Professional Documents
Culture Documents
Sektor industri bahan bangunan hingga kini masih terus berkembang secara
signifikan, sejalan dengan berkembangnya industri properti dan pembangunan
infrastruktur di Indonesia. Terlebih sejak tahun 2015 lalu, Pemerintah semakin fokus
pada pembangunan proyek infrastruktur. Secara langsung, hal ini tentu berdampak
pada terbukanya peluang bagi pertumbuhan sektor properti, termasuk industri
pendukung bahan bangunan di Indonesia.
Sektor konstruksi dan bangunan di Indonesia mengalami lonjakan nilai yang terus
naik. Dan Sektor konstruksi di Indonesia telah berkembang 7% - 8%. Salah satu
penyebabnya adalah tingginya permintaan untuk perumahan dan tingginya
pertumbuhan sektor properti di beberapa kota besar di seluruh Indonesia. Investasi
publik adalah kunci dalam rencana pemerintah untuk fasilitas umum seperti
pembangunan jalan, sumber daya air dan infrastruktur pemukiman warga untuk
pembangunan jangka panjang
Grafik 1 Nilai Konstruksi yang Telah Diselesaikan Menurut Jenis Pekerjaan, 2014-2016
400.000
342.050
350.000
306.705
300.000
Milliar Rupiah
250.000 231.673
189.103
200.000 168.906
150.000 125.113
95.249 105.300
100.000
50.000
0
2014 2015 2016
Sumber: BPS
2
Grafik diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai konstruksi yang telah
diselesaikan setiap tahunnya dari tahun 2014 hingga tahun 2016, baik jenis
konstruksi gedung, konstruksi sipil maupun konstruksi khusus. Total nilai konstruksi
di tahun 2016 mencapai Rp 784.651 miliar tertinggi dari tahun sebelumnya yaitu
2015 hanya mencapai Rp 710.625 miliar, lalu 2014 sebesar Rp 570.905 miliar.
Untuk pertumbuhan nilai konstruksi di tahun 2015 mencapai 11,48% sedangkan
tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 10,42%.
Grafik 2 Nilai Konsumsi Bahan Bangunan Nasional, 2014-2016
200.000
150.000
100.000
50.000
0
2014 2015 2016
Tahun
Sumber: BPS
Pada tahun 2016 total konsumsi bahan bangunan mencapai 295,9 triliun rupiah
yang mana menjadi nilai konsumsi tertinggi selama 3 tahun terakhir. Tahun 2015
total konsumsi bahan bangunan sebesar 260,6 triliun rupiah serta di tahun 2014 total
konsumsi hanya 230,2 triliun rupiah. Untuk pertumbuhan total konsumsi bahan
bangunan per tahun mencapai 11% - 13%, yang mana di tahun 2016
pertumbuhannya mencapai 13,52%.
3
Tabel 1 Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Bahan Bangunan/Konstruksi, (2010=100).
Sumber: BPS
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
bahan bangunan dan konstruksi pada semester 1 tahun 2018 tercatat sebesar
137,28 mengalami kenaikan sebesar 3,1% dibanding IHPB 2017. Hal ini
disebabkan karena kenaikan harga komoditas seperti bahan bangunan dari
alumunium, pipa dan aksesorisnya, serta bak dan tangki
4
1. Baja
Permintaan nasional untuk produk baja di Indonesia terus meningkat setiap tahun.
Pada tahun 2017, permintaan baja domestik mencapai 13,5 juta ton, naik dari 12,7
juta ton pada tahun 2016. Pada tahun 2018, permintaan diperkirakan akan
meningkat sebesar 6%-7% menjadi 14 juta ton.
Grafik 3 Kebutuhan Konsumsi Baja 2017 dan Proyeksi Kebutuhan Baja Hingga Tahun 2025
12,7
11,4
10
0
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Tahun
Jika dilihat tren konsumsi besi baja di Indonesia menunjukkan tren positif. Proyeksi
konsumsi besi baja nasional pada tahun 2025 akan mencapai sekitar 21,4 juta ton,
sedangkan proyeksi produksi nasional hingga tahun 2025 hanya mencapai sekitar
10 juta ton , sehingga GAP atau kekurangan produksi baja nasional di tahun 2025
yaitu sekitar 11,4 juta ton
Meskipun konsumsi baja nasional terus meningkat, produsen baja lokal Indonesia
tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan permintaan yang tinggi. Ini karena 45% dari
permintaan baja telah dipenuhi oleh impor karena kurangnya kapasitas produksi
lokal dan juga harga baja impor yang relatif lebih murah.
