You are on page 1of 8

GEOLOGI BOMBANA

PENDAHULUAN
Pulau Sulawesi dan dan pulau-pulau sekitarnya merupakan kawasan tumbukan aktif
ketiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lampeng Australia dan lempeng samudra pasifik atau
lempeng samudra Filipina. Oleh karena itu pulau ini secara geologi sangat kompleks sehingga
banyak menarik ahli kebumian untuk menelitinya. Kompleks geologi pulau ini tercermin mulai
dari morfologi, struktur geologi, ragam jenis batuan penyusun sampai jenis stratigrafinya.
Pemetaan geologi di pulau Sulawesi dimulai sejak pra-pelita I, yang dilakukan oleh
subdit perpetaan, Direktorat geologi. Namun, perpetaan secara intensif baru dilakuka setelah
Indonesia melaksanakan pelita I. Pemetaan geologi dengan skala regional yang dilakukan oleh
pusat penelitian dan pengembangan geologi setelah selesai pada tahun 1992. Peta geologi
tersebut dalam skala 1:1.000.000 dibagi kedalam dua lembar yakni lembar ujung pandang
(Sukamato, 1975) dan lembar manado (sukamato dkk., 1994). Selanjutya dala skala 1:250.000
Pulau Sulawesi dibagi dalam 25 lembar dengan Lengan Sulawesi tenggara memiliki 4
lembaran penyusun di antaranya ; 1) lembar kolaka (simanjudutak dkk., 1993), 2) lembar
kendari dan lasusua (rusmana dkk., 1993), 3) lembar malili (simanjudtak dkk., 1993b), 4)
lembar Bungku (simanjudtak dkk., 1993a). Kabupaten bombana Terletak pada ujung selatan
lengan tenggara Sulawesi tepatnya pada lembar kolaka.
Berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektonik, Sulawesi dan sekitarnya
dapat dibagi menjadi 4 jalur geologi (surono,1996) yaitu ; 1) lajur vulkanis sulbar, 2) Lajur
Malihan sulteng, 3) Lajur ofiolit Sultim, 4) kepingan benua. Bombana sendiri sesuai peta
(gambar 2) merupakan lajur melihan Sulawesi tengah. Batuan penyusun lajur melihan Sulawesi
tengah berupa batuan melihan tekanan tinggi berderajat rendah, berupa skis, grafit filit, sabak,
genes, serpentinit, kuarsit, dan batu gamping malih (simanjudtak dkk., 1991). Salah satu
pegunungan tertinggi di bombana ialah pegunungan Rumbia secara umum terdiri dari batuan
melihan atau metamorf yang memiliki umur paleozoikum.
Gambar 1. Indeksi peta geologi skala 1:250.000 dan 1:1.000.000 yang meliputi pulau
Sulawesi dan sekitarnya

Tabel peta geologi dan penyusunya yang meliputi Sulawesi dan sekitarnya

KABUPATEN BOMBANA SECARA GEOGRAFIS

Kabupaten Bombana mempunyai wilayah daratan seluas 2.845,36 km² atau 284.536 ha
dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas 11.837,31 km². terletak di Jazirah Tenggara
Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari
utara ke selatan di antara antara 4°30' – 6°25' Lintang Selatan dan membentang dari barat ke
timur antara 120°82' – 122°20' Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bombana berbatasan dengan
: bagian utara Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Selatan, bagian selatan laut Flores,
bagian barat teluk Bone, bagian timur Kabupaten Muna dan kabupaten Buton. (gambar 2)
Gambar 2. Peta administarsi kabupaten bombana
GEOMORFOLOGI GEOLOGI KABUPATEN BOMBANA

Kabupaten Bombana merupakan salah daerah yang terletak di lengan Tenggara


Sulawesi yang memanjang barat laut hingga tenggara yang dibentuk oleh batuan malihan dan
batuan ofiolit. Morfologi di kabupaten bombana secara umum terdiri dari perbukitan dan
dataran. Pada beberapa bagian muncul perbukitan misalnya pegunungan Rumbia dan dataran
rendah seperti dataran Langkowala (Gambar 3).

