Professional Documents
Culture Documents
102011271
F4
Alamat Korespodensi
Pendahuluan
Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita daripada pria. Tanda
dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan
hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering
disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.
Page | 1
Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun
demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum
diketahui secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri
penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain
dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone
Receptor Antibody / TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.
Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang memproduksi
hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang digunakan
untuk sintesis hormon tiroid. Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-
iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon
paratiroid (Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan
fosfat. Sel-Sel parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini
memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.2
Page | 2
Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C yang
mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. T3
selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan
perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin
di dalam koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin, dan albumin serum. Hanya sedikit
T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.2
Page | 3
Produksi hormon tiroid (T3 dan T4) dalam kelenjar tiroid dipengaruhi oleh hormon
TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis. Sekresi TSH
diatur oleh kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi melalui pengaruh umpan balik negatif dan juga
oleh Thyrotrophin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus. Kadar hormon bebas yang
tinggi akan menekan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis, sehingga produksi T3 dan T4
menurun. Sebaliknya kadar hormon bebas yang rendah akan meningkatkan sekresi TSH
sehingga meningkatkan produksi T3 dan T4.3
Iodide trapping
Proses ini merupakan transpor aktif (dengan stimulasi TSH) dan berhubungan dengan
Na-K ATPase dimana sel folikel menarik yodida dari darah ke dalamnya (20 kali
lebih kuat dari pada perfusi darah). Minimal dibutuhkan lebih kurang 100-300 ug
yodida untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Proses ini terdiri dari oksidasi (oleh tiroid peroksidase) dari yodida ke yodium yang
kemudian disusul oleh proses yodinasi dengan tirosin yang berasal dari residu tirosil,
dari pemecahan tiroglobulin untuk kemudian membentuk monoiodothyrosine (MIT)
dan diiodothyrosine (DIT).
Coupling
Terjadi proses coupling antara MIT dan DIT, sehingga terbentuk T3 danT4 yang
terikat dengan tiroglobulin; terbentuknya T4 lebih dominan daripada T3 meskipun
efek metaboliknya lebih lemah. Kedua hormon yang terikat ini disimpan dalam
koloid.
Sekresi
Page | 4
tirosil. Hanya sebagian kecil MIT dan DIT yang dapat lolos masuk aliran darah
(normal tidak terukur). Bentuk bebas T3 dan T4 dalam sirkulasi hanya sekitar 0,3%
dan 0,02% dari total hormone keseluruhan dengan waktu paruh 1-1,5 hari (T3) dan 7
hari (T4).
Belum seluruhnya fisiologi hormon tiroid yang diketahui. Saat ini diketahui bahwa
hormon tiroid berperan penting dalam pembentukan kalori, metabolisme karbohidrat, protein,
kolesterol, dan proses pertumbuhan. Hormon tiroid juga berhubungan erat dengan fungsi
katekolamin dalam tubuh.4 Berikut merupakan peran hormone tiroid dalam proses
metabolisme tubuh:
Pembentukan kalori
Hormon ini bekerja dengan cara meninggikan konsumsi oksigen pada hampir semua
jaringan tubuh yang aktif dalam metabolisme, kecuali pada otak, hipofisis anterior,
limpa dan kelenjar limfe. Dengan meningkatnya taraf metabolisme, maka kebutuhan
tubuh akan semua zat makanan juga bertambah. Tiroksin juga berperan dalam proses
termogenesis, yaitu dengan meningkatkan produksinya pada suhu dingin, yang berarti
memperbanyak pembentukan kalori selain dari adanya vasodilatasi perifer dan
bertambahnya curah jantung.
Metabolisme karbohidrat
Hormon tiroid bekerja dengan mempercepat penyerapan karbohidrat dari usus dan
efek ini tidak bergantung pada efek kalorigeniknya. Pada keadaan hipertiroidisme,
simpanan glikogen hati sangat sedikit karena proses katabolisme yang tinggi disertai
bertambahnya sekresi katekolamin (adrenalin). Oleh karena itu pada penderita
hipertiroidisme akan ditemukan gambaran kurva uji toleransi glukosa oral yang sangat
khas.
