You are on page 1of 13

BAB I

Karakteristik TiO2

1) Rumus atau nama kimia dari TiO2


Rumus atau nama kimia dari TiO2 adalah titanium dioksida yang termasuk
logam transisi dan masuk dalam golongan IV disebut juga titanium anhydride,
anhidrida asam titanium, titanium oksida, atau titania yang biasanya tersedia
dalam serbuk putih.

2) Struktur atom atau kristal dari TiO2


Di alam TiO2 memiliki beberapa struktur kristal, yaitu: anatase, rutile,
dan brookite. Rutile adalah fasa keseimbangan semua suhu. Sedangkan
anatase dan brookite adalah fasa metastabil yang dapat diubah menjadi
rutile dengan proses pemanasan.

Rutile dan anatase merupakan fasa yang sering diproduksi. Rutile (rutilus,
bahasa Latin berarti merah) memiliki komposisi 10% besi dan sejumlah niobium
serta tantalum. TiO2 struktur rutile dan anatase berukuran nanometer dapat
dihasilkan dengan unit sel yang berbentuk tetragonal melalui proses
hidrotermal. Perbedaannya hanya terletak pada suhu serta waktu pengovenan.
Untuk proses fotokatalisis, struktur anatase lebih disukai karena lebih aktif
dibandingkan struktur rutile. Struktur-struktur tersebut dapat digambarkan
dengan TiO6 oktahedral, setiap ion Ti4+ dikelilingi oleh enam ion O2-. Perbedaan
dari kedua struktrur kristalin terletak pada distorsi struktur oktahedronnya.

Pada rutile,struktur oktahedronnya sedikit distorsi orthorombik. Sementara


anatase, distorsi jauh lebih besar, sehingga strukturnya asimetris dibandingkan
orthorombik. Untuk beberapa aplikasi, rutile lebih sering digunakan karena
memiliki sifat fisik yang unik, misalnya berkilau, keras dan tahan terhadap
fenomena korosi. Berbeda dengan brookite, strukturnya memiliki simetri yang
polimorf dan dapat berubah menjadi rutile pada temperatur sekitar 750 ºC.
Secara umum struktur ini tidak jauh berbeda dengan rutile dan anatase dalam
hal massa jenis dan tingkat kekerasan. Bentuk kristal anatase dapat diamati pada
pemanasan sol TiO2 mulai dari suhu 120 °C dan mencapai sempurna pada 500
°C. Pada suhu 700 °C mulai terbentuk kristal rutile dan mulai terjadi penurunan
luas permukaan serta pelemahan aktivitas fotokatalisis secara drastis. Untuk
melihat lebih jelas lagi perbedaan dari struktur anatase dan rutile dapat dilihat
pada gambar 1.

1
Gambar 1a. Struktur kristal TiO2 (anatase). Model TiO2 yang digunakan adalah
TiO2 sistem tetragonal dengan parameter kisi a = b = 3,78 Å dan c = 9,52 Å

Gambar 1a menunjukkan struktur kristal TiO2 fasa anatase. Ti4 ditunjukkan


pada bulatan besar yang warna kuning dan O2 ditunjukkan pada bulatan kecil
yang berwarna ungu. Sifat kristal anatase ini membentuk delapan tetragonal di
piramida berpusat badan dengan nomor space group 141.

Gambar 1b. Struktur kristal TiO2 (rutile). Model TiO2 yang digunakan adalah
TiO2 sistem tetragonal dengan parameter kisi a = b = 4,594 Å dan c = 2,959

Gambar 1b menunjukkan struktur kristal TiO2 fase rutile, Ti4 ditunjukkan


bulatan besar berwarna kuning dan O2 oleh bulatan kecil berwarna ungu.
Struktur kristal rutile pertama kali ditemukan oleh Vegard pada tahun 1916.
Setiap atom titanium dikelilingi oleh 6 atom oksigen pada enam sudut yang
teratur dan setiap atom oksigen dikelilingi tiga atom titanium pada sudut sama
sisi dengan nomor space group.