Gambar 3. Bagian selatan lengan Sulawesi dari citra IFSR


Secara morfologi daerah ini dibagi 2 yaitu :
1. Pegunungan
Pegunungan yang menempati bagian terluas kawasan ini yaitu pegunungan Rumbia yang
mempunyai topografi yang sangat kasar dan kemiringan lereng yang sangat tinggi, pegunungan
dalam satuan ini memiliki pola yang hampir sejajar berarah barat laut – tenggara. Arah ini
sejajar dengan struktur sesar regional di kawasan ini. Pola tersebut mengindikasikan bahwa
pembentukan morfologi pegunungan ini erat hubungannya dengan sesar regional.
Pegunungan ini dibentuk oleh batuan malihan dan memiliki bentuk morfologi yang khas
yaitu, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lerang yang tidak rata walaupun
bersudut tajam
2. Dataran
Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan lengan tenggara, merupakan
dataran rendah. Batuan penyusun terdiri atas batu pasir kuarsa dan konglongmerat kuarsa
formasi Langkowala. Di dataran ini mengalir sungai sungai yang pada musim hujan berair
melimpah sedangkan pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batu pasir dan
konglomerat sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembas masuk
kedalam tanah. Sungai Tersebut diantaranya sungai Langkowala dan tinanggea. Batas selatan
antara Langkowaladan pegunungan Rumbia merupakan tebing terjal yang di bentuk sesar yang
berarah hampir barat – timur. Pada dataran Langkowala, terutama didekat batas tersebut,
ditemukan endapan emas sekunder. Surono (2009) menduga emas tersebut berasal dari batuan
malihan di pegunungan Rumbia dan sekitarnya. Menurut Kisman, Ernowo dan Endang
Suwargi Ada dua kemungkinan terbentuknya cebakan emas primer :
 Mineralisasi terjadi sebelum proses metamorfosa batuan induk, dengan diketemukanya
bongkahan batuan yang terubah dan termineralisasi dengan bentuk bagian luar yang relatif
menyudut sampai membulat tanggung dengan struktur cockade, vuggy (Gambar 4)
merupakan ciri khas produk dari proses mineralisasi hidrotermal.

 Mineralisasi terjadi setelah adanya proses metamorfosa, dimana satuan batuan sekis yang
mengalami pemineralan berupa urat-urat kuarsa yang mengisi rekahan atau rongga-rongga
penjajaran (foliasi) mineral pada satuan batuan sekis, sehingga mengubah batuan menjadi
tersilisifikasi. Mineral-mineral kuarsa yang mengisi rekahan atau rongga-rongga membentuk
struktur cockade, vuggy dan dogteeth (Gambar 4). Bentuk struktur tersebut merupakan khas
terjadi pada mineralisasi endapan epitermal
Gambar 4.
Namun, daerah seperti Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Rarowatu dan
Kecamatan Rarowatu Utara memiliki perbukitan terjal, perbukitan bergelombang rendah dan
daerah relatif datar. Pola aliran sungai yang berkembang adalah pola denditrik di bagian utara
yang mencirikan bahwa secara umum batuan yang menempati daerah tersebut relatif
homogen. Di bagian selatan berkembang pola aliran sungai paralel dan sub trelis yang
menunjukkan kontrol struktur berupa sesar dan kekar cukup kuat dengan batuan yang relatif
keras (Kisman, dkk,) (gambar 5).

Gambar 5

STRATIGRAFI GEOLOGI KABUPATEN BOMBANA

Peta geologi yang berskala 1:250.000 dengan salah satu penyusun lengan tenggara
Sulawesi adala lembar kolaka (simanjudtak dkk.,1993c). helmeras dkk,. (1989) meneliti batuan
melihan di pegunungan Rumbia. Belakangan penulis meneliti batuan sedimen mesozoikum
dan tersier dilengan tenggara dan hasilnya di publikasikan di berbagai jurnal ilmiah, di
antaranya Surono (1994, 1995a, 1995b, 1996, 1997, 1998, 1999) dan surono dan bachri (2002).
Gambar 6. Peta Geologi lembara Kolaka
Gambar Startigrafi lembar kolaka

