Professional Documents
Culture Documents
ANALISIS KEUANGAN
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Kelas B
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan,
kekuatan, dan kesempatan bagi kami sehingga kami dapat menyusun laporan yang berjudul
“Analisis Aktivitas Investasi”. Serta kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Agung Budi
Sulistiyo SE, M.Si, Ak. yang telah membimbing kami dari awal penyusunan sampai
terselesaikannya laporan ini. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman
serta seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini.
Laporan ini berisi tentang penjelasan mengenai definisi aset lancar dan relevansinya
terhadap analisis, manajemen kas dan implikasinya terhadap analisis, piutang, penyisihan piutang
tak tertagih, sekuritas piutang, interpretasi dampak alternatif metode persediaan dalam berbagai
kondisi usaha, konsep aset jangka panjang serta implikasinya terhadap analisis, interpretasi
penilaian dan alokasi biaya aset tetap dan sumber daya alam, penganalisisan aset tak berwujud serta
pengungkapannya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan pada laporan ini, dan kami harap kepada dosen
pembimbing dan kepada pembaca sekalian dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif, sehingga dapat menjadi pelajaran bagi kami, dan semoga dapat diperbaiki pada
kesempatan yang lain dan dalam laporan yang lain pula.
Semoga laporan ini berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi para
pembaca dan kami selaku penyusun laporan ini mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan
laporan ini. Selanjutnya semoga kami bisa menyusun laporan di waktu lain dengan lebih sempurna.
Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
Aset (assets) merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan
menghasilkan laba. Aset dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yakni lancar dan tidak lancar.
Aset lancar (current assets) merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang dapat
langsung diubah menjadi kas sepanjang siklus operasi perusahaan. Aset jangka panjang, juga
disebut aset tetap atau aset tidak lancar merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang
diharapkan dapat memberikan manfaat pada perusahaan selama periode melebihi periode kini. Aset
keuangan (financial Assets) terutama terdiri atas efek (surat berharga atau sekuritas) dan investasi.
Aset operasi (operating assets) terdiri atas sebagian besar aset perusahaan. Aset ini dinilai pada
biayanya dan merupakan aset operasi produktif yang diharapkan memberikan imbal hasil diatas
laba normal.
A. PENGENALAN ASET LANCAR
Asset lancar merupakan sumberdaya atau klaim atas sumberdaya yang langsung dapat diubah
menjadi kas. Asset lancar adalah adalah asset yang diharapkan akan dijual, ditagih atau digunakan
selama satu tahun atau satu siklus operasi, tergantung dari mana yang akan menjadi lebih panjang.
Selisih antara asset lancar dengan kewajiban lancar disebut modal kerja. Perusahaan
memerlukan modal kerja untuk beroperasi dengan efektif, namun modal kerja mahal karena akan
menggunakan investasi yang paling menguntungkan. Banyak perusahaan berusaha meningkatkan
profitabilitas dan arus kas nya dengan mengurangi investasi pada asset lancar melalui metode
seperti pengelolaan penjaminan kredit dan penagihan yang efektif, serta persediaan tepat waktu.
Perusahaan lain berusaha untuk mendanai asset lancar mereka dengan kewajiban lancar, seperti
utang dagang, sebagai usaha mengurangi modal kerja.
B. PERSEDIAAN
2.1. Akuntansi Dan Penilaian Persediaan
Persediaan merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal
perusahaan. Pentingnya metode akumulasi biaya dalam penilaian persediaan
disebabakan oleh dampaknya pada laba bersih dan penilaian asset. Metode persediaan
digunakan untuk mengalokasikan biaya barag tersedia untuk dijual pada harga pokok
penjualan atau persediaan akhir.
Persamaan persediaan dapat digunakan untuk memahami arus persediaan. Untuk
perusahaan:
persediaan awal + pembelian bersih – harga pokok penjualan = persediaan akhir.
Persamaan ini menekankan arus biaya dalam perusahaan. Arus ini secara alternatif
dapat dinyatakan pada grafik sebelah kiri.
Biaya persediaan awalnya dicatat pada neraca. Saat persediaan terjual, biaya ini
dipindahkan dari neraca dan mengalir pada laporan laba rugi sebagai harga pokok
penjualan. Biaya tidak dapat berada pada dua tempat yang sama pada waktu bersamaan,
melainkan dapat dicatat pada neraca sebagai beban masa depan, atau diakui saat ini
pada lapiran laba rugi profitabilitas untuk dikaitkan dengan pendapatan penjualan.
