal yang ditemukan tidak menjadi perhatian utama. Jika dikhawatirkan ada
virus, perlu melakukan tes lebih lanjut.

c. Lesi intraepitelial sel bersisik (Squamous intraepithelial lesion)


Istilah ini digunakan untuk mengindikasi bahwa sel yang diperoleh dari Pap smear
mungkin sel prakanker. Jika perubahan masih tingkat rendah, ukuran, bentuk dan
karakteristik lain dari sel memperlihatkan adanya lesi prakanker yang dalam beberapa
tahun akan menjadi kanker. Jika perubahan termasuk tingkat tinggi, ada kemungkinan
lebih besar lesi akan menjadi kanker lebih cepat. Perlu dilakukan tes diagnostik.
d. Sel glandular atipikal (Atypical glandular cells)
Sel glandular memproduksi lendir dan tumbuh pada permulaan serviks dan dalam
uterus. Sel glandular atipikal mungkin menjadi abnormal, namun tidak jelas apakah
mereka bersifat kanker. Tes lebih lanjut diperlukan untuk menentukan sumber sel
abnormal.

e. Kanker sel bersisik atau sel adenokarsinoma (Squamous cancer or


adenocarcinoma cells)
Sel yang diperoleh dari Pap smear memperlihatkan abnormal, sehingga
patologis hampir yakin ada kanker dalam vagina, serviks atau uterus. Sel bersisik
menunjukkan kanker timbul di permukaan datar sel pada serviks. Adenokarsinoma
menunjukkan kanker timbul di sel glandular. Jika sel sejenis ditemukan, dokter akan
segera melakukan investigasi lebih lanjut.

Selain mencari abnormalitas, dokter akan memutuskan untuk memeriksa


jaringan dengan mikroskop khusus dalam prosedur colposcopy & mengambil sampel
jaringan (biopsi). Colposcopy sering digunakan untuk melengkapi diagnosis.
Pap smear bukanlah pembuktian yang main-main. Namun tidak tertutup
kemungkinan akan diperoleh hasil negatif palsu. Artinya tes memperlihatkan tidak ada sel
abnormal, walaupun sebenarnya memiliki sel atipikal. Perkiraan kejadian hasil negatif
palsu dengan Pap smear konvensional kurang dari 5% atau 1 dari setiap 20 wanita. Pap
smear berbasis cairan akan memberi hasil negatif palsu yang lebih sedikit. Dengan tes
yang sama, hasil positif palsu sangat jarang.
Hasil negatif palsu tidak berarti ada kesalahan yang dibuat, banyak faktor yang
menyebabkan negatif palsu, yaitu:
1. Pengambilan sel yang tidak cukup
2. Lokasi lesi tidak dapat dijangkau
3. Sel abnormal meniru sel benigna
4. Walau sel abnormal dapat terdeteksi, waktu berada di pihak anda. Kanker
serviks memerlukan beberapa tahun untuk berkembang. Jika satu tes tidak
dapat mendeteksi sel abnormal, maka tes selanjutnya akan dapat mendeteksi
kanker (Anonymus,2008)

Hasil Tes

Pap smear bukan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, hanya sebagai tes
skrining untuk memperingatkan dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan sel abnormal dipilih secara hati-hati untuk mengirim
pesan spesifik kepada dokter anda tentang resiko yang ada. Berikut beberapa istilah yang
mungkin digunakan dokter dan kemungkinan langkah yang dapat diambil selanjutnya:

a. Normal

Tes negatif (tidak ada sel abnormal terdeteksi). Tidak perlu pengobatan atau
tes lebih lanjut sampai Pap smear dan pemeriksaan panggul selanjutnya.

b. Sel bersisik atipikal tidak terdeterminasi signifikan (Atypical squamous cells of


