You are on page 1of 19

Laporan Praktikum Fisiologi

Mastikasi dan Refleks muntah

Oleh:

Ria Inawati
161610101053

LABORATORIUM FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai


komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem saraf. Otot
digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi bawah yang berkontak
dengan gigi atas sehingga mandibula dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem
mastikasi. Keharmonisan antara komponen-komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan
dan kapasitas fungsionalnya (Okeson, 1998; Carranza, 2002).

Makanan yang cenderung lunak tidak mampu menghilangkan debris dan material lain
yang terbentuk pada permukaan dorsum lidah (Christensen, 1998; Mitchell, 2010; Lawande,
2013). Diet lunak mengakibatkan penurunan kemampuan knocked off keratin. Penurunan
knocked off keratin dapat mengganggu keseimbangan jumlah keratin pada dorsum lidah. Kondisi
ini menyebabkan permukaan lidah tampak lapisan berwarna putih hingga coklat tua (Anonymus,
2005). Kondisi ini mengacu pada terminologi coated tongue. Coated tongue merupakan suatu
kondisi dengan permukaan lidah terlihat berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan
tumpukan dari debris, sisa-sisa makanan, metabolit darah, epitel yang telah terdeskuamasi dari
mukosa oral, nutrien dan plak bakteri yang terdapat pada permukaan dorsal lidah (Danser dkk.,
2003; Kaur dan Lubis, 2013). Beberapa kondisi seperti gangguan pada sistem gastrointestinal,
demam, stomatitis dan mouth breathing dapat menyebabkan coated tongue (Dayal,2005).
Kondisi lain yang dapat menyebabkan coated tongue adalah adanya perubahan kebiasaan makan,
merokok, oral hygiene yang buruk, rendahnya aliran saliva serta beberapa obat-obatan yang
dikonsumsi oleh usia lanjut (Danser dkk.,2003; Kaur dan Lubis, 2013).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengunyahan
Pengunyahan merupakan salah satu fungsi penting dalam rongga mulut yang berperan
dalam menghancurkan makanan sehingga dapat dicerna oleh tubuh (Ferraz-Pereira dkk., 2013).
Pengunyahan dikendalikan oleh aktivitas gigi-geligi, otot rahang, sendi temporomandibuler dan
struktur lainnya seperti bibir, palatum, lidah, dan kelenjar ludah (Fritsch dan Kuehnel, 2008;
Ward dan Linden, 2013).
Faktor yang mempengaruhi kemampuan fungsi pengunyahan antara lain kondisi gigi-
geligi, pemakaian gigi tiruan serta mulut kering (Krall dkk., 1998; Cassolato dan Tumbull, 2003;
Petersen dan Yamamoto, 2005). Adanya penyakit periodontal serta pemakaian gigi tiruan yang
tidak sesuai dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kunyah (Ikebe dkk., 2001). Hal tersebut
mengakibatkan perubahan pilihan jenis makanan sehingga dapat mempengaruhi asupan makanan
(Petersen, 2003).

2.2 Penelanan
Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada dasarnya
merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan makanan
digerakkan dari faring menuju esophagus. Proses penelanan terdiri dari tiga fase, yaitu :

1. Vase Volunter

Makanan ditelan secara sadar. Makanan ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut
oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan ke belakang terhadap palatum sehingga lidah
memaksa bolus makanan masuk ke dalam orofaring. Proses menelan pada fase ini seluruhnya
terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat dihentikan.

2 . Fase Faringeal
Setelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah reseptor menelan
yang semuanya terletak di sekitar orofaring, khususnya tonsila. Selanjutnya, impuls berjalan ke
batang tak untuk memulai serangkaian kontraksi otot faring dengan jalan sebagai berikut.