Banjir produk baja murah Cina telah menghambat pertumbuhan industri baja
domestik Indonesia. Proyek infrastruktur pemerintah telah gagal untuk meningkatkan
pertumbuhan industri baja lokal karena banyak pengembang lebih suka
5
menggunakan produk impor yang lebih murah dari pada yang dibuat secara lokal.
Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 22/2018 dilakukan untuk
memperdalam masalah karena peraturan tersebut membebaskan persyaratan untuk
mendapatkan pertimbangan teknis dari Departemen Perindustrian untuk mengimpor
produk baja.
Grafik 4 Konsumsi Baja Menurut Sektor
7%
78%
Sumber: IISI
Sektor konstruksi merupakan konsumsi terbesar besi baja secara nasional dengan
persentase 78%. Lalu industri minyak & gas dan otomotif menyerap masing-masing
7% dan 8%. Dan sektor lainnya hanya menyerap 7%
Keputusan pemerintah Trump untuk memaksakan bea masuk sebesar 25% pada
produk baja dan bea impor sebesar 10% pada produk aluminium dari sejumlah
negara, terutama Cina. Dengan kebijakan yang dilakukan oleh Trump tersebut,
membuat banyak kekhawatiran yang muncul bahwa Cina akan mengalihkan fokus
ekspor ke negara lain, termasuk Indonesia. Saat ini, Cina telah membuat rencana
untuk meningkatkan kapasitas produksi baja dan aluminium pada 2018 guna
mendukung ekspor ke negara lain.
Banjir suplai pada akhirnya akan mengurangi harga baja dan aluminium serta
membuat produk baja dan aluminium Indonesia tidak kompetitif. Ini adalah salah
satu alasan mengapa Krakatau Steel (KS) masih mencatat rugi bersih sebesar $
6
81.7 juta USD pada tahun 2017 meskipun sedikit menurun dibandingkan dengan
tahun 2016 sebesar $ 171.7 juta USD.
2. Alumunium
Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan pada tahun lalu Inalum
mampu memproduksi sekitar 250 ribu - 260 ribu ton aluminium. Peningkatan
produksi tersebut lebih dari 25% jika dibandingkan dengan 2016. Rencananya,
Inalum akan terus meningkatkan produksi menjadi 500 ribu ton pada 2021. Adapun
secara jangka panjang, Inalum menargetkan total produksi aluminium mencapai 2
juta ton per tahun. Hal itu didukung pabrik smelting plan di Kuala Tanjung dan pabrik
di Kalimantan Utara. Pabrik di Kalimantan Utara tersebut ditargetkan mulai dibangun
pada 2020. Dalam rencana bisnis Inalum, Kalimantan Utara akan memproduksi
aluminum sebanyak 1 juta ton per tahun.
Saat ini, kebutuhan aluminium diperlukan untuk berbagai sektor, antara lain
mendukung industri konstruksi termasuk mendukung transmisi dalam proyek 35 ribu
megawatt, otomotif, perkapalan, infrastruktur, serta produk rumah tangga.
3. Keramik
Mirip dengan industri baja, sektor keramik Indonesia juga sangat terpukul oleh banjir
produk Cina murah setelah implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-
Cina. Meskipun pengenaan bea masuk 20%, produk keramik Cina terus membanjiri
pasar domestik Indonesia yang tumbuh pada tingkat 22% per tahun.
7
Pada akhirnya tanggal 1 Januari 2018 pemerintah Indonesia menurunkan bea
masuk menjadi 5% yang mana diprediksi akan menyebabkan impor keramik
melonjak hingga 40%. Ini adalah berita buruk bagi industri keramik lokal yang
melihat tingkat utilisasi menurun dari 90% menjadi 80% dan peringkatnya jatuh dari
produsen keramik keempat menjadi ketujuh terbesar di dunia.
Kendala tambahan yang menghambat industri keramik domestik adalah harga gas
yang tinggi yang menyumbang 30% dari biaya produksinya. Menurut Asosiasi
Industri Keramik Indonesia (ASAKI), 10 dari 46 perusahaan keramik telah berhenti
berproduksi karena harga gas yang tinggi. Selain itu, perlambatan sektor properti
juga telah dipersalahkan atas pertumbuhan sektor keramik yang lamban dalam
beberapa tahun terakhir.
Saat ini, konsumsi keramik per kapita masih rendah di Indonesia kurang dari 2 m2
per tahun. Sedangkan di Malaysia dan Thailand konsumsi per kapita lebih dari 3 m2.