2
Tabel 1.1 Perbedaan Struktur Kristal Rutile, Anatase, dan Brookite TiO2
Rutile Anatase Brookite

Bentuk Tetragonal Tetragonal Orthorombik


kristal

Unit sel

a (Å) 4.5845 3.7842 9.184

b (Å) - - 5.447

c (Å) 2.9533 9.5146 5.145

Vol 18.693 136.25 257.38

Densitas 4.2743 3.895 4.123

3) Proses Pembuatan TiO2


TiO2 dapat diperoleh dari TiCl4, berikut merupakan proses pembuatan
dari TiO2 :
25 ml TiCl4 bersuhu −5℃ dicampurkan dengan 100 ml air yang sudah di
destilasi. Selanjutnya kedua bahan itu dicampurkan ke dalam gelas beaker yang
berada pada wadah berisi es. Dari pencampuran tersebut nanti akan dihasilkan
larutan TiCl4 + H2 O yang bersuhu eksoterm. Kemudian diletakkan pada magnetic
stirring (500 rpm) pada suhu ruang lalu dipanaskan dengan suhu konstan yaitu
100 ℃. Dari pemanasan ini diperoleh larutan TiCl4 + H2 O homogen kemudian
dipanaskan lagi di dalam tungku dengan tiga tahap pemanasan. Setelah tiga
proses pemanasan tersebut maka terbentuklah TiO2 dalam bentuk gumpalan.
Untuk mendapatkan bentuk serbuk maka TiO2 digerus menggunakan Ball
milling (500 rpm; 5 HR).

3
4) Sifat bahan TiO2
Sifat fisis TiO2 ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 1.2 Sifat fisik dan mekanik TiO2


Karakteristik Nilai

Densitas 4 g.cm-3

Porositas 0%

Modulus rekah 140 Mpa

Kekuatan kemampatan 680 Mpa

Ratio poisson’s 0,27

Modulus elastisitas 230 Gpa

Resistivitas (25oC) 1012 ohm.cm

Resistivitas (700oC) 2,5 x 104 ohm.cm

Konstanta dialektrik (1 MHz) 85 Volt

Kekuatan dialektrik 4 kV mm-1

Ekspansi thermal ( RT-1000oC ) 98 x 10-6 K-1

Konduktivitas Thermal (25oC) 11,7 WmK-1

Titik lebur 1830-1850 oC

Titik didih 3000 oC

Ketangguhan 3.2 Mpa.m-1/2

Modulus Geser 90 GPa

Pita energi 3,2 - 3,8 eV

4
Tabel 1.3 Sifat optik TiO2
Tahap Bias ( index )

Anatase 2,49

Rutile 4,26

4) Fungsi dari TiO2


Pada umumnya TiO2 paling banyak digunakan sebagai cat dan pernis serta
kertas dan plastik; yang diolah sekitar 80% dari konsumsi titanium dioksida
dunia. Fungsi pigmen lainnya seperti tinta cetak, serat, karet, produk kosmetik
dan bahan baku pangan untuk 8% lainnya. Sisa yang digunakan dalam fungsi
lain, misalnya produksi titanium murni teknis, kaca dan keramik kaca, keramik
listrik, katalis, konduktor listrik dan zat kimia “perantara”.
1. Pigmen
Titanium dioksida ialah pigmen putih yang digunakan secara
luas hal ini dikarenakan kecerahannya dan indeks refraksi sangat tinggi.
TiO2 juga merupakan pemburam efektif dalam bentuk serbuk, di mana
ia bekerja sebagai pigmen untuk memberikan warna putih dan
keburaman untuk produk seperti cat, pelapis, plastik, kertas, tinta, obat-
obatan (pil dan tablet) serta sebagian besar pasta gigi.