undetermined significance)
Sel bersisik tipis dan datar, tumbuh di permukaan serviks yang sehat.
Pada kasus ini, Pap smear mengungkap adanya sedikit sel bersisik abnormal,
namun perubahan ini belum jelas memperlihatkan apakah ada sel prakanker.
Dengan tes berbasis cairan, dokter anda dapat menganalisa ulang sampel untuk
mengetahui adanya virus yang dapat menimbulkan kanker, seperti HPV. Jika
tidak ada virus, sel abnormal yang ditemukan tidak menjadi perhatian utama.
Jika dikhawatirkan ada virus, anda perlu melakukan tes lebih lanjut.
c. Lesi intraepitelial sel bersisik (Squamous intraepithelial lesion)
Istilah ini digunakan untuk mengindikasi bahwa sel yang diperoleh dari
Pap smear mungkin sel prakanker. Jika perubahan masih tingkat rendah, ukuran,
bentuk dan karakteristik lain dari sel memperlihatkan adanya lesi prakanker
yang dalam beberapa tahun akan menjadi kanker. Jika perubahan termasuk
tingkat tinggi, ada kemungkinan lebih besar lesi akan menjadi kanker lebih
cepat. Perlu dilakukan tes diagnostik.
d. Sel glandular atipikal (Atypical glandular cells)
Sel glandular memproduksi lendir dan tumbuh pada permulaan serviks
dan dalam uterus. Sel glandular atipikal mungkin menjadi abnormal, namun
tidak jelas apakah mereka bersifat kanker. Tes lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan sumber sel abnormal.
e. Kanker sel bersisik atau sel adenokarsinoma (Squamous cancer or
adenocarcinoma cells)
Sel yang diperoleh dari Pap smear memperlihatkan abnormal, sehingga
patologis hampir yakin ada kanker dalam vagina, serviks atau uterus. Sel
bersisik menunjukkan kanker timbul di permukaan datar sel pada serviks.
Adenokarsinoma menunjukkan kanker timbul di sel glandular. Jika sel sejenis
ditemukan, dokter akan segera melakukan investigasi lebih lanjut.

2. Pemeriksaan visual dengan Asam Asetat (IVA) yaitu pemeriksaan leher rahim dengan
cara melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam
asetat 3-5 %. Bila setelah pulasan asam asetat 3-5% ada perubahan warna, yaitu
tampak bercak putih yang disebut dengan aceto white ephitelum, maka kemungkinan
ada kelainan pada tahap pra kanker.
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan untuk analisis IVA, Yaitu :
a. IVA Negatif = Serviks normal
b. IVA Positif = Serviks dengan radang (Servisitis) atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
c. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white ephitelum).
d. IVA Kanker serviks.
3. Pemeriksaan visual dengan Asam asetat dan pembesaran ginekoskopi (IVAB)
4. Pemeriksaan test molekuler DNA HPV (Human papiloma virus)
Telah dibuktikan bahwa lebih 90 % kondiloma servik, NIS dan kanker serviks
mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan tiap tipe HPV mempunyai
hubungan patologi yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV resiko
rendahjarang ditemukan karsinoma yang invasive kecuali karsinoma verukosa.
Sementara itu tipe 16,18, 31 dan 45 tergolong HPV resiko tinggi. HPV typing
dilakukan dengan hibridasi DNA.
5. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-
15 x, untuk menampilkan porsio diulas lebih dulu dengan asam asetat 3-5%.Pada
Porsio dengan kelainan(Infeksi HPV / INS) terlihat bercak putih atau perubahan
corakan pembuluh darah.
Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, namun ketersedaiaan alat ini
terbatas karena mahal. Oleh karena itu alat ini lebih sering digunakan pada prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil test Pap abnormal.l
6. Servikografi
Pemeriksaan kelainan diporsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah
dipulas dengan 3-5% asam asetat yang dapat diperiksa oleh bidan. Hasil pemeriksaan
dikirimkan ke ahli ginekologi (yang bersertifikat untuk menilai)
7. Pap Net dengan Komputerisasi
Pada dasarnya pemeriksaan pap net berdasarkan pemeriksaan slide test pap. Bedanya
untuk mengidentifikasi sel abnormal dilakukan secara komputerisasi. Slide hasil test
pap yang mengandung sel abnormal dapat dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi.
Pusat komputerisasi pap net adalah di New York, Amsterdam dan hongkong. Saat ini
jaringan pap net yang ada di Indonesia dikirim ke Hongkong(Nuranna, 2001)
Saat ini telah ditemukan cara terbaru pencegahan kanker serviks yaitu dengan
vaksinasi. Vaksin ini berpotensi lebih dari 70% untuk mencegah kanker serviks.
Vaksin akan meningkatkan kemampuan sistem kekebalan, untuk mengenali dan
menghancurkan virus ketika masuk dalam tubuh. Vaksinasi sebaiknya dilakukan sejak
masa remaja, yaitu sejak usia 10 tahun, dengan jadual vaksinasi pada bulan 0, 1, dan
6. Karena pada usia tersebut telah memasuki masa reproduksi dan anak belum
terkontaminasi oleh virus HPV, sehingga diharapkan dengan vaksinasi, tingkat
kekebalan yang didapat akan lebih tinggi dibandingkan pada usia dewasa.untuk itu,
vaksinasi bersama skrinning serta usaha mengurangi factor risiko, diharapkan dapat
mengurangi risiko terkena kanker leher rahim. Idealnya sebelum vaksinasi pada
wanita yang telah melakukan hubungan seksual harus dilakukan pemeriksaan
terhadap infeksi human papiloma virus.