a) Palatum Molled didorong ke atas menutup nares posterior, untuk mencegah refluks
makanan ke rongga hidung.
b) Arkus palate-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling mendekati
hingga membentuk celah sagital sebagai jalan masuk makanan ke posterior-faring.
c) Pita suara laring menjadi berdekatan, dan epiglottis terdorong ke belakang ke atas pintu
superior laring. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea.
d) Seluruh laring ditarik ke bawah dank e depan oleh otot- otot melekat pada os hyoideus.
Pergerakan ini meregangkan pintu esophagus.
e) Selanjutnya bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas) berelaksasi sehingga
memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam esophagus bagian atas.
Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik dengan kuat untuk mencegah
udara masuk ke dalam esophagus saat bernafas.
f) Pada saat laring terangkat dan sfinkter esophagus atas relaksasi, m.konstriktor faringis
superior berkontraksi sehingga menimbulkan gelombang peristaltic cepat yang berjalan
ke bawah melewati otot- otot faring dan masuk ke esophagus serta mendorong makanan
masuk ke esophagus serta mendorong makanan masuk ke esophagus bagian bawah.
Mekanisme menelan pada stadium faringeal ini berlangsung selama 1-2 detik.

Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerah- daerah tersebut melalui
bagian sensoris N.Trigeminus dan N.Glossofaringeus menuju ke formasio retikularis
medulla oblongata dan bagian bawah pons sebagai pusat penelanan, yang erat
hubungannya dengan traktus solitarius sebagai penerima impuls sensoris dari mulut.
Selanjutnya, impuls motoris dari pusat menelan ke faring dan bagian atas esophagus
dihantarkan melalui syaraf kranial ke V, IX, X, dan XII serta beberapa nervous servicalis
superior.

3. Fase Esofagus
Fungsi utama esophagus yaitu menghantarkan makanan dari faring ke lambung.
Sfingter bagian bawah esophagus, berelaksasi setelah melakukan gelombang peristaltic
dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung. Sfingter kemudian
berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.
Gelombang peristaltic esophagus hamper seluruhnya dikontrol oleh reflex vagus, yang
merupakan sebagian ke keseluruhan mekanisme menelan. Gelombang ini berjalan dari
faring ke lambung kira- kira dalam waktu 5 sampai 10 detik. Refleks ini dihantarkan
melalui serat aferen vagus dari esophagus ke medulla oblongata dan kembali lagi ke
esophagus melalui serat vagus.

2.3 Refleks Muntah

Menurut Bradley (1981) Gagging adalah suatu refleks yang diawali oleh rangsangan
mekanis dari facial pillars, dasar lidah, palatum dan dinding faring bagian posterior. Refleks
yang terjadi merupakan mekanisme pertahanan alami dan dapat terjadi melalui beberapa jalur
aferen. Gag reflex normal dapat berubah menurut keadaan, mekanisme vital bagi pertahanan
kontrol primer oleh persarafan parasimpatetik dari sistem saraf otonom.
Muntah didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung melalui mulut. Hal ini dapat terjadi
sebagai refleks protektif untuk mengeluarkan bahan toksik dari dalam tubuh atau untuk
mengurangi tekanan dalam organ intestinal yang bagian distalnya mengalami obstruksi. Kejadian
ini biasanya didahului nausea dan retching.