Metabolisme protein
Hormon tiroid (tiroksin) dalam kadar normal akan memperlihatkan efek anabolik
berupa sintesis RNA dan protein yang bertambah. Sebaliknya, pada kadar yang
berlebihan, justru akan terjadi hambatan sintesis RNA, sehingga terjadi keseimbangan
nitrogen negatif. Pada kadar sangat tinggi, tiroksin dapat menimbulkan uncoupling
Page | 5
pada proses fosforilasi oksidatif,sehingga ATP berkurang dan pembentukan panas
bertambah.
Tiroksin akan merangsang proses lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari
jaringan lemak. Selain itu, juga terdapat rangsangan terhadap sel hati untuk
metabolisme dan sintesis kolesterol. Adanya penurunan kadar kolesterol disebabkan
oleh proses metabolism melebihi proses sintesisnya.
Pertumbuhan
Efek hormon tiroid untuk proses pertumbuhan berhubungan erat dengan pengaruhnya
terhadap berbagai jenis enzim, metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Sistem saraf
Efek yang terjadi mungkin sebagian disebabkan oleh sekresi katekolamin yang
meningkat, sehingga beberapa pusat dalam formasio retikularis menjadi lebih aktif.
Refleks tendon dalam (deep reflex tendon) juga dipengaruhi dan biasanya akan jauh
lebih cepat daripada normal.
Anamnesis
Page | 6
8. Tremor
9. Berdebar-debar
10. Penonjolan mata dan leher
Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari
penyakitnya.5
Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : penderita terlihat
tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak
tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat,
aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-
tanda klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.5
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita sedikit duduk dengan kepala sedikit
fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.sternokleidomastoideus relaksasi
sehingga kelenjar tiroid mudah dievaluasi. Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu
diperhatikan beberapa komponen berikut:6
Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus
Ukuran: besar/kecil
Permukaan: rata/noduler
Jumlah: uninodusa atau multinodusa
Bentuk: difus (leher terlihat bengkak) atau berupa nodulerlokal
Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut
bergerak atau tidak
Pulsasi: pulsasi pada permukaan pembengkakan terlihat atau tidak
Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai
pada pemeriksaan palpasi antara lain:
Page | 7
Perluasan dan tepi kelenjar tiroid
Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat
diraba trakea dan kelenjarnya
Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
Hubungan dengan m. sternokleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam dari
musculus ini)
Limfonodi dan jaringan sekitarnya
Auskultasi
Pada auskultasi, biasanya ditemukan bruit sound pada ujung bawah kelenjar tiroid
akibat adanya peningkatan aliran darah.
Tes Khusus
Oftalmopati, meliputi :
Page | 8
Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormone tiroid tak
dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne atau Indeks New Castle sangat membantu
menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolism basal (BMR), bila hasil BMR
≥30, sangat mungkin bahwa orang tersebut menderita hipertiroid.7
Page | 9
Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon tiroid (thyroid
function test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free thyroxine index (FT41).
Adapun pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis antara lain:
pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi antitiroglobulin dan antimikrosom, pengukuran
kadar TSH serum, test penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine uptake), dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tirotropin Reseptor Assay (TSI) berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave disease.
Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid
seperti thioamides.
Pemeriksaan glukosa darah pada pasien diabetes. Penyakit grave dapat memperberat
diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar HbA1C yang meningkat dalam darah.
Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang aktif.
Page | 10
Gambar 4. Kelainan Laboratorium pada Keadaan Hipertiroid.
Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah
FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs, maka diagnosis
hipertiroid dapat ditegakkan. Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat, maka harus
dicurigai adanya tumor pituitary yang memproduksi TSH.
Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa, diagnosis
Graves’ disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3
meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick syndrome atau pada penderita
yang mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid.