Hal ini menunjukkan terdapat banyak ruang untuk pertumbuhan mengingat ekspansi
untuk kelas menengah semakin tinggi. Pasar domestik menyumbang hampir 90%
dari total penjualan; ekspor memainkan peran yang relatif kecil - seperti yang khas
untuk industri. Impor terhitung kurang dari 15% dari pasar dan sebagian besar
berasal dari Cina, yang jauh dan merupakan produsen dan konsumen ubin keramik
terkemuka di dunia. Indonesia pada 2017 menempati urutan ke 7 dalam hal produksi
dan ke 5 untuk konsumsi.
Tabel 2 Produksi Keramik, dalam meter persegi (m²)
Persentasi
Produksi pada
Produksi 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun 2016
Terhadap
Produksi Dunia
Sumber: Acimac Research dept. “World production and consumption of ceramic tiles”, 5th edition 2017
8
Tabel 3 Konsumsi Keramik, dalam meter persegi (m²)
Persentasi
Konsumsi pada
Tahun 2016
Konsumsi 2012 2013 2014 2015 2016
Terhadap
Konsumsi
Dunia
Sumber: Acimac Research dept. “World production and consumption of ceramic tiles”, 5th edition 2017
Dari data diatas terlihat bahwa kapasitas produksi dari keramik dapat memenuhi
kebutuhan domestik. Produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar
420 m2 dengan kebutuhan keramik sebesar 407 m2.
Grafik 4 Impor Keramik Indonesia, 2012 - 2016
50 46 45
40 37 36
Juta m2
30
20
10
0
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun
Sumber: Acimac Research dept. “World production and consumption of ceramic tiles”, 5th edition 2017
9
Industri keramik di Indonesia terancam impor keramik asal Cina. Asosiasi Aneka
Keramik Indonesia (ASAKI) mengajukan safeguard atau perlindungan ke
pemerintah. Masuknya impor, membuat keramik indonesia mengalami penurunan
produksi pada tahun 2015 dan 2016. Pasalnya, dari 2013 hingga 2017 setiap
tahunnya ada peningkatan impor rata-rata sebesar 20%. Ditambah, per 1 Januari
2018 tarif bea masuk dari Cina dikurangi dari sebelumnya 20% menjadi 5%. Hal itu
menyebabkan impor keramik Cina kembang naik.
Industri cat dan pelapisan adalah salah satu dari beberapa sektor bisnis di Indonesia
dengan pemain domestik yang kuat. Merek lokal mendominasi pasar cat dan
pelapisan hingga 75% - 80% pangsa pasar. Produsen cat terbesar di Indonesia
adalah PT Propan Raya Industrial Coating Chemicals yang merupakan salah satu
pemain besar untuk cat kayu dan memiliki pangsa pasar sebesar 67% dan Rp 2,3
triliun dalam penjualannya. Pelanggannya terdiri dari ritel (40%), proyek (20%),
industri (30%), dan lainnya (10%). Industri furnitur adalah penyumbang utama
penjualannya dan PT Propan Raya telah mengklaim sebagai produsen cat kayu
pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Pemain terbesar kedua dalam industri cat
adalah PT Avia Avian. Produsen cat lima besar lainnya adalah Akzo Nobel NV yang
menjual merek Dulux melalui anak perusahaannya, PT ICI Paints Indonesia.
Perusahaan ini adalah pemain utama dalam produk cat dan pelapis premium,
terutama di sektor cat dekoratif. Pemain berskala besar lainnya dalam industri
pelapisan dan cat di Indonesia termasuk Nippon Paint Holdings Co yang menjual
Vinilex dan merek premium lainnya. Perusahaan ini menyumbang 25% dari total nilai
penjualan cat dekoratif di Indonesia. Di sektor cat otomotif, DuPont dan Indaco
adalah salah satu pemain top. Selain cat otomotif, portofolio produk Indaco termasuk
cat dekoratif yang larut dalam air, lapisan anti-korosif dan noda kayu di bawah merek
Belazo dan Envitex.
Namun pada tahun 2015, industri cat dan pelapisan Indonesia dilanda perlambatan
ekonomi global dan domestik serta nilai pasarnya turun menjadi 10-12 triliun rupiah.
Pertumbuhan industri menurun 10% dan hanya 60% dari kapasitas produksinya
yang digunakan. Situasi bertahan hingga kuartal I 2016 dan diperparah oleh
permintaan yang lebih rendah dari sektor otomotif dan properti. Sektor kedua
mengalami perlambatan pada tahun 2016 karena calon pembeli, terutama di
segmen premium, menunda pembelian mereka. Selain itu, ketegangan politik yang
meningkat pada kuartal terakhir 2016 hingga kuartal pertama 2018 juga berdampak
negatif terhadap sektor properti. Namun demikian, industri ini berhasil tumbuh
10
sebesar 9,7% pada akhir tahun. Pertumbuhan ini didukung oleh proyek-proyek
infrastruktur berskala besar yaitu pemerintah.