Pada sistem saraf pusat, terdapat tiga struktur yang dianggap sebagai pusat koordinasi
refleks muntah, yaitu chemoreceptor trigger zone (CTZ), pusat muntah, dan nukleus traktus
solitarius. Ketiga struktur tersebut terletak pada daerah batang otak.
Ada dua daerah anatomis di medula yang berperan dalam refl eks muntah, yaitu CTZ dan
central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung kaudal ventrikel
IV di luar sawar darah otak.
Reseptor di daerah ini diaktifkan oleh zat-za proemetik di dalam sirkulasi darah atau di
cairan serebrospinal (cerebrospinal fl uid, CSF). Sinyal eferen dari CTZ dikirim ke CVC dan
selanjutnya melalui nervus vagus sebagai jalur eferen, terjadilah serangkaian reaksi
simpatisparasimpatis yang diakhiri dengan refl eks muntah. CVC terletak dekat nukleus traktus
solitarius dan di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ. Chemoreceptor trigger
zone mengandung reseptor-reseptor untuk bermacam-macam senyawa neuroaktif yang dapat
menyebabkan refleks muntah.
Rangsang refleks muntah berasal dari gastrointestinal, vestibulo-okular, aferenkortikal
yang lebih tinggi yang menuju CVC, kemudian dimulai gejala nausea, retching, serta ekspulsi isi
lambung (muntah). Gejala gastrointestinal meliputi hiperperistaltik, salivasi, takipnea dan
takikardi. Refleks muntah berasal dari sistem gastrointestinal dapat terjadi akibat adanya bahan
iritan yang masuk ke saluran cerna, akibat radiasi abdomen, ataupun akibat dilatasi saluran cerna.
Refleks tersebut muncul akibat pelepasan mediator inflamasi lokal dari mukosa yang rusak
sehingga memicu signal aferen vagal. Selain itu, terjadi pula pelepasan serotonin dari sel
enterokromafin mukosa. Pada mabuk perjalanan (motion sickness), signal aferen ke pusat
muntah berasal dari organ vestibular, visual korteks, dan pusat kortikal yang lebih tinggi. Pusat
muntah tampaknya bukan merupakan struktur anatomi tunggal, tetapi merupakan jalur akhir
bersama dari refleks yang deprogram secara sentral melalui interneuron medular di nukleus
traktus solitarius dan berbagai macam tempat di sekitar formasio retikularis. Interneuron tersebut
menerima input kortikal, vagal, vestibular, dan input lain terutama dari area postrema. Area
postrema diidentifikasi sebagai sumber krusial untuk input yang menyebabkan refleks muntah,
terutamarespons terhadap obat atau toksin.
Terdapat serangkaian reaksi simpatis dan parasimpatis saat refl eks muntah terjadi.
Reaksi simpatik meliputi berkeringat, pucat, pernapasan dan denyut jantung meningkat, serta
dilatasi pupil. Sedangkan reaksi parasimpatis termasuk hipersalivasi, motilitas meningkat pada
kerongkongan, lambung, dan duodenum, serta relaksasi sfi ngter esofagus. Isi duodenum dapat
didorong paksa ke dalam lambung oleh gerakan antiperistaltik. Selama pengosongan isi
lambung, kita akan mengambil napas panjang, pilorus ditutup, glotis tertutup sehingga berhenti
respirasi, dan perut diperas antara diafragma dan otot-otot perut, menyebabkan pengosongan
yang cepat.
BAB 3

HASIL PERCOBAAN
3.1 Pengunyahan

3.1.1 Kekeuatan Gigit Maksimal

Jenis kelamin Gigi Kedalaman gigit


orang coba Kanan Kiri
(cm) (cm)
L Insisv 1 1
pertama
Kaninus 0,8 0,7
Molar 0,7 0,7
pertama
P Insisiv 1 0,8
pertama
Kaninus 0,6 0,6
Molar 1 1
pertama

3.1.2 Efisiensi Kunyah

Penghitungan efisiensi kunyah


Pengunyahan 20 kali
 Berat saringan (S) = 11 gram
 Berat nasi sebelum dikunyah = 20 gram
 Jumlah sisa makanan setelah dikunyah(N) = 8 gram

NA = (N+S) – S
= (8+11) – 11
= 8 gram
Efisiensi= Nasi sebelum dikunyah –NA X 100%
Nasi sebelum kunyah
20−8
Efisiensi = x 100%
20
= 60%

Pengunyahan 15 kali
 Berat saringan (S) = 11 gram
 Berat nasi sebelum dikunyah = 20 gram
 Jumlah sisa makanan setelah dikunyah(N) = 10gram

NA = (N+S) – S
= (10+11) – 11
= 10 gram
Efisiensi= Nasi sebelum dikunyah –NA X 100%
Nasi sebelum kunyah
20−10
Efisiensi = x 100%
20

= 50%

Pengunyahan 10 kali
 Berat saringan (S) = 11 gram
 Berat nasi sebelum dikunyah = 20 gram
 Jumlah sisa makanan setelah dikunyah(N) = 12gram

NA = (N+S) – S
= (12+11) – 11
= 12 gram
Efisiensi= Nasi sebelum dikunyah –NA X 100%
Nasi sebelum kunyah
20−12
Efisiensi = x 100%
20