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus
dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka diagnosis Graves’
disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah
didapatkan pada hipertiroidism yang baik, tiroiditis subakut, tiroiditis Hashimoto fase akut,
pengobatan dengan levotyroxin, yang jarang yaitu struma ovari.
Page | 11
Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves’ yaitu : 7
Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang disebabkan
oleh thioamides (obat antitiroid). Penyakit Graves dapat berhubungan dengan anemia
normositik, rendah-normal untuk sedikit tertekan jumlah WBC total dengan limfositosis
relatif dan monocytosis, rendah normal untuk jumlah trombosit sedikit tertekan. Thionamides
jarang dapat menyebabkan efek samping hematologi yang parah, tapi rutin skrining untuk
peristiwa langka tidak hemat biaya.
Page | 12
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos leher mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan
mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.
Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium.
Berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.
USG murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada
pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium.
Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis dan juga sebagai
terapi.
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Pemeriksaan
ini berguna untuk menetapkan suspek diagnosis ataupun membedakan nodul
benigna/malignan.
Diagnosis Banding
Multinoduler Goiter
Page | 13
disebabkan oleh factor yang sama, tetapi individu yang lebih tua lebih sering terkena karena
merupakan komplikasi tahap lanjut.8
Diperkirakan bahwa gondok multinodular terjadi karena respon yang variasi diantara
sel folikel terhadap rangsangan eksternal, misalnya, hormon-hormon trofic. Jika sebagian sel
di sebuah folikel memiliki keunggulan pertumbuhan, yang mungkin dikarenakan kelainan
genetik intrinsik serupa dengan yang menyebabkan adenoma, sel-sel tersebut akan
berkembang menjadi clone sel proliferatif. Hal ini menyebabkan terbentuknya nodus yang
tumbuh secara otonom, tanpa rangsangan eksternal. Berdasarkan hal ini, di gondok
multinodular yang sama dapat ditemukan nodus poliklonal dan monoclonal secara
bersamaan, nodus monoklonal diperkirakan terbentuk karena akusisi kelainan genetik yang
mempermudah pertumbuhan. Akibat hyperplasia folikel yang tidak merata, pembentukan
folikel baru, dan akumulasi koloid yang tidak merata maka timbul ketegangan dan tekanan
yang menyebabkan rupture folikel dan pembuluh diikuti oleh perdarahan, pembentukan
jaringan parut, dan terkadang kalsifikasi. Jaringan parut meningkatkan ketegangan, dan
melalui siklus ini terbentuklah nodularitas. Selain itu, jarigan stroma kelenjar yang sudah ada
sedikit banyak membatasi parenkim yang membesar sehingga ikut berkontribusi
menyebabkan nodularitas.8
Gondok multinodular adalah kelenjar yang membesar asimetris, berlobus banyak dan
dapat mencapai berat lebih dari 2000 gram. Pola pembesaran biasanya tidak terduga dan
mungkin lebih mengenai satu lobus, menimbulkan tekanan lateral pada struktur-struktur
digaris tengah, misalnya trakea dan esofagus. Untuk kasus yang lain gondok tumbuh di
belakang sternum dan klavikula, menimbulkan apa yang disebut gondok intratoraks atau
ploging goiter.8
Gambaran klinis dominan pada gondok adalah gambaran yang disebabkan oleh efek
massa kelenjar yang membesar. Selain efek yang nyata dari adanya sebuah massa besar di
leher, gondok dapat menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia, dan penekanan
pembuluh darah besar dileher dan torak bagian atas. Sebagian pasien eutiroid, tetapi pada
sebagian kecil pasien terbentuk nodul hiperfungsional di dalam gondok yang sudah
berlangsung lama, menimbulkan hipertiroidisme. Keadaan ini yang disebut sebagai syndrome
plummer, tidak disertai oleh oftalmopati infiltrative dan dermopati seperti penyakit graves.8
Page | 14
Carcinoma Tiroid
Penyebab utama Carcinoma tiroid antara lain factor genetic, radiasi ion pada leher
terutama pada anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan mediastinum, serta
kenaikan sekresi TSH yang disebabkan berkurangnya sekresi hormone T3 dan T4 dari
kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake yodium (ini menyebabkan tiroid yang abnormal
dapat berubah menjadi kanker). Pemeriksaan yang digunakan untuk membedakan carcinoma
tiroid dengan kelainan lainnya adalah dengan pemeriksaan penunjang, yang meliputi:9
USG
Scanning Tiroid
Dasar pemeriksaan ini adalah uptake dan distribusi yodium radioaktif dalam
kelenjar gondok. Pemeriksaan ini menilai bentuk, besar, letak kelenjar tiroid,
serta distribusi dalam kelenjar. Juga diukur kadar yodiumnya dalam waktu 3,
12, 24, dan 48 jam. Kelemahan pemeriksaan ini adalah hasilnya kurang
memuaskan pada nodul yang lebih kecil dari 2 cm.