5
Gambar 2a. Beberapa contoh produk penggunaan TiO2 sebagai pigmen

2. Tabir Surya

Titanium dioksida dijumpai di hampir setiap tabir surya dengan


penghalang fisik disebabkan indeks refraksinya yang tinggi, kuat
kemampuan menyerap UV dan ketahanannya terhadap kelunturan di
bawah sinar ultraviolet. Keuntungan ini meningkatkan stabilitas dan
kemampuannya untuk melindungi kulit dari sinar UV. Partikel titanium
oksida berskala nano terutama digunakan dalam lotion tabir surya karena
mereka menghamburkan cahaya tampak kurang dari pigmen titanium
dioksida sambil tetap memberikan perlindungan UV.

Gambar 2b. Beberapa contoh produk penggunaan TiO2 sebagai tabir surya

6
3. Fotokatalis
Titanium dioksida , terutama dalam bentuk anatase, adalah suatu
fotokatalis di bawah sinar ultra violet (UV). Titanium dioksida memiliki
potensi untuk digunakan sebagai : fotokatalis, dapat melakukan
hidrolisis, yaitu mengurai air menjadi hidrogen dan oksigen. Dengan
terkumpulnya hidrogen, dapat digunakan sebagai bahan bakar. Efisiensi
proses ini dapat diperbaiki oleh doping oksida dengan karbon. Efisiensi
dan durabilitas selanjutnya telah diperoleh dengan memperkenalkan
ketidak-beraturanan struktur kisi lapisan permukaan nanokristal
titanium dioksida, memungkinkan penyerapan inframerah.

4. Titanium dioksida dalam larutan atau suspensi dapat digunakan untuk


mengurai protein yang mengandung asam amino prolin di tempat di
mana prolin hadir. Ini terobosan dalam biaya-efektif memecah protein
yang berlangsung di Arizona State University pada tahun 2006.

5. Titanium dioksida juga digunakan sebagai bahan dalam memristor,


elemen sirkuit elektronik baru. Hal ini dapat digunakan untuk konversi
energi surya berbasis pada pewarna, polimer, atau titik kuantum peka sel
surya nanokristal TiO2 dengan menggunakan polimer terkonjugasi
sebagai elektrolit padat.

7
BAB II
Aplikasi bahan ( Komposit )

Peningkatan aktivitas photokatalis dari TiO2 dan CuO yang dimasukkan ke dalam spray
drying.

a) Metode Preparasi
Metode spray-drying digunakan untuk sintesis CuO yang
dimasukkan TiO2. Butiran dari spray-drying 4wt% CuO-96wt%
TiO2 dan TiO2 murni yang berfungsi sebagai acuan diperoleh oleh
spray-drying sentrifugal dryer dengan kapasitas pengeringan 5 kg air/hari.
Pengering memiliki diameter ruang 1,4 m dengan tinggi silinder 2 m dan
sudut kerucut 30o . Pengeringan dilakukan dengan nossel atomisasi
diposisikan di tengah gas panas dispenser.

b) Metode Karakterisasi
1) Luas permukaan spesifik butiran CuO-TiO2 ditentukan
oleh luas permukaan dan ukuran pori analyzer (NOVA 2200e) dan
dihitung dengan metode Brunauer-Emmett-Teller (BET) menggunakan
Data adsorpsi N2 di kisaran dari P/P0¼ 0,05-0,95. Pori-pori
kurva distribusi diameter berasal dari cabang adsorpsi
dengan metode BJH.
2) Struktur kristal spray-drying CuO-TiO2 di uji dengan difraksi sinar-X
(XRD, D / max 2200 PC, Cu Kα). Morfologi dari butiran spray-drying
diamati dengan mikroskop elektron (SEM, Hitachi S-3500N, Jepang)
dan mikroskop elektron transmisi (TEM, JEM-2100, HR) . Sebuah
ultraviolet-visible (UV-vis) spektrometer (Shimadzu UV-3600)
digunakan untuk mengukur spektrum penyerapan dalam panjang
gelombang antara 220-800 nm dan digunakan BaSO4 sebagai referensi.
3) Properti fotokatalitik spray-drying butiran CuO-TiO2
dievaluasi dengan mengukur degradasi metil oranye (MO). Degradasi
fotokatalitik dilakukan di bawah radiasi lampu xenon dengan sistem
sumber cahaya paralel. Lampu xenon (CELL XUV-300W) dilengkapi
dengan sebuah band pass filter dari 365 nm.
4) Tiga sampel butiran diukur termasuk butiran CuO murni, butiran TiO2
murni, butiran CuO-TiO2. Selain itu, percobaan dengan MO tanpa
penambahan apapun dilakukan untuk perbandingan, di mana MO
larutan ditempatkan di bawah lampu xenon dengan tidak
menambahkan butiran apapun. Konsentrasi pertama dari MO larutan
adalah 15mg/L dan nilai pH adalah 6. Konsentrasi katalis adalah 2g/ L.