1. Kompleks Malihan
Komplek batuan melihan menempati pegunugan rumbia didomonasi batuan malihan
yang terdiri atas sekis, kuarsit, sabak, dan marmer (simandjutak dkk., 1993c ; rusman dkk.,
1993b) dan diterobos apilit dan diabas (surono, 1986). Sejumlah potongan batuan melihan dari
kompleks batuan di ambil oleh bothe (1972) dan sebagian percontohanya di analisis oleh de
rover (1956). Ia mengenali 2 periode pemilahan batuan, tua dan muda. Pemilahan tua
menghasilkan fesies apidot-ampibol dan yang muda menghasilkan fesies skis glau-kofan.
Pemilahan tua berhubungan dengan penimbunan, sedangkan yang muda diakibatkan sesar
naik. Sangat mungkin sesar naik tersebut terjadi pada oligosen – awal miosen, sewaktu
kompleks ofiolit tersesar-naikan keatas kepingan benua.
Helmeres dkk. (1998) meneliti evolusi skis hijau dilengan tenggara Sulawesi tarutama
dipegunungan rumbia dan pulau kabaena. Menurutnya peristiwa maliha pertama kali adalah
rekristallisasi sekis hijau pada akhir penimbunan cepat (fast burial).
Dikaki utara gunung Rumbia, satuan ini mengandung emas sekunder (plaster) yang
banyak ditambang secara tradisional. Surono dan Tang (2009) menduga emas primernya
beradapada batuan pegunungan rumbia yang diterobos oleh terobosan andesit dan diabas.
2. Melosa dan formasi batuan
Malosa Sulawesi terdiri dari batuan sedimen klastik dan karbonat. Batuan sedimen
klastik terdiri atas konglomerat, batu pasir dan batu lanau (formasi lankowala), batu lempung
napal pasiran (formasi Boepinang) dan batu pasir setempat yang berasosiasi dengan teruimbu
koral (formasi Eemoiko). Kemudian Simandjutak dkk., (1993c) membagi formasi langkowala
menjadi 2 bagian, yaitu anggota batu pasir dan anggota konglomerat.
a) Anggota batu pasir, formasi langkowala
Nama anggota batupasir, formasi langkowala di usulkan oleh simandjuntak dkk
(1993c) untuk runtunana sedimen yang didominasi batupasir dengan sisipan serpih, batu lanau,
dan konglomerat. Anggota ini menyebar luas didaratan langkowala, membentuk daratan
rendah dengan perbukitan rendah yang luas (gambar 3).
b) Anggota konglomerat, formasi langkowala
Anggota konglomerat , formasi Langkowala adalah nama tidak resmi yang diberikan
oleh surono & Tang (2009). Batuan penyusun didominasi oleh konglomerat dengan sedikit
sisipan batu pasir dan serpih. Anggota ini menyebar luas didaratan rendah langkowala (gambar
7) dan membentuk perbukitan rendah berpuncak tumpul. Anggota konglomerat ini menjemari
dengan Anggota Batupasir.
Konglomerat yang merupakan penyusun utama anggota konglomerat, mempunyai
kepingan beragam yang umumnya berasal dari batuan melihan. Ukuran kepingan berkisar 2
cm sampai 15 cm, setempat terutama dibagian bawah sampai 25 cm. bentuk kepingan
membulat – membulat baik, dengan pemilahan yang menengah. Kepingan didominasi oleh
kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batu pasir malih, sekis dan ultrabasa.

Gambar7.penafsiran geologi dari citra landscat daerah dataran Langkowala, Kabupaten


Bombana (surono 2010)
Di Kabupaten bombana juga terdapat Runtunan batuan kuarter, yang terhimpun dalam
formasi buara dan formasi Alangga (simanjudtak dkk., 1993c), menindih tak selaras meluosa
Sulawesi. Formasi buara terdiri atas batu gamping termbu koral sementara formasi Alangga di
dominasi oleh konglomerat dan batu pasir. Akan tetapi berdasarkan penelitian, kedua formasi
terakhir ini berumur neogen.

STRUKTUR GEOLOGI KABUPATEN BOMBANA


Struktur geologi utama yang berkembang di daerah watubangka berupa sesar normal
yang memiliki arah umum barat-timur dengan bagian utara merupakan hanging wall yang
memisahkan satuan morfologi perbukitan di bukit Tangkeno Wumbubangka dengan
perbukitan rendah dan pedataran disebelah utara (Kisman, dkk)
Gambar 8
Bagian hanging wall yang membentuk perbukitan rendah ini kemudian mengalami
oksidasi (Gambar 9) yang mengakibatkan terjadinya proses pengayaan. Kemungkinan proses
hidrotermal masih aktif sampai saat ini dengan ditemukannya sumber mata air panas.

You might also like