Konsep penting akuntansi persediaan adalah arus biaya. Jika seluruh persediaan
diperoleh pada periode terjualnya, maka HPP akan sama dengan biaya pembelian
barang. Namun jika persediaan tersedia pada akhir periode akuntansi, penting untuk
menentukan persediaan mana yang telah terjual dan iaya mana yang tersdia pada neraca.
Arus Biaya Persediaan:
First- in, first-out (FIFO). Metode ini mengasumsikan bahwa yang dibeli
pertama merupakan yang pertama dijual.
Last-in, first-out (LIFO). Metode ini mengasumsikan bahwa yang dibeli terakhir
merupakan yang pertama dijual.
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum atau valuasi adalah menilai pada
biaya perolehan atau nilai pasar, dinilai dari mana yang lebih rendah (lower of cost or
market - LOCOM). Nilai atau harga pasar (market) dijabarkan sebagai biaya
penggantian terkini melalui pembelian atau reproduksi. Meskipun begitu, nilai pasar
tidak boleh melebihi nilai realisasi bersih atau kurang dari nilai realisasi bersih setelah
dikurangi margin keuntungan normal. Batas atas nilai pasar, atau nilai realisasi bersih,
mencerminkan biaya oenyelesaian dan penyerahan yang terkait dengan penjualan
barang. Batas bawah memastikan bahwa jika nilai persediaan diturunkan dari biaya
perolehan awal menjadi nilai pasar, angka penurunan yang terjadi telah mencakup
realisasi laba kotor normal atas penjualan ayng akan dilakukan.
Biaya (cost) merpakan biaya perolehan persediaan. Biaya ini dihitung dengan
salah satu dari metode biaya persediaan. Misalnya, FIFO, LIFO, atau Biaya Rata-rata.
Analisis persediaan kita harus memperhatikan dampak aturan LOCOM. Saat harga
meningkat, aturan ini cenderung menilai persediaan terlalu rendah tanpa memperhatikan
pilihan metode biaya persediaan. Hal ini akan menekan rasio lancar. Dalam praktik,
beberapa perusahaan dengan sukarela mengungkapkan biaya persediaan terkini,
biasanya pada catatan.
a. Asset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan merupakan asset tak berwujud
yang dapat diindenifikasi terpisah dan dikaitkan dengan hak tertentu atau
keistimewaaan selama periode manfaat yang terbatas.
b. Asset tidak berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan merupakan asset yang
dapat dikembangkan secara internal atau dibeli namun tidak dapat diidentifikasikan
dan sering kali memiliki masa manfaat yang tak terhingga. Misalnya good
will, perusahaan harus membebankan biaya pengembangan, pemeliharaan dan
pemulihan asset tak berwujud saat terjadnya, kecuali goodwill.
c. Amortisasi aset tak berwujud Saat kapitalisasi biaya asset tak berwujud yang dapat
atau tidak dapat diidentifikasi, biaya tersebut selanjutnya harus diamortisasi
sepanjang periode masa manfaat asset. Jangka masa manfaat tergantung pada dari
jenis, kondisi permintaan, situasi kompetitif, hokum, kontrak, aturan atau batasan
ekonomis lainnya. Misalnya, hak paten merupakan hak eksekutif yang diberikan
pemerintah kepada investor selama periode tertentu.
5.2. Menganalisis Aset Tak Berwujud
Analisis sering kali mencurigai asset tak berwujud saat menilai laporan keuangan.
Asset tak berwujud sering kali merupakan salah satu asset berharga yang dimiliki
perusahaan dan sering kali terjadi kesalahan penilaian yang serius. Misalnya, good
will dicatat hanya pada saat akuisisi, sebagian besar good will mungkin terdapat pada
neraca. Namun, sering kali good will tercermin dalam kelebihan laba. Jika kelebihan
laba tidak terbukti, maka good will aik dibeli maupun tidak, hanyalah bernilai kecil atau
bahkan tidak bernilai.
= Rp. 326.165.443.000
= 2,57
= 0,44
Pada laporan posisi keuangan atau neraca Sepatu Bata tahun 2016 disajikan jumlah aset lancar
sebesar Rp. 533.900.133.000,00 dan liabilitas lancarnya sebesar Rp. 207.734.690.000,00. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa aset lancar yang dimiliki oleh Sepatu Bata lebih besar dibandingkan
dengan jumlah liabilitas lancarnya, sehingga dapat dapat disimpulkan bahwa kemampuan Sepatu
Bata untuk memenuhi kewajiban atau membayar hutangnya sangat bagus. Sepatu Bata memiliki
aset lancar yang dapat dilikuidasi secara cepat yang kemudian nantinya hasil dari operasi aset lancar
akan digunakan untuk membayar liabilitas lancarnya.