500 452,8
400
Ribu Unit
274,4 252,8
300
200 142,3
100
0
2015 2016 2017
Pasar gypsum diperkirakan masih bisa tumbuh di tahun 2018 ini. Mulai bergairahnya
sektor properti dan meningkatnya konsumsi masyarakat diperkirakan dapat menjadi
pendorong sektor bisnis manufaktur tersebut. Kesadaran masyarakat untuk
menggunakan gypsum sebagai dinding selain bata mulai meningkat. Pemakaian
gypsum di Indonesia saat ini baru sekitar 0,4% per kapita. Padahal negara tetangga
seperti Singapura sudah menyerap 1,3%, Eropa 4%, bahkan di Amerika Serikat
mencapai 7%,
Dengan diperkirakannya Industri properti oleh Real Estate Indonesia (REI) masih
akan stagnan setelah beberapa tahun, namun belakangan cukup menantang. Meski
begitu, beberapa pemain sudah mulai menunjukkan rapor positif dan seakan
berbicara bahwa industri ini masih punya peluang. Prospek industri properti pun
menjadi berkah bagi pemain turunannya, termasuk pemain industri gypsum.
Salah satu pemain besar di industri gypsum adalah PT Petrojaya Boral Plasterboard
(USG Boral). Pemegang pangsa pasar 50% ini optimistis industri ini akan tumbuh
5%-10% hingga akhir tahun 2018. USG Boral pun mematok target pertumbuhan di
atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan tumbuh 5,4%.
Perkiraan ini seiring dengan kebutuhan gypsum di Indonesia. Sejauh ini, produksi
gypsum secara nasional telah mencapai 100 juta m².
Prospek untuk industri bahan bangunan di Indonesia tetap cerah. Saat ini, pasar
konstruksi Indonesia menempati urutan pertama di ASEAN dan keempat di Asia
setelah Cina, Jepang, dan India. Untuk 2018, pemerintah Indonesia telah
menetapkan target untuk meningkatkan investasi di sektor ini menjadi 370 triliun
rupiah. Sektor saat ini mempekerjakan 170.000 pekerja langsung dan 2 juta pekerja
tidak langsung. Kontribusinya terhadap PDB Indonesia adalah 10,38% atau
peringkat keempat setelah sektor industri, pertanian, dan perdagangan.
Saat ini, konsumsi bahan bangunan di dalam negeri hanya 1,4 m 2 per kapita, jauh di
bawah negara lain dengan rata-rata 3 m2 per kapita. Sementara itu, di sektor semen,
konsumsi per kapita domestik Indonesia dari 262 kg masih jauh lebih rendah
dibandingkan negara-negara ASEAN lain seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia
dengan masing – masing sebesar 458 kg per kapita, 617 kg per kapita, dan 763 kg
per kapita. Hal yang sama berlaku untuk produk baja. Konsumsi domestik per kapita
Indonesia hanya 50 kg. Ini jauh lebih rendah dari pada negara-negara ASEAN
lainnya yang berarti bahwa masih ada banyak ruang untuk pertumbuhan.
12
Itu sebabnya investor yang ada dan baru masih tertarik berinvestasi di sektor bahan
konstruksi. PT Gunung Steel Group, misalnya, baru-baru ini berkolaborasi dengan
kontraktor Jerman, SMS Siemag, untuk membangun tungku tanur di Cikarang
dengan kapasitas tahunan 700.000 hingga 1,2 juta ton yang akan memungkinkan
perusahaan untuk memproduksi slabnya sendiri.
https://www.bps.go.id
http://www.kemenperin.go.id/artikel/18851/Kemenperin-Kejar-Produksi-Aluminium-
Nasional-2-Juta-Ton-Tahun-2025
http://www.gbgindonesia.com/en/property/article/2018/indonesia_s_construction_ma
terial_sector_challenges_amid_flood_of_imports_11867.php
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/17/11/19/ozo9gy299-krakatau-
steel-dorong-penggunaan-baja-nasional
http://mediaindonesia.com/read/detail/146813-kemenperin-genjot-produksi-
aluminium
https://industri.kontan.co.id/news/inalum-ingin-penuhi-kebutuhan-aluminium-dalam-
negeri
https://properti.kompas.com/read/2018/02/28/173129621/digempur-china-industri-
keramik-nasional-terpukul
“Artikel ini milik PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. dilarang memperbanyak, mencetak, memfotokopi,
menyebarkan dan memublikasikan informasi yang terdapat pada artikel ini dalam bentuk apapun kepada pihak lain
tanpa persetujuan tertulis dari PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk.”