= 40%
Jenis Kelamin Efisiensi Kunyah

Orang Coba 20 Kali 15 Kali 10 Kali

60% 50% 40%

3.2 Pemeriksaan Proses Menelan

3.2.1 Pemeriksaan Palpasi Pada Saat Menelan

Pola gerakan
Jenis kelamin orang coba (Deskripsikan apakah gerakannya normal atau
ada hambatan)
Pada saat air masuk terdapat hambatan karena
Perempuan
tenggorokan lagi sakit
Ketika air masuk tidak ada hambatan
Laki-laki
(Kontraksi-relaksasi)

3.2.2 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan

Jenis kelamin Kemudahan menelan dan respon orang coba


orang coba 1:1 1:2 1:3
Ada
hambatan Ada
Tidak ada hambatan karena
karena nasi sedikit
Perempuan nasi sudah sangat lunak
belum hambatan
(Lancar +++)
lunak (Lancar++)
(Lancar +)
3.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Refleks)

3.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah

Lokasi Respon orang coba (Refleks Muntah)


Ujung Lidah -
Dorsal Lidah ++
Lateral Kiri -
Lateral Kanan -
Anterior -
Posterior +
Posterior Palatum +
Uvula +++
Tonsil ++++
Faring Atas (jika bias) -
Yang paling sensitive adalah Uvula dan dorsal lidah

3.3.2 Pengaruh Suhu dan Sentuhan Terhadap Refleks Muntah

Lokasi Respon orang coba (Refleks Muntah)


Ujung Lidah -
Dorsal Lidah -
Lateral Kiri -
Lateral Kanan -
Anterior -
Posterior -
Posterior Palatum +
Uvula ++
Tonsil ++++
Faring Atas (jika bias) -
Yang paling sensitive adalah Tonsil

3.3.3 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Refleks Muntah

Jenis Kelamin Orang Coba Daerah yang ditetes Reaksi orang coba
Perempuan Posterior lidah Tidak muntah
Laki-laki Posterior lidah Tidak muntah
3.4 Pertanyaan