Perhitungan mengenai rasio lancar diperoleh hasil sebesar 2,57 kali yang juga mendukung
pernyataan kami, bahwa dengan besarnya aset lancar yang dimiliki, Sepatu Bata memiliki
kemampuan untuk membayar liabilitas lancarnya.
Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa modal kerja yang dimiliki oleh Sepatu Bata juga
besar, bahkan lebih besar modal kerja jika dibandingkan dengan jumlah liabilitas lancarnya yang
juga mengindikasikan bahwa modal kerja yang dimiliki didominasi dari aset lancar perusahaan.
Kami menyimpulkan bahwa perusahaan tidak terlalu bergantung pada hutang lancarnya untuk
membiayai aset lancar mereka.
Debt to Equity Ratio sebesar 0,44 tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa Sepatu Bata lebih
banyak memanfaatkan dana dari para investor daripada pinjamannya, karena jumlah saham yang
tersaji dalam laporan posisi keuangan lebih kecil jika dibandingkan dengan pinjamannya. Oleh
karena itu, kami menyimpulkan bahwa persentase penggunaan dana dari pinjaman lebih dominan
dari pada dana dari investor. Jadi, perusahaan lebih megandalkan dana yang diperolehnya dari
pinjaman atau hutangnya.
Kas dan Setara Kas yang dimiliki oleh Sepatu Bata adalah sebesar Rp. 5.738.209.000,00.
Setara Kas terdiri dari Kas Kecil, Giro di Bank, dan Setoran Dalam Perjalanan di Bank. Kas dan
Setara Kas yang dimiliki Sepatu Bata tidak digunakan sebagai jaminan atas hutang dan pinjaman
lainnya. Dari perhitungan rasio kas, kita bisa mengetahui persentase kas dan setara kas sebesar
0,71% terhadap total aset sehingga kita bisa melihat posisi kas dan setara kas dalam total aset yang
persentasenya sangat kecil yaitu kurang dari 1% dan aset perusahaan didominasi oleh aset jangka
panjangnya. Sehingga tingkat likuiditas kas dan setara kas sangat kecil. Rasio ini menunjukkan
bahwa kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan sangat kecil jika dibandingkan dengan hutang
lancar yang harus segera dilunasi.
2. Analisis Piutang
Rasio Kolektibilitas
PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk
Rasio Kolektibilitas = Piutang Usaha / Penjualan
= Rp. 15.142.829.214,00 / Rp. 172.109.865.924,00
= 0,088
= 8,8%
Dari perhitungan rasio kolektibilitas di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang PT. Sepatu
Bata, Tbk lebih kecil jika dibandingkan dengan PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. Angka
kolektibilitas tersebut menggambarkan profil resiko dari setiap nasabah peminjam, di mana tentu
saja kolektibilitas yang lebih besar (lebih buruk) menggambarkan resiko yang lebih besar. Itu
artinya, resiko yang dimiliki PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk lebih besar jika dibandingkan
dengan PT. Sepatu Bata, Tbk.