8
5) Butiran pertama yang hampir jenuh dalam 150 ml MO, larutan air di
hindarkan dari cahaya selama 1 jam dengan pengadukan magnetik
untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi-desorpsi. Kemudian lampu
xenon dihidupkan untuk memulai degradasi dan 1.0 ml dikeluarkan
setiap 10 m sebagai sampel untuk pengukuran. Absorbansi cahaya dari
sampel diukur dengan spektrometer UV-vis dengan panjang
gelombang 465 nm. Persentase degradasi (%) dievaluasi oleh
persamaan berikut ini :
𝐴0 − 𝐴𝑡
𝐷= × 100%
𝐴0
di mana D adalah persentase degradasi, A0 dan At adalah
absorbansi dari sampel pada radiasi UV dengan waktu masing-masing
adalah 0 dan t. Selanjutnya, analisis XPS dilakukan untuk
menggambarkan permukaan unsur kimia di fotokatalis CuO-TiO2
setelah reaksi degradasi.

c) Kesimpulan
Butiran CuO-TiO2 terjaga keamanannya pada metode spray-drying ini.
Hasil XRD menunjukkan bahwa tidak ada transformasi fasa terjadi. Terdapat
titanium dalam bentuk anatase TiO2 dan tembaga sebagai CuO setelah proses
spray-drying. Butiran CuO-TiO2 yang terbukti bahan mesopori terdiri dari
banyak nanopartikel dan ukuran pori-pori yang sama. Dari UV-vis, dapat
diamati dengan jelas pergeseran spektrum merah di tepi penyerapan CuO-
TiO2, bila dibandingkan dengan TiO2. CuO-TiO2 memperlihatkan degradasi
fotokatalitik yang unggul dari TiO2 dibawah iradiasi UV. XPS spektrum
menyarankan bahwa Cu2+ dan spesies Cu+ / Cu dicampurkan dalam reaksi
fotokatalis CuO-TiO2. Aktivitas peningkatan fotokatalis CuO-TiO2 ini
disebabkan koeksistensi Cu2+ dan spesies Cu+ / Cu.

9
Pembuatan graphene dan TiO2 dengan lapisan komposit yang memiliki
efisiensi fotokatalitis sangat tinggi

a) Metode Preparasi
 Preparasi Graphene Oxida
Graphene oksida disintesis dari bubuk grafit alami menggunakan
metode palu yang dimodifikasi. Kemudian dicampur bubuk grafit
dengan H2SO4, K2SO4, lalu diaduk dan diencerkan dengan air
sulingan. Kemudian di saring, dikeringkan, dan dipecah kembali
menggunakan H2SO4 dan K2SO4, selanjutnya diaduk lagi dan
diencerkan dengan air sulingan hingga berubah warna dari kuning
kecoklatan menjadi kuning cerah. Mencampurkan HCl dan air
sulingan hingga PH nya berubah menjadi netral lalu dikeringkan.
 Preparasi lapis demi lapis komposit TiO2/Graphene
Luas lapisan Graphene Oksida dan film tipis TiO2 dibuat oleh
proses diputarnya lapisan secara bergantian (spin coating). Suspensi
etanol dari GO and TiO2 disiapkan pada konsentrasi 0, 10%, 20%, 30%
and 50%, dan spin coating dilakukan di udara dengan membanjiri
permukaan substrat (substrat Si) dengan dua suspensi etanol pada
gilirannya dan berputar pada 3500 r/min selama 30 s. Setelah
pemaparan dari TiO2 / GO film multilayer untuk iradiasi sinar UV
yang memungkinkan pengurangan GO untuk graphene, struktur
fotokatalitik baru sebagai graphene dan lapisan TiO2 dengan lapisan
komposit disintesis.