1. Apakah ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki – laki dan perempuan ?
Jelaskan mengapa ?
Ada, karena lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada
perempuan. Karena jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi
mempengaruhi panjang lengkung gigi. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang
meningkat dalam hal lengkung gigi. Ukuran gigi pria lebih panjang daripada ukuran gigi
wanita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kekuatan fungsional, kebiasaaan makan,
sikap tubuh dan trauma.
2. Apa ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan ? Jelaskan
mengapa ?
Ada, kekuatan gigit maksimal pada laki-laki lebih kuat dari perempuan. Karena
laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi
anterior kekuatan untuk menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Serta
ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada perempuan sehingga lebih kuat daya gigitnya.
Selain itu, refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan
periodontal dan menghalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika beban
menjadi sangat tinggi.
3. Mengapa makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa?
Karena setiap makanan memiliki jenis, bahan, dan komposisi yang berbeda. Pada
makanan yang tergolong keras dan kasar akan lebih sulit ditelan daripada makanan yang
halus dan lembut. Sehingga makanan yang halus dan lembut membutuhkan lebih sedikit
pengunyahan daripada yang keras dan kasar.
4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah?
Karena rasa pahit dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan
pada bagian posterior lidah dan palatum molle dimana daerah tersebut merupakan daerah
rangsangan muntah (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat
maka akan dapat menyebabkan gagging refleks . khususnya pada bagian posterior
rongga mulut.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
Pada percobaan kekuatan gigit maksimal, kelompok kami menggunakan orang
coba yang berjenis kelamin laki laki dan perempuan, dari data hasil percobaan yang di
lakukan pada orang coba berjenis kelamin laki laki gigitan terdalam ada pada gigi insisiv
pertama pada sisi kiri dan kanan yaitu gigitan maksimal yang di dapatkan sebesar 1 cm
sedangkan pada orang coba perempuan di dapatkan hasil yang berbeda yaitu pada
gigitan terdalam di dapatkan pada gigi insisiv pertama dan molar pertama yaitu sebesar 1
cm. Pada percobaan kali ini, kami juga dapat melihat kedalaman serta sebesar apa
gigitan yang menggunakan wax sebagai bahan yang digigit.
Pada pengamatan kekuatan gigit maksimal pada orang coba, didapatkan hasil
bahwa pada orang coba laki-laki memiliki daya gigit maksimal lebih besar dari
perempuan. Hal ini disebabkan karena lebar permukaan rongga mulut pada laki-laki
lebih besar. Sebab Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi
mempengaruhi panjang lengkung gigi. Jadi, ukuran gigi laki-laki yang lebih besar
menyebabkan lebar permukaan rongga mulutnya lebih besar sehingga memliki daya gigi
maksimal lebih besar dari perempuan. Selain ukuran gigi dan lebar permukaan rongga
mulut, yang mempengaruhi kekuatan gigit maksimal adalah pengunaan protesa gigi
tiruan.
Percobaan efisiensi dilakukan untuk mengetahui efisiensi kunyah berdasarkan
jumlah kunyahan per detik. Teknik untuk menilai efisiensi dan performane
kunyah adalah dengan menyaring untuk memisahkan partikel
m a k a n a n s e t e l a h m e n g u n y a h . Prosedur kerja dari percobaan ini adalah mula-
mula dengan menimbang satu sendok nasi dan saringan yang akan digunakan.
Selanjutnya, nasi dikunyah dengan kecepatan satu kunyahan per detik, sebanyak 20 kali,
15 kali dan 10 kali kunyahan. Setelah itu, nasi yang sudah dikunyah dikeluarkan dan
diletakkan pada saringan. Selanjutnya nasi disiram dengan air, setelah itu ditimbang
bersama saringan. Hasil yang diperoleh kemudian diguanakan untuk menghitung efisiensi
kunyah berdasarkan jumlah kunyahannya.
Hasil yang diperoleh pada kunyahan 20 detik yaitu berat nasi sisa kunyahan yaitu
sebanyak 8 gram. Dan penghitungan efisiensi kunyah yang dilakukan yaitu pada jumlah
kunyahan 20 kali maka efisiensi kunyahnya sebesar 60%. Sedangkan pada jumlah
kunyahan 15 kali didapatkan nasi sisa kunyakan sebanyak 10 gram dan efisiensi kunyah
sebesar 50%. Pada jumlah kunyahan 10 kali, didapatkan nasi sisa kunyakan sebanyak 12
gram dan efisiensi kunyah sebesar 40%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
banyak jumlah kunyahan yang dilakukan, maka sisa makanan setelah dikunyah akan
semakin sedikit. Yang mana artinya semakin banyak jumlah pengunyahan makanan,
maka akan semakin efektik dalam memproses makanan.
Pada percobaan pemeriksaan palpasi pada saat menelan orang coba berjenis
kelamin perempuan, hal yang pertama dilakukan adalah meminta orang coba untuk
duduk tegak, setelah itu lakukan inspeksi dan palpasi di leher bagian atas dan lihat pola
gerakan yang yang dirasakan. Setelah dilakukan pemeriksaan tentang pola gerakan
setelah orang coba minum air pola gerakan yang terlihat adalah naik turun.

Pada pemeriksaan palpasi pada saat menelan pola gerakan orang coba saat minum
air adalah kontraksi-relaksasi yaitu dari atas ke bawah. Yang menunjukkan kemampuan
menelan yang normal pada orang coba yaitu laring, trakea, tiroid akan naik pada saat
menelan.

Pada praktikum pengaruh jenis makanan terhadap proses penelanan orang coba
diintruksikan untuk membedakan proses penelanan nasi putih 1 : 1 , 1 : 2 dan 1 : 3.
Dimana nasi 1 : 1 adalah nasi yang sedikit kasar, nasi 1 : 2 keadaanyaagak lembut, dan
nasi 1 : 3 nasinya sangat lembut.