Pemeriksaan PAP SMEAR /IVA dapat dilakukan di berbagai tempat, seperti : rumah
sakit, rumah bersalin, pusat atau klinik deteksi dini kanker, praktek dokter spesialis
kandungan, puskesmas, praktek dokter umum dan bidan yang telah mempunyai
peralatan untuk melakukan pemeriksaan PAP SMEAR. (Dwiyanti,2009)
American cancer society merekomendasikan papsmear pertama sekitar 3 tahun
setelah hubungan seksual pertama atau setelah usia 21 tahun. Setelah usia 21 tahun
petunjuknya sebagai berikut :

Usia (tahun) Frekuensi


Sekali setahun Pap smear regular atau setiap 2 tahun menggunakan
21 – 29 Pap smear berbasis cairan

Setiap 2 – 3 tahun jika anda memiliki hasil 3 tes normal secara


30 – 69 berurutan

Anda dapat menghentikan Pap smear jika anda memiliki hasil 3 tes
Lebih dari 70 normal secara berurutan dan Pap smear anda normal selama 10 tahun

Faktor resiko terjadinya kanker servik :

a. Riwayat aktivitas sexsual pada saat remaja, terutama jika berganti - ganti pasangan
b. Saat ini memiliki pasangan yang multiple
c. Riwayat penyakit menular sexsual
d. Riwayat keluarga dengan kanker servik
e. Diagnosis kanker servik atau pap smear menunjukkan gejala prakanker
f. Infeksi Human papiloma virus (HPV)
g. Perokok
h. Infeksi HIV
i. Terpapar dietilstilbestrol sebelum lahir
j. Sistem imun yang lemah karena beberapa factor seperti transplantasi organ, kemoterapi
atau penggunaan kortikosteroid kronis(Nuranna,2001)

C. Skrining pada Kanker Ovarium


Merupakan kanker bagian kandungan yang paling sering terjadi, yang diduga
disebabkan karena meningkatnya tingkat kemakmuran pada wanita sehingga
mereka enggan untuk melahirkan anak. Tercatat sejumlah 190.000 kasus di dunia dengan
angka kematian hingga 115.000.
Kanker ovarium tidak akan menunjukkan gejala hingga penyakit sudah
berkembang lanjut, gejala yang ada sangat umum dan tidak spesifik.
Resiko Kanker Ovarium dapat dicegah dengan : Mengandung, Menyusui dan
Mengangkat Ovarium/Indung telur (terutama pada wanita yang beresiko tinggi
pada riwayat keluarga).

Skrining pada kanker ovarium tidak ada, Sedang dikembangkan penelitian mengenai
skrining tes untuk kanker ovarium,antara lain:
a. Pemeriksaan pelvis
b. USG pelvis
c. Tumor marker : CA 125
D. Skrining pada Kanker Endometrium
Kanker Rahim (uterus) atau yang sebenarnya adalah kanker jaringan
endometrium adalah kanker yang sering terjadi di endometrium, tempat dimana
janin tumbuh, sering terjadi pada wanita usia 60-70 tahun.
Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka kejadian
tertinggi, terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika
terdapat sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker
endometrium.
Tabel 1. Stadium klinik karsinoma endometrium (FIGO 1971)7
Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada korpus
Stadium IA Panjang kavum uteri <8 cm
Stadium IB Panjang kavum uteri > 8 cm
Stadium II Karsinoma mengenai korpus dan servik
Stadium III Karsinoma meluas keluar uterus tetapi
belum keluar dari panggul kecil
Stadium IV Karsinoma meluas keluar dari panggul
kecil atau sudah mengenai mukosa
kandung kemih atau rektum
(Suheimi,2007)
Faktor resiko terjadinya kanker rahim:
a. Lanjut usia
b. Kegemukan (termasuk contohnya pada penderita Diabetes)
c. Menstruasi pertama di usia dini, Menopause yang terlambat.
d. Belum pernah hamil
e. Stimulasi estrogen berlebihan (dari dalam tubuh sendiri atau berasal dari
luar tubuh)
f. Riwayat kanker keluarga (berhubungan dengan kanker usus besar - Lynch
Syndrome)
Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa kadar estrogen sangat memainkan
peran dalam perkembangan kanker rahim. Selama kehamilan, produksi hormon estrogen
meningkat dengan diiringi peningkatan hormon progesteron juga. Wanita
dengan produksi estrogen yang tinggi tanpa diimbangi dengan peningkatan
produksi progesteron dapat meningkatkan faktor resiko terjadi kanker rahim
/ endometrium.
Tanda dan gejalanya:
a. Perdarahan setelah menopause
b. Siklus menstruasi yang tidak teratur
c. Perdarahan diantara periode menstruasi
d. Tercium bau yang tidak biasanya (amis) dari vagina
e. Stadium lanjut : nyeri pinggang, nyeri pada saat buang air kecil dan
hubungan seksual serta nyeri perdarahan pada saat buang air besar.