b) Metode Karakterisasi
1) Tahap identifikasi sampel diolah dengan menggunakan X-ray
difractometer (XRD),(AXS D8 Lanjutan XRD, Jerman) dengan radiasi Cu
Kα.
2) Morfologi penampang dari lapis demi lapis komposit diamati dengan
menggunakan scanning elctron microscopy (Sirion SEM, FEI, Belanda), dan
pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan
transmission electron microscopy (TEM, JEM-2010, JEOL, Jepang ).
3) Pengukuran Raman dilakukan dengan menggunakan spektroskopi
Raman (HORIBA Jobin Yvon LabRAM HR, Prancis) dengan parameter 10
mW laser, 488 nm laser eksitasi, dan memperluas jangkauan scan 100-
2000 cm-1 dan 2s waktu pemaparan .
4) UV-vis diffuse reflectance spektrum (DRS) dan spektrum penyerapan
terlihat biru metilen (MB) diperoleh dengan menggunakan UV-vis
spektrofotometer (Shimadzu UV-2550, Jepang), dan CuSO4 digunakan
sebagai standar reflektansi di UV-vis diffuse reflectance percobaan.

10
5) Sifat fotokatalitik dari sampel yang diperiksa dengan mengukur tingkat
dekomposisi biru metilen di hadapan fotokatalis tersebut. Dalam
percobaan, tekanan tinggi lampu merkuri 250 W yang menghasilkan
cahaya di kisaran 350-450 nm dengan intensitas maksimum pada 365 nm
digunakan sebagai sumber cahaya. Lampu ditempatkan 10 cm di atas
permukaan cairan. Setiap sampel ditempatkan dalam kuvet kuarsa diisi
dengan 4 ml MB berair (1,0 × 10-5 mol/L), dan setelah setiap 30 menit,
variasi konsentrasi MB dievaluasi oleh absorbansi larutan pada 665 nm.

c) Kesimpulan
Penemuan baru graphene dan lapisan TiO2 dengan lapisan komposit
dengan kandungan graphene yang berbeda yang berhasil dibuat dengan
proses spin-coating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengoptimalan
fotokatalis memiliki photoresponding yang panjang dan peningkatan
pemisahan dan sifat transportasi secara bersamaan. Diharapkan bahwa
graphene dan TiO2 lapis demi lapis komposit dengan aktivitas fotokatalitik
yang tinggi akan berperan penting dalam penghapusan polutan dalam air
limbah dan lingkungan.

11
Gd-La didopping dengan TiO2 sebagai fotokatalis surya.

a) Metode Preparasi
Gd-La didopping dengan nanopartikel TiO2 dengan proses sintesis
menggunakan metode sol-gel. Dengan keterangan, 10ml tetra-n-butyl
titanium dilarutkan dalam campuran 80ml cairan etanol, 1ml asam nitrit
pekat dan 2ml air murni (tidak mengandung mineral didalamnya) dan
diaduk selama 1 jam dalam suhu kamar. Saat proses pengadukan, lanthanum
nitrat dan gadolinium nitrat ditambahkan kedalam campuran sesuai dengan
perbandingan molar stokiometri. Setelah satu jam, dan stabil, diperoleh
penyelesaian yang jelas.
Gel yang dihasilkan selanjutnya dipersiapkan dengan cara menjaga sol
selama empat jam pada suhu kamar. Setelah mengering pada suhu 80ºC
selama dua belas jam, serbuk digiling dan dipanaskan pada suhu tinggi
(dibawah titik lebur) didalam tungku teredam pada suhu 450ºC selama tiga
jam pada taraf panas sekitar 2ºC min-1. Pada akhirnya, Gd-La didopping
dengan fotokatalis TiO2 diperoleh dan terjaga pada sebuah bejana yang
tersegel untuk selanjutnya digunakan pada proses karakterisasi.