3. Analisis Cadangan Kerugian Piutang Tak Tertagih PT. Sepatu Bata, Tbk.
Pada periode sebelumnya, tahun 2015 jumlah yang dicadangkan untuk penyisihan piutang tak
tertagih adalah Rp. 5.682.672.000,00 kemudian pada tahun 2016 cadangan kerugian piutang tak
tertagih diturunkan menjadi Rp. 5.454.893.000,00 yang kemudian berpengaruh terhadap laba/rugi
perusahaan. Dengan adanya penurunan cadangan kerugian piutang tak tertagih mengakibatkan laba
yang awalnya pada tahun 2015 sebesar Rp. 129.519.446.000,00 menjadi Rp. 42.231.663.000,00
atau mengalami penurunan sebesar 67%. Setelah dikoreksi pada laporan keuangan PT. Sepatu Bata,
Tbk, penurunan yang signifikan ini disebabkan karena adanya kerugian atas pelepasan aset yang
nilainya sangat material. Kemudian, penagihan piutang atau penerimaan kas atas pelunasan piutang
mengalami penurunan sebesar 42,42% padahal saldo piutang pada tahun 2016 mengalami kenaikan
sebesar 12% sehingga seharusnya ketika ada penurunan cadangan kerugian piutang, penerimaan
atas piutang juga ikut meningkat sehingga akan meningkatkan laba. Dengan adanya perbedaan ini,
maka kami menelusuri pada CALK bagian piutang dan menemukan pembagian umur piutang
secara rinci. Pada rincian tersebut, kami melihat bahwa piutang dengan umur lebih dari 90 hari pada
31 Desember 2016 lebih banyak proporsinya jika dibandingkan dengan proporsi piutang dengan
jangka waktu lebih dari 90 hari pada 31 Desember 2015. Jadi, kita bisa mengetahui bahwa dengan
adanya penurunan cadangan kerugian piutang tak tertagih, menyebabkan penurunan penagihan
piutang karena umur piutang yang lebih dari 90 hari lebih banyak proporsinya sehingga munculnya
piutang tak tertagih lebih besar terjadi.
5. Analisis Persediaan
Perbandingan Persediaan dengan Total Aset
= Persediaan / Total Aset
= Rp. 324.917.517.000,00 / Rp. 804.742.917.000,00
= 40,37%
Biaya Persediaan
Pembelian = HPP - Persediaan 2015 + Persediaan 2016
Rp. 324.917.517.000,00
= Rp. 610.722.085.000,00
Jadi, selama periode 2016 PT. Sepatu Bata, Tbk melakukan transaksi pembelian bahan baku
sebesar Rp. 610.722.085.000,00 untuk melakukan proses produksi. PT. Sepatu Bata, Tbk juga
menetapkan besarnya biaya persediaan sebesar Rp. 530.208.411.000,00 dan biaya tersebut
dimasukkan dalan Beban Pokok Penjualan yang kemudia dilaporkan dan mempengaruhi besarnya
laba yang diperoleh perusahaan dalam Laporan Laba Rugi tahun 2016. Besarnya biaya persediaan
pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 9% yang kemudian mempengaruhi peningkatan
laba kotor perusahaan yaitu sebesar 5,7%. Jadi, penurunan biaya persediaan dapat meningkatkan
laba kotor perusahaan, karena beban pokok penjualan sebagai variabel pengurang laba juga
mengalami penurunan.
Persediaan dinilai berdasarkan nilai terendah antara biaya perolehan rata-rata atau nilai
realisasi neto. Biaya perolehan barang dalam proses produksi dan barang jadi termasuk bagian tetap
dan variabel dari beban produksi tak langsung.
= 43,03 tahun
= 12 tahun
Umur sisa rata-rata = Nilai bersih bangunan / Beban penyusutan periode berjalan
= 31,03 tahun
Rata-rata jangkauan waktu total = Nilai kotor aset / Beban penyusutan periode
berjalan
13.903.211.917,00
= 23,08 tahun
= 12 tahun
Umur sisa rata-rata = Nilai bersih bangunan / Beban penyusutan periode berjalan
= 11,08 tahun
Bangunan diestimasikan umur manfaatnya selama 30 tahun oleh PT. Sepatu Bata, Tbk namun
ketika dihitung menggunakan rata-rata jangkauan waktu total, bangunan tersebut bisa dimanfaatkan
selama 40,03 tahun. Jadi menurut kami, PT. Sepatu Bata, Tbk kurang tepat dalam membuat
estimasi mengenai umur manfaat bangunan, sehingga yang seharusnya bangunan dapat
dimanfaatkan selama 40,03 tahun diestimasikan hanya bisa dimanfaatkan selama 30 tahun.
Kesalahan estimasi tersebut, kemudian akan berdampak pada laba perusahaan, karena semakin
singkat umur masa manfaat maka semakin besar beban penyusutan aset tersebut dan beban yang
besar tersebut dapat mengurangi laba. Jika perusahaan mengikuti perhitungan rata-rata jangkauan
waktu total maka beban penyusutan tentunya akan menjadi lebih kecil dan ketika beban tersebut
menjadi variabel pengurang laba tidak akan sebesar jika umur manfaatnya sesuai dengan estimasi
perusahaan. Tetapi, mungkin perusahaan mengambil kebijakan untuk menentukan umur masa
manfaat bangunan ini lebih singkat dari pada rata-rata jangkauannya adalah untuk alasan pajak,
karena semakin kecil laba maka pajak yang terutang atau yang harus dibayar juga akan semakin
kecil.