Kanker rahim dapat ditangani dengan sukses apabila terdiagnosa di awal,


terutama bila ditemukan adanya gejala-gejala tidak lazim, segera tegakkan
diagnosa.

Penanganan Kanker Rahim:

Operasi, bisa dilakukan operasi secara partial histerektomi (pengangkatan


rahim sebagian) dan radikal histerektomi (pengangkatan seluruh rahim)
Terapi tambahan : radiasi dan atau kemoterapi diperlukan apabila kanker
sudah menyebar ke jaringan sekitarnya (metastasis). Radiasi dapat mencegah
kambuhnya kembali kanker rahim.

Saran pada wanita muda:

a. Bersekolah, bekerja dan atau menikah


b. Mempertahankan kesuburan / kapan mendapatkan anak
c. Apakah seks sangat penting, harus atau tidak dilakukan di usia muda
d. Memperhatikan riwayat kanker pada keluarga
e. Memperhatikan harapan hidup secara keseluruhan.(Sam, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymus, 2009, (Deteksi Dini penyakit Skrining), http://repository.ui.ac.id/


2. Anonymus, 2008, Pap Smear: Tes Skrining Kanker
Serviks,http://www.lombokpost.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
3267,
3. Agung, 2009, Askep pada kanker payudara, http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/
4. Alamsyah,2 009, Kanker payudara, gejala dan
pengobatannya,http://www.alhamsyah.com/2009/
5. Diyanti D, 2009, Deteksi Dini Kanker Leher Rahim http://www.alcoyciudaddigital.net.htm
6. Nasir,RY, 2009, Seluk beluk kanker, http://politikana.com/baca/2009/05/11/
7. Nawasasi,L, 2006, Mammografi, http://lakshminawasasi.blogspot.com/2006
8. Nuranna L, 2001, Skrining kanker serviks dengan metode skrining alternative : IVA,
Cermin Berita Kedokteran
9. Suryantoro, J ,2009, Cegah kanker payudara sejak dini, http://www.bunyu-
online.com/2009/
10. Suheimi I,2007, Kanker Endometrium, http://ksuheimi.blogspot.com/2008/07/kanker-
endometrium.htmldi
11. Sam, 2009, Kanker Pada Organ Reproduksi Wanita
http://sam4evi.multiply.com/journal/item/129/Kanker_Pada_Organ_Reproduksi_Wanit
a
Diposting oleh KESEHATAN REPRODUKSI DAN PROMOSI KESEHATAN di 18.30
Label: Artikel

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Mengenai Arsip Blog
Saya  ► 2014 (2)
 ► 2013 (2)
 ► 2010 (1)
 ▼ 2009 (11)
o ▼ Desember(11)
KESEHATAN  SCREENING
REPRODUKSI
 PENGERTIAN SEKSUALITAS
DAN
PROMOSI  DEFINITION OF USEFUL TERM
KESEHATAN  Asuhan pada neonatus dan bayi
Lihat profil baru lahir dengan ma...
lengkapku  BIAS DALAM EPIDEMIOLOGI
 ORGAN REPRODUKSI WANITA
 KESEHATAN REPRODUKSI
 INFERTILITAS
 UNWANTED PREGNANCY
 LOKAKARYA DI AKBID
YOGYAKARTA: “REMAJA
PEDULI HIV/...
 PERKENALAN
Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like