Biopsi
Merupakan pemeriksaan terbaik, baik dengan atau tanpa potong beku. Dengan
cara ini, dapat dilihat hanya secara makroskopik saja bagian mana dari nodul
yang dikeluarkan itu sudah mengalami perubahan struktur, sehingga ahli
patologi dapat diarahkan untuk pemeriksaan bagian mana yang dicurigai
keganasan.
Page | 15
adalah ekstrak tiroid. Pengobatan percobaan dapat diberikan 3-6 bulan. Bila
ada kemajuan, dapat diteruskan. Sebaliknya, bila tidak ada respons, berarti
kemungkinan adalah keganasan. Pemberian supresi ini tidak dianjurkan pada
penderita yang sangat muda atau pun sangat tua karena penderita-penderita ini
memiliki insiden keganasan tiroid memang tinggi, sehingga lebih baik
langsung operasi.
Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis jika hanya ada satu nodula
yang teraba keras, tidak dapat digerakkan dari dasarnya, dan berhubungan dengan
limfadenopati satelit. Secara umum telah disepakati bahwa kanker tiroid secara klinis dapat
dibedakan menjadi suatu kelompok besar neoplasma berdiferensiasi baik dengan kecepatan
pertumbuhan yang lambat, kemungkinan sembuh yang tinggi, dan suatu kelompok kecil
tumor anaplastik dengan kemungkinan fatal. Terdapat empat jenis kanker tiroid menurut sifat
morfologik dan biologiknya, yaitu papilaris, folikularis, medularis, dan anaplastik.9
Karsinoma papilaris adalah jenis kanker tiroid yang paling banyak ditemukan dan
merupakan 80% dari semua jenis tumor ganas tiroid pada anak-anak dan orang dewasa
kurang dari 40 tahun. Jenis kanker ini sekitar 2 kali lebih banyak pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Neoplasma tumbuh lambat dan menyebar melalui saluran limfatik ke
kelenjar getah bening regional pada sekitar 50% kasus. Karsinoma folikularis menyusun
sekitar 20% dari semua kanker tiroid. Penyebaran menurut jenis kelamin dan usia serupa
dengan penyebaran kanker papilar, meskipun insiden sedikit lebih tinggi pada usia lanjut.