b) Metode Karakterisasi
Dari penelitian yang telah diamati pada TEM (JEM2010, JEOL). Struktur
kristal dari preparasi katalis yang di karakterisasi dengan XRD [X’pert MPD
Pro, Philips, Belanda dengan radiasi Cu𝐾𝛼 (𝜆 = 0,15418 nm) dalam 2𝜃
dengan rentang pada pengoperasian dari 5° sampai 70° dengan
menambahkan tegangan 40 kV dan arus 40 mA]. Spektrum penyerapan optik
yang tercatat pada spektrofotometer UV-vis (Agilent 8453) pada suhu ruang.
Transformasi Fourier pengukuran spektroskopik Raman pada sinar
ultraviolet yang dilakukan pada Renishawin dengan Reflex Spektometer
Raman. Saringan beresolusi tinggi digunakan untuk memberikan resolusi
spektrum sebesar 2 cm−1 .
Spektum yang tercatat pada suhu kamar dari 300 sampai 100 cm-1
menggunakan 16 pemindaian dengan waktu pemaparan 1 sekon pada setiap
pemindaian. Percobaan XPS dilakukan pada peningkatan RBD sistem ESCA
PHI-5000C dengan radiasi Mg Kα (ℎ𝜐 = 1253.6 eV). Secara umum, anoda
pada X-ray dijalankan pada daya 250 W dan dikontrol pada tegangan tinggi
14.0 kV dengan sudut deteksi di 54º. Energi yang terpakai berada tetap di
23,5; 46,95; atau 93,90 eV untuk memastikan kecukupan resolusi dan
sensitivitas. Tekanan dasar dari ruang analisis adalah sekitar 5 × 108 Pa.
Sampel ditekan secara langsung pada cakram (10 × 10 mm2 ), dipasang pada
penahan sampel, dan kemudian ditransfer ke ruang analisis. Energi yang

12
mengikat dikalibrasi dengan menggunakan pengurungan karbon (C1s =
248,6 eV).

c) Kesimpulan
Fabrikasi Gd-La didoping dengan nanopartikel TiO2 efisien untuk
fotokatalis telah dibuktikan. Degradasi fotokatalis MO mengungkapkan
bahwa Gd-La co-doped TiO2 dapat bekerja lebih efisien sebagai fotokatalis
dibandingkan dengan undoped dan Gd atau La didoping nanopartikel TiO2 .
Ti4+ menggantikan La3+ dan Gd3+ dalam kisi kristal La2O3 dan Gd2O3 untuk
menciptakan kekosongan oksigen yang banyak dan permukaan yang cacat.
Kekosongan oksigen dapat dengan mudah mengikat elektron untuk tingkat
energi exciton bawah dalam pita konduksi dari TiO2, sehingga
mengakibatkan aktivitas efisien fotokatalis di bawah iradiasi cahaya
matahari.
Namun, cacat permukaan memberikan situs aktif untuk menyerap
molekul dengan lebih cepat. Sebuah penelitian awal tentang kinerja
fotokatalis mengungkapkan tentang peningkatan signifikan dalam
fotodegradasi MO di bawah iradiasi matahari oleh Gd-La codoping dan
memenuhi aturan dari urutan pertama reaksi kinetik. Pemahaman saat ini,
jika energi exciton lebih rendah pada pemisahan muatan dan eksitasi ,
menyediakan platform yang menjanjikan untuk fabrikasi yang sangat efisien
untuk fotokatalis surya atau anoda untuk sel fotovoltalik.

13

You might also like