Orang coba berjenis kelamin perempuan, setelah orang coba mengunyah nasi-nasi
tersebut perbedaan yang dirasakan adalah pada saat mengunyah nasi 1 : 1 pengunyahan
dilakukan secara normal atau bisa dikatakan mudah karena keadaan nasi yang sedikit
kasar. Sedangkan pengunyahan yang dilakukan dengan nasi 1 : 2 proses penelanan yang
dilakukan lebih mudah dari nasi yang pertama karena keadaan nasi yang agak lembut,
dan proses penelanan yang terakhir dengan nasi 1 : 3 proses penelanan sangat mudah
karena keadaan nasi yang lembut.

Jenis makanan sangat mempengaruhi proses penelanan, semakin lembut tekstur


makanan yang ditelan proses pengunyahan lebih mudah dibanding dengan makanan yang
bertekstur kasar.

Pada percobaan pengaruh sentuhan terhadap refleks muntah, pada pengaruh


sentuhan terhadap refleks muntah menunjukkan bahwa yang menunjukkan refleks
muntah yaitu saat dilakukan sentuhan pada bagian dorsal lidah, posterior, posterior
palatum, uvula, dan tonsil.

Pada pengaruh suhu dan sentuhan terhadap refleks muntah yang menunjukkan
refleks muntah yaitu saat dilakukan sentuhan pada bagian dorsal lidah, posterior palatum,
uvula, dan tonsil.

Seperti yang kita ketahui bahwa, di dalam mulut, area penutup palatine dari faring
posterior dan batang tonsil kaya dengan reseptor nosiseptif. Reseptor ini, ditemukan di
papila lidah yang membawa taste buds, dapat memicu terjadinya gag reflex. Mereka
menciptakan suatu bidang refleks yang dapat tersebar luas atau sempit, tergantung pada
setiap individu. Reseptor ini berasosiasi dengan reseptor labirin yang memicu gagging
tergantung pada pergantian posisi. Reseptor-reseptor gagging reflek berada pada palatum
lunak, bagian 1/3 lateral posterior lidah dan pada bagian retromolar mylohyoid.

Diketahui dari hasil percobaan pengaruh sentuhan terhadap reflex muntah, bahwa
kebanyakan daerah yang paling sensitif merasakan refleks muntah adalah bagian
posterior, seperti posterior lidah, posterior palatum, uvula, dan tonsil. Tetapi pada
praktikum yang kami lakukan, ada juga daerah anterior yang sensitif terhadap refleks
muntah yaitu lateral kanan dan lateral kiri. Hal ini bisa disebabkan karena diberikannya
obat kina yang rasanya pahit kepada orang coba, bisa juga karena saat pemberian obat
terlalu banyak sehingga saat itu orang coba merasa ingin muntah.
4.2 Pertanyaan
Lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada perempuan karena
Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi mempengaruhi panjang
lengkung gigi. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dalam hal lengkung
gigi. Rata-rata lebar mesio distal gigi insisif anterior rahang atas dan rahang bawah laki-
laki lebih besar daripada perempuan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Desi pada tahun 2000 di Universitas Airlangga. Rata-rata ukuran mesio distal gigi
insisif rahang atas laki-laki lebih besar dari perempuan. Ukuran gigi pria lebih besar dari
ukuran gigi wanita. Menurut Desi hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kekuatan
fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh dan trauma.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki rata-rata panjang lengkung gigi yang hampir sama, yaitu 20,16 mm
untuk laki-laki dan 20,20 mm untuk perempuan. Adapun tinggi palatum laki-laki sebesar
18,40 mm dan untuk perempuan sebesar 17,83 mm. Namun, perbedaan panjang
lengkung gigi lebih cenderung disebabkan oleh karena faktor ras dari pada jenis kelamin.
Kekuatan gigit maksimal pada laki-laki lebih kuat dari perempuan karena laki-
laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi
anterior kekuatan untuk menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Serta
ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada perempuan sehingga lebih kuat daya gigitnya.
Daya kunyah maksimum (45-50 kg) diukur antara gigi molar pertama dan sedikit demi
sedikit berkurang untuk gigi disebelahnya, semakin ke proksimal, daya kunyah
mendekati 10 kg pada gigi incisivus.
Selain jenis kelamin, daya gigit juga dipengaruhi oleh pemakaian kawat gigi.
Untuk pengguna protesa gigi tiruan lengkap hanya mampu menahan beban kunyah
sekitar seperempat sampai sepertiga dari kemampuan menahan beban kunyah orang
dengan gigi geligi asli yang normal. Penguna protesa gigi tiruan sebagian juga tidak
mampu menggigit sekuat orang dengan gigi geligi yang masih lengkap.
Makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar ditelan karena setiap
makanan memiliki jenis, bahan, dan komposisi yang berbeda. Pada makanan yang
tergolong keras dan kasar akan lebih sulit ditelan daripada makanan yang halus dan
lembut. Sehingga makanan yang halus dan lembut membutuhkan lebih sedikit
pengunyahan daripada yang keras dan kasar.
Rasa pahit dilidah erat hubungannya dengan mual-mual dan muntah. Penyebab
utamanya yakni asam lambung yang naik kemulut meninggalkan rasa pahit yang sering
menetap beberapa waktu. Contoh kondisi yang mungkin menyebabkan mual-mual dan
muntah yaitu maag, beberapa infeksi virus maupun bakteri, berbagai masalah pada
pencernaan, sakit kepala, mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik, ibuprofen dan
steroid, mengkonsumsi bahan bahan yang mengiritasi lambung dan sebagainya. Mual dan
muntah kebanyakan dikendalikan oleh reflek dan merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh jadi sulit bagi kita untuk mengendalikannya .
BAB 5
KESIMPULAN