Kanker ini adalah bentuk yang pertumbuhannya paling lambat. Tumor sangat mirip tiroid
normal, meskipun pada suatu saat dapat berkembang secara progresif, cepat menyebar ke
tempat-tempat yang jauh letaknya.9
Karsinoma medularis tiroid (MTC) agak jarang ditemukan, merupakan 5 sampai 10%
dari semua kasus. Sel asal neoplasma ini adalah sel C atau sel parafolikular. Seperti sel
prekursornya, tumor ini sanggup menyekresi kalsitonin. MTC dapat timbul sebagai tumor
yang penyebarannya tidak merata, biasanya melibatkan satu lobus tiroid atau dapat juga
bersifat familial, muncul pada anggota keluarga dengan neoplasma endokrin multipel (MEN)
2A dan 2B. Karsinoma anaplastik tiroid secara histologis berdiferensiasi buruk dan sangat
ganas, sering mengakibatkan kematian dalam beberapa minggu atau bulan. Karsinoma ini
memperlihatkan bukti invasi lokal dalam stadium dini ke struktur-struktur di sekitar tiroid,
Page | 16
serta metastasis melalui saluran limfatik dan aliran darah. Saat ini, secara umum jenis
karsinoma ini masih dianggap fatal, apapun cara pengobatan yang dilakukan.9
Diagnosis Kerja
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada, dan dari hasil
laboratorium berupa kadar dari hormon tiroid (tiroksin/ T4, triyodotironin/ T3) dan kadar dari
tiroid stimulating hormone (TSH). Free T4 dan free T3 yang tinggi merupakan suatu petanda,
sambil TSH memberikan negative feedback. Peningkatan ikatan protein iodium mungkin
dapat terdeteksi. Struma yang besar kadang terlihat pada foto rontgen. Tiroid stimulating
antibodi mungkin dapat terlihat pada pemeriksaan serologi.
Etiologi
Grave’s Disease (GD) merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka
penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini
disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR),
sehingga merangsang tiroid sintesis dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid
(menyebabkan gondok membesar difus).7
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada
penderita GD yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang
menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa
penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.7
Terdapat beberapa faktor predisposisi GD, antara lain:7
Page | 17
Genetik
Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh
estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog
dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor
FSH.
Status Gizi
Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi
timbulnya penyakit autoantibodi tiroid.
Stress
Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur
neuroendokrin.
Merokok
Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium juga diduga menjadi
factor predisposisi GD.
Page | 18
Infeksi Toxin, Bakteri, dan Virus
Periode Post-partum
Terapi Interferon α
Epidemiologi
Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari
berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah
3,1 : 1, di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1, dan di RSHS Bandung 10 :1.
Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia
21 – 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30 – 40
tahun.5
Page | 19
Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1999 diperkirakan 200 juta,
12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari
beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44% – 48,93% dari seluruh penderita dengan
penyakit kelenjar gondok. Di AS, diperkirakan 0,4% populasi menderita GD, biasanya sering
pada usia di bawah 40 tahun.5
Patofisiologi
Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari
hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan
produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan
perifer.5 Dalam keadaan normal, hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan,
proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan, dan sintesa protein. Hormon-hormon tiroid ini
berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino
dan elektrolit dari cairan ekstraseluler ke dalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel,
serta peningkatan proses-proses intraseluler.5
Dengan meningkatnya kadar hormon ini, maka metabolisme jaringan, sintesa protein,
dan lain-lain akan terpengaruh. Keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya
palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang
meningkat, namun berat badan yang menurun. Kadang - kadang gejala klinis yang ada hanya
berupa penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot, serta sering buang air besar
yang tidak diketahui sebabnya.5
Selain itu pada GD sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin dan anti
mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini mempunyai
peranan dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi mikrosom ini bisa ditemukan
hampir pada 60 -70% penderita GD, bahkan dengan pemeriksaan radioassay bisa ditemukan
Page | 20
pada hampir semua penderita, sedangkan antibodi tiroglobulin bisa ditemukan pada 50%
penderita. Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol
immunologik (immunoregulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik seperti HLA dan
faktor lingkungan seperti infeksi atau stress.
Gambar 5. TSH dan Kelenjar Tiroid Orang Normal dan Penderita Grave’s Disease. 10
Tirotoksikosis
Page | 21
o TPO Ab (Thyroperoksidase antibody) yang dapat memacu kerja
enzimperoksidase.
Opthalmopati
Dhermopati
Patogenesis dhermopati umumnya sama seperti opthalmologi, hanya saja daerah yang
terkena pada daerah pretibia, subperiosteal pada phalanges tangan dan kaki.
Page | 22
Abnormalitas lainnya
Atrofi otot rangka disertai infiltrasi lemak dan fokus-fokus infiltrat limfositik di
interstisium, hepatomegali minimal akibat perlemakan hepatosit, dan hyperplasia
limfoid generalisata disertai limfadenopati pada pasien GD.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda peningkatan metabolisme di segala sistem tubuh, mungkin terlihat
jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kalori, karena itu intake kalori
umumnya tidak mencukupi kebutuhan sehingga berat badan menurun. Peningkatan
metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah
dengan penambahan curah jantung sampai 2-3 kali normal, juga dalam istirahat. Irama nadi
naik dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulses seler dan penderita mengalami
takikardi dan palpitasi. Beban miokard, dan rangsangan persarafannya dapat meningkatkan
kekacauan irama jantung berupa fibrilasi atrium
Pada saluran cerna sekresi maupun peristalsis meningkat sehingga sering timbul diare.
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita bangun di waktu
malam dan sering insomnia. Selain itu, penderita mengalami ketidakstabilan emosi,
kegelisahan, kekacauan pikiran dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat mengganggu.
Pada saluran nafas hipermetabolisme berupa dispnea dan takipnea yang tidak terlalu
mengganggu. Kelemahan otot biasanya cukup mengganggu, demikian juga menoragia.
Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata.
Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong
keluar dan otot mata terjepit. Akibat terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya
bola mata akibat keratitis. Gangguan faal otot mata yang menyebabkan strabismus.
Penatalaksanaan
Page | 23
pasien, riwayat alamiah penyakti, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko
pengobatan, dsb.
Pengobatan Umum
Istirahat
Pengaturan diet
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara
lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen
yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif.
Obat penenang
Obat antitiroid
Page | 24
di kelenjar gondok sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada
konsentrasi obat dalam kelenjar daripada di plasma. MMI dan carbimazole
sepuluh kali lebih kuat daripada PTU, sehingga dosis yang diperlukan hanya
satu per sepuluhnya. Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg per
hari untuk PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI dan carbimazole, terbagi
setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu
penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi
akan memberi remisi yang lebih besar.
Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash
dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian
pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera
pengecap, cholestatic jaundice, dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 -
0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang
menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi berupa
arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema,
limfadenopati, hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan
gastrointestinal.
Yodium
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut, tetapi dalam
masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism
dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa
tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium
dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat.
Pengobatan dengan yodium digunakan untuk memperoleh efek yang cepat
seperti pada krisistiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan
operasi, biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan
biasanya 15 mg perhari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu
sebelum dilakukan pembedahan. Marigold dalam penelitiannya menggunakan
cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali per hari yang diberikan 10
hari sebelum dan sesudah operasi.
Page | 25
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya
hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem
simpatisini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap
katekolamin. Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan
akan menghambat pengaruh hati. Reserpin, guanetidin, dan penyekat beta
(propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan
reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus
yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jamsetelah pemberian akan tampak
penurunan gejala. Khasiat propranolol antara lain menurunkan denyut jantung
permenit, menurunkan cardiac output, memperpanjang waktu refleks Achilles,
mengurangi nervositas, mengurangi produksi keringat, dan mengurangi
tremor. Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat
menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka
dalam waktu ± 4- 6 jam hipertiroid dapat kembali lagi. Hal ini penting
diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai persiapan
operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi. Penggunaan
propranolol antara lain sebagai: persiapan tindakan pembedahan atau
pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid.
Tindakan Pembedahan
Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia
muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa
tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin
diberi pengobatan dengan I131 (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam
waktu dekat). Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita
yang keteraturannya minum obat tidak terjamin, atau mereka dengan struma yang sangat
besar, dan mereka yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami
keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi
antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid
biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian
larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa
minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum
Page | 26
operasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen. Dengan
penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0.
Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya
kelenjar gondok. Dosis yang dianjurkan ± 140-160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah ±
80 micro Ci/gram. Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain: dosis optimum
yang diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131
di dalam jaringan dan sensitivitas jaringan tiroid terhadap I131.
Kehamilan
Page | 27
dengan hipertiroid dalam waktu kurang dari 2 minggu bilamana dipersiapkan untuk tindakan
operatif.
Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid dan pembedahan. Untuk
menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun kondisi penderita. PTU merupakan
obat antitiroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya serendah mungkin. Bila terjadi
efek hipotiroid pada bayi, pemberian hormon tiroid tambahan pada ibu tidak bermanfaat
mengingat hormone tiroid kurang menembus plasenta. Pembedahan dilakukan bila dengan
pemberian obat antitiroid tidak mungkin. Sebaiknya pembedahan ditunda sampai trimester I
kehamilan untuk mencegah terjadinya abortus spontan.
Eksoftalmus
Krisis Tiroid
Page | 28
komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan harus secepatnya
karena angka kematian penderita ini cukup besar.
Komplikasi
Komplikasi Grave’s disease adalah krisis tiroid (thyroid storm), yaitu suatu kondisi
hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem
kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang
merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan
atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan,
terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan
keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya
terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang
dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. Gambaran klinisnya ialah distress
berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah, bingung, delirium, muntah, diare.
Hipertiroidesme lama dan tidak mendapatkan pengobatan secara teratur dapat memicu
timbulnya gagal jantung kongestif akibat aktivasi saraf adrenergic yang berlebihan. Pada
wanita hamil yang mengalami GD mungkin memiliki risiko tinggi untuk mengalami abortus
spontan atau janin yang dilahirkan dapat mengalami kelahiran premature atau kelahiran mati.
Prognosis
Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun
pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama,
beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan untuk
penderita dengan penyakit Grave’s.
Page | 29
Pencegahan
Sampai saat ini belum ada cara khusus untuk mencegah Grave’s Disease. Upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan mengatur pola hidup, antara lain:
Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-200 gr (2,5 gr/kgBB) per hari, seperti susu
dan telur untuk mengatasi proses pemecahan protein jaringan
Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme
Kesimpulan
Grave’s Disease adalah penyakit autoimun di mana tiroid terlalu aktif menghasilkan
jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang
dikenal sebagai hipertiroidisme atau tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata,
kulit, jantung, alat-alat pencernaan, dan bagian tubuh lainnya. Angka kejadiaan Grave’s
Disease pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-
40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01 - 10:01).
Patogenesis Grave’s Disease diduga peningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan
oleh suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Penegakan diagnosis meliputi anamnesia (keluhan yang berhubungan dengan tirotoksikosis),
pemeriksaan fisik ditemukan gejala utama berupa goiter, opthalmopati, dan dermopati, serta
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (peningkatan kadar T3 dan T4) dan
pemeriksaan radiologi yang meliputi foto polos leher, radioactive iodine (RAI), USG, CT
scan, dan MRI.
Page | 30
Daftar Pustaka
3. Hidayat, NY. 2009. Sistem Hormon. Tanggal 21 September 2012 available from
http://yusnia-bio.blogspot.com/2009/04/sistem-hormon-hormon-adalah-zat-
kimia.html
4. Price, SA, Lorraine, MW. Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC; 2006.
6. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. ed
8. Jakarta: EGC; 2009.
7. Shahab A. Penyakit graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan penatalaksanaannya.
Bulletin PIKKI : Seri endokrinologi-metabolisme. edisi Juli. Jakarta: PIKKI; 2002.h.
9-18.
8. Rachman LY, Dany F, Rendy L, editor. Robbins & Cotran dasar patologis
penyakit.ed. 7. Jakarta: EGC; 2005.h.1190-8.
9. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang:
Binarupa Aksara; 2010.h. 343-52.
11. Paulev and Zubieta. Thyroid hormones and disorders. Tanggal 21 September 2012
available from http://www.zuniv.net/physiology/book/chapter28.html
12. Maitra A, Abbas AK. Sistem endokrin. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Buku ajar patologi robbins. ed 7. Jakarta: EGC; 2007. h. 1188-90.
13. Hyperthyroidsm, diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00356.htm, 4 November 2013.
Page | 31
Page | 32