1. Pengunyahan merupakan salah satu fungsi penting dalam rongga mulut yang berperan
dalam menghancurkan makanan sehingga dapat dicerna oleh tubuh.
2. Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan dengan melalui proses
penelanan terdiri dari tiga fase, yaitu fase volunteer, fase faringeal dan fase esophagus.
3. Gagging Refleks merupakan suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh
dari benda asing atau bahan – bahan yang berbahaya bagi tubuh yang masuk ke dalam
faring atau saluran GastroIntestinal Tract.
4. Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, ukuran gigi mempengaruhi lebar permukaan
rongga mulut.
5. Lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada perempuan.
6. Kekuatan gigit maksimal ditentukan oleh jenis kelamin dan ukuran gigi.
7. Jenis, bahan, dan komposisi setiap makanan berbeda, sehingga mempengaruhi
kemudahan makanan tersebut untuk ditelan.
8. Daerah paling sensitif yang menimbulkan refleks muntah adalah tonsil sebab banyak
mengandung reseptor nosiseptif.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Omari, I.K., Duaibis, R.B., Al-Bitar, Z.B. 2007. Application of Pont’s Index to a Jordanian
Population, European Journal of Orthodontics, 29: 627-631.
Banabilh, S.M., Samsudin, A.R., Suzina, A. H., Dinsuhaimi, S.2010. Facial Profile Shape,
Malocclusion and Palatal Morphology in Malay Obstructive Sleep Apnea Patients, Angle
Orthodontist, 80:37-42
Budiman, J.A., Hayati, R., Sutrisna, B., Soemantri, E.S. 2009. Identifikasi Bentuk Lengkung
Gigi Secara Kuantitatif, dentika Dental Journal, 14(2): 120-124.
Fehrenbach, M.J. dan Herring, S.W. 2007. Anatomy of the Head and Neck, Edisi 3, Saunders
Elsevier, St. Louis, h.63-64.
Gaidyte, A., Latkauskiene, D., Baubiniene, D., Leskauskas, V. 2003. Analysis of Tooth Size
Discrepancy (Bolton Index) Among Patients of Orthodontic Clinic at Kaunas Medical
University, Stomatologija, 5(1): 27-30.
Ganong, W. F. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton & Hall.. 1997 . Fisiologi Kedokteran .Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Journal international Gagging a review. 2014. Nitte University Journal of Health Science India
Kimball, J. W. 1983. Biologi Jilid 3 edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga
Pearce, E.C. 2000. Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